Keresidenan: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 96: | Baris 96: | ||
|- |
|- |
||
|Buitenzorg |
|Buitenzorg |
||
|[[Karesidenan Buitenzorg]]/Bogor |
|[[Keresidenan Bogor|Karesidenan Buitenzorg]]/Bogor |
||
|Buitenzorg |
|Buitenzorg |
||
|Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Jonggol, Kabupaten Cileungsi, Kabupaten Cibinong, Kabupaten Parung, Kabupaten Leuwiliang, Kabupaten Ciawi, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur |
|Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Jonggol, Kabupaten Cileungsi, Kabupaten Cibinong, Kabupaten Parung, Kabupaten Leuwiliang, Kabupaten Ciawi, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur |
||
|- |
|- |
||
|Priangan/Preanger-Regent schappen |
|Priangan/Preanger-Regent schappen |
||
|[[Karesidenan Priangan]]/Bandung |
|[[Keresidenan Priangan|Karesidenan Priangan]]/Bandung |
||
|Bandoeng |
|Bandoeng |
||
|Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Cileunyi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Singaparna, Kabupaten Sumedang, Kota Ciamis, Kota Banjar Patroman dan Kabupaten Pangandaran |
|Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Cileunyi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Singaparna, Kabupaten Sumedang, Kota Ciamis, Kota Banjar Patroman dan Kabupaten Pangandaran |
Revisi per 29 November 2023 17.48
Konten dan perspektif penulisan artikel ini hanya berpusat pada sudut pandang dari negara Hindia Belanda/Indonesia dan tidak menggambarkan wawasan global pada subjeknya. |
Keresidenan (bentuk tidak baku: karesidenan) adalah sebuah daerah administratif yang dikepalai oleh residen.[1] Menurut sejarah, pembagian administratif jenis keresidenan hanya pernah digunakan di India Britania dan kemaharajaan Kuno, dan Hindia Belanda serta penerusnya Indonesia dan negara bagian Melaka di Malaysia.
Semenjak krisis pada tahun 1950-an, sudah tidak ada keresidenan lagi dan yang muncul faktor kekuasaannya adalah kabupaten. Keresidenan kemudian dikenal dengan istilah "Pembantu Gubernur". Istilah ini sudah tidak digunakan lagi, tapi sebutan "eks-keresidenan" masih dipakai secara informal. Setelah itu, muncul nomenklatur baru yaitu Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) yang berada di bawah pemerintahan provinsi. Kepala Bakorwil tidak memiliki kewenangan otonom dan administatif karena hanya bertugas mengkoordinasikan hal-hal tertentu kepada wali kota atau bupati. Cakupan Bakorwil tidak sama dengan keresidenan. Semisal Jawa Tengah, eks keresidenan Kedu, Banyumas, dan Pekalongan masuk dalam satu Bakorwil.
Pengaruh pemberlakuan sistem keresidenan di Indonesia tampak pada pembagian pelat nomor (tanda kendaraan bermotor) hingga sekarang.
Sejarah
India dan kemaharajaannya
Keresidenan dalam sejarah pertama kali digunakan oleh Imperium Britania di India Britania. Pada masa ini, keresidenan adalah sebuah distrik yang menjadi bagian administratif suatu negara atau wilayah. Awalnya, keresidenan didirikan dengan tujuan perdagangan, tetapi pada abad ke-19 berubah menjadi politik secara keseluruhan. Setiap keresidenan dikepalai oleh seorang residen. Setiap residen melaporkan pekerjaannya ke Perusahaan Hindia Timur (hingga 1858), Pemerintah India (sejak 1858), atau salah satu pemerintah provinsi bawahannya. Sistrem keresidenan politik Britania tumbuh hingga 1880-an, ketika sistem ini meliputi 45% Asia Selatan dan Burma, 35% Asia Barat Daya, dan bahkan sebagian kecil Afrika Timur.[2]
Keresidenan yang menjadi bagian dari Kemaharajaan Britania pun terdapat di kawasan Timur Tengah yang dikuasai oleh Britania, yaitu Keresidenan Teluk Persia—keresidenan terbesar dan terstrategis India—yang meliputi Negara-Negara Gencatan Senjata, bagian selatan Persia, Bahrain, Kuwait, Oman, dan Qatar.[3] Pusat keresidenan ini berada di Pulau Qeshm, lalu dipindahkan ke Bushehr pada 1822, kemudian dipindahkan lagi ke Bahrain pada 1946.[4][5] Terdapat pula Keresidenan Aden (hingga Afrika Timur) yang berubah menjadi Protektorat Aden pada 1890-an, Keresidenan Arab Turki yang berpusat di Bagdad, dan Keresidenan Basra. Terdapat pula Keresidenan Nepal yang beribu kota di Kathmandu.[2]
Hindia Belanda dan Indonesia
