Kerajaan Blambangan: Perbedaan antara revisi
Tag: pranala ke halaman disambiguasi |
menambahkan referensi |
||
Baris 16: | Baris 16: | ||
| flag_p1 = |
| flag_p1 = |
||
| flag_s1 = |
| flag_s1 = |
||
| year_start = |
| year_start = 1478 |
||
| year_end = 1777 |
| year_end = 1768 (dejure) / 1777 (defacto) |
||
| event_start = |
| event_start = 1478, Majapahit Runtuh dan Blambangan Berdiri |
||
| event_end = menjadi wilayah kekuasaan [[Hindia Belanda]] |
| event_end = menjadi wilayah kekuasaan [[Hindia Belanda]] |
||
| event1 = |
| event1 = Blambangan mendapat serangan dari Bali |
||
| date_event1 = |
| date_event1 = 1501 |
||
| event2 = |
| event2 = Batara Vigiaya mengungsi ke Panarukan (wilayah Blambangan) setelah Daha dikuasai oleh Demak |
||
| date_event2 = |
| date_event2 = 1527 |
||
| event3 = |
| event3 = Blambangan kehilangan Pasuruan dan Pajarakan karena direbut Demak, namun Sultan Trenggana tewas saat berusaha merebut Panarukan |
||
| date_event3 = |
| date_event3 = 1545-1546 |
||
| event4 = |
| event4 = Mataram menyerang Blambangan |
||
| date_event4 = |
| date_event4 = 1635-1639 |
||
| event5 = |
| event5 = Perang Saudara di Blambangan |
||
| date_event5 = |
| date_event5 = 1691-1697 |
||
| capital = *[[ |
| capital = *[[Semboro, Jember]] (masa 'Mas Sembar') |
||
*[[Lumajang]] (masa 'Bima Koncar') |
*[[Lumajang]] (masa 'Bima Koncar') |
||
*[[ |
*[[Kedawung, Jember]] (masa 'Menak Lumpat s/d Wilabrata') |
||
*[[Macanputih, Kabat, Banyuwangi|Macanputih, Banyuwangi]] (masa 'Tawang Alun II') |
*[[Macanputih, Kabat, Banyuwangi|Macanputih, Banyuwangi]] (masa 'Tawang Alun II') |
||
*[[Balambangan, Muncar, Banyuwangi]] (masa 'Prabu Danurejo s/d Pangeran Agung Wilis') |
|||
⚫ | |||
*[[Lateng, Rogojampi, Banyuwangi]] (masa 'IGNK Dewa Kabakaba') |
|||
⚫ | |||
| government_type = [[Monarki]] |
| government_type = [[Monarki]] |
||
| title_leader = Menak/Gusti/Prabu |
| title_leader = Menak/Gusti/Suhunan/Prabu |
||
| leader1 = |
| leader1 = Mas Sembar |
||
| year_leader1 = |
| year_leader1 = 1478-1489 |
||
| leader2 = |
| leader2 = Bima Koncar |
||
| year_leader2 = |
| year_leader2 = 1489-1501 |
||
| leader3 = |
| leader3 = Menak Pentor |
||
| year_leader3 = |
| year_leader3 = 1501-1531 |
||
| leader4 = |
| leader4 = Menak Pangseng |
||
| year_leader4 = |
| year_leader4 = 1531-1546 |
||
| leader5 = |
| leader5 = Menak Pati |
||
| year_leader5 = |
| year_leader5 = 1546-1601 |
||
| leader6 = |
| leader6 = Menak Lumpat |
||
| year_leader6 = |
| year_leader6 = 1601-1633 |
||
| leader7 = |
| leader7 = Menak Seruyu/ Tawang Alun I |
||
| year_leader7 = |
| year_leader7 = 1633-1647 |
||
| demonym = |
| demonym = |
||
| area_km2 = |
| area_km2 = 5000 |
||
| area_rank = |
| area_rank = |
||
| GDP_PPP = |
| GDP_PPP = |
||
Baris 67: | Baris 69: | ||
Namun karena tidak terlibat dalam Perang Nambi (1316) maka oleh Prabu Jayanagara, raja kedua Majapahit, daerah ini dianugerahi status sebagai Perdikan Sima. Tahun 1352 Balambangan bersama Pasuruan, Sumbawa, dan Bali mendapat Adipati baru dari trah Kepakisan Kediri. Adipati Blambangan pertama itu bernama Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan (1352-1406). |
Namun karena tidak terlibat dalam Perang Nambi (1316) maka oleh Prabu Jayanagara, raja kedua Majapahit, daerah ini dianugerahi status sebagai Perdikan Sima. Tahun 1352 Balambangan bersama Pasuruan, Sumbawa, dan Bali mendapat Adipati baru dari trah Kepakisan Kediri. Adipati Blambangan pertama itu bernama Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan (1352-1406). |
||
Pada tahun 1527, daerah ini menjadi tempat pelarian bagi keturunan raja Majapahit-Daha[[Dyah Raṇawijaya|Girindrawardhana Dyah Ranawijaya]], yang tersingkir karena diserang oleh Sultan Trenggana dari [[Kesultanan Demak]]. |
Pada tahun 1527, daerah ini menjadi tempat pelarian bagi keturunan raja Majapahit-Daha[[Dyah Raṇawijaya|Girindrawardhana Dyah Ranawijaya]], yang tersingkir karena diserang oleh [[Sultan Trenggana]] dari [[Kesultanan Demak]]. |
||
== Sejarah Blambangan == |
== Sejarah Blambangan == |
||
Menurut Babad Sembar, penguasa pertama Blambangan adalah '''Mas Sembar''' dengan ibukota di sebelah timur wilayah ayahnya, '''Lembu Miruda''', (Lumajang) yakni di daerah [[Semboro, Jember|Semboro]] (di Jember). |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
⚫ | Dari laporan [[Tome Pires]], ''Bima Koncar'' memiliki putra bernama '''Menak Pentor''', memerintah antara |
||
⚫ | Dari laporan [[Tome Pires]], ''Bima Koncar'' memiliki putra bernama '''Menak Pentor''', memerintah antara 1501-1531, yang berhasil memperluas wilayah Blambangan. Di bawah kekuasaan ''Menak Pentor'', Blambangan menjadi kerajaan yang kuat, kaya, dan makmur. Wilayahnya meliputi Canjtam (Keniten/[[Pasuruan]] Timur) dan [[Lumajang]] di bagian barat hingga ke Supitan Blambangan (sekarang [[Selat Bali]]) di ujung timur [[Pulau Jawa]]. Letaknya pun cukup strategis, karena dikelilingi oleh lautan di ketiga sisinya, sehingga banyak memiliki pelabuhan. Salah satu pelabuhan di pesisir utara Blambangan yang paling terkenal adalah [[Panarukan]] (di [[Situbondo]]), Ulu [[Lopampang|Pangpang]], (di [[Muncar, Banyuwangi|Muncar]]) dan [[Puger, Jember|Puger]] (di [[Kabupaten Jember|Jember]]). |
