Lompat ke isi

Krakatau: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Ego.arianto (bicara | kontrib)
Salin-edit, penambahan referensi (sumber untuk artikel yang telah ada)
 
(19 revisi perantara oleh 16 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{untuk|kegunaan lain|Krakatau (disambiguasi)}}
{{untuk|kegunaan lain|Krakatau (disambiguasi)}}
{{Infobox Gunung
{{Infobox mountain
|name = Krakatau
|name = Krakatau
|other_name={{hlist|Krakatoa|Rakata|Krakatau|Anak Krakatau}}
|other_name={{hlist|Krakatoa|Rakata|Krakatau|Anak Krakatau}}
|photo = Krakatoa eruption 2022 lithograph.jpg
|photo = Krakatoa eruption lithograph.jpg
|photo_caption = [[Letusan Krakatau 1883]].
|photo_caption = [[Letusan Krakatau 1883]].
|elevation = 813 m (2.667 kaki)
|elevation = 813 m (2.667 kaki)
|location = [[Selat Sunda]], [[Rajabasa]], [[Lampung Selatan]]
|location = [[Selat Sunda]], [[Rajabasa]], [[Lampung Selatan]]
|map = Indonesia Java
|map = Indonesia Java#Indonesia Banten
|map_relief = 1
|map_relief = 1
|map_caption = Lokasi di dalam Peta Jawa
|map_caption = Lokasi Krakatau
|lat_d = 6.102|lat_NS = S
|lat_d = 6.102|lat_NS = S
|long_d = 105.423|long_EW = E
|long_d = 105.423|long_EW = E
|coordinates_ref =<ref>{{cite news|url=http://www.dailymail.co.uk/news/worldnews/article-1203028/Fiery-images-killer-volcano-claimed-36-000-lives-stirs-more.html|title=Will Krakatoa rock the world again?|publisher=Associated Newspapers Ltd|date=2009-07-31|accessdate=2010-01-23|location=London|first=Marcus|last=Dunk}}</ref>
|coordinates_ref =<ref>{{cite news|url=http://www.dailymail.co.uk/news/worldnews/article-1203028/Fiery-images-killer-volcano-claimed-36-000-lives-stirs-more.html|title=Will Krakatoa rock the world again?|publisher=Associated Newspapers Ltd|date=2009-07-31|accessdate=2010-01-23|location=London|first=Marcus|last=Dunk}}</ref>
|Range =
|range =
|Prominence =
|prominence =
|Coordinates = {{coor dms|6|6|27|S|105|25|3|E|type:mountain}}
|coordinates = {{coor d|6|6|27|S|105|25|3|E|type:mountain}}
|Topographic map =
|Topographic map =
|type = [[kaldera|Kaldera vulkanik]]
|type = [[kaldera|Kaldera vulkanik]]
|volcanic_arc = [[Sabuk alpida]]
|Volcanic_Arc/Belt =
|Age =Lebih dari 2 Juta Tahun.
|age = Lebih dari 2 Juta Tahun.
|last_eruption = 1883 (Rakata) 1927-sekarang (Anak Krakatau)
|last_eruption = 535 (Krakatau Purba) <br> 1883 (Rakata) <br> 1927-sekarang ([[Anak Krakatau]])
|first_ascent =
|first_ascent =
|easiest route =
|easiest route =
|Listing =
|activity = Aktif
|Translation =
|Translation =
|Language =
|Language =
|Pronunciation =
|Pronunciation =
}}
}}
'''Krakatau''' atau dengan nama internasional '''Krakatoa''' (atau '''Rakata''') adalah kepulauan [[gunung berapi|vulkanik]] yang masih aktif dan berada di Kecamatan Rajabasa, [[Kabupaten Lampung Selatan]], tepatnya di perairan [[Selat Sunda]], antara Pulau [[Jawa]] dan [[Sumatra]].