Lompat ke isi

Pemilihan kepala daerah di Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
k ←Suntingan 110.137.37.153 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh 36.84.155.77
Baris 23: Baris 23:
[[Berkas:Anis Matta visit to Pekanbaru.JPG|300px|jmpl|Kegiatan para anggota, [[kader]], relawan dan simpatisan [[partai politik]] Indonesia. Beberapa dari mereka berusaha melalui pengajaran pengkaderan dan pelatihan untuk keberhasilan partainya. Partai politik diseleksi untuk mengikutii dan penyelenggaraan [[Pemilihan Umum]], lalu [[Pemilihan presiden|Pemilihan Presiden]] dan [[Pemilihan kepala daerah di Indonesia|Pemilihan Kepala Daerah]].]]
[[Berkas:Anis Matta visit to Pekanbaru.JPG|300px|jmpl|Kegiatan para anggota, [[kader]], relawan dan simpatisan [[partai politik]] Indonesia. Beberapa dari mereka berusaha melalui pengajaran pengkaderan dan pelatihan untuk keberhasilan partainya. Partai politik diseleksi untuk mengikutii dan penyelenggaraan [[Pemilihan Umum]], lalu [[Pemilihan presiden|Pemilihan Presiden]] dan [[Pemilihan kepala daerah di Indonesia|Pemilihan Kepala Daerah]].]]
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan [[Mahkamah Konstitusi]] (MK) yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan [[Mahkamah Konstitusi]] (MK) yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

=== Pilkada Serentak 2017 ===
Khusus di Aceh, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal
Khusus di Aceh, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal
== [[Kota Banda Aceh|Banda Aceh]] ==
* [[Banda Aceh]]
* [[Kota Langsa]]
* [[Aceh Barat]]


== Pilkada Serentak 2015 ==
== Pilkada Serentak 2015 ==

Revisi per 12 Maret 2017 00.42

Pemilihan kepala daerah (Pilkada atau Pemilukada) dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dimaksud mencakup:

Sejarah

Sebelum tahun 2005, kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pilkada. Pilkada pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat Pemilukada. Pemilihan kepala daerah pertama yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007.

Pada tahun 2011, terbit undang-undang baru mengenai penyelenggara pemilihan umum yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Di dalam undang-undang ini, istilah yang digunakan adalah Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.[1]

Pada tahun 2014, DPR-RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014 memutuskan bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau kembali dipilih oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR-RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.[2]

Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur di bidang "pembangunan" demokrasi, sehingga masih dicarikan cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK. Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama, Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan hak legislasi. Padahal jika Pemilukada secara langsung, tidak menyebabkan hak pilih anggota DPRD (sebagai warga negara) hak pilihnya tetap ada.[kenetralan diragukan]

Penyelenggaraan

Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.

Khusus di Aceh, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).

Peserta

Kegiatan para anggota, kader, relawan dan simpatisan partai politik Indonesia. Beberapa dari mereka berusaha melalui pengajaran pengkaderan dan pelatihan untuk keberhasilan partainya. Partai politik diseleksi untuk mengikutii dan penyelenggaraan Pemilihan Umum, lalu Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Khusus di Aceh, peserta Pilkada juga dapat diusulkan oleh partai politik lokal

Pilkada Serentak 2015

Pemerintah eksekutif dan legislatif telah menyepakati pilkada serentak untuk daerah-daerah yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2015 dan semuanya diselenggarakan pada 9 Desember 2015[3]. Daftar wilayah yang akan menjalankan pilkada serentak yaitu:[4] [5]

Pilkada tingkat provinsi

Ada 8 Provinsi yang akan menggelar pilkada serentak, yaitu:[3]

Pilkada tingkat kabupaten dan kota

Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan Bangka Belitung
Kepulauan Riau
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

Hasil

No Daerah Pasangan Terpilih Partai Pengusung
1 Kabupaten Agam Indra Catri
Trinda Farhan Satria
Gerindra
PKS
2 Kabupaten Asahan
3 Kabupaten Badung I Nyoman Giri Prasta
I Ketut Suiasa
PDIP
Nasdem
4 Kabupaten Bangka Barat Parhan Ali
Markus
PDIP
PAN
Hanura
5 Kabupaten Bangka Selatan Justiar Noer
Riza Herdavid
Demokrat
PKS
6 Kabupaten Bangka Tengah Erzaldi Rosman
Ibnu Saleh
Demokrat
PPP
Hanura
PKS
Nasdem
Gerindra
7 Kabupaten Bangli I Made Gianyar
Sang Nyoman Sedana Arta
PDIP

Pilkada Serentak 2017

Pemerintah eksekutif dan legislatif telah menyepakati pilkada serentak untuk daerah-daerah yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2015 dan semuanya diselenggarakan pada 15 Februari 2017. Daftar wilayah yang akan menjalankan pilkada serentak yaitu:[6]

Pilkada tingkat provinsi

Ada 7 Provinsi yang akan menggelar pilkada serentak, yaitu:[6]

Adapun provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang masa jabatan gubernurnya berakhir pada tanggal 10 Oktober 2017 tidak melaksanakan pemilihan gubernur sesuai UU No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pilkada tingkat kabupaten dan kota

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Jawa Barat
Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

Pilkada Serentak 2018

Pilkada tingkat provinsi

Ada 17 Provinsi yang akan menggelar pilkada serentak, yaitu:[6]

Pilkada tingkat kabupaten dan kota

Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat

Kota Padang

Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Jawa Barat
Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta
Jawa Timur

Kabupaten Jombang (05-06-2018),

Kabupaten Nganjuk,

Kabupaten Bojonegoro,

Kabupaten Tulungagung,

Kabupaten Probolinggo,

Kabupaten Sampang,

Kabupaten Pamekasan,

Kabupaten Bangkalan,

Kabupaten Pasuruan,

Kabupaten Magetan,

Kabupaten Madiun,

Kabupaten Lumajang,

Kabupaten Bondowoso,

Kota Malang,

Kota Mojokerto,

Kota Kediri,

Kota Madiun,

Kota Probolinggo.

sumber: http://kpud-bojonegorokab.go.id/18-kabupatenkota-di-jatim-gelar-pemilihan-serentak-2018/

Bali
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

Pilkada Serentak 2020

Pilkada Provinsi

Pilkada Serentak 2022

Pilkada Kota

Pilkada Serentak 2023

Pilkada Kabupaten

Pilkada Serentak Nasional 2027

Kontroversi

Pilkada serentak tahun 2015 ini sempat membuat polemik karena di beberapa wilayah hanya terdapat satu pasang calon kepala daerah, atau calon tunggal. Namun Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memperbolehkan pemilihan kepala daerah bagi daerah yang hanya memiliki calon tunggal. Mahkamah Konstitusi beralasan, jika pilkada ditunda karena kurangnya calon, maka akan menghapus hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Mahkamah juga menilai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada juga tidak memberikan jalan keluar seandainya syarat-syarat calon tidak terpenuhi[7].

Untuk proses pemilihan kepala daerah calon tunggal, surat suara akan dibuat berbeda. Surat suara khusus ini hanya akan berisi satu pasangan calon kepala daerah, dengan pilihan "Setuju" atau "Tidak Setuju" dibagian bawahnya. Apabila pilihan "Setuju" memperoleh suara terbanyak, maka calon tunggal ditetapkan sebagai kepala daerah yang sah. Namun jika pilihan "Tidak Setuju" memperoleh suara terbayak, maka pemilihan ditunda hingga pilkada selanjutnya[8].

Berbagai analis menyatakan bahwa pilkada serentak memiliki manfaat, diantaranya:

  • Efisiensi anggaran[9]
  • Efektivitas lembaga pemilihan umum[10]
  • Sarana menggerakkan kader partai politik secara luas dan gencar.
  • Mencegah kutu loncat (gagal di satu wilayah, menyeberang ke wilayah lain) seperti Rieke Dyah Pitaloka (gagal di Jakarta dan Jawa Barat, jadi bakal calon di Depok)[11] dan Andre Taulany (gagal di Tangerang Selatan, jadi bakal calon di Depok)[12]
  • Perencanaan pembangunan lebih sinergi antara pemerintah DATI II, DATI I, dan pemerintah pusat.

Referensi