Lompat ke isi

Thomas Aquinas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Santo Thomas Aquinas
Latar sebuah altar di Ascoli Piceno, Italia, karya Carlo Crivelli (abad ke-15)
Doktor Gereja
Lahir1225
Roccasecca, Kerajaan Sisilia
Meninggal7 Maret 1274 (umur 48–49)
Fossanova, Negara Kepausan
Dihormati diGereja Katolik
Komuni Anglikan
Lutheranisme
Kanonisasi18 Juli 1323, Avignon, Negara Kepausan oleh Paus Yohanes XXII
Tempat ziarahGereja Jacobins, Toulouse, Perancis
Pesta28 Januari (7 Maret, sampai tahun 1969)
AtributSumma theologiae, sebuah peraga gereja, matahari di dada seorang frater Dominikan
PelindungAkademisi; melawan badai; melawan petir; apolog; Aquino, Italia; Belcastro; penjual buku; sekolah, akademi, dan universitas Katolik; kemurnian, Falena, Italia; pembelajaran; pembuat pensil; filsuf; penerbit; cendekiawan; mahasiswa; Universitas Sto. Tomas; Sto. Tomas, Batangas; teolog.[1]

Thomas Aquinas
Detail dari Poliptik Valle Romita
karya Gentile da Fabriano (ca 1400)
LahirTommaso d'Aquino
AlmamaterBiara Monte Cassino
Universitas Napoli
Universitas Paris
Karya terkenal
EraFilsafat abad pertengahan
KawasanFilsafat Barat
AliranSkolastisisme
Thomisme
Intelektualisme metafisik
Realisme abad pertengahan
Minat utama
Metafisika, logika, teologi, budi, epistemologi, etika, politik
Gagasan penting
Quinque viae, Analogia entis

Santo Thomas Aquinas OP (bahasa Italia: Tommaso d'Aquino; 1225 – 7 Maret 1274) adalah seorang frater Dominikan Italia,[3][4] imam Katolik, dan Doktor Gereja (Pujangga Gereja). Ia adalah seorang yuris, teolog, dan filsuf yang sangat berpengaruh dalam tradisi skolastisisme, yang di dalamnya ia juga dikenal sebagai Doctor Angelicus dan Doctor Communis.[5] Nama Aquinas merupakan identifikasi daerah asal leluhurnya di comune Aquino dalam regione Lazio masa kini.

Ia adalah pendukung klasik teologi kodrat yang paling menonjol dan dikenal sebagai bapak Thomisme, dengan argumennya bahwa daya pikir (akal) didapati dalam Allah. Pengaruhnya pada pemikiran Barat cukup signifikan, dan banyak filsafat modern yang mengembangkan ataupun menentang gagasan-gagasannya, khususnya dalam bidang etika, hukum kodrat, metafisika, dan teori politik. Tidak seperti paham-paham lain di dalam Gereja kala itu,[6] Thomas merangkul beberapa gagasan yang dikemukakan oleh Aristoteles—yang disebutnya "sang Filsuf"—dan berupaya untuk menyintesis filsafat Aristotelian dengan prinsip-prinsip Kekristenan. Karya-karyanya yang paling dikenal adalah Summa Theologiae dan Summa contra Gentiles. Tafsir-tafsir yang ia hasilkan terkait Tulisan suci dan Aristoteles merupakan suatu bagian penting dari kumpulan karyanya. Selain itu, Thomas dikenal secara istimewa karena himne-himne ekaristis karyanya, yang dijadikan bagian dari liturgi Gereja.[7]

Gereja Katolik menghormati Thomas Aquinas sebagai seorang kudus (santo), memandangnya sebagai guru teladan bagi mereka yang belajar untuk menjadi imam, dan bahkan sebagai ekspresi tertinggi daya pikir kodrati maupun teologi spekulatif. Di zaman modern, di bawah arahan kepausan, studi seputar karya-karyanya telah lama digunakan sebagai salah satu pokok program studi yang disyaratkan bagi mereka yang hendak ditahbiskan sebagai imam ataupun diakon, serta bagi mereka yang dalam pembinaan religius maupun para murid dari beragam disiplin khusus (filsafat, teologi Katolik, sejarah Gereja, liturgi, dan hukum kanonik).[8]