<ref>{{Cite web|last=Lampung|first=Dinas Kominfotik Provinsi|title=Gunung Anak Krakatau, Destinasi Wisata Lampung yang Wajib Dikunjungi|url=https://lampungprov.go.id/detail-post/gunung-anak-krakatau-destinasi-wisata-lampung-yang-wajib-dikunjungi|website=Pemerintah Provinsi Lampung|language=en|access-date=2021-11-15}}</ref> Nama ini juga disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana ('''Gunung Krakatau'''). Gunung Krakatau pernah meletus hebat tahun 535 M yang menyebabkan terbentuknya Selat Sunda, hilangnya peradaban orang Pasemah Lampung dan Salakanegara Banten selama sekitar 20-30 tahun. Ledakan Gunung Krakatau menyebabkan tsunami, langit gelap, dan cuaca dingin.<ref>{{Cite journal|title=Krakatoa (Krakatau)|url=http://dx.doi.org/10.1007/springerreference_225319|journal=SpringerReference|location=Berlin/Heidelberg|publisher=Springer-Verlag}}</ref> Pada tahun 1680, pernah terjadi letusan juga.<ref>{{Cite journal|title=Krakatoa (Krakatau)|url=http://dx.doi.org/10.1007/springerreference_225319|journal=SpringerReference|location=Berlin/Heidelberg|publisher=Springer-Verlag}}</ref> Peristiwa itu pun masih berlanjut terulang kembali yang menyebabkan Krakatau sirna lagi karena letusan kataklismik pada tanggal [[26 Agustus|26-27]] Agustus [[1883]]. Pada tahun 2019, kawasan yang sekarang merupakan [[cagar alam]] ini memiliki empat pulau kecil: [[Pulau Rakata]], [[Pulau Anak Krakatau]], [[Pulau Sertung]], dan [[Pulau Panjang]] (Rakata Kecil). Berdasarkan kajian geologi, semua pulau ini berasal dari sistem gunung berapi tunggal Krakatau yang pernah ada di masa lalu.
'''Krakatau''' (atau dengan nama internasional '''Krakatoa''' ataupun '''Rakata''') adalah kepulauan [[gunung berapi|vulkanik]] yang masih aktif dan berada di Kecamatan Rajabasa, [[Kabupaten Lampung Selatan]], tepatnya di perairan [[Selat Sunda]], antara Pulau [[Jawa]] dan [[Sumatra]].<ref>{{Cite web|last=Lampung|first=Dinas Kominfotik Provinsi|title=Gunung Anak Krakatau, Destinasi Wisata Lampung yang Wajib Dikunjungi|url=https://lampungprov.go.id/detail-post/gunung-anak-krakatau-destinasi-wisata-lampung-yang-wajib-dikunjungi|website=Pemerintah Provinsi Lampung|language=en|access-date=2021-11-15}}</ref> Nama ini juga disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana ('''Gunung Krakatau'''). Gunung Krakatau Purba pernah meletus hebat tahun 535 M yang menyebabkan terbentuknya Selat Sunda, hilangnya peradaban Pasemah Lampung dan Salakanegara Banten selama sekitar 20-30 tahun. Ledakan Gunung Krakatau menyebabkan tsunami, langit gelap, dan cuaca dingin.<ref name="Krakatoa Krakatau">{{Cite journal|title=Krakatoa (Krakatau)|url=http://dx.doi.org/10.1007/springerreference_225319|journal=SpringerReference|location=Berlin/Heidelberg|publisher=Springer-Verlag}}</ref> Pada tahun 1680, pernah terjadi letusan juga.<ref name="Krakatoa Krakatau"/> Peristiwa itu pun masih berlanjut terulang kembali yang menyebabkan Krakatau sirna karena letusan kataklismik pada tanggal [[26 Agustus|26]]-[[27 Agustus|27]] Agustus [[1883]]. Pada tahun 2019, kawasan yang sekarang merupakan [[cagar alam]] ini memiliki empat pulau kecil: [[Pulau Rakata]], [[Pulau Anak Krakatau]], [[Pulau Sertung]], dan [[Pulau Panjang]] (Rakata Kecil). Berdasarkan kajian geologi, semua pulau ini berasal dari sistem gunung berapi tunggal Krakatau yang pernah ada di masa lalu.


