Lompat ke isi

Salat tahiyat masjid

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 28 Januari 2022 01.48 oleh Aprilia Damai (bicara | kontrib) (menambahkan isi artikel dan referensi)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Salat Tahiyatul Masjid (bahasa Arab: تحية المسجد) adalah salat sunah dua rakaat yang dilakukan ketika seorang muslim memasuki masjid.

Niat Sholat

[sunting | sunting sumber]

Niat salat ini, sebagaimana juga salat-salat yang lain cukup diucapkan di dalam hati namun sunnah melafalkannya dan apabila ingin dilafalkan jangan terlalu keras sehingga mengganggu Muslim lainnya, memang ada beberapa pendapat tentang niat ini gunakanlah dengan hikmah bijaksana.

Hadits terkait

[sunting | sunting sumber]

Hadis Rasulullah SAW terkait salat tahiyyatul masjid antara lain:

  • “Apabila seseorang di antara kamu masuk masjid, maka janganlah hendak duduk sebelum salat dua rakaat lebih dahulu” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Pengecualian

[sunting | sunting sumber]

Salat tahiyat masjid tidak berlaku pada beberapa kondisi. Kondisi yang paling penting ialah ketika seseorang memasuki masjid beberapa kali secara berturut-turut. Dalam mazhab Hanafi, sebagian besar ulama berpendapat bahwa orang tersebut sudah cukup dengan melaksanakan dua rakaat saja. Alasan yang diberikan ialah melaksanakan salat tahiyat masjid setiap memasuki masjid secara berulang-ulang merupakan suatu tindakan yang menyulitkan. Pendapat ini merupakan nukilan Al-Mawardi dari Ibnu Nuqail Al-Hanbali.[1]

Semenatara itu, ada pula pendapat bahwa pelaksanaan salah tahiyat masjid hanya dilakukan kembali jika seseorang keluar dari masjid dalam waktu yang lama atau meninggalkan masjid. Sementara pada orang yang keluar masjid hanya sebentar saja maka tidak perlu melaksanakan salat tahiyat masjid kembali. Sebaliknya, pada orang yang meninggalkan masjid dengan niat untuk tidak kembali, tetapi akhirnya kembali, maka ia harus melaksanakan salat tahiyat masjid lagi.[1]

Salat tahiyatul masjid juga tidak disunnahkan bagi khatib pada salat Jumat, karena ia masuk ke dalam masjid untuk memberikan khutbah Jumat. Khatib pada saat itu hanya langsung berdiri untuk mengucapkan salam kemudian duduk dan mendengarkan azan. Setelahnya, barulah ia memulai khutbah. Pengecualian salat tahiyatul masjid juga berlaku bagi pengurus masjid yang keluar dan masuk masjid secara berulang kali. Pemberian pengecualian ini bertujuan sebagai bentuk keringanan dalam beribadah. Salat tahiyatul masjid juga tidak disunnahkan kepada orang yang memasuki masjid ketika imam telah memimpin salat berjemaah atau iqamat telah dikumandangkan. Pengecualian ini dikarenakan salat fardu telah menjadi penghormatan yang cukup terhadap masjid.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Adil 2018, hlm. 177.
  2. ^ Hambali, Muhammad (2017). Rusdianto, ed. Panduan Muslim Kaffah Sehari-Hari: Dari Kandungan hingga Kematian. Yogyakarta: Laksana. hlm. 203. ISBN 978-602-407-185-1. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Adil, Abu Abdirrahman (2018). Mujtahid, Umar, ed. Ensiklopedi Salat. Jakarta: Ummul Qura. ISBN 978-602-7637-03-0. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]