Hindia Belanda dikuasai Britania Raya pada 1811 dengan menempatkan Letjen Thomas Stamford Raffles. Ia memerintah bekas jajahan Belanda ini dengan membagi-bagi Pulau Jawa menjadi beberapa keresidenan (residency dalam bahasa Inggris). Keresidenan-keresidenan ini dikepalai oleh para residen bangsa Eropa. Residen-residen ini membawahi para bupati bangsa pribumi yang mengepalai wilayah kabupaten. Residen pun diberi wewenang untuk menjalankan tugas-tugas dalam bidang administrasi, pemerintahan, fiskal, peradilan, dan kepolisian. Dalam bidang peradilan, perkara besar akan dibawa ke tingkat keresidenan, sedangkan perkara kecil akan dibawa ke tingkat kabupaten.[7]
Pada 1816, Hindia Belanda diserahkan kembali ke tangan Belanda sesuai dengan Konvensi London 1814. Pada zaman ini, diadakan kembali pembentukan keresidenan (residentie dalam bahasa Belanda) dan kabupaten secara resmi, tepatnya saat van der Capellen memerintah. Menurut Peraturan Komisaris Jenderal No, 3 tanggal 9 Januari 1819 yang dimuat dalam Staatsblad No. 16 tahun 1819, dibentuklah dua puluh keresidenan di Pulau Jawa: Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, Krawang, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Jepara dan Juana, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Banyuwangi, Madura dan Sumenep, Rembang, dan Gresik.[8][9]
Pada zaman penjajahan Belanda, seorang residen menjadi penguasa penjajahan tertinggi sekaligus mewakili Gubernur Jenderal Hindia Belanda di wilayah kekuasaannya. Residen pun menjadi wakil dan lambang Pemerintah Hindia Belanda di keresidenannya dengan kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di tangannya. Dengan itu, kekuasaannya mutlak dan tak terbatas.[10]
Sejarah keresidenan terus berlanjut hingga pendudukan Jepang. Pada zaman tersebut pemerintahan provinsi ditiadakan sehingga keresidenan (syu dalam bahasa Jepang) menjadi bagian administratif tertinggi di Hindia Belanda Jepang.[11][12] Setelah kemerdekaan, pembagian adminsitratif keresidenan masih diwariskan. Keresidenan memiliki Dewan Perwakilan Rakyatnya sendiri. Hak otonomi keresidenan dicabut pada 1948; keresidenan tetap menjadi bagian administratif.[13] Pada Undang-Undang pembentukan provinsi yang dibuat pada 1950, keresidenan-keresidenan yang bergabung membentuk provinsi dihapuskan, seperti penghapusan Pemerintahan Daerah Keresidenan Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, dan Cirebon serta pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah keresidenan-keresidenan tersebut dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Barat.[14]
Daftar Keresidenan di Hindia Belanda
Nama keresidenan (bahasa Belanda) | Nama keresidenan (bahasa Indonesia) | Ibukota | Bekas cakupan wilayah |
---|---|---|---|
Atjeh en Onderhoorigheden | Aceh dan Daerah Taklukannya | Koetaradja | Seluruh Provinsi Aceh |
Oostkust van Sumatra | Pantai Timur Sumatera | Medan | Sumatera Utara bagian timur |
Tapanoeli | Tapanuli | Sibolga | Sumatera Utara bagian barat |
Westkust van Sumatra | Pantai Barat Sumatera | Padang | Seluruh Provinsi Sumatera Barat ditambah Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, dan sebagian wilayah Kampar |
Riouw | Riau | Tandjoengpinang | Seluruh Provinsi Riau dikurangi sebagian wilayah Kabupaten Kampar dan ditambah Seluruh Provinsi Kepulauan Riau |
Djambi | Jambi | Djambi | Seluruh Provinsi Jambi dikurangi Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh |
Benkoelen | Bengkulu | Benkoelen | Seluruh Provinsi Bengkulu ditambah Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat |
Palembang | Palembang | Palembang | Seluruh Provinsi Sumatera Selatan |
Lampoengsche Districten | Distrik-distrik Lampung | Teloekbetoeng | Seluruh Provinsi Lampung dikurangi Kabupaten Lampung Barat dan Pesisir Barat |
Bangka en Billiton | Bangka dan Belitung | Pangkalpinang | Seluruh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung |
Bantam | Karesidenan Banten | Serang | Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Cilegon Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak |
Batavia | Karesidenan Batavia/Betawi | Batavia | Seluruh Provinsi DKI Jakarta ditambah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Cikarang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cikampek, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Subang |
Buitenzorg | Karesidenan Buitenzorg/Bogor | Buitenzorg | Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Jonggol, Kabupaten Cileungsi, Kabupaten Cibinong, Kabupaten Parung, Kabupaten Leuwiliang, Kabupaten Ciawi, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur |
Priangan/Preanger-Regent schappen | Karesidenan Priangan/Bandung | Bandoeng | Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kabupaten Cileunyi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Singaparna, Kabupaten Sumedang, Kota Ciamis, Kota Banjar Patroman dan Kabupaten Pangandaran |