Thomas Aquinas dipandang sebagai salah satu filsuf dan teolog terbesar Gereja Katolik. Paus Benediktus XV menyatakan: "Tarekat (Dominikan) ini ... memperoleh kemasyhuran baru ketika Gereja menyatakan ajaran Thomas sebagai ajaran Gereja sendiri dan sang Doktor, yang dihormati dengan pujian-pujian khusus dari para Paus, [adalah] guru dan pelindung sekolah-sekolah Katolik."[9] Filsuf Inggris Anthony Kenny memandang Thomas sebagai "salah satu dari selusin filsuf terbesar dunia barat".[10]

Biografi

Kehidupan awal (1225–1244)

Thomas kemungkinan besar lahir di Roccasecca, yang terletak di Aquino, suatu contea tua Kerajaan Sisilia (regione Lazio masa kini di Italia), ca 1225[butuh rujukan]. Menurut beberapa penulis[siapa?], ia dilahirkan di kastel ayahnya, Landolfo dari Aquino. Kendati tidak berasal dari cabang yang paling berkuasa di dalam keluarganya, Landolfo tergolong orang kaya. Sebagai seorang kesatria yang mengabdi kepada Raja Ruggero II, ia menyandang gelar miles. Ibu Thomas, Teodora, termasuk dalam cabang Rossi dari keluarga Caracciolo asal Napoli.[11][12] Sinibaldo, saudara laki-laki Landolfo, adalah seorang abbas dari biara Benediktin yang pertama di Monte Cassino. Sementara semua anak laki-laki yang lain dalam keluarganya mengejar karier militer,[13] keluarganya mengarahkan Thomas untuk mengikuti jejak pamannya memasuki keabasan;[14] hal itu merupakan jalur karier yang normal bagi seorang anak laki-laki yang lebih muda di dalam keluarga bangsawan Italia selatan.[15]

Thomas mengawali pendidikan awalnya di Monte Cassino pada usia lima tahun. Namun, setelah konflik militer antara Kaisar Federico II dan Paus Gregorius IX menyeruak ke dalam biara pada tahun 1239 awal, Landolfo dan Teodora memasukkan Thomas ke studium generale (universitas) yang baru saja didirikan oleh sang kaisar di Napoli.[16] Thomas kemungkinan berkenalan dengan Aristoteles, Averroes (Ibnu Rusyd), dan Maimonides ketika berkuliah di sana; mereka semua kelak mempengaruhi filsafat teologisnya.[17] Selama masa studinya di Napoli itu Thomas juga terpengaruh oleh Giovanni di S. Giuliano, seorang pengkhotbah Dominikan di Napoli, yang tergabung dalam upaya aktif tarekat Dominikan untuk merekrut anggota-anggota saleh.[18] Di sana, gurunya dalam ilmu aritmetika, astronomi, dan musik adalah Petrus de Ibernia.[19]

Kastel Monte San Giovanni Campano, tempat Thomas ditawan oleh keluarganya.

Pada usia 19 tahun, Thomas memutuskan untuk bergabung dengan Ordo Dominikan yang kala itu belum lama terbentuk. Keputusan tersebut tidak menyenangkan keluarganya.[20] Dalam upaya mereka untuk mencegah campur tangan Teodoroa dalam pilihan yang diambil Thomas, para frater Dominikan mengatur kepindahan Thomas ke Roma, dan dari Roma, menuju Paris.[21] Namun, dalam perjalanannya ke Roma, atas perintah Teodora para saudara laki-laki Thomas menangkapnya ketika ia sedang minum dari suatu sumber air dan membawanya kembali kepada orang tuanya di kastel Monte San Giovanni Campano.[21]

Thomas ditawan selama hampir satu tahun dalam kastel-kastel keluarganya di Monte San Giovanni dan Roccasecca dalam upaya mencegahnya agar tidak mengambil jubah biara Dominikan dan mendesaknya agar meninggalkan aspirasi barunya.[17] Persoalan politik menghalangi upaya Sri Paus untuk memerintahkan pembebasan Thomas, mengakibatkan masa penahanannya bertambah lama.[22] Thomas melewatkan masa pencobaan yang dialaminya dengan mengajar para saudara perempuannya dan menjalin komunikasi dengan para anggota Ordo Dominikan.[17] Keluarganya menjadi sangat berputus asa dalam upaya mereka menghalangi niat Thomas, yang tetap bertekad untuk menggabungkan diri dengan para frater Dominikan. Suatu ketika, dua saudara laki-lakinya memutuskan untuk memanfaatkan jasa seorang pelacur agar menggodanya. Menurut cerita legenda, Thomas mengusir sang pelacur seraya mengayunkan sebuah setrika api. Pada malam tersebut, dua malaikat menampakkan diri kepada Thomas saat ia sedang tidur dan menguatkan tekadnya untuk tetap selibat.[23]

Para malaikat hendak mengenakan ikat pinggang mistis kemurnian kepada Thomas setelah ia memperlihatkan bukti kemurniannya, lukisan karya Diego Velázquez.

