Lompat ke isi

Antropologi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Antropologi adalah ilmu tentang manusia. Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana" (dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia.[1] Dalam melakukan kajian terhadap manusia, antropologi mengedepankan dua konsep penting yaitu: Holistik dan Komparatif. Karena itu kajian antropologi sangat memperhatikan aspek sejarah dan penjelasan menyeluruh untuk menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial ilmu hayati (alam), dan juga humaniora.

Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai entitas biologis homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan umat manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan kajian lintas-budaya (Inggris cross-cultural) dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview).[2]

Dengan orientasinya yang holistik, antropologi dibagi menjadi empat cabang ilmu yang saling berkaitan, yaitu: Antropologi Biologi, Antropologi Sosial Budaya, Arkeologi, dan Linguistik. Keempat cabang tersebut memiliki kajian-kajian konsentrasi tersendiri dalam kekhususan akademik dan penelitian ilmiah, dengan topik yang unik dan metode penelitian yang berbeda-beda.[3]

Antropologi lahir atau berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa pada ciri-ciri fisik, adat istiadat, dan budaya etnis-etnis lain yang berbeda dari masyarakat yang dikenal di Eropa. Pada saat itu kajian antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal di suatu kawasan geografis yang sama, memiliki ciri fisik dan bahasa yang digunakan serupa, serta cara hidup yang sama. Namun demikian dalam perkembangannya, ilmu antropologi kemudian tidak lagi hanya mempelajari kelompok manusia tunggal yang mendiami suatu wilayah geografis yang sama. Kajian-kajian antropologi mengenai isu-isu migrasi misalnya kemudian melahirkan penelitian-penelitian etnografis multi-situs. Hal ini terjadi karena dalam perkembangannya, pergerakan manusia baik dalam satu kawasan regional tertentu hingga dalam cakupan global adalah fenomena yang semakin umum terjadi.

Pengertian Antropologi menurut para ahli

Conrad Phillip Kottak
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari keragaman manusia secara holistik meliputi aspek sosial budaya, biologis, kebahasaan dan lingkungannya dalam dimensi waktu lampau, saat ini, dan di masa yang akan datang. Kottak membagi antropologi dalam empat subdisiplin, yaitu: antropologi sosial budaya, arkeologi, antropologi biologi dan linguistik antropologi.
David Hunter
Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
William A. Haviland
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.

Percabangan Antropologi

Antropologi merupakan disiplin ilmu yang luas di mana humaniora, sosial, dan ilmu pengetahuan alam digabung dalam menjelaskan apa itu manusia dan artinya menjadi manusia. Antropologi dibangun berdasarkan pengetahuan dari ilmu alam, termasuk penemuan tentang asal usul dan evolusi Homo sapiens, ciri-ciri fisik manusia, perilaku manusia, variasi di antara berbagai kelompok manusia, bagaimana masa lalu evolusi Homo sapiens telah memengaruhi organisasi dan budaya sosial. Serta dari ilmu-ilmu sosial, antropologi memelajari organisasi hubungan manusia sosial dan budaya, sistem keturunan dan hubungan kekerabatan, spiritualitas dan religi, lembaga, konflik sosial, dan lain-lain. Antropologi awal berasal dari Yunani klasik dan Persia yang memelajari dan mencoba untuk memahami keragaman budaya yang dapat diamati. Pada saat ini, antropologi (akhir abad ke-20) telah menjadi sentral dalam pengembangan beberapa bidang interdisipliner baru seperti ilmu kognitif, studi globalisasi, genetik, dan berbagai penelitian etnis.