||
Berita dari Serat Kanda menyebutkan, bahwa [[Dyah Ranawijaya]], setelah [[Daha]] jatuh ke pasukan [[Kesultanan Demak|Demak]], melarikan diri ke [[Panarukan]] (kini nama kecamatan di Kab. [[Situbondo]], [[Jawa Timur]], utara [[Banyuwangi]]). Panarukan sendiri ketika itu merupakan sebuah pelabuhan yang cukup ramai dan sejak abad ke-14 telah menjadi salah satu pangkalan kapal terpenting bagi [[Kerajaan Majapahit]], dan menjadi salah satu persinggahan bagi kapal-kapal yang hendak melanjutkan pelayaran ke Maluku untuk berdagang rempah-rempah. |
|||
Pada saat [[Trenggana|Sultan Trenggana]] raja ke-3 Demak pada 1546, memperlebar wilayah kekuasaannya ke timur, sebagian wilayah Jawa Timur berhasil dikuasainya, termasuk merebut [[Pasuruan]] dan [[Pajarakan, Probolinggo|Pajarakan]] dari tangan Blambangan pada tahun 1545 dan sejak saat itu menjadi kekuatan Islam yang penting di ujung timur Jawa. |
|||
Dengan tibanya Dyah Ranawijaya di kota pelabuhan ini, wilayah Panarukan bisa dianggap sebagai kelanjutan [[Majapahit]]-Daha. Dan berdasarkan penuturan orang [[Hindia Belanda]] kemudian, daerah Panarukan ini dapat diidentifikasi sebagai '''Kerajaan Blambangan'''. Hal ini sesuai berita [[Portugis]] yang menyebutkan adanya utusan Kerajaan Hindu dari Panarukan ke [[Malaka]] pada 1528—setahun setelah Dyah Ranawijaya diserang Demak. Utusan dari Panarukan ini bermaksud mendapatkan dukungan orang-orang Portugis, yang tentunya bermaksud menghadang pengaruh Islam-Demak di Jawa. |
|||
Akan tetapi, usaha Demak menaklukkan Panarukan mengalami kendala karena kerajaan ini mampu bertahan walaupun telah dikepung selama tiga bulan. Bahkan, pada 1546, Sultan Trenggana sendiri terbunuh di dekat Panarukan, setelah selama tiga bulan tidak mampu menembus kota Panarukan. Pemimpin Panarukan yang terkenal kala itu bernama '''Sontoguno.''' |
|||
Setelah Demak mundur, giliran [[Kerajaan Gelgel]] dari [[Bali]] yang menyerang dan merebut Blambangan dari ''Menak |
Setelah Demak mundur, giliran [[Kerajaan Gelgel]] dari [[Bali]] yang menyerang dan berusaha merebut Blambangan dari '''Menak Pangseng''' putra '''Menak Pentor'''. |
||
Pada tahun 1597, giliran Blambangan diserang oleh pasukan [[Pasuruan]] namun Blambangan dapat mengatasinya. Setelah mengalahkan Pasuruan, terjadi huru-hara di internal Blambangan dan tampillah '''Menak Pati''' atau Sang Dipati Lampor dan putranya Menak Lumpat. |
|||
Pada 1572, cucu ''Bima Koncar'', putra ''Menak Cucu'' bernama '''Sontoguno''', berhasil merebut Panarukan dari Kerajaan Gelgel dan memperkuat kembali kerajaan Blambangan. Selama masa kekuasaan Sontoguno, Blambangan mendapat kunjungan delegasi Portugis, yang berhasil mengajak beberapa keluarga kerajaan Blambangan masuk Katolik. |
|||
Selanjutnya Menak Lumpat digantikan oleh putranya yang bernama ''Pangeran Singosari'' atau Menak Seruyu bergelar '''Prabu Tawang Alun I'''. Kemudian pada tahun 1638-1639, giliran [[Kesultanan Mataram]] menyerang Blambangan, hingga membuat ''Tawang Alun I'' terpaksa melarikan diri ke timur gunung (wilayah Banyuwangi saat ini), sedangkan putra mahkotanya, ''Mas Kembar'', menjadi tawanan dan diboyong ke Mataram. |
|||
Di bawah kekuasaan [[Kesultanan Mataram]], pada tahun |
Di bawah kekuasaan [[Kesultanan Mataram]], pada tahun 1649, ''Mas Kembar'' naik tahta dengan gelar '''Prabu Tawang Alun II'''. Pada tahun 1652, Tawang Alun II saat berada di Istana Mataram, Tawang Alun II mendeklarasikan diri bahwa Blambangan adalah wilayah yang merdeka, dan dia menyandang gelar sebagai Susuhunan Macanputih untuk menunjukkan bahwa tahtanya sederajat dengan Mataram yang kala itu dipimpin oleh Susuhunan Mangkurat I. |
||
Blambangan dapat merebut daerah-daerah kekuasaannya kembali dari tangan Mataram setelah Tawang Alun II membantu Trunajaya dan Karaeng Galesong melawan Mangkurat I dalam Perang Trunajaya. Di bawah pemerintahan Tawang Alun II, kerajaan Blambangan maju dengan pesat di mana kekuasaannya menyatu dari [[Banyuwangi]], hingga ke [[Kediri]]. |
|||
⚫ | Kemudian, usaha para penguasa Mataram dalam menundukkan Blambangan mengalami kegagalan. Hal ini mengakibatkan kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk ke dalam budaya [[Jawa Tengah]]. Maka dari itu, sampai sekarang kawasan Banyuwangi memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku. |
||
⚫ | Kemudian, usaha para penguasa Mataram dalam menundukkan Blambangan mengalami kegagalan. Hal ini mengakibatkan kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk ke dalam budaya [[Jawa Tengah]]. Maka dari itu, sampai sekarang kawasan Banyuwangi memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku. |
||
== Keruntuhan Blambangan == |
== Keruntuhan Blambangan == |
||
=== Perang Saudara keturunan Tawang Alun II === |
=== Perang Saudara keturunan Tawang Alun II === |
||
Ketika ''Kangjeng Susuhunan Prabu Tawang Alun II'' wafat tahun 1691, '''Pangeran Senapati Sasranagara''' tampil menjadi raja tanpa bermusyawarah dengana dik-adiknya. Karena itu kemudian terjadi huru-hara perang saudara sehingga Suhunan Macanputih kedua itu gugur dan tampillah adiknya yang bernama '''Pangeran Mas Macanapura''' bergelar Pangeran Pati I. |
|||
ketika ''Kangjeng Susuhunan Prabhu Tawang Alun II'' wafat tahun 1691 terjadi pengangkatan Pangeran Agung Dupati (Pati) sebagai Raja Blambangan Macan Putih. Pangeran Pati dikalahkan oleh Macanapuro dan Dipati Rayi, namun kemudian pangeran Danurejo menjadi raja, tercatat perang saudara tersebut berlangsung lama dan baik Macanapuro, Danurejo dan Sosronegoro (Dipati Rayi) sempat memimpin Blambangan menjadi raja namun hanya sebentar mengingat perang perebutan kekuasaan tersebut terus menerus berlangsung. Perang saudara setelah meninggalnya Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun II, membuat kedathon macan putih menjadi rusak. |
|||
*Kisah yang paling mengesankan adalah kemarahan Dipati Rayi yang sangat sakti dia juga adalah murid Ki Buyut Wongsokaryo yang juga guru dari Gusti Prabhu Tawang Alun. Kesaktian Dipati Rayi atau Prabhu Sosronegoro membuat Kedhaton Macan Putih hancur, para agul agul berperang secara lingsem (malu). Dipati Rayi yang mengamuk dan merusak Kedhaton Macan Putih baru berhenti karena meninggal akibat senjata Ki Buyut Wongsokaryo, gurunya sendiri, yaitu Tulup Ki Baru Klitik. |
|||
Setelah berkuasa selama tujuh tahun, Pangeran Pati I dikalahkan oleh putra Pangeran Senapati Sasranagara yang bernama Pangeran Mas Purba bergelar '''Prabu Danurejo'''. Perang saudara setelah meninggalnya Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun II, membuat kedaton Macan Putih menjadi rusak. |
|||
Akhir perang ini mengakibatkan Pangeran Pati, Gusti Prabhu Macanapuro, Gusti Prabhu Sosronegoro (Dipati Rayi), maupun Gusti Prabu Danurejo seluruhnya tewas. |
|||
Gusti |
Gusti Prabu Danurejo (Pangeran Mas Purbo) memiliki permasuri: |
||
*Mas Ayu |
*Mas Ayu Gadhing (putri [[Untung Suropati]]) dari perkawinan tersebut memiliki Putra: |
||
** Pangeran Mas Noyang (Danuningrat) |
** Pangeran Mas Noyang (Danuningrat) |
||
*Dari selir (kakak Ipar Gusti Agung Mengwi/Raja Mengwi) dia berputra: |
*Dari selir (kakak Ipar Gusti Agung Mengwi/Raja Mengwi) dia berputra: |
||
**Pangeran Putro/ |
**Pangeran Putro/[[Wong Agung Wilis]]. |
||
Sepeninggal Prabu Danurejo, Pangeran Mas Noyang diangkat sebagai raja yang baru bergelar '''Prabu Danuningrat''' memerintah Blambangan Kedhaton Macan putih pada tahun 1736-1763, sementara adiknya yang bernama Pangeran Putro diangkat sebagai patih bergelar [[Wong Agung Wilis|Agung Wilis]]. |
|||
=== Perang melawan VOC === |
=== Perang melawan VOC === |
||
Di akhir abad ke-17, setelah meninggalnya ''Danuningrat'' pada tahun 1763, [[VOC]] secara sepihak menyatakan bahwa Blambangan adalah wilayah kekuasaannya, maka pada [[1767]]-[[1768]], terjadilah [[Wong Agung Wilis#Perang Wilis|Perang Wilis]], yang dipimpin oleh [[Wong Agung Wilis]] melawan VOC.<ref name=hb3mus>Basri, Hasan (Ed). 2006. Pangeran Jagapati, Wong Agung Wilis dan Sayu Wiwit. 3 Pejuang Dari Blambangan. Banyuwangi: Penerbit Pemda Kabupaten Banyuwangi</ref> |
Di akhir abad ke-17, setelah meninggalnya '''Prabu''' '''Danuningrat''' pada tahun 1763, [[VOC]] secara sepihak menyatakan bahwa Blambangan adalah wilayah kekuasaannya, maka pada [[1767]]-[[1768]], terjadilah [[Wong Agung Wilis#Perang Wilis|Perang Wilis]], yang dipimpin oleh [[Wong Agung Wilis]] melawan VOC.<ref name=hb3mus>Basri, Hasan (Ed). 2006. Pangeran Jagapati, Wong Agung Wilis dan Sayu Wiwit. 3 Pejuang Dari Blambangan. Banyuwangi: Penerbit Pemda Kabupaten Banyuwangi</ref> |
||
⚫ | Setelah ''Wong Agung Wilis'' dikalahkan, kemudian terjadi [[Perang Bayu]] pada tahun [[1771]]-[[1772]], dan menjadi perang habis-habisan ([[puputan]]) pasukan Blambangan yang dipimpin oleh [[Jagapati|Pangeran Jagapati]] melawan pasukan [[VOC]]. Setelah ''Jagapati'' kalah dan terbunuh, VOC mengisi kekosongan pemerintahan dan menggabungkan Blambangan kedalam karesidenan Besuki, dengan mengangkat ''Mas Alit'' bergelar KRT Wiroguno |
||
VOC membelah wilayah Kerajaan Blambangan menjadi dua bagian, Blambangan Barat atau Kanoman dipimpin oleh bupati boneka bernama Mas Weka dan beribukota di Puger. Sedangkan Blambangan Timur atau Kasepuhan juga dipimpin oleh bupati boneka bernama Mas Aneng/Mas Uno dengan ibukota di Ulu Pangpang (di Muncar). |
|||
Setelah dipimpin oleh KRT Wiroguno inilah dinasti Kerajaan Blambangan secara pasti dan tepercaya telah memeluk Islam. Generasi diatas KRT Wiroguno tidak terdapat sumber tepercaya telah memeluk Agama Islam. |
|||
⚫ | Setelah ''Wong Agung Wilis'' dikalahkan, kemudian terjadi [[Perang Bayu]] pada tahun [[1771]]-[[1772]], dan menjadi perang habis-habisan ([[puputan]]) pasukan Blambangan yang dipimpin oleh [[Jagapati|Pangeran Jagapati]] melawan pasukan [[VOC]]. Setelah ''Jagapati'' kalah dan terbunuh, VOC mengisi kekosongan pemerintahan dan menggabungkan Blambangan kedalam karesidenan Besuki, dengan mengangkat ''Mas Alit'' sebagai Bupati Kelima Kasepuhan bergelar KRT Wiroguno I. Dialah Bupati pertama yang tinggal di Kota Banyuwangi, dekat markas dan benteng VOC. |
||
Runtuhnya Kerajaan Blambangan, bagi [[Bali]] merupakan suatu peristiwa yang sangat berarti dari segi kebudayaan. Para raja Bali percaya bahwa nenek-moyang mereka berasal dari Majapahit. Dengan masuknya Blambangan ke dalam kekuasaan VOC, Bali menjadi lepas dari Jawa. |
Runtuhnya Kerajaan Blambangan, bagi [[Bali]] merupakan suatu peristiwa yang sangat berarti dari segi kebudayaan. Para raja Bali percaya bahwa nenek-moyang mereka berasal dari Majapahit. Dengan masuknya Blambangan ke dalam kekuasaan VOC, Bali menjadi lepas dari Jawa. |
||
== Silsilah Kerajaan Blambangan == |
== Silsilah Kerajaan Blambangan == |
||
=== Silsilah Wangsa Blambangan === |
|||
*Mpu Withadarma |
|||
*Mpu Bhajrastawa |
|||
*Mpu Lempita |
|||
*Mpu Gnijaya |
|||
*Mpu Wiranatha |
|||
*[[Mpu Purwa]]natha (ayah Ken Dedes) |
|||
*[[Ken Dedes]] |
|||
*[[Mahisa Wonga Teleng]] |
|||
*[[Mahisa Campaka]] |
|||
*[[Dyah Lembu Tal]] |
|||
*[[Raden Wijaya]] |
|||
**(pada "perjanjian songeneb" tahun 1292, Raden Wijaya menjadi penguasa Majapahit Barat, dan [[Arya Wiraraja]] yang disebut juga "Minak Koncar I", menjadi penguasa Majapahit Timur termasuk wilayah Blambangan) |
|||
*[[Tribhuwana Tunggadewi]] |
|||
*[[Dyah Nertaja]] dan [[Singhawardhana]] |
|||
**[[Wikramawardhana]] |
|||
**[[Kertawijaya]] |
|||
**[[Suraprabhawa]] |
|||
**[[Dyah Ranawijaya]] |
|||
*[[Singhawardhana]] dan [[Putri Tengger]] |
|||
**'''Lembu Miruda''' (Minak Anisraya), (diangkat oleh [[Wikramawardhana]] sebagai Penguasa [[Suku Tengger|Tengger]], dibawah kekuasaan [[Bhre Wirabhumi]] penguasa ''Majapahit timur'') |
|||
===Keturunan Lembu Miruda=== |
===Keturunan Lembu Miruda=== |
||
* |
*Minak Sembar/Mas Sembar (memerintah [[Semboro, Jember|Semboro]], [[Kabupaten Jember|Jember]] pada 1478-1489), menurunkan: |
||
* |
*'''Bima Koncar''' (Penguasa [[Lumajang]] pada tahun 1489-1501), menurunkan: |
||
*'''Bima Koncar''' (Penguasa [[Lumajang]] dan [[Semenanjung Blambangan]] pada tahun 1489-1500), menurunkan: |
|||
**'''Minak Pentor''' (memerintah di Babadan, [[Lumajang]] tahun 1500-1546) |
**'''Minak Pentor''' (memerintah di Babadan, [[Lumajang]] tahun 1500-1546) |
||
***Minak Pangseng, Menurunkan: |
|||
⚫ | |||
****Menak Jebolang di Panarukan |
|||
***'''Sontoguno''' yang memerintah di [[Baluran|Kedathon Baluran]] pada 1572 hingga 1597. |
|||
⚫ | |||
**Minak Gadru (memerintah di Prasada, [[Lumajang]]), menurunkan: |
**Minak Gadru (memerintah di Prasada, [[Lumajang]]), menurunkan: |
||
***Minak Lampor yang memerintah di ([[Lumajang|Werdati, Teposono, Lumajang]]), Menurunkan: |
***Minak Pati/Sang Dipati Lampor yang memerintah di ([[Lumajang|Werdati, Teposono, Lumajang]]), Menurunkan: |
||
****Minak Lumpat (Prabhu Rebut Payung) (memerintah di Werdati, [[Lumajang]]), berputra: |
****Minak Lumpat (Prabhu Rebut Payung) (memerintah di Werdati, [[Lumajang]]), berputra: |
||
*****Minak Seruyu ('''Tawang Alun I''') |
*****Minak Seruyu ('''Tawang Alun I''') |
||
****Minak Luput (Sebagai Senopati) |
****Minak Luput (Sebagai Senopati) |
||
****Minak Sumendhe (sebagai Karemon (Agul Agul)) |
****Minak Sumendhe (sebagai Karemon (Agul Agul)) |
||
=== Silsilah Tawang Alun I === |
=== Silsilah Tawang Alun I === |
||
''Minak Lumpat'' mempunyai putra yaitu ''Minak Seruyu'' disebut juga ''Pangeran Singosari'' bergelar ''' |
''Minak Lumpat'' mempunyai putra yaitu ''Minak Seruyu'' disebut juga ''Pangeran Singosari'' bergelar '''Prabu Tawang Alun I'''. Pada masa pemerintahannya, Tawang Alun I menaklukkan ''Mas Kriyan'' dan seluruh keluarga Mas Kriyan, sehingga tidak ada keturunannya. Kemudian Prabhu Tawang Alun I menjadi penguasa wilayah Kedawung (di [[Paleran, Umbulsari, Jember|Paleran]], [[Umbulsari, Jember|Umbulsari]], Jember). |
||
Prabhu Tawang Alun I memiliki Putra : |
Prabhu Tawang Alun I memiliki Putra Kembar (Mas Kembar) : |
||
⚫ | |||
*Gede Buyut |
|||
*Mas Lego ('''Wilabrata''') |
|||
*Mas Ayu Widharba |
|||
*Mas Lanang Dangiran (Mbah Mas Brondong) menurunkan: |
|||
**Mas Aji Reksonegoro |
|||
**Mas Danuwiryo |
|||
⚫ | |||
*Mas Lego menurunkan: |
|||
**Mas Surangganti |
|||
**Mas Surodilogo (Mbah Kopek) |
|||
=== Silsilah Tawang Alun II === |
=== Silsilah Tawang Alun II === |
||
Putra ''Tawang Alun I'', ''Mas Senepo'' |
Putra ''Tawang Alun I'', ''Mas Senepo'' inilah yang kemudian memindahkan ibukota Blambangan ke ''Kedhaton Macan Putih'' (sekarang daerah [[Macanputih, Kabat, Banyuwangi]]) bergelar '''Kangjeng Susuhunan Prabu Tawang Alun II''', di mana dia memerintah pada wilayah Kerajaan Blambangan [[1649]] hingga [[1691]]. Kangjeng Susuhunan Prabhu Tawang Alun II memiliki beberapa istri dan selir, sehingga menjadi beberapa garis keturunan. |
||
Kangjeng Susuhunan Prabhu Tawang Alun II, memiliki putra putri dari: |
Kangjeng Susuhunan Prabhu Tawang Alun II, memiliki putra putri dari: |
||
*''Mas Ayu Rangdiyah'' dari Mataram, berputra: |
*''Mas Ayu Rangdiyah'' dari Mataram, berputra: |
||
** Pangeran |
** '''Pangeran Adipati Mas Macanapura'''/Pangeran Pati I |
||
** Pangeran Mas Purba ('''Prabhu Danurejo''') |
|||
*** Pangeran Mas Noyang'' ('''Prabhu Danuningrat''') |
|||
*** Pangeran Putro ('''[[Wong Agung Wilis]]''') |
|||
*''Mas Ayu Dewi Sumekar'' (Blater) menurunkan: |
*''Mas Ayu Dewi Sumekar'' (Blater) menurunkan: |
||
** '''Pangeran Senapati Sasranagara''' (Pangeran Dipati Rayi), berputra |
|||
** Dalem Agung Macanapuro ('''Prabhu Macanapuro''') |
|||
** |
*** Pangeran Mas Purba ('''Prabhu Danurejo''') |
||
** Pangeran |
**** Pangeran Mas Noyang'' ('''Prabhu Danuningrat''')'' |
||
** Pangeran |
**** Pangeran Putro ('''[[Wong Agung Wilis]]''') |
||
** Pangeran Macanegara (Keta) |
|||
** Pangeran Ketanegara |
|||
** Pangeran Gajah Binarong |
** Pangeran Gajah Binarong |
||
*Dari para selir menurunkan: |
*Dari para selir menurunkan: |
||
** Mas Dalem Jurang mangun |
** Mas Dalem Jurang mangun |
||
** Mas Dalem Puger |
** Mas Dalem Puger, Ki Janingrat |
||
** Mas Dalem ki Janingrat |
|||
** Mas Dalem Wiroguno, menurunkan: |
** Mas Dalem Wiroguno, menurunkan: |
||
***Mas Bagus Puri, menurunkan:<ref>Babad Tawang Alun (ditulis pada tahun 1826) dalam Winarsih PA, Babad Blambangan, Bentang, Yogyakarta, 1995.</ref> |
***Mas Bagus Puri, menurunkan:<ref>Babad Tawang Alun (ditulis pada tahun 1826) dalam Winarsih PA, Babad Blambangan, Bentang, Yogyakarta, 1995.</ref> |
||
Baris 201: | Baris 173: | ||
== Arkeologi == |
== Arkeologi == |
||
Beberapa penemuan sejarah yang menjadi objek cukup menarik dari peninggalan kerajaan |
Beberapa penemuan sejarah yang menjadi objek cukup menarik dari peninggalan kerajaan Blambangan adalah, |
||
'''[[Situs Biting]]''' adalah sebuah situs [[arkeologi]]s yang terletak di desa Kutorenon, kecamatan [[Sukodono, Lumajang]], provinsi [[Jawa Timur]]. Situs ini diperkirakan merupakan peninggalan dari Majapahit Timur dan tersebar di atas kawasan seluas 135 hektar. Bangunan yang paling mengesankan adalah bekas tembok benteng dengan panjang 10 kilometer, lebar 6 meter dan tinggi 10 meter. |
|||
'''Tembok Rejo''', berupa tembok bekas benteng kerajaan Blambangan sepanjang lebih kurang 5 km terpendam pada kedalaman 1 - 0.5 m dari permukaan tanah dan membentang dari masjid pasar muncar hingga di areal persawahan Desa Tembok Rejo. |
'''Tembok Rejo''', berupa tembok bekas benteng kerajaan Blambangan sepanjang lebih kurang 5 km terpendam pada kedalaman 1 - 0.5 m dari permukaan tanah dan membentang dari masjid pasar muncar hingga di areal persawahan Desa Tembok Rejo. |
Revisi per 4 Juni 2023 01.43
Kerajaan Blambangan | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1478–1768 (dejure) / 1777 (defacto) | |||||||||
![]() Blambangan di ujung timur Pulau Jawa (Banyuwangi) pada abad 16 masa Kesultanan Mataram | |||||||||
Ibu kota |
| ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Jawa Kuno | ||||||||
Agama | Hindu, Buddha, Islam | ||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||
Menak/Gusti/Suhunan/Prabu | |||||||||
• 1478-1489 | Mas Sembar | ||||||||
• 1489-1501 | Bima Koncar | ||||||||
• 1501-1531 | Menak Pentor | ||||||||
• 1531-1546 | Menak Pangseng | ||||||||
• 1546-1601 | Menak Pati | ||||||||
• 1601-1633 | Menak Lumpat | ||||||||
• 1633-1647 | Menak Seruyu/ Tawang Alun I | ||||||||
Sejarah | |||||||||
• 1478, Majapahit Runtuh dan Blambangan Berdiri | 1478 | ||||||||
• Blambangan mendapat serangan dari Bali | 1501 | ||||||||
• Batara Vigiaya mengungsi ke Panarukan (wilayah Blambangan) setelah Daha dikuasai oleh Demak | 1527 | ||||||||
• Blambangan kehilangan Pasuruan dan Pajarakan karena direbut Demak, namun Sultan Trenggana tewas saat berusaha merebut Panarukan | 1545-1546 | ||||||||
• Mataram menyerang Blambangan | 1635-1639 | ||||||||
• Perang Saudara di Blambangan | 1691-1697 | ||||||||
• menjadi wilayah kekuasaan Hindia Belanda | 1768 (dejure) / 1777 (defacto) | ||||||||
Luas | |||||||||
- Total | 5.000 km2 | ||||||||
| |||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
![]() |
Garis waktu |
![]() |
Kerajaan Blambangan atau Balambangan atau Belambangan adalah sebuah kerajaan yang berada di Ujung Timur Pulau Jawa. Kerajaan Blambangan dianggap sebagai kerajaan bercorak Hindu terakhir di Pulau Jawa.