Krakatau dikenal dunia karena letusan yang sangat dahsyat pada tahun 1883. [[Awan panas]] dan [[tsunami]] yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal [[26 Desember]] [[2004]], tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan [[Samudra Hindia]]. Suara letusan itu terdengar sampai ke [[Alice Springs]], [[Australia]] dan [[Pulau Rodrigues]] dekat [[Afrika]], 4.653 [[kilometer]]. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali [[bom atom]] yang diledakkan di [[Hiroshima]] dan [[Nagasaki]] di akhir [[Perang Dunia II]].
Krakatau dikenal dunia karena letusan yang sangat dahsyat pada tahun 1883. [[Awan panas]] dan [[tsunami]] yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal [[26 Desember]] [[2004]], tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan [[Samudra Hindia]]. Suara letusan itu terdengar sampai ke [[Alice Springs]], [[Australia]] dan [[Pulau Rodrigues]] dekat [[Afrika]], 4.653 [[kilometer]]. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali [[bom atom]] yang diledakkan di [[Hiroshima]] dan [[Nagasaki]] di akhir [[Perang Dunia II]].
Baris 36: Baris 34:
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi [[atmosfer]]. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit [[Norwegia]] hingga [[New York]].
Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi [[atmosfer]]. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit [[Norwegia]] hingga [[New York]].


Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan [[Gunung Rinjani|Gunung Samalas]], [[Gunung Tambora]], dan [[Gunung Toba]] di [[Indonesia]], [[Gunung berapi Taupo]] di [[Selandia Baru]] dan [[Gunung Katmai]] di [[Alaska]]. Namun, gunung-gunung tersebut [[gunung meletus|meletus]] jauh pada masa ketika populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara itu, ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, [[telegraf]] sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.
Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan [[Gunung Rinjani|Gunung Samalas]], [[Gunung Tambora]], dan [[Gunung Toba]] di [[Indonesia]], [[Gunung berapi Taupo]] di [[Selandia Baru]] dan [[Gunung Katmai]] di [[Alaska]]. Namun, gunung-gunung tersebut [[gunung meletus|meletus]] jauh pada masa ketika populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara itu, ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, [[telegraf]] sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa saat itu [[teknologi informasi]] sedang tumbuh dan berkembang pesat.


Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang [[geologi]]. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut. Getaran akibat letusan Gunung Krakatau terasa sampai ke Eropa.
Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang [[geologi]]. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut. Getaran akibat letusan Gunung Krakatau terasa sampai ke Eropa.
Baris 42: Baris 40:
== Perkembangan Gunung Krakatau ==
== Perkembangan Gunung Krakatau ==
=== Gunung Krakatau Purba ===
=== Gunung Krakatau Purba ===
Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan [[andesit]]ik.
Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan [[andesit]]ik.[[Berkas:Krakatoa evolution map-fr.gif|300px|jmpl]]
Pakar geologi [[Berend George Escher]] dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks disebut Gunung Batuwara.

Letusan Krakatau Purba, diperkirakan pada tahun 416 Masehi, mungkin dapat ditafsirkan dari kitab pedalangan ''[[Pustaka Raja Purwa]]'' yang isinya antara lain menyatakan

{{cquote|... ada suara guntur yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula.... Ketika air menenggelamkannya, [[pulau Jawa]] terpisah menjadi dua, menciptakan [[pulau Sumatra]]}}
[[Berkas:Krakatoa evolution map-fr.gif|300px|jmpl]]
Pakar geologi [[Berend George Escher]] dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks disebut Gunung Batuwara. Menurut ''[[Pustaka Raja Purwa]]'', tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.