Pada tahun 1244, menyadari bahwa semua upayanya untuk menghalangi niat Thomas telah gagal, Teodora berusaha menyelamatkan martabat keluarganya dengan mengatur pelarian diri Thomas pada malam hari melalui jendelanya. Dalam benaknya, suatu pelarian secara diam-diam dari penahanan tidak begitu menghancurkan reputasi keluarga daripada penyerahan diri secara terbuka kepada para frater Dominikan. Thomas pertama-tama diutus ke Napoli, dan kemudian ke Roma untuk menemui Johannes von Wildeshausen, Master Jenderal Ordo Dominikan.[24]

Kehidupan selanjutnya

Sebagai anggota Ordo Dominikan, Thomas dikirim belajar pada Universitas Paris, sebuah universitas yang sangat terkemuka pada masa itu. Ia belajar di sana selama tiga tahun (1245 - 1248).[25] Di sinilah ia berkenalan dengan Albertus Magnus yang memperkenalkan filsafat Aristoteles kepadanya.[26] Ia menemani Albertus Magnus memberikan kuliah di Studium Generale di Cologne, Perancis, pada tahun 1248 - 1252.[26]

Pada tahun 1252, ia kembali ke Paris dan mulai memberi kuliah Biblika (1252-1254) dan Sentences, karangan Petrus Abelardus (1254-1256) di Konven St. Jacques, Paris. Thomas ditugaskan untuk memberikan kuliah-kuliah dalam bidang filsafat dan teologia di beberapa kota di Italia, seperti di Anagni, Orvieto, Roma, dan Viterbo, selama sepuluh tahun lamanya. Pada tahun 1269, Thomas dipanggil kembali ke Paris untuk tiga tahun karena pada tahun 1272 ia ditugaskan untuk membuka sebuah sekolah Dominikan di Naples.[12]

Dalam perjalanan menuju ke Konsili Lyons, tiba-tiba Thomas sakit dan meninggal di biara Fossanuova, 7 Maret 1274.[25] Paus Yohanes XXII mengangkat Thomas sebagai orang kudus pada tahun 1323

Filsafat

Thomas Aquinas adalah seorang teolog dan juga seorang filsuf Skolastik.[27] Bagaimanapun, ia sendiri tidak pernah menganggap dirinya filsuf, dan mengkritik para filsuf yang dalam pandangannya adalah kaum pagan karena selalu "gagal memahami hikmat yang benar dan patut yang dapat ditemukan dalam wahyu Kristiani."[28] Dengan pemikiran ini, Thomas memang menghormati Aristoteles, bahkan dalam Summa ia sering menyitir Aristoteles hanya dengan sebutan "sang Filsuf". Banyak karyanya yang didasarkan pada topik-topik filosofis, dan dalam pengertian ini dapat dicirikan sebagai filosofis. Pemikiran filosofis Thomas memberi pengaruh yang sangat besar pada teologi Kristen setelahnya, terutama dalam Gereja Katolik, meluas ke filsafat Barat pada umumnya. Thomas bertindak sebagai semacam kendaraan dan pemodifikasi Aristotelianisme dan Neoplatonisme. Dikatakan bahwa ia memodifikasi Aristotelianisme maupun Neoplatonisme dengan ketergantungan kuat pada Pseudo-Dionisius.[butuh rujukan]

Tafsir-tafsir tentang Aristoteles

Thomas Aquinas menulis sejumlah tafsir penting seputar karya-karya Aristoteles seperti Tentang Jiwa, Etika Nikomakea, dan Metafisika. Hasil karyanya dikaitkan dengan terjemahan semua karya Aristoteles yang dilakukan William dari Moerbeke dari bahasa Yunani Kuno ke dalam bahasa Latin.

