Lompat ke isi

Gunung Ceremai

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gunung Ceremai
Titik tertinggi
Ketinggian3.078 m (10.098 ft)[1]
Puncak2.792 m (9.160 ft)
Masuk dalam daftarUltra
Ribu
Koordinat6°32′S 108°14′E / 6.53°S 108.24°E / -6.53; 108.24
Geografi
Gunung Ceremai di Jawa
Gunung Ceremai
Gunung Ceremai
Geologi
Jenis gunungStratovolcano
Letusan terakhirMaret 1951
Pendakian
Rute termudahPalutungan
Rute normalApuy
Linggarjati
Linggasana
Berkas:Gunung Ciremai Tol Cipali.jpg
Gunung Ceremai dari Jalan Tol Cikopo-Palimanan arah Cirebon
Gunung Ceremai dari Desa Loji, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka
G. Careme di awal abad ke-20. Foto koleksi Tropenmuseum Amsterdam.
Gunung Ceremai dari Desa Beber, Kecamatan Beber, Kabupaten Cirebon
Gunung Cerme dikala senja, diambil dari Banjar Wangunan, kabupaten Cirebon oleh Ki Waryo (budayawan Cirebon) pada 12 September 2019

Gunung Ceremai (sering kali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") (Aksara Sunda Baku: ᮌᮥᮔᮥᮀ ᮎᮨᮛᮨᮙᮦ, Latin: Gunung Ceremé) adalah gunung berapi kerucut yang secara administratif termasuk dalam wilayah dua kabupaten, yakni Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.

Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.

Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rasa masam), namun sering kali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan 'ci-' untuk penamaan tempat. Saat ini gunung Ciremai juga digunakan sebagai nama kapal Pelni yakni KM Ciremai.

Vulkanologi dan geologi

Gunung Ceremai termasuk gunungapi Kuarter aktif, tipe A (yakni, gunungapi magmatik yang masih aktif semenjak tahun 1600), dan berbentuk strato. Gunung ini merupakan gunungapi soliter, yang dipisahkan oleh Zona Sesar Cilacap – Kuningan dari kelompok gunungapi Jawa Barat bagian timur (yakni deretan Gunung Galunggung, Gunung Guntur, Gunung Papandayan, Gunung Patuha hingga Gunung Tangkuban Perahu) yang terletak pada Zona Bandung.

Ceremai merupakan gunungapi generasi ketiga. Generasi pertama ialah suatu gunungapi Plistosen yang terletak di sebelah G. Ceremai, sebagai lanjutan vulkanisma Plio-Plistosen di atas batuan Tersier. Vulkanisma generasi kedua adalah Gunung Gegerhalang, yang sebelum runtuh membentuk Kaldera Gegerhalang. Dan vulkanisma generasi ketiga pada kala Holosen berupa G. Ceremai yang tumbuh di sisi utara Kaldera Gegerhalang, yang diperkirakan terjadi pada sekitar 7.000 tahun yang lalu (Situmorang 1991).

Letusan G. Ceremai tercatat sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga letusan 1772, 1775 dan 1805 terjadi di kawah pusat tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang berarti. Letusan uap belerang serta tembusan fumarola baru di dinding kawah pusat terjadi tahun 1917 dan 1924. Pada 24 Juni 1937 – 7 Januari 1938 terjadi letusan freatik di kawah pusat dan celah radial. Sebaran abu mencapai daerah seluas 52,500 km bujursangkar (Kusumadinata, 1971). Pada tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda daerah barat daya G. Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah tenggara – barat laut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah Maja dan Talaga sebelah barat G. Ceremai terjadi tahun 1990 dan tahun 2001. Getarannya terasa hingga Desa Cilimus di timur G. Ceremai.

Jalur pendakian

Puncak gunung Ceremai dapat dicapai melalui banyak jalur pendakian. Jalur pendakian tersebut meliputi Desa Palutungan dan Desa Linggarjati di Kab. Kuningan, dan Desa Apuy di Kab. Majalengka. Ada satu jalur pendakian baru yaitu melalui Desa Linggasana di Kec. Cilimus, Kab. Kuningan. Jalur di Desa Linggasana yang dibuka tahun 2010 juga mudah diakses karena masih satu trayek jalan raya dengan jalur di Desa Linggarjati. Jalur pendakian lain ialah melalui Desa Padabeunghar di perbatasan Kuningan dengan Majalengka di utara. Di kota Kuningan terdapat kelompok pecinta alam "AKAR" (Anak Kuningan Alam Rimba) yang dapat membantu menyediakan berbagai informasi dan pemanduan mengenai pendakian Gunung Ceremai.

Keanekaragaman hayati

Vegetasi

Hutan-hutan yang masih alami di Gunung Ceremai tinggal lagi di bagian atas. Di sebelah bawah, terutama di wilayah yang pada masa lalu dikelola sebagai kawasan hutan produksi Perum Perhutani, hutan-hutan ini telah diubah menjadi hutan pinus (Pinus merkusii), atau semak belukar, yang terbentuk akibat kebakaran berulang-ulang dan penggembalaan. Kini, sebagian besar hutan-hutan di bawah ketinggian … m dpl. dikelola dalam bentuk wanatani (agroforest) oleh masyarakat setempat.

Sebagaimana lazimnya di pegunungan di Jawa, semakin seseorang mendaki ke atas di Gunung Ciremai ini dijumpai berturut-turut tipe-tipe hutan pegunungan bawah (submontane forest), hutan pegunungan atas (montane forest) dan hutan subalpin (subalpine forest), dan kemudian wilayah-wilayah terbuka tak berpohon di sekitar puncak dan kawah.

Lebih jauh, berdasarkan keadaan iklim mikronya, LIPI (2001) membedakan lingkungan Ciremai atas dataran tinggi basah dan dataran tinggi kering. Sebagai contoh, hutan di wilayah Resort Cigugur (jalur Palutungan, bagian selatan gunung) termasuk beriklim mikro basah, dan di Resort Setianegara (sebelah utara jalur Linggarjati) beriklim mikro kering.

Secara umum, jalur-jalur pendakian Palutungan (di bagian selatan Gunung Ciremai), Apuy (barat), Linggasana dan Linggarjati (timur) berturut-turut dari bawah ke atas akan melalui lahan-lahan permukiman, ladang dan kebun milik penduduk, hutan tanaman pinus bercampur dengan ladang garapan dalam wilayah hutan (tumpangsari), dan terakhir hutan hujan pegunungan. Sedangkan di jalur Padabeunghar (utara) vegetasi itu ditambah dengan semak belukar yang berasosiasi dengan padang ilalang. Pada keempat jalur pendakian, hutan hujan pegunungannya dapat dibedakan lagi atas tiga tipe yaitu hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas dan vegetasi subalpin di sekitar kawah. Kecuali vegetasi subalpin yang diduga telah terganggu oleh kebakaran, hutan-hutan hujan pegunungan ini kondisinya masih relatif utuh, hijau dan menampakkan stratifikasi tajuk yang cukup jelas.

Margasatwa

Keanekaragaman satwa di Ceremai cukup tinggi. Penelitian kelompok pecinta alam Lawalata IPB di bulan April 2005 mendapatkan 12 spesies amfibia (kodok dan katak), berbagai jenis reptil seperti bunglon, cecak, kadal dan ular, lebih dari 95 spesies burung, dan lebih dari 20 spesies mamalia.

Beberapa jenis satwa itu, di antaranya:

Referensi