Secara garis besar antropologi terdiri dari:

Antropologi Biologi/Fisik

Antropologi Biologi atau juga disebut Antropologi Fisik merupakan cabang ilmu antropologi yang memelajari manusia dan primata bukan manusia (non-human primates) dalam arti biologis, evolusi, dan demografi. Antropologi Biologi/Fisik memfokuskan pada faktor biologis dan sosial yang memengaruhi (atau yang menentukan) evolusi manusia dan primata lainnya, yang menghasilkan, mempertahankan, atau mengubah variasi genetik dan fisiologisnya pada saat ini.[4]

Antropologi Biologi dibagi lagi menjadi beberapa cabang ilmu, diantaranya yaitu:

  • Paleoantropologi adalah ilmu yang memelajari asal usul manusia dan evolusi manusia melalui bukti fosil-fosil.
  • Somatologi adalah ilmu yang memelajari keberagaman ras manusia dengan mengamati ciri-ciri fisik.
  • Bioarkeologi adalah ilmu tentang kebudayaan manusia yang lampau dengan melalui analisis sisa-sisa (tulang) manusia yang biasa ditemukan dalam situs-situs arkeologi.
  • Ekologi Manusia adalah studi tentang perilaku adaptasi manusia pada lingkungannya (mengumpulkan makanan, reproduksi, ontogeni) dengan perspektif ekologis dan evolusi. Studi ekologi manusia juga disebut dengan studi adaptasi manusia, atau studi tentang respon adaptif manusia (perkembangan fisik, fisiologi, dan genetik) pada tekanan lingkungan dan variasinya.
  • Paleopatologi adalah studi penyakit pada masa purba (kuno). Studi ini tidak hanya berfokus pada kondisi patogen yang diamati pada tulang atau sisa-sisa jaringan (misalnya pada mumi), tetapi juga pada gangguan gizi, variasi morfologi tulang, atau juga bukti-bukti stres pada fisik.
  • Antropometri adalah ilmu yang memelajari dan mengukur variasi fisik manusia. Antropometri pada awalnya digunakan sebagai alat analisis untuk mengidentifikasi sisa-sisa fosil kerangka manusia purba atau hominid dalam rangka memahami variasi fisik manusia. Pada saat ini, antropometri berperan penting dalam desain industri, desain pakaian, desain industrial ergonomis, dan arsitektur di mana data statistik tentang distribusi dimensi tubuh dalam populasi digunakan untuk mengoptimalkan produk yang akan digunakan konsumen.
  • Osteologi/osteometri adalah ilmu tentang tulang yang memelajari struktur tulang, elemen-elemen pada kerangka, gigi, morfologi mikrotulang, fungsi, penyakit, patologi, dsb. Osteologi digunakan dalam menganalisis dan mengidentifikasi sisa-sisa tulang (baik kerangka utuh mau pun yang telah menjadi serpihan) untuk menentukan jenis kelamin, umur, pertumbuhan dan perkembangannya, sebab kematian, dan lain sebagainya dalam konteks biokultural.
  • Primatologi adalah ilmu tentang primata bukan manusia (non-human primates). Primatologi mengkaji perilaku, morfologi, dan genetik primata yang berpusat pada homologi dan analogi dalam mengambil kesimpulan kenapa dan bagaimana ciri-ciri manusia berkembang dalam primata.
  • Antropologi Forensik adalah ilmu terapan antropologi dalam ruang legal (hukum), biasanya menggunakan perspektif dan keahlian ekologi manusia, paleopatologi, dan osteologi dalam kasus-kasus kriminal luar biasa (FBI, CIA, dan militer) untuk menganalisis kondisi korban yang sudah tidak utuh (terbakar, rusak, terpotong-terpotong karena mutilasi, atau sudah tidak dikenali lagi) atau dalam tahap dekomposisi lanjut (sudah menjadi kerangka tulang).
  • Antropologi Molekuler adalah bidang ilmu yang memelajari evolusi, migrasi, dan persebaran manusia di bumi melalui analisis molekuler. Biasanya menggunakan perbandingan sekuens DNA (mtDNA, Kromosom Y, dan Autosom) dan protein dalam melihat variasi populasi dan hubungan antar atau inter-populasi dalam menentukan suatu populasi masuk ke dalam haplogrup tertentu atau berasal dari wilayah mana (geographical origin).