Epistemologi

Thomas Aquinas meyakini bahwa "untuk mengetahui kebenaran apa saja, manusia membutuhkan pertolongan ilahi, supaya intelek dapat digerakkan oleh Allah untuk bertindak".[29] Bagaimanapun, ia percaya bahwa umat manusia memiliki kemampuan kodrati untuk mengetahui banyak hal tanpa wahyu ilahi tertentu seperti yang disampaikan para Rasul dalam hal kebenaran-kebenaran yang berkaitan dengan iman.[30] Tetapi, "terang" kodrati tersebut diberikan oleh Allah kepada manusia seturut kodratnya: "Setiap forma yang dianugerahkan oleh Allah ke dalam ciptaan memiliki keniscayaan kausal berkenaan dengan suatu tindakan terarah yang dapat dihasilkannya sesuai pemberian yang dimilikinya sendiri, tetapi sama sekali tidak berdaya di luar hal itu tanpa penambahan forma lainnya; misalnya, air hanya bisa panas ketika dipanaskan oleh api. Dan karenanya intelek manusia memiliki suatu forma, yaitu terang intelektual, yang dengan sendirinya cukup untuk mengenali hal-hal tertentu secara intelektual, yaitu semua yang dapat kita kenal melalui indra-indra. Namun, intelek manusia tidak dapat mengenali segala intelektual yang lebih tinggi, kecuali apabila disempurnakan oleh suatu terang yang lebih kuat, yaitu terang iman atau terang profetik."[30]

Etika

Etika Thomas didasarkan pada konsep "prinsip-prinsip pertama dari tindakan".[31] Dalam Summa theologiae karyanya ia menulis:

Kebajikan menunjukkan satu kesempurnaan tertentu dari suatu kemampuan. Dan kesempurnaan dari sesuatu utamanya dipertimbangkan dalam kaitan dengan tujuannya. Tetapi, tujuannya adalah aktualisasi dari suatu kemampuan atau potensialitas. Oleh karena itu, suatu kemampuan dikatakan sempurna bilamana menuruti keterarahannya pada tindakannya.[32]

Thomas menekankan bahwa, "Sinderesis dikatakan sebagai hukum dari budi kita, karena merupakan suatu kebiasaan yang mengandung asas-asas dari hukum kodrat, yang adalah prinsip-prinsip pertama semua tindakan manusia."[33][34]

Menurut Thomas, "... semua tindakan kebajikan termasuk dalam hukum kodrat: sebab daya pikir masing-masing orang secara kodrati mendiktenya untuk bertindak bajik. Tetapi bila kita berbicara tentang tindakan-tindakan berkebajikan yang dipertimbangkan dalam tindakan-tindakan itu sendiri, yaitu dalam spesiesnya masing-masing, maka tidak semua tindakan berkebajikan termasuk dalam hukum kodrat. Sebab banyak hal yang dilakukan secara bajik yang awalnya tidak condong kepada kodrat, tetapi, melalui penelaahan daya pikir orang mendapati hal-hal tersebut bermanfaat bagi kehidupan yang baik." Dengan demikian, apabila berbicara mengenai tindakan bajik, perlu ditentukan apakah tindakan yang dibicarakan tersebut termasuk dalam aspek bajik atau sebagai suatu tindakan dalam spesiesnya.[35]

Thomas mendefinisikan empat kebajikan pokok sebagai kebijaksanaan, penguasaan diri, keadilan, dan keberanian. Keempat keutamaan atau kebajikan pokok tersebut bersifat kodrati dan ternyatakan dalam kodrat, serta mengikat semua orang. Selain itu, terdapat tiga kebajikan teologal: iman, harapan, dan kasih. Thomas juga mengklasifikasikan kebajikan sebagai kebajikan tidak sempurna (tidak penuh) dan kebajikan sempurna (penuh). Kebajikan sempurna adalah kebajikan apapun yang dipadukan dengan kasih; kasih menyempurnakan suatu kebajikan pokok. Seorang non-Kristiani dapat saja memperlihatkan keberanian, namun hanya dapat disebut keberanian jika dipadukan dengan penguasaan diri. Seorang Kristiani semestinya memperlihatkan keberanian dengan dipadukan kasih. Thomas menjelaskan tentang kebajikan-kebajikan adikodrati yang berbeda dengan kebajikan-kebajikan lain berdasarkan objeknya, yaitu Allah:

Objek dari kebajikan-kebajikan teologal adalah Allah sendiri, yang adalah tujuan akhir dari semuanya, yang melampaui pengetahuan dari daya pikir kita. Di sisi lain, objek dari kebajikan-kebajikan intelektual dan moral adalah sesuatu yang dapat dipahami dengan daya pikir manusia. Karenanya, kebajikan-kebajikan teologal secara khusus berbeda dengan kebajikan-kebajikan moral dan intelektual.[36]

Thomas Aquinas menuliskan, "Keserakahan adalah satu dosa melawan Allah yang sama seperti semua dosa berat, karena manusia mengutuk hal-hal kekal demi hal-hal temporal."[butuh rujukan]

Selanjutnya, Thomas membedakan empat jenis hukum: kekal/abadi, kodrat, manusia, dan ilahi. Hukum abadi adalah keputusan Allah yang mengatur semua ciptaan, yaitu, "Hukum yang adalah Daya Pikir Tertinggi, yang tampak tiada dapat berubah dan abadi bagi siapa saja yang memahaminya."[37] Hukum kodrat adalah "partisipasi" manusia dalam hukum abadi dan didapati dengan akal atau daya pikir.[38] Hukum kodrat didasarkan pada "prinsip-prinsip pertama":

... prinsip hukum yang pertama adalah kebaikan harus dilakukan serta dipromosikan, dan kejahatan harus dihindari. Semua prinsip lainnya dari hukum kodrat didasarkan pada prinsip ini ...[39]

Thomas menanggapi pertanyaan apakah hukum kodrat mengandung beberapa prinsip atau hanya satu saja: "Segala kecondongan yang dimiliki segmen apapun dari kodrat manusia, misalnya segmen yang dikendalikan hawa nafsu dan segmen yang mudah marah, adalah termasuk dalam hukum kodrat sejauh segmen-segmen tersebut diperintah oleh daya pikir, dan kesemuanya ditunggalkan menjadi satu prinsip pertama, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Demikian, prinsip-prinsip hukum kodrat dengan sendirinya adalah banyak, tetapi didasarkan pada satu fondasi umum."[40]

Hasrat untuk hidup dan berkembang biak diperhitungkan oleh Thomas di antara nilai-nilai asasi manusia (kodrati) yang menjadi dasar dari semua nilai manusia. Menurutnya, segala kecenderungan manusia terarah pada kebaikan-kebaikan manusia yang sebenarnya. Dalam hal ini, kodrat manusia yang dimaksud adalah perkawinan, sebagai penyerahan diri sendiri secara menyeluruh kepada pasangannya demi menentukan kelangsungan hidup keluarga dan masa depan umat manusia.[41] Ia mendefinisikan kecenderungan ganda dari tindakan mencintai: "ke arah kebaikan yang manusia kehendaki bagi seseorang (bagi dirinya sendiri ataupun bagi orang lain), dan ke arah apa/siapa yang menjadi tujuannya menghendaki kebaikan tersebut".[42]

Mengenai Hukum Manusia, Thomas menyimpulkan, "... bahwa sama seperti—pada daya pikir spekulatif—dari prinsip-prinsip yang tak dapat dibuktikan namun diketahui secara kodrati kita menarik kesimpulan-kesimpulan dalam beragam sains, pengetahuan yang tidak diberikan kepada kita secara kodrati melainkan diperoleh melalui aktivitas daya pikir, demikian pula dari prinsip-prinsip hukum kodrat, dari prinsip-prinsip yang umum dan tak dapat dibuktikan, daya pikir manusia perlu berlanjut ke proses menentukan hal-hal tertentu dengan cara yang lebih khusus. Penentuan-penentuan yang dilakukan secara khusus ini, yang dibentuk oleh daya pikir manusia, disebut hukum-hukum manusia, dengan syarat kondisi-kondisi esensial lainnya terpenuhi, ..."[43] Hukum manusia merupakan hukum positif: hukum kodrat yang diaplikasikan pemerintah kepada masyarakat.[44]

Hukum kodrat dan hukum manusia dipandang tidak cukup, namun diperlukan hukum Ilahi untuk mengarahkan perilaku manusia. Hukum ilahi adalah hukum yang diwahyukan secara khusus di dalam Kitab Suci. Thomas menulis, "Sang Rasul mengatakan (Ibrani 7:12): 'Sebab, jikalau imamat berubah, dengan sendirinya akan berubah pula hukum Taurat itu.' Tetapi terdapat dua jenis imamat, sebagaimana ternyatakan dalam bagian yang sama, yaitu imamat Lewi dan imamat Kristus. Karena itu terdapat dua hukum Ilahi, yaitu Hukum Lama dan Hukum Baru."[45]

Thomas juga sangat mempengaruhi pemahaman Katolik seputar dosa berat dan dosa ringan.

