Lompat ke isi

Pegunungan Serayu Selatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 24 Oktober 2023 08.51 oleh OrangKalideres (bicara | kontrib) (+ tag)
Pegunungan Serayu Selatan
Kebumen High
Negara Indonesia
Titik tertinggi Gunung Lanang
 - elevasi 1.102 ft (336 m)
Panjang 63 mi (101,388672 km), Barat-Timur

Pegunungan Serayu Selatan (dalam bahasa inggris disebut South Serayu Mountain) merupakan rangkaian pegunungan yang termasuk bagian dari Cekungan Jawa Tengah Selatan yang terletak di bagian selatan provinsi Jawa Tengah. Pegununagn ini merupakan geoantiklin yang membentang dari barat ke timur sepanjang 100 kilometer dan terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh Lembah Jatilawang yaitu bagian barat dan timur. Pegunungan Serayu Selatan merupakan kulminasi dari geoantiklin di Jawa. Pegunungan Serayu Selatan mempunyai sumbu mengarah Barat-Timur. (Van Bemmelen, 1949 ). Pegunungan ini mencangkup Kabupaten Cilacap Utara, Kabupaten Banyumas Selatan, Kabupaten Banjarnegara Selatan, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo Selatan, dan Kabupaten Purworejo.

Bagian barat dibentuk oleh Gunung Kabanaran (360 m) dan bisa dideskripsikan mempunyai elevasi yang sama dengan Zona Depresi Bandung di Jawa Barat ataupun sebagai elemen struktural baru di Jawa Tengah. Bagian ini dipisahkan dari Zona Bogor oleh Depresi Majenang. (Van Bemmelen, 1949). Bagian timur dibangun oleh antiklin Ajibarang (narrow anticline) yang dipotong oleh aliran Sungai Serayu. Pada timur Banyumas, antiklin tersebut berkembang menjadi antiklinorium dengan lebar mencapai 30 km pada daerah Luk Ulo atau sering disebut tinggian Kebumen (Kebumen High). Di bagian ini juga dikenal dengan Cagar Alam Nasional Geologi Karangsambung. Pada bagian paling ujung timur Pegunungan Serayu Selatan dibentuk oleh kubah Pegunungan Kulonprogo (1022 m), yang terletak di antara Purworejo dan Sungai Progo. (Van Bemmelen, 1949).

Cekungan Jawa Tengah Selatan secara fisiografi terdiri dari beberapa tinggian dan rendahan yang pembentukannya dikontrol oleh proses endogenik maupun proses eksogenik. Tinggian dan rendahan dari barat ke timur yaitu Tinggian Gabon, Rendahan Citanduy, Tinggian Besuki, Depresi Majenang, Depresi Wangon, Tinggian Majenang, Rendahan Kroya, Tinggian Karang Bolong, Rendahan Kebumen, Tinggian Kebumen dan Tinggian Kulonprogo.[1]

Titik tertinggi di Pegunungan Serayu Selatan berada di Gunung Lanang (1.102 m/dpl) di Kabupaten Wonosobo. Gunung lainnya adalah Gunung Midangan (1.043 Mdpl), Gunung Pupur (1.102 Mdpl), Gunung Tanggullangsi (1.068 Mdpl), Gunung Mentosari (1.059 Mdpl), Gunung Mergolangu (1.060 Mdpl), Gunung Brukutan (1.031 Mdpl), Gunung Memean (1.019 Mdpl), Gunung Mantri (1.027 Mdpl), Gunung Gambarjaran (970 Mdpl), Gunung Rawacacing (1.035 Mdpl) dan Gunung Giyombong (1.035 Mdpl) Sejumlah sungai besar yang berhulu di Pegunungan Serayu Selatan adalah Sungai Luk Ulo, Kali Medono, Sungai Ijo, Sungai Kemit, Sungai Jatinegara, Sungai Tambak dan Sungai Sapi serta anak sungai Sungai Serayu dan Sungai Bogowonto. Dua waduk berada di Pegunungan Serayu Selatan yakni Waduk Sempor di Kabupaten Kebumen dan Waduk Wadaslintang di perbatasan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Kebumen.

Pegunungan Serayu Selatan yang membentang di sisi utara Kabupaten Kebumen, yang melingkupi wilayah Kecamatan Karanggayam, Kecamatan Karangsambung, Kecamatan Sadang, sebagian Kecamatan Pejagoan dan Kecamatan Alian, tersingkap bebatuan yang demikian penting artinya dalam ilmu kebumian. Berbagai batuan sedimen (endapan) dengan lapisan-lapisan yang kadang nyaris vertikal berjejeran dengan batuan malihan (metamorf) dan bongkahan-bongkahan batuan beku yang terlampar dalam wilayah tak terlalu luas. Normalnya pemandangan seperti ini hampir mustahil dijumpai.

Keunikan itu telah memukau cendekiawan sekelas Junghunn sejak satu setengah abad silam. Namun barulah mulai setengah abad lalu penyebabnya ditemukan, lewat kerja keras seorang Sukendar Asikin. Bebatuan campur aduk di Kebumen utara ternyata adalah bukti langsung dari teori tektonik lempeng. Inilah teori ‘aneh’ yang dikembangkan dari gagasan seorang Alfred Wegener sejak menjelang Perang Dunia pertama, tetapi baru menjumpai bukti-bukti penyokongnya berpuluh tahun kemudian. Bebatuan campur aduk itu seharusnya hanya bisa dijumpai di palung laut, salah satu ekspresi permukaan dari subduksi lempeng oseanik yang berberat jenis lebih tinggi dengan lempeng kontinental yang berat jenisnya lebih rendah. Maka jelas, Kebumen utara dulu-dulunya pernah merupakan palung laut purba[2]

Referensi