Akibat ledakan yang hebat itu, tiga per empat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai [[Pulau Rakata]], [[Pulau Panjang, Lampung|Pulau Panjang]] (Rakata Kecil) dan [[Pulau Sertung]]. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung jawab atas terjadinya tahun kegelapan di muka bumi. Wabah [[sampar]] terjadi karena suhu bumi menurun. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.
Akibat ledakan yang hebat itu, tiga per empat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai [[Pulau Rakata]], [[Pulau Panjang, Lampung|Pulau Panjang]] (Rakata Kecil) dan [[Pulau Sertung]]. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung jawab atas terjadinya tahun kegelapan di muka bumi. Wabah [[sampar]] terjadi karena suhu bumi menurun. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.
Baris 69: Baris 62:
Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan [[lava andesitik asam]]. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di [[Selat Sunda]]. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.
Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan [[lava andesitik asam]]. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di [[Selat Sunda]]. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.


=== Erupsi 1884 ===
=== Erupsi 1883 ===


{{main|Letusan Krakatau 1883}}
{{main|Letusan Krakatau 1883}}
Pada hari Senin, [[27 Agustus]] [[1883]], tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan [[Universitas Oxford]] [[Inggris]] yang juga penulis ''[[National Geographic]],'' mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu. Sebelum erupsi, terjadi sejumlah gejala alam yang tak biasa. Perilaku hewan berubah. Kuda-kuda mengamuk, ayam tidak bertelur, kera dan burung tak nampak lagi di pepohonan.<ref>{{Cite journal|last=Gustaman|first=Budi|date=2021|title=Binatang-Binatang di Sekitar Letusan Krakatau 1883|url=https://jurnalsejarah.org/index.php/js/article/view/39/38|journal=Jurnal Sejarah|volume=2|issue=2|pages=2}}</ref>
Pada hari Senin, [[27 Agustus]] [[1883]], tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan [[Universitas Oxford]] [[Inggris]] yang juga penulis ''[[National Geographic]],'' mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600&nbsp;km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu. Sebelum erupsi, terjadi sejumlah gejala alam yang tak biasa. Perilaku hewan berubah. Kuda-kuda mengamuk, ayam tidak bertelur, kera dan burung tak nampak lagi di pepohonan.<ref>{{Cite journal|last=Gustaman|first=Budi|date=2021|title=Binatang-Binatang di Sekitar Letusan Krakatau 1883|url=https://jurnalsejarah.org/index.php/js/article/view/39/38|journal=Jurnal Sejarah|volume=2|issue=2|pages=2}}</ref>


Menurut para peneliti di [[University of North Dakota]], ledakan Krakatau bersama ledakan [[Tambora]] (1815) mencatatkan nilai [[Volcanic Explosivity Index]] (VEI) terbesar dalam sejarah modern. ''[[Guinness World Records|The Guiness Book of Records]]'' mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.
Menurut para peneliti di [[University of North Dakota]], ledakan Krakatau bersama ledakan [[Tambora]] (1815) mencatatkan nilai [[Volcanic Explosivity Index]] (VEI) terbesar dalam sejarah modern. ''[[Guinness World Records|The Guiness Book of Records]]'' mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.


Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatra bahkan sampai ke [[Sri Lanka]], [[India]], [[Pakistan]], [[Australia]] dan [[Selandia Baru]].
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan [[abu vulkanik]] dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80&nbsp;km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatra bahkan sampai ke [[Sri Lanka]], [[India]], [[Pakistan]], [[Australia]] dan [[Selandia Baru]].


Letusan itu menghancurkan [[Gunung Danan]], [[Gunung Perbuwatan]] serta sebagian [[Gunung Rakata]] di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. [[Tsunami]] (gelombang laut) naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Letusan itu menghancurkan [[Gunung Danan]], [[Gunung Perbuwatan]] serta sebagian [[Gunung Rakata]] di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7&nbsp;km dan sedalam 250 meter. [[Tsunami]] (gelombang laut) naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.


Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari [[Merak]] di [[Kota Cilegon]] hingga [[Cilamaya]] di [[Karawang]], pantai barat [[Banten]] hingga Tanjung Layar di [[Pulau Panaitan]] ([[Ujung Kulon]] serta Sumatra Bagian selatan). Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk [[Jakarta]] dan [[Lampung]] pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai [[Hawaii]], pantai barat [[Amerika Tengah]] dan [[Semenanjung Arab]] yang jauhnya 7 ribu kilometer.
Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari [[Merak]] di [[Kota Cilegon]] hingga [[Cilamaya]] di [[Karawang]], pantai barat [[Banten]] hingga Tanjung Layar di [[Pulau Panaitan]] ([[Ujung Kulon]] serta Sumatra Bagian selatan). Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15&nbsp;km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk [[Jakarta]] dan [[Lampung]] pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai [[Hawaii]], pantai barat [[Amerika Tengah]] dan [[Semenanjung Arab]] yang jauhnya 7 ribu kilometer.


=== Anak Krakatau ===
=== Anak Krakatau ===
{{artikelutama|Pulau Anak Krakatau}}
{{Main|Pulau Anak Krakatau}}
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Anak Krakatau TMnr 10027438.jpg|jmpl|250px|Anak Krakatau, dua tahun sejak awal terbentuknya. Foto diambil 12 atau 13 Mei 1929, koleksi Tropenmuseum.]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De Anak Krakatau TMnr 10027438.jpg|jmpl|250px|Anak Krakatau, dua tahun sejak awal terbentuknya. Foto diambil 12 atau 13 Mei 1929, koleksi Tropenmuseum.]]
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 44 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai [[Anak Krakatau]] dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki). Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 44 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai [[Anak Krakatau]] dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki). Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4&nbsp;cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.


Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatra yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli [[geologi]] memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.
Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatra yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli [[geologi]] memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.
Baris 95: Baris 88:
=== Film ===
=== Film ===
* ''Krakatoa, East of Java'' [[Drama]], [[Amerika Serikat]], 1969, Sutradara: Bernard Kowalski, bersama pemeran utama [[Maximilian Schell]]
* ''Krakatoa, East of Java'' [[Drama]], [[Amerika Serikat]], 1969, Sutradara: Bernard Kowalski, bersama pemeran utama [[Maximilian Schell]]
* ''Krakatau – Ein Vulkan verändert die Welt''. [[Doku-Drama]], 2006, 45 Min., Sutradara dan naskah: Jeremy Hall, Produksi: [[ZDF]], [http://www.zdf.de/ZDFde/inhalt/26/0,1872,7103930,00.html Laman] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080930044040/http://www.zdf.de/ZDFde/inhalt/26/0,1872,7103930,00.html |date=2008-09-30 }} di [[ZDF]]
* ''Krakatau – Ein Vulkan verändert die Welt''. [[Drama dokumenter|Dokudrama]], 2006, 45 Min., Sutradara dan naskah: Jeremy Hall, Produksi: [[ZDF]], [http://www.zdf.de/ZDFde/inhalt/26/0,1872,7103930,00.html Laman] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080930044040/http://www.zdf.de/ZDFde/inhalt/26/0,1872,7103930,00.html |date=2008-09-30 }} di [[ZDF]]
* ''Krakatoa. The Last Days'', [[Dokudrama]], Britania Raya, 2006, 87 Min., Sutradara: Sam Miller, Produksi [[British Broadcasting Corporation|BBC]], dengan [[Rupert Penry-Jones]] dan [[Olivia Williams]] sebagai pemeran utama. [http://www.egol.de/BBC/programm/spielfilm/sendungen/409/interview.php Laman] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120119065157/http://www.egol.de/BBC/programm/spielfilm/sendungen/409/interview.php |date=2012-01-19 }} di BBC
* ''Krakatoa. The Last Days'', [[Dokudrama]], Britania Raya, 2006, 87 Min., Sutradara: Sam Miller, Produksi [[British Broadcasting Corporation|BBC]], dengan [[Rupert Penry-Jones]] dan [[Olivia Williams]] sebagai pemeran utama. [http://www.egol.de/BBC/programm/spielfilm/sendungen/409/interview.php Laman] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120119065157/http://www.egol.de/BBC/programm/spielfilm/sendungen/409/interview.php |date=2012-01-19 }} di BBC


=== Sastra ===
=== Sastra ===
* ''[[Syair Lampung Karam]]'' tulisan Mohammad Saleh, terbit di Singapura (1883) ber[[bahasa Melayu]].
* ''[[Syair Lampung Karam]]'' tulisan Mohammad Saleh, terbit di Singapura (1883) ber[[bahasa Melayu]].

=== Kesenian (Gambang Kromong) ===
* ''[[Kramat Karem]]'' lagu gambang kromong yang yang tercipta setelah gunung krakatau meletus tahun 1883.

* Kramat Karem Pantun Riwayat (diiringi Gambang Kromong Irama Jaya dan dinyanyikan oleh Pang Tjin Nio/Masnah ), menceritakan tentang suasana disekitar ketika krakatau meletus.


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
Baris 119: Baris 117:


[[Kategori:Krakatau| ]]
[[Kategori:Krakatau| ]]
[[Kategori:Lampung]]
[[Kategori:Kabupaten Lampung Selatan]]
[[Kategori:Tempat wisata di Lampung]]
[[Kategori:Gunung di Lampung]]
[[Kategori:Gunung berapi di Lampung]]
[[Kategori:Gunung berapi di Lampung]]
[[Kategori:Kaldera di Indonesia]]
[[Kategori:Kaldera di Indonesia]]
[[Kategori:Pulau tak berpenghuni di Indonesia]]
[[Kategori:Gunung berapi aktif di Indonesia]]

Revisi terkini sejak 26 Agustus 2024 05.22

Krakatau
  • Krakatoa
  • Rakata
  • Krakatau
  • Anak Krakatau
Titik tertinggi
Ketinggian813 m (2.667 kaki)
Koordinat6°6′27″S 105°25′3″E / 6.10750°S 105.41750°E / -6.10750; 105.41750[1]
Geografi
Krakatau di Jawa
Krakatau
Krakatau
Lokasi Krakatau
Krakatau di Provinsi Banten
Krakatau
Krakatau
Krakatau (Provinsi Banten)
LetakSelat Sunda, Rajabasa, Lampung Selatan
Geologi
Usia batuanLebih dari 2 Juta Tahun.
Jenis gunungKaldera vulkanik
Busur vulkanikSabuk alpida
Letusan terakhir535 (Krakatau Purba)
1883 (Rakata)
1927-sekarang (Anak Krakatau)

Krakatau (atau dengan nama internasional Krakatoa ataupun Rakata) adalah kepulauan vulkanik yang masih aktif dan berada di Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, tepatnya di perairan Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatra.[2] Nama ini juga disematkan pada satu puncak gunung berapi di sana (Gunung Krakatau). Gunung Krakatau Purba pernah meletus hebat tahun 535 M yang menyebabkan terbentuknya Selat Sunda, hilangnya peradaban Pasemah Lampung dan Salakanegara Banten selama sekitar 20-30 tahun. Ledakan Gunung Krakatau menyebabkan tsunami, langit gelap, dan cuaca dingin.[3] Pada tahun 1680, pernah terjadi letusan juga.[3] Peristiwa itu pun masih berlanjut terulang kembali yang menyebabkan Krakatau sirna karena letusan kataklismik pada tanggal 26-27 Agustus 1883. Pada tahun 2019, kawasan yang sekarang merupakan cagar alam ini memiliki empat pulau kecil: Pulau Rakata, Pulau Anak Krakatau, Pulau Sertung, dan Pulau Panjang (Rakata Kecil). Berdasarkan kajian geologi, semua pulau ini berasal dari sistem gunung berapi tunggal Krakatau yang pernah ada di masa lalu.

Krakatau dikenal dunia karena letusan yang sangat dahsyat pada tahun 1883. Awan panas dan tsunami yang diakibatkannya menewaskan sekitar 36.000 jiwa. Sampai sebelum tanggal 26 Desember 2004, tsunami ini adalah yang terdahsyat di kawasan Samudra Hindia. Suara letusan itu terdengar sampai ke Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, 4.653 kilometer. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

Selat Sunda

Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer. Matahari bersinar redup sampai setahun berikutnya. Hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.

Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Samalas, Gunung Tambora, dan Gunung Toba di Indonesia, Gunung berapi Taupo di Selandia Baru dan Gunung Katmai di Alaska. Namun, gunung-gunung tersebut meletus jauh pada masa ketika populasi manusia masih sangat sedikit. Sementara itu, ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.

Tercatat bahwa letusan Gunung Krakatau adalah bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi. Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan tersebut. Getaran akibat letusan Gunung Krakatau terasa sampai ke Eropa.

Perkembangan Gunung Krakatau

[sunting | sunting sumber]

Gunung Krakatau Purba

[sunting | sunting sumber]

Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.

Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakan berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks disebut Gunung Batuwara.

Akibat ledakan yang hebat itu, tiga per empat tubuh Krakatau Purba hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang (Rakata Kecil) dan Pulau Sertung. Letusan gunung ini disinyalir bertanggung jawab atas terjadinya tahun kegelapan di muka bumi. Wabah sampar terjadi karena suhu bumi menurun. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka bumi.

Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa kejayaan Persia purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium, berakhirnya peradaban Arab Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki. Ledakan Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar 5-10 derajat selama 10-30 Tahun. >>

Munculnya Gunung Krakatau

[sunting | sunting sumber]
Perkembangan Gunung Krakatau

Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau Gunung Rakata) yang terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.

Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan lava andesitik asam. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava meskipun tidak meletus. Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.

Erupsi 1883

[sunting | sunting sumber]

Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan pada gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geographic, mengatakan bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu. Sebelum erupsi, terjadi sejumlah gejala alam yang tak biasa. Perilaku hewan berubah. Kuda-kuda mengamuk, ayam tidak bertelur, kera dan burung tak nampak lagi di pepohonan.[4]

Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatra bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.

Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Tsunami (gelombang laut) naik setinggi 40 meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai. Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.

Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatra Bagian selatan). Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.

Anak Krakatau

[sunting | sunting sumber]
Anak Krakatau, dua tahun sejak awal terbentuknya. Foto diambil 12 atau 13 Mei 1929, koleksi Tropenmuseum.

Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 44 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20 inci) per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki) dan lebih lebar 12 meter (40 kaki). Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan tinggi anak Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi dari 25 tahun sebelumnya. Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar 230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki tinggi 813 meter dari permukaan laut.

Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi, seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatra yang aneh akan memastikan bahwa apa yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu pasti kapan Anak Krakatau akan meletus. Beberapa ahli geologi memprediksi letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.

Anak Krakatau, Februari 2008

Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325 M. Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan sebelumnya. Anak Krakatau saat ini secara umum oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan "Gunung Krakatau" juga, meskipun sesungguhnya adalah gunung baru yang tumbuh pasca letusan sebelumnya.

Krakatau dalam karya seni

[sunting | sunting sumber]

Kesenian (Gambang Kromong)

[sunting | sunting sumber]
  • Kramat Karem lagu gambang kromong yang yang tercipta setelah gunung krakatau meletus tahun 1883.
  • Kramat Karem Pantun Riwayat (diiringi Gambang Kromong Irama Jaya dan dinyanyikan oleh Pang Tjin Nio/Masnah ), menceritakan tentang suasana disekitar ketika krakatau meletus.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Dunk, Marcus (2009-07-31). "Will Krakatoa rock the world again?". London: Associated Newspapers Ltd. Diakses tanggal 2010-01-23. 
  2. ^ Lampung, Dinas Kominfotik Provinsi. "Gunung Anak Krakatau, Destinasi Wisata Lampung yang Wajib Dikunjungi". Pemerintah Provinsi Lampung (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-11-15. 
  3. ^ a b "Krakatoa (Krakatau)". SpringerReference. Berlin/Heidelberg: Springer-Verlag. 
  4. ^ Gustaman, Budi (2021). "Binatang-Binatang di Sekitar Letusan Krakatau 1883". Jurnal Sejarah. 2 (2): 2. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]