Thomas Aquinas menyebutkan kalau hewan tak mampu berbicara dan bahwa tatanan alam atau kodrati telah menyatakan penggunaan hewan untuk keperluan manusia. Thomas tidak sepakat dengan pandangan yang menyatakan bahwa manusia memiliki kewajiban untuk mengasihi hewan layaknya mengasihi pribadi manusia. Sebaliknya, membunuh hewan untuk dimakan bukan merupakan perbuatan melanggar hukum. Tetapi manusia tetap perlu mengasihi hewan, karena "kebiasaan-kebiasaan kejam dapat terbawa ke dalam perlakuan kita terhadap manusia".[46][47]

Thomas berkontribusi pada pemikiran ekonomi dengan menyajikannya sebagai salah satu aspek etika dan keadilan. Ia membahas konsep harga yang adil, yang secara umum dapat dikatakan sebagai harga pasar atau suatu harga yang diatur secukupnya untuk menutupi biaya produksi dari penjual. Ia berpendapat bahwa adalah tidak bermoral apabila penjual menaikkan harga hanya karena pembeli berada dalam keadaan mendesak.[48][49]

Teologi

Patung St. Thomas Aquinas dari abad ke-17

Thomas Aquinas memandang teologi, atau doktrin suci, sebagai sains,[50] data bahan baku yang terdiri dari tulisan suci dan tradisi Gereja Katolik. Sumber-sumber data tersebut dihasilkan oleh wahyu atau penyataan diri Allah kepada sejumlah individu dan sekelompok orang dalam sejarah Gereja. Iman dan daya pikir, kendati berbeda, adalah saling terkait dan merupakan dua alat utama untuk memproses data teologi. Thomas percaya bahwa keduanya diperlukan—atau, lebih tepatnya, perjumpaan keduanya diperlukan—agar seseorang memperoleh pengetahuan sejati tentang Allah. Thomas memadukan filsafat Yunani dan doktrin Kristiani dengan mengemukakan bahwa pemikiran rasional dan studi seputar kodrat atau alam, seperti pengilhaman, merupakan cara-cara yang sahih untuk memahami kebenaran terkait Allah. Menurutnya, Allah mengungkapkan diri melalui alam, sehingga mempelajari alam berarti mempelajari Allah. Dalam benak Thomas, tujuan utama teologi adalah menggunakan daya pikir untuk memahami kebenaran tentang Allah dan untuk mengalami keselamatan melalui kebenaran tersebut.

Wahyu

Thomas meyakini bahwa kebenaran diketahui melalui akal atau daya pikir (oleh wahyu kodrati) dan iman (oleh wahyu adikodrati). Wahyu ilahi atau adikodrati bersumber dari pengilhaman Roh Kudus dan diberikan melalui pengajaran para nabi, dirangkum dalam Kitab Suci, serta ditransmisikan oleh Magisterium; secara keseluruhan semuanya itu disebut "Tradisi". Wahyu kodrati adalah kebenaran yang tersedia bagi semua orang melalui kodrat manusia dan kekuatan daya pikir mereka. Ia mencontohkan kalau hal ini diaplikasikan pada cara-cara rasional untuk mengetahui keberadaan Allah.

Kendati setiap orang dimungkinkan untuk menarik kesimpulan mengenai keberadaan Allah dan semua Atribut-Nya (seperti Kemanunggalan, Kebenaran, Kebaikan, Kekuasaan, Pengetahuan) melalui daya pikir, sejumlah hal tertentu hanya dimungkinkan untuk diketahui dari penyataan atau wahyu khusus Allah melalui Yesus Kristus. Komponen-komponen teologis utama Kekristenan, seperti Trinitas, Inkarnasi, dan kasih, disingkapkan dalam ajaran-ajaran Gereja serta Kitab Suci, dan tidak dapat disimpulkan dengan daya pikir masing-masing orang.[51]

Pemeliharaan kodrat di dalam rahmat

Pengetahuan yang tersingkap tidak meniadakan kebenaran dan kepenuhan ilmu manusia sebagai makhluk insani, bahkan menetapkan keduanya. Pertama, pengetahuan tersebut memