Lompat ke isi

Indonesia dalam tahun 1998: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
RianHS (bicara | kontrib)
Baris 322: Baris 322:
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan [[Timor Timur]] untuk mengadakan [[referendum]] yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari [[Indonesia]] pada Oktober [[1999]]. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam [[sejarah Indonesia]].
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan [[Timor Timur]] untuk mengadakan [[referendum]] yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari [[Indonesia]] pada Oktober [[1999]]. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam [[sejarah Indonesia]].


= Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}



Revisi per 30 Januari 2021 14.05

Indonesia
dalam tahun
1998
Dekade :1990-an
Abad :ke-20
Milenium :ke-2
Lihat pula

Indonesia dalam tahun 1998 menyajikan serangkaian peristiwa yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 1998.

Januari

Kamis, 1 Januari

Senin, 5 Januari

Sabtu, 10 Januari

Minggu, 11 Januari

Kamis, 15 Januari

Kamis, 22 Januari

  • Kurs rupiah menembus Rp17,000 per Dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.

Jumat, 23 Januari

  • Ulang tahun TPI ke-7.

Jumat, 30 Januari

Februari

Maret

Kamis, 5 Maret

Selasa, 10 Maret

  • Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kali dengan menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.

Rabu, 11 Maret

Sabtu, 14 Maret

Minggu, 29 Maret

Selasa, 31 Maret

April

Rabu, 1 April

Selasa, 7 April

Jumat, 10 April

Minggu, 12 April

  • Peringatan dan perayaan Paskah.

Rabu, 15 April

  • Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena sepanjang bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan berunjuk rasa menuntut dilakukannya reformasi politik.

Sabtu, 18 April

  • Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang menolak dialog tersebut.

Selasa, 28 April

Mei

Jumat, 1 Mei

  • Peringatan Hari Buruh (tidak diperingati, tidak ada demonstrasi).
  • Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.

Sabtu, 2 Mei

  • Peringatan Hari Pendidikan Nasional.
  • Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
  • Mahasiswa di Medan, Bandung, dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan represif oleh aparat. Di beberapa kampus terjadi bentrokan.

Senin, 4 Mei

  • Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul 3 hari kerusuhan di Medan dengan korban sedikitnya 6 meninggal.

Rabu, 6 Mei

Kamis, 7 Mei

  • Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya, Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52 mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat gas air mata.[1]

Jumat, 8 Mei

Sabtu, 9 Mei

  • Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

Senin, 11 Mei

Selasa, 12 Mei

Rabu, 13 Mei

Mal Ratu Luwes di Jl. S. Parman termasuk salah satu yang dibakar di Solo
  • Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
  • Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo, Mesir, memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden.
  • Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.

Kamis, 14 Mei

  • Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia, demonstran mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
  • Soeharto, seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
  • Kerusuhan di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.

Jumat, 15 Mei

  • Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei 1998, Presiden Soeharto kembali ke tanah air dan mendarat di lapangan Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta, subuh dini hari. Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden B.J. Habibie dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya.

Minggu, 17 Mei

  • Peringatan Hari Buku Nasional (ulang tahun Ikatan Penerbit Indonesia) ke-48.
  • Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah mengejutkan pada Minggu, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Soeharto dengan alasan masalah keluarga, terutama desakan anak-anaknya.

Senin, 18 Mei

  • Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
  • Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu "malu". Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan saya." Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
  • Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi".
  • Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.
Mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR

Selasa, 19 Mei

  • Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib, Direktur Yayasan Paramadina Nurcholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie, Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma'ruf Amin dari NU. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi
  • Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.
  • Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN yang beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.
  • Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
  • Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
  • Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.

Rabu, 20 Mei

  • Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000 tentara bersiaga di kawasan Monas.
  • 500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X. Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
  • Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
  • Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas. Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir. Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14 menteri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno, Haryanto Dhanutirto, Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
  • Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.
  • Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.
  • Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto. Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.
  • Wiranto sampai 3 kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian memanggil Habibie.
  • Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. kata-kata yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned". Yusril juga menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur - panggilan akrab Nurcholish Madjid - menyusun ketentuan-ketentuan yang harus disampaikan kepada pemerintahan baru.

Kamis, 21 Mei

Pernyataan pengunduran diri
  • Peringatan dan perayaan Kenaikan Yesus Kristus.
  • Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Amien Rais dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari menyatakan, "Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang pemerintahan baru".
  • Pukul 09.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR.
  • Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.
  • Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan mantan-mantan presiden, "ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto beserta keluarga."
  • Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.

Jumat, 22 Mei

  • Habibie mengumumkan susunan "Kabinet Reformasi".
  • Letjen Prabowo Subianto dicopot dari jabatan Panglima Kostrad.
  • Di Gedung DPR/MPR, bentrokan hampir terjadi antara pendukung Habibie yang memakai simbol-simbol dan atribut keagamaan dengan mahasiswa yang masih bertahan di Gedung DPR/MPR. Mahasiswa menganggap bahwa Habibie masih tetap bagian dari Rezim Orde Baru. Tentara mengevakuasi mahasiswa dari Gedung DPR/MPR ke Universitas Atma Jaya.

Senin, 25 Mei

Jumat, 29 Mei

Minggu, 31 Mei

Juni

Senin, 1 Juni

  • Peringatan Hari Lahirnya Pancasila.

Kamis, 4 Juni

  • Aksan Sjuman diberhentikan sebagai drummer Dewa 19 akibat pukulan drumnya yang lebih mengarah kepada jazz.

Jumat, 5 Juni

Senin, 8 Juni

  • Ulang tahun Soeharto ke-77, pertama kali setelah tidak menjabat Presiden RI.

Sabtu, 20 Juni

  • Akhir kegiatan belajar-mengajar tahun ajaran 1997/1998.

Minggu, 21 Juni

Senin, 22 Juni

  • Ulang tahun Kota Jakarta ke-471.

Kamis, 25 Juni

  • Ulang tahun B.J. Habibie ke-62, pertama kali sebagai Presiden RI.

Minggu, 28 Juni

Juli

Rabu, 1 Juli

  • Peringatan Hari Bhayangkara ke-52.

Minggu, 5 Juli

Senin, 6 Juli

Kamis, 9 Juli

Minggu, 12 Juli

  • Peringatan Hari Koperasi.

Senin, 20 Juli

  • Awal kegiatan belajar-mengajar tahun ajaran 1998/1999.

Kamis, 23 Juli

Senin, 27 Juli

Jumat, 31 Juli

Agustus

Jumat, 7 Agustus

Jumat, 14 Agustus

Sabtu, 15 Agustus

Senin, 17 Agustus

Jumat, 21 Agustus

  • Pemerintah Indonesia mengumumkan akan menasionalisakan bank swasta terbesar di Indonesia, Bank Central Asia, dalam langkah merestrukturisasikan sektor perbankan di Indonesia.

Sabtu, 22 Agustus

Minggu, 23 Agustus

Senin, 24 Agustus

Senin, 31 Agustus

  1. Kedua tim yang dipastikan lolos dari grup (masuk semifinal), bertanding untuk memperoleh kekalahan agar tidak bertemu  Vietnam yang dianggap kuat, namun bertemu  Singapura yang dianggap lemah.
  2. Mursyid Effendi, pemain belakang Indonesia, mencetak gol bunuh diri pada injury time babak II, sehingga Thailand memenangi pertandingan atas Indonesia dengan skor akhir 3-2.
  3. Kedua tim akhirnya dijatuhi denda masing-masing US$40.000 dan Mursyid Effendi dilarang bermain sepak bola internasional seumur hidup mulai tahun 1999.

September

Selasa, 1 September

  • Peringatan 53 tahun Amanat Keistimewaan Yogyakarta.
  • Peringatan 48 dan 32 tahun masuknya Indonesia sebagai anggota PBB.
  • Peringatan Hari Kereta Api (53 tahun pendirian PT Kereta Api Indonesia).

Oktober

Kamis, 1 Oktober

  • Peringatan Hari Kesaktian Pancasila.

Jumat, 2 Oktober

Senin, 5 Oktober

  • Peringatan HUT TNI ke-53.
  • Terjadi unjuk rasa mahasiswa di Bundaran Hotel Indonesia menuntut penghapusan Dwifungsi ABRI.

Selasa, 6 Oktober

  • Tim Relawan untuk Kemanusiaan dan beberapa organisasi hak-hak asasi manusia lainnya mengadakan konferensi pers, dan menjelaskan bahwa beberapa orang dari anggota tim ini telah menerima ancaman akan dibunuh apabila mereka tidak segera menghentikan bantuan mereka terhadap investigasi internasional atas perkosaan, pembunuhan, dan pembakaran atas sejumlah gadis dan perempuan etnis Tionghoa dalam kaitan dengan Kerusuhan Mei 1998.

Jumat, 9 Oktober

Minggu, 11 Oktober

Kamis, 15 Oktober

Senin, 19 Oktober

Selasa, 20 Oktober

Senin, 26 Oktober

November

Minggu, 1 November

  • Penutupan Indonesia Terbuka 1998.
  1. Kontingen Indonesia meraih juara tunggal putri, ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.
  2. Kontingen Indonesia meraih runner-up tunggal putra.

Selasa, 10 November

  1. Mengupayakan terciptanya persatuan dan kesatuan nasional.
  2. Menegakkan kembali kedaulatan rakyat.
  3. Melaksanakan desentralisasi pemerintahan sesuai dengan otonomi daerah.
  4. Melaksanakan pemilu yang luber dan jurdil guna mengakhiri masa pemerintahan transisi.
  5. Penghapusan Dwifungsi ABRI secara bertahap
  6. Mengusut pelaku KKN dengan diawali pengusutan KKN yang dilakukan oleh Soeharto dan kroninya.
  7. Mendesak seluruh anggota Pam Swakarsa untuk membubarkan diri.
  • Pembukaan Sidang Istimewa MPR 1998.
  • Mahasiswa dan masyarakat yang bergerak dari Jalan Salemba Raya, bentrok dengan Pamswakarsa di kompleks Tugu Proklamasi.
  • Peringatan Hari Kesehatan Nasional.
  • Ratusan ribu mahasiswa dan masyrakat bergerak menuju ke Gedung DPR/MPR dari segala arah, Semanggi-Slipi-Kuningan, tetapi tidak ada yang berhasil menembus ke sana karena dikawal dengan sangat ketat oleh tentara, Brimob, dan juga Pamswakarsa (pengamanan sipil yang bersenjata bambu runcing untuk diadu dengan mahasiswa). Pada malam harinya terjadi bentrok di daerah Slipi dan Jalan Jenderal Sudirman, puluhan mahasiswa masuk rumah sakit. Ribuan mahasiswa dievekuasi ke Kampus Universitas Atma Jaya. Satu orang pelajar, yaitu Lukman Firdaus, terluka berat dan masuk rumah sakit. Beberapa hari kemudian ia meninggal dunia.
  • Penutupan Sidang Istimewa MPR 1998.
  • Mahasiswa dan masyarakat sudah bergabung dan mencapai daerah Semanggi dan sekitarnya, bergabung dengan mahasiswa yang sudah ada di kampus Universitas Atma Jaya Jakarta. Jalan Jenderal Sudirman sudah dihadang oleh aparat sejak malam hari dan pagi hingga siang harinya jumlah aparat semakin banyak guna menghadang laju mahasiswa dan masyarakat. Kali ini mahasiswa bersama masyarakat dikepung dari dua arah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dengan menggunakan kendaraan lapis baja.

Selasa, 17 November

Desember

Selasa, 1 Desember

Selasa, 22 Desember

Minggu, 27 Desember

  • Peringatan 49 tahun pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dan 15 tahun pendirian grup musik Slank.
  • Penyanyi Farid Hardja meninggal dunia.

Selasa, 29 Desember

  • Kerusuhan Poso putaran I berakhir.

Pengangkatan Habibie sebagai Presiden

Sidang Istimewa MPR yang mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kota-kota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi Semanggi, yang menewaskan 18 orang.
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi.
Presiden BJ Habibie mengambil prakarsa untuk melakukan koreksi. Sejumlah tahanan politik dilepaskan. Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan dibebaskan, tiga hari setelah Habibie menjabat. Tahanan politik dibebaskan secara bergelombang. Tetapi, Budiman Sudjatmiko dan beberapa petinggi Partai Rakyat Demokratik baru dibebaskan pada era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan karena kuatnya proteksi politik. Bahkan, sejumlah perwira militer yang oleh Mahkamah Militer Jakarta telah dihukum dan dipecat karena terlibat penculikan, kini telah kembali duduk dalam jabatan struktural.
Beberapa langkah perubahan diambil oleh Habibie, seperti liberalisasi parpol, pemberian kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan pencabutan UU Subversi. Walaupun begitu Habibie juga sempat tergoda meloloskan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya, namun urung dilakukan karena besarnya tekanan politik dan kejadian Tragedi Semanggi II yang menewaskan mahasiswa UI, Yun Hap.
Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam dalam sejarah Indonesia.

Referensi