Tjirebon | Karesidenan Cirebon | Tjirebon | Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka |
Pekalongan | Karesidenan Pekalongan | Pekalongan | Kabupaten Pekalongan, Kota Pekalongan, Kabupaten Brebes, Kabupaten Bumiayu, Kabupaten Tegal, Kota Tegal, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Batang |
Semarang | Karesidenan Semarang | Semarang | Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Kota Salatiga, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Grobogan |
Japara-Rembang | Keresidenan Pati | Pati | Kabupaten Jepara, Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang, Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Blora |
Banjoemas | Karesidenan Banyumas | Banjoemas | Kabupaten Banyumas, Kota Purwokerto, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Majenang, Kabupaten Purbalingga, dan Kabupaten Banjarnegara |
Kedoe | Karesidenan Kedu | Magelang | Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Kebumen, Kota Gombong, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Temanggung |
Soerakarta | Karesidenan Surakarta | Surakarta | Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kota Surakarta, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten |
Jogjakarta | Karesidenan Yogyakarta | Yogyakarta | Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kabupaten Gunung Kidul |
Soerabaja | Karesidenan Surabaya | Soerabaja | Kabupaten Sidoarjo, Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, dan Kota Mojokerto |
Bodjonegoro | Karesidenan Bojonegoro | Bodjonegoro | Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, dan Kabupaten Lamongan |
Madioen | Karesidenan Madiun | Madioen | Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, dan Kabupaten Pacitan |
Kediri | Karesidenan Kediri | Kediri | Kabupaten Kediri, Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Tuluangagung, dan Kabupaten Trenggalek |
Malang | Karesidenan Malang | Malang | Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, Kota Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Lumajang |
Besuki | Karesidenan Besuki | Bondowoso | Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, dan Kabupaten Banyuwangi |
Madoera | Karesidenan Madura | Pamekasan | Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Sumenep |
Westerafdeeling van Borneo | Divisi Barat Borneo | Pontianak | Seluruh Provinsi Kalimantan Barat |
Zuider en Oosterafdeeling van Borneo | Divisi Selatan dan Timur Borneo | Bandjermasin | Seluruh Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara |
Manado | Manado | Manado | Seluruh Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah |
Celebes en Onderhoorigheden | Celebes dan Daerah Taklukannya | Makassar | Seluruh Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara |
Molukken | Maluku | Amboina | Seluruh Provinsi Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua, Papua Pengunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan |
Timor en Onderhoorigheden | Timor dan Daerah Taklukannya | Koepang | Seluruh Provinsi Nusa Tenggara Timur ditambah Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Kota Bima |
Bali en Lombok | Bali dan Lombok | Singaradja | Seluruh Provinsi Bali ditambah Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram, Lombok Utara, Lombok Tengah, dan Lombok Timur |
Bekas keresidenan
Nama keresidenan | Ibukota | Periode | Bekas cakupan wilayah | |
---|---|---|---|---|
Ejaan Belanda | Ejaan Indonesia | |||
West Priangan | Priangan Barat | Soekaboemi | 1925–1931 | Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi, dan Cianjur |
Midden Priangan | Priangan Tengah | Bandoeng | 1925–1931 | Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Bandung Barat, Kota Cimahi dan Sumedang |
Oost Priangan | Priangan Timur | Tasikmalaja | 1925–1931 | Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Kota Banjar, dan Pangandaran |
Krawang | Karawang | Poerwakarta | 1925–1931 | Kabupaten Karawang, Purwakarta, dan Subang |
Indramajoe | Indramayu | Indramajoe | 1925–1931 | Kabupaten Indramayu dan Majalengka |
Tegal | Tegal | Tegal | 1928–1931 | Kabupaten Tegal, Kota Tegal, dan Brebes |
Noord Banjoemas | Banyumas Utara | Banjoemas | 1928–1931 | Kabupaten Banyumas dan Purbalingga |
Zuid Banjoemas | Banyumas Selatan | Tjilatjap | 1928–1931 | Kabupaten Cilacap dan sebagian wilayah Kebumen |
Wonosobo | Wonosobo | Wonosobo | 1928–1931 | Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara |
Bagelen | Bagelen | Poerworedjo | 1928–1931 | Kabupaten Purworejo dan sebagian wilayah Kebumen |
Koedoes | Koedoes | Koedoes | 1928–1931 | Kabupaten Kudus, Demak, dan Jepara |
Rembang | Rembang | Rembang | 1928–1931 | Kabupaten Rembang dan Pati |
Blora | Blora | Blora | 1928–1931 | Kabupaten Blora dan Grobogan |
Grisee | Gresik | Grisee | 1928–1931 | Kabupaten Lamongan dan Gresik |
Modjokerto | Mojokerto | Modjokerto | 1928–1931 | Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, dan Jombang |
Ponorogo | Ponorogo | Ponorogo | 1928–1931 | Kabupaten Ponorogo dan Pacitan |
Blitar | Blitar | Blitar | 1928–1931 | Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Trenggalek, dan Tulungagung |
Pasoeroean | Pasuruan | Pasoeroean Bangil | 1928–1931 | Kabupaten Pasuruan dan Kota Pasuruan |
Probolinggo | Probolinggo | Probolinggo | 1928–1931 | Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, dan Lumajang |
Bondowoso | Bondowoso | Bondowoso | 1928–1931 | Kabupaten Bondowoso dan Situbondo |
Djember | Jember | Djember | 1928–1931 | Kabupaten Jember dan Banyuwangi |
West Madoera | Madura Barat | Bangkalan | 1928–1931 | Kabupaten Bangkalan dan Sampang |
Oost Madoera | Madura Timur | Pamekasan | 1928–1931 | Kabupaten Pamekasan dan Sumenep |
Nama keresidenan | Ibukota | Periode | Bekas cakupan wilayah | |
---|---|---|---|---|
Ejaan Belanda | Ejaan Indonesia | |||
Malacca | Melaka | Kota Melaka | 1818-1825 | Seluruh negara bagian Melaka di Malaysia (Distrik Melaka Tengah, Jasin dan Alor Gajah) |
Rujukan
- ^ "Keresidenan". KBBI Daring. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses tanggal 18 Januari 2019.
- ^ a b Onley, James (2007). The Arabian Frontier of the British Raj: Merchants, Rulers, and the British in the Nineteenth-Century Gulf (dalam bahasa Inggris). New York: Oxford University Press, Inc. ISBN 978-0-19-922810-2.
- ^ "Records of the British Residency and Agencies in the Persian Gulf". The National Archives (dalam bahasa Inggris). Pemerintah Britania Raya. Diakses tanggal 18 Januari 2019.
- ^ Allday, Louis. "The British in the Gulf: an Overview". Qatar Digital Library (dalam bahasa Inggris). Perpustakaan Nasional Qatar. Diakses tanggal 18 Januari 2019.
- ^ Miller, Isabel (2005). Lea, David; Rowe, Annamarie, ed. A Political Chronology of the Middle East (dalam bahasa Inggris). London: Europa Publications Limited. hlm. 19. ISBN 0-203-40305-3.
- ^ Soeparmo, Yanti (2009). Hidayatullah, M. Irfan, ed. Runtuhnya Menara Azan: Jalinan Cinta dan Misteri di Tengah Pemberontakan Muslim Cilegon 1888. Bandung: PT Mizan Pustaka. hlm. 67. ISBN 978-602-8236-20-1.
- ^ Nurcholis, Hanif. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Grasindo. hlm. 132. ISBN 9797597121.
- ^ Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah (1978). Sejarah Daerah Jawa Timur. Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 133.
- ^ Sutherland, Heather. Notes on Java's Regent Families - Part II (PDF).
- ^ Agung, Ide Anak Agung Gde (1993). Koesoemanto, H.J.; Anggraini, Th. Enny, ed. Kenangan Masa Lampau: Zaman Kolonial Hindia Belanda dan Zaman Pendudukan Jepang di Bali. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hlm. 73. ISBN 979-461-156-5.
- ^ Setiawan, Irfan (2014). Rekonstruksi Birokrasi Pemerintahan Daerah. Institut Pemerintahan Dalam Negeri. hlm. 166.
- ^ Nurcholish, Hanif (2005). Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Gramedia Widiasarana Indonesia. hlm. 53. ISBN 9797590283.
- ^ Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-Aturan Pokok mengenai Pemerintahan Sendiri di Daerah-Daerah yang Berhak Mengatur dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri (PDF). Yogyakarta: Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. 1948. hlm. 9, 11,1 dan 30.
- ^ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Barat (PDF). Yogyakarta: Badan Pekerdja Komite Nasional Pusat. 1950. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-01-28. Diakses tanggal 2019-01-20.
- ^ Dutch East Indies (1942). Regeerings almanak voor Nederlandsch - Indie 1942. Batavia: Landsdrukkerij.
- ^ "Java administrative divisions, 1925-1931 | Digital Atlas of Indonesian History - By Robert Cribb". web.archive.org. 2013-11-12. Archived from the original on 2013-11-12. Diakses tanggal 2021-04-11.
Pustaka
- Goverment of the Netherlands East-Indies, Political division of territories in N.E.Indies,.pdf Diarsipkan 2011-11-18 di Wayback Machine., Dirk Teeuwen, 2007