Diduga bahwa Blambangan dulunya pernah menjadi bagian dari salah satu Juru dalam Lamajang Tigangjuru yang dipimpin oleh Arya Wiraraja dan Pu Nambi tahun 1293-1316 beribukota di Lamajang (Lumajang).
Namun karena tidak terlibat dalam Perang Nambi (1316) maka oleh Prabu Jayanagara, raja kedua Majapahit, daerah ini dianugerahi status sebagai Perdikan Sima. Tahun 1352 Balambangan bersama Pasuruan, Sumbawa, dan Bali mendapat Adipati baru dari trah Kepakisan Kediri. Adipati Blambangan pertama itu bernama Sira Dalem Sri Bima Chili Kepakisan (1352-1406).
Pada tahun 1527, daerah ini menjadi tempat pelarian bagi keturunan raja Majapahit-DahaGirindrawardhana Dyah Ranawijaya, yang tersingkir karena diserang oleh Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak.
Sejarah Blambangan
Menurut Babad Sembar, penguasa pertama Blambangan adalah Mas Sembar dengan ibukota di sebelah timur wilayah ayahnya, Lembu Miruda, (Lumajang) yakni di daerah Semboro (di Jember).
Menjelang awal abad ke-15, pada tahun 1489, putra Mas Sembar yang bernama Bima Koncar telah meneguhkan dirinya sebagai penguasa Blambangan kedua yang memerintah hingga tahun 1501.
Dari laporan Tome Pires, Bima Koncar memiliki putra bernama Menak Pentor, memerintah antara 1501-1531, yang berhasil memperluas wilayah Blambangan. Di bawah kekuasaan Menak Pentor, Blambangan menjadi kerajaan yang kuat, kaya, dan makmur. Wilayahnya meliputi Canjtam (Keniten/Pasuruan Timur) dan Lumajang di bagian barat hingga ke Supitan Blambangan (sekarang Selat Bali) di ujung timur Pulau Jawa. Letaknya pun cukup strategis, karena dikelilingi oleh lautan di ketiga sisinya, sehingga banyak memiliki pelabuhan. Salah satu pelabuhan di pesisir utara Blambangan yang paling terkenal adalah Panarukan (di Situbondo), Ulu Pangpang, (di Muncar) dan Puger (di Jember).
Pada saat Sultan Trenggana raja ke-3 Demak pada 1546, memperlebar wilayah kekuasaannya ke timur, sebagian wilayah Jawa Timur berhasil dikuasainya, termasuk merebut Pasuruan dan Pajarakan dari tangan Blambangan pada tahun 1545 dan sejak saat itu menjadi kekuatan Islam yang penting di ujung timur Jawa.
Akan tetapi, usaha Demak menaklukkan Panarukan mengalami kendala karena kerajaan ini mampu bertahan walaupun telah dikepung selama tiga bulan. Bahkan, pada 1546, Sultan Trenggana sendiri terbunuh di dekat Panarukan, setelah selama tiga bulan tidak mampu menembus kota Panarukan. Pemimpin Panarukan yang terkenal kala itu bernama Sontoguno.
Setelah Demak mundur, giliran Kerajaan Gelgel dari Bali yang menyerang dan berusaha merebut Blambangan dari Menak Pangseng putra Menak Pentor.
Pada tahun 1597, giliran Blambangan diserang oleh pasukan Pasuruan namun Blambangan dapat mengatasinya. Setelah mengalahkan Pasuruan, terjadi huru-hara di internal Blambangan dan tampillah Menak Pati atau Sang Dipati Lampor dan putranya Menak Lumpat.
Selanjutnya Menak Lumpat digantikan oleh putranya yang bernama Pangeran Singosari atau Menak Seruyu bergelar Prabu Tawang Alun I. Kemudian pada tahun 1638-1639, giliran Kesultanan Mataram menyerang Blambangan, hingga membuat Tawang Alun I terpaksa melarikan diri ke timur gunung (wilayah Banyuwangi saat ini), sedangkan putra mahkotanya, Mas Kembar, menjadi tawanan dan diboyong ke Mataram.
Di bawah kekuasaan Kesultanan Mataram, pada tahun 1649, Mas Kembar naik tahta dengan gelar Prabu Tawang Alun II. Pada tahun 1652, Tawang Alun II saat berada di Istana Mataram, Tawang Alun II mendeklarasikan diri bahwa Blambangan adalah wilayah yang merdeka, dan dia menyandang gelar sebagai Susuhunan Macanputih untuk menunjukkan bahwa tahtanya sederajat dengan Mataram yang kala itu dipimpin oleh Susuhunan Mangkurat I.
Blambangan dapat merebut daerah-daerah kekuasaannya kembali dari tangan Mataram setelah Tawang Alun II membantu Trunajaya dan Karaeng Galesong melawan Mangkurat I dalam Perang Trunajaya. Di bawah pemerintahan Tawang Alun II, kerajaan Blambangan maju dengan pesat di mana kekuasaannya menyatu dari Banyuwangi, hingga ke Kediri.
Kemudian, usaha para penguasa Mataram dalam menundukkan Blambangan mengalami kegagalan. Hal ini mengakibatkan kawasan Blambangan (dan Banyuwangi pada umumnya) tidak pernah masuk ke dalam budaya Jawa Tengah. Maka dari itu, sampai sekarang kawasan Banyuwangi memiliki ragam bahasa yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa baku.
Keruntuhan Blambangan
Perang Saudara keturunan Tawang Alun II
Ketika Kangjeng Susuhunan Prabu Tawang Alun II wafat tahun 1691, Pangeran Senapati Sasranagara tampil menjadi raja tanpa bermusyawarah dengana dik-adiknya. Karena itu kemudian terjadi huru-hara perang saudara sehingga Suhunan Macanputih kedua itu gugur dan tampillah adiknya yang bernama Pangeran Mas Macanapura bergelar Pangeran Pati I.
Setelah berkuasa selama tujuh tahun, Pangeran Pati I dikalahkan oleh putra Pangeran Senapati Sasranagara yang bernama Pangeran Mas Purba bergelar Prabu Danurejo. Perang saudara setelah meninggalnya Sinuhun Gusti Prabhu Tawang Alun II, membuat kedaton Macan Putih menjadi rusak.
Gusti Prabu Danurejo (Pangeran Mas Purbo) memiliki permasuri:
- Mas Ayu Gadhing (putri Untung Suropati) dari perkawinan tersebut memiliki Putra:
- Pangeran Mas Noyang (Danuningrat)
- Dari selir (kakak Ipar Gusti Agung Mengwi/Raja Mengwi) dia berputra:
- Pangeran Putro/Wong Agung Wilis.
Sepeninggal Prabu Danurejo, Pangeran Mas Noyang diangkat sebagai raja yang baru bergelar Prabu Danuningrat memerintah Blambangan Kedhaton Macan putih pada tahun 1736-1763, sementara adiknya yang bernama Pangeran Putro diangkat sebagai patih bergelar Agung Wilis.
Perang melawan VOC
Di akhir abad ke-17, setelah meninggalnya Prabu Danuningrat pada tahun 1763, VOC secara sepihak menyatakan bahwa Blambangan adalah wilayah kekuasaannya, maka pada 1767-1768, terjadilah Perang Wilis, yang dipimpin oleh Wong Agung Wilis melawan VOC.[1]
VOC membelah wilayah Kerajaan Blambangan menjadi dua bagian, Blambangan Barat atau Kanoman dipimpin oleh bupati boneka bernama Mas Weka dan beribukota di Puger. Sedangkan Blambangan Timur atau Kasepuhan juga dipimpin oleh bupati boneka bernama Mas Aneng/Mas Uno dengan ibukota di Ulu Pangpang (di Muncar).
Setelah Wong Agung Wilis dikalahkan, kemudian terjadi Perang Bayu pada tahun 1771-1772, dan menjadi perang habis-habisan (puputan) pasukan Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Jagapati melawan pasukan VOC. Setelah Jagapati kalah dan terbunuh, VOC mengisi kekosongan pemerintahan dan menggabungkan Blambangan kedalam karesidenan Besuki, dengan mengangkat Mas Alit sebagai Bupati Kelima Kasepuhan bergelar KRT Wiroguno I. Dialah Bupati pertama yang tinggal di Kota Banyuwangi, dekat markas dan benteng VOC.
Runtuhnya Kerajaan Blambangan, bagi Bali merupakan suatu peristiwa yang sangat berarti dari segi kebudayaan. Para raja Bali percaya bahwa nenek-moyang mereka berasal dari Majapahit. Dengan masuknya Blambangan ke dalam kekuasaan VOC, Bali menjadi lepas dari Jawa.
Silsilah Kerajaan Blambangan
Keturunan Lembu Miruda
- Minak Sembar/Mas Sembar (memerintah Semboro, Jember pada 1478-1489), menurunkan:
- Bima Koncar (Penguasa Lumajang pada tahun 1489-1501), menurunkan:
- Minak Pentor (memerintah di Babadan, Lumajang tahun 1500-1546)
- Minak Pangseng, Menurunkan:
- Menak Jebolang di Panarukan
- Minak Pangseng, Menurunkan:
- Minak Cucu (memerintah di Panarukan, Candi Bang (Kedathon Baluran))
- Minak Gadru (memerintah di Prasada, Lumajang), menurunkan:
- Minak Pati/Sang Dipati Lampor yang memerintah di (Werdati, Teposono, Lumajang), Menurunkan:
- Minak Lumpat (Prabhu Rebut Payung) (memerintah di Werdati, Lumajang), berputra:
- Minak Seruyu (Tawang Alun I)
- Minak Luput (Sebagai Senopati)
- Minak Sumendhe (sebagai Karemon (Agul Agul))
- Minak Lumpat (Prabhu Rebut Payung) (memerintah di Werdati, Lumajang), berputra:
- Minak Pati/Sang Dipati Lampor yang memerintah di (Werdati, Teposono, Lumajang), Menurunkan:
- Minak Pentor (memerintah di Babadan, Lumajang tahun 1500-1546)
Silsilah Tawang Alun I
Minak Lumpat mempunyai putra yaitu Minak Seruyu disebut juga Pangeran Singosari bergelar Prabu Tawang Alun I. Pada masa pemerintahannya, Tawang Alun I menaklukkan Mas Kriyan dan seluruh keluarga Mas Kriyan, sehingga tidak ada keturunannya. Kemudian Prabhu Tawang Alun I menjadi penguasa wilayah Kedawung (di Paleran, Umbulsari, Jember).
Prabhu Tawang Alun I memiliki Putra Kembar (Mas Kembar) :
- Mas Senepo Handoyokusumo (Tawang Alun II)
- Mas Lego (Wilabrata)
Silsilah Tawang Alun II
Putra Tawang Alun I, Mas Senepo inilah yang kemudian memindahkan ibukota Blambangan ke Kedhaton Macan Putih (sekarang daerah Macanputih, Kabat, Banyuwangi) bergelar Kangjeng Susuhunan Prabu Tawang Alun II, di mana dia memerintah pada wilayah Kerajaan Blambangan 1649 hingga 1691. Kangjeng Susuhunan Prabhu Tawang Alun II memiliki beberapa istri dan selir, sehingga menjadi beberapa garis keturunan.
Kangjeng Susuhunan Prabhu Tawang Alun II, memiliki putra putri dari:
- Mas Ayu Rangdiyah dari Mataram, berputra:
- Pangeran Adipati Mas Macanapura/Pangeran Pati I
- Mas Ayu Dewi Sumekar (Blater) menurunkan:
- Pangeran Senapati Sasranagara (Pangeran Dipati Rayi), berputra
- Pangeran Mas Purba (Prabhu Danurejo)
- Pangeran Mas Noyang (Prabhu Danuningrat)
- Pangeran Putro (Wong Agung Wilis)
- Pangeran Mas Purba (Prabhu Danurejo)
- Pangeran Macanegara (Keta)
- Pangeran Ketanegara
- Pangeran Gajah Binarong
- Pangeran Senapati Sasranagara (Pangeran Dipati Rayi), berputra
- Dari para selir menurunkan:
- Mas Dalem Jurang mangun
- Mas Dalem Puger, Ki Janingrat
- Mas Dalem Wiroguno, menurunkan:
- Mas Bagus Puri, menurunkan:[2]
- Mas Rempeg (Pangeran Jagapati)
- Mas Suratman
- Mas Alit (Temenggung Wiraguna I, Bupati Banyuwangi pertama)
- Mas Talib (Temenggung Wiraguna II, Bupati Banyuwangi kedua)
- Mas Ayu Nawangsari
- Mas Ayu Rahinten
- Mas Ayu Patih.
- Mas Bagus Puri, menurunkan:[2]
- Mas Dalem Wiroluko
- Mas Dalem Wiroludro
- Mas Dalem Wilokromo
- Mas Dalem Wilo Atmojo
- Mas Dalem Wiroyudo
- Mas Dalem Wilotulis
Arkeologi
Beberapa penemuan sejarah yang menjadi objek cukup menarik dari peninggalan kerajaan Blambangan adalah,
Tembok Rejo, berupa tembok bekas benteng kerajaan Blambangan sepanjang lebih kurang 5 km terpendam pada kedalaman 1 - 0.5 m dari permukaan tanah dan membentang dari masjid pasar muncar hingga di areal persawahan Desa Tembok Rejo.
Siti Hinggil atau oleh masyarakat lebih di kenal dengan sebutan setinggil yang artinya Siti adalah tanah, Hinggil/inggil adalah tinggi. Objek Siti Hinggil ini berada di sebelah timur pertigaan pasar muncar (lebih kurang 400 meter arah utara TPI/Tempat Pelelangan ikan). Siti Hinggil ini merupakan pos pengawasan pelabuhan/syah bandar yang berkuasa pada masa kerajaan Blambangan, berupa batu pijakan yang terletak di atas gundukan batu tebing yang mempunyai "keistimewaan" untuk mengawasi keadaan di sekitar teluk Pang Pang dan Semenanjung Blambangan. Beberapa benda peninggalan sejarah Blambangan yang kini tersimpan di museum daerah berupa Guci dan asesoris gelang lengan, sedangkan kolam dan Sumur kuno yang ditemukan masih berada di sekitar Pura Agung Blambangan yaitu di Desa Tembok Rejo kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.
Di samping itu pada lokasi Keraton Macan Putih didaerah Kabat, Banyuwangi didapati relief arkeologi dan benda benda yang terkubur saat ini dilokasi seluas 44 Hektar yang telah menjadi persawahan dan kebun sering didapati benda arkeologi milik kerajaan, beberapa puing tembok batas kerajaan pun terkubur rusak dan hancur, masyarakat setempat sering memindahkan dan atau menyimpan puing puing tersebut. Ditemui juga beberapa koleksi di beberapa museum di Belanda yang berisi gambar, foto maupun artefak Keraton Macan Putih.
Setelah Keraton Macan Putih hancur penerus Raja Blambangan yaitu Mas Jaka Rempeg (Pangeran Jagapati) mendirikan Kerajaan Bayu yang berada di sekitar Rawa Bayu (Bayu, Songgon, Banyuwangi), kerajaan ini tidak bertahan lama hanya beberapa bulan saja, karena terjadi perang Puputan Bayu 1771-1772. Disini dapat ditemukan beberapa sisa artefak dan bekas peperangan dengan VOC.
Hingga kini meskipun Kerajaan sudah hancur Para kerabat Kerajaan secara turun temurun tetap menjaga beberapa pusaka penting peninggalan Kerajaan.
Lihat pula
Sumber
- Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
- Purwasastra, Muji Rahayu, Sriyanto, Cariyosipun tanah Balambangan jamanipun wong Agung Wilis, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Universitas Michigan 1996, ISBN 978-979-459-609-8
- Purwasastra, Babad Wilis,Wilis.html?id=3LotAAAAMAAJ&redir esc=y Naskah dan Dokumen Nusantara: Textes et Documents Nousantariens, I.pp. lxxxviii, 393, 9 pl., map. Jakarta, Bandung, Lembaga Penelitian Prancis untuk Timur Jauh: École Française d'Extrême-Orient, 1980.
- Winarsih Arifin, Babad Sembar: chroniques de l'est javanais, Presses de l'École française d'Extrême-Orient, 1995, ISBN 978-2-85539-777-1
- M. Hidayat Aji Ramawidi, Dari Balambangan Menjadi Banyuwangi, 2022, ISBN 978-623-978-422-5
- Margana Dr. Sri., Java's last Frontier, Universiteit Leiden
- [1], Puri Gumuk Merang, Banyuwangi
- I Made Sudjana, Nagari tawon madu: sejarah politik Blambangan abad XVIII blambangan&hl=id&source=gbs similarbooks, Larasan-Sejarah, 2001, ISBN 978-979-96250-0-7
- https://balambangan.id/prabu-tawangalun/ (Prabu Tawangalun)
- https://balambangan.id/mengenal-kerajaan-blambangan/ (Mengenal Kerajaan Blambangan)