Antropologi Sosial Budaya

Antropologi sosial merupakan studi yang mempelajari hubungan antara orang-orang dan kelompok. Sementara Antropologi Budaya merupakan studi komparasi bagaimana orang-orang memahami dunia di sekitar mereka dengan cara yang berbeda-beda. Antropologi Sosial berkaitan erat dengan sosiologi dan sejarah yang bertujuan mencari pemahaman struktur sosial dari suatu kelompok sosial yang berbeda seperti subkultur, etnik, dan kelompok minoritas. Antropologi Budaya lebih berhubungan dengan filsafat, literatur atau sastra, dan seni tentang bagaimana suatu kebudayaan memengaruhi pengalaman seseorang (diri sendiri) dan kelompok, memberikan kontribusi untuk pemahaman yang lebih lengkap terhadap pengetahuan, adat istiadat, dan pranata masyarakat. Dalam praktiknya tidak ada perbedaan yang sangat mencolok antara Antropologi Sosial dan Antropologi Budaya, dan bahkan sering saling tumpang tindih di antara keduanya.

  • Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan semua kebudayaan manusia di bumi sebelum manusia mengenal tulisan.[5]
  • Etnolinguistik antropologi adalah ilmu yang mempelajari pelukisan tentang ciri dan tata bahasa dan beratus-ratus bahasa suku-suku bangsa yang ada di bumi.[5]
  • Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.[5]
  • Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.

Sejarah

Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.

Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:

Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)

Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.

Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.

Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar, sehingga timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi tersebut. Oleh sebab itu juga, pada fase pertama ini ilmu antropologi sangat identik dengan ilmu etnografi.[6]

Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya

Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis dan mulai berkembang sebagai studi kontemporer mengenai ras manusia, anatomi manusia, sejarah pemukiman manusia, klasifikasi bahasa serta perbandingan antara masyarakat primitif dan kuno. mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.[7]

Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.

Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.

Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.

Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

Di Indonesia

Sebelum Perang Dunia II, studi antropologi di Indonesia banyak dilakukan oleh para cendekiawan Belanda di universitas-universitas atau institusi lain. Beberapa karya yang dihasilkan adalah penelitian hukum adat oleh C. van Vollenhoven[8] dan J. Prins serta pengembangan materi antropologi Indonesia oleh R. Kennedy, G.J. Held, A.G. Gerbrands, P.E. de Josselin de Jong, dan Koentjaraningrat.[9][10]

Setelah kemerdekaan Indonesia, para antropolog Belanda tidak lagi melanjutkan studinya di Indonesia. Posisi mereka banyak digantikan oleh antropolog dari Amerika Serikat. Hal ini umum mengingat tingginya ketertarikan cendekiawan mereka pada Asia Tenggara pascaperang. Terdapat setidaknya tiga institusi penting di Amerika Serikat yang menjadi pusat penelitian antropologi Indonesia, yaitu Universitas Cornell, Institut Teknologi Massachusetts, dan Universitas Yale.[11][12]

Universitas Indonesia pertama kali membuka antropologi sebagai mata kuliah tambahan di Fakultas Hukum dan di Fakultas Sastra pada awal 1950-an. Semua pengajarnya berkebangsaan Belanda. Pada saat itu, terdapat dua pandangan di antara para akademisi. Yang pertama lebih menyukai sosiologi sementara yang lain lebih menyukai antropologi. Akademisi yang lebih menyukai sosiologi berpendapat bahwa antropologi tidak sesuai untuk negara berkembang dan didasarkan pada kepentingan kolonial. Yang menyukai antropologi menganggap antropologi penting dalam mengamati keragaman kelompok etnik di Indonesia. Pada tahun 1956, dua orang Indonesia yang menimba ilmu antropologi di Belanda dan Amerika Serikat merencanakan pendirian program studi Antropologi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Mulai tahun ajaran 1983-84, Prodi Antropologi dipindahkan ke Fakultas Ilmu Sosial.[13]

Pada tahun 1962, berdiri Prodi Antropologi di Universitas Gadjah Mada dan di Universitas Cenderawasih. Menyusul pendirian prodi baru pada tahun 1964 di Universitas Sam Ratulangie dan tahun 1969 di Universitas Udayana.[14]

Lihat pula

Bacaan lebih lanjut

Kamus dan ensiklopedia

  • Barnard, Alan; Spencer, Jonathan, ed. (2010). The Routledge Encyclopedia of Social and Cultural Anthropology. London: Routledge. 
  • Barfield, Thomas (1997). The dictionary of anthropology. Hoboken: Wiley-Blackwell Publishing. 
  • Jackson, John L. (2013). Oxford Bibliographies: Anthropology. Oxford: Oxford University Press. 
  • Levinson, David; Ember, Melvin, ed. (1996). Encyclopedia of Cultural Anthropology. Volumes 1–4. New York: Henry Holt. 
  • Rapport, Nigel; Overing, Joanna (2007). Social and Cultural Anthropology: The Key Concepts. New York: Routledge. 

Catatan lapangan dan memoar

  • Barley, Nigel (1983). The innocent anthropologist: notes from a mud hut. London: British Museum Publications. 
  • Geertz, Clifford (1995). After the fact: two countries, four decades, one anthropologist. Cambridge, MA: Harvard University Press. 
  • Lévi-Strauss, Claude (1967). Tristes tropiques. Translated from the French by John Russell. New York: Atheneum. 
  • Malinowski, Bronisław (1967). A diary in the strict sense of the term. Translated by Norbert Guterman. New York: Harcourt, Brace & World. 
  • Mead, Margaret (1972). Blackberry winter: my earlier years. New York: William Marrow. 
  • —— (1977). Letters from the field, 1925–1975. New York: Harper & Row. 
  • Rabinow, Paul (1977). Reflections on fieldwork in Morocco. Quantum Books. Berkeley: University of California Press. 

Sejarah

  • Asad, Talal, ed. (1973). Anthropology & the Colonial Encounter. Atlantic Highlands, NJ: Humanities Press. 
  • Barth, Fredrik; Gingrich, Andre; Parkin, Robert (2005). One Discipline, Four Ways: British, German, French, and American anthropology. Chicago: University of Chicago Press. 
  • Darnell, Regna. (2001). Invisible Genealogies: A History of Americanist Anthropology. Lincoln, NE: University of Nebraska Press. 
  • Gisi, Lucas Marco (2007). Einbildungskraft und Mythologie. Die Verschränkung von Anthropologie und Geschichte im 18. Jahrhundert. Berlin; New York: de Gruyter. 
  • Harris, Marvin. (2001) [1968]. The rise of anthropological theory: a history of theories of culture. Walnut Creek, CA: AltaMira Press. 
  • Hunt, James (1863). "Introductory Address on the Study of Anthropology". The Anthropological Review. London: Trübner & Co. I. 
  • Kehoe, Alice B. (1998). The Land of Prehistory: A Critical History of American Archaeology. New York; London: Routledge. 
  • Lewis, H. S. (1998). "The Misrepresentation of Anthropology and Its Consequences". American Anthropologist. 100 (3): 716–731. doi:10.1525/aa.1998.100.3.716. 
  • —— (2004). "Imagining Anthropology's History". Reviews in Anthropology. v. 33. 
  • —— (2005). "Anthropology, the Cold War, and Intellectual History". Dalam Darnell, R.; Gleach, F.W. Histories of Anthropology Annual, Vol. I. 
  • Pels, Peter; Salemink, Oscar, ed. (2000). Colonial Subjects: Essays on the Practical History of Anthropology. Ann Arbor: University of Michigan Press. 
  • Price, David (2004). Threatening Anthropology: McCarthyism and the FBI's Surveillance of Activist Anthropologists. Durham: Duke University Press. .
  • Sera-Shriar, Efram (2013). The Making of British Anthropology, 1813–1871. Science and Culture in the Nineteenth Century, 18. London; Vermont: Pickering and Chatto. 
  • Schiller, Francis (1979). Paul Broca, Founder of French Anthropology, Explorer of the Brain. Berkeley: University of California Press. 
  • Stocking, George, Jr. (1968). Race, Culture and Evolution. New York: Free Press. 
  • Trencher, Susan (2000). Mirrored Images: American Anthropology and American Culture, 1960–1980. Westport, Conn.: Bergin & Garvey. 
  • Wolf, Eric (1982). Europe and the People Without History. Berkeley; Los Angeles: California University Press. 
  • Koentjaraningrat (1987). "Anthropology in Indonesia". Journal of Southeast Asian Studies (dalam bahasa Inggris). 18 (2): 217–234. ISSN 0022-4634. 

Buku teks dan karya teoretis utama

  • Teori kelulusan Carneiro
  • Clifford, James; Marcus, George E. (1986). Writing culture: the poetics and politics of ethnography. Berkeley: University of California Press. 
  • Geertz, Clifford (1973). The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books. 
  • Harris, Marvin (1997). Culture, People, Nature: An Introduction to General Anthropology (edisi ke-7th). Boston: Allyn & Bacon. 
  • Salzmann, Zdeněk (1993). Language, culture, and society: an introduction to linguistic anthropology. Boulder, CO: Westview Press. 
  • Foucault, Michel (2008). Introduction to Kant’s Anthropology. Los Angeles: Semiotext(e). 
  • Shweder, Richard A.; LeVine, Robert A., ed. (1984). Culture Theory: essays on mind, self, and emotion. Cambridge, UK: Cambridge University Press. 
  • Wiranata, I Gede A. B. (2011). Antropologi Budaya. Bandar Lampung: PT Citra Aditya Bakti. hlm. 8. ISBN 9789794911174. 
  • Waitz, Theodor (1863). Introduction to Anthropology. Translated by J. Frederick Collingwood for the Anthropological Society of London. London: Longman, Green, Longman, and Roberts. 

Referensi

  1. ^ "Antropologi: Definisi, Obyek, Fungsi, Tujuan, dan Manfaatnya". 
  2. ^ Birx, James. H. 2011. 21st Century Anthropology: A Reference Handbook. Ed: James. H. Birx. London: Sagepub.
  3. ^ Fatiani Lase (2019). "Peranan Antropologi Dalam Kajian Ilmu Administrasi Negara" (PDF). Jurnal Warta: 5. ISSN 1829-7463. 
  4. ^ Wawan Ruswanto. Ruang Lingkup Antropologi (PDF). hlm. 27. 
  5. ^ a b c Indriyati Soerjasih, Oesman Effendi, Sri Endah Kinasih. Modul Pengembangan Keprofesian Lanjutan, Antropolgi SMA Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter (PDF). 
  6. ^ Wiranata 2011, hlm. 8.
  7. ^ "Cultural anthropology - Historical development of cultural anthropology". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-14. 
  8. ^ Vollenhoven, C. van (Cornelis) (1981). Orientasi dalam hukum adat Indonesia. Jakarta: KITLV; Djambatan,. hlm. viii, 7. OCLC 843749925. 
  9. ^ Koentjaraningrat (1975). Anthropology in Indonesia : a bibliographical review (dalam bahasa Inggris). Leiden: Nijhoff. hlm. 217. ISBN 90-247-1827-9. OCLC 2932080. 
  10. ^ Koentjaraningrat (1987), hlm. 218.
  11. ^ Dohrenwend, Barbara Snell (1957-02). "Courses related to Southeast Asia in American colleges and universities, 1955-1956". Southeast Asia Program Data Papers Series (dalam bahasa Inggris) (24): ii. 
  12. ^ Koentjaraningrat (1987), hlm. 219.
  13. ^ Koentjaraningrat (1987), hlm. 222-223.
  14. ^ Koentjaraningrat (1987), hlm. 223-224.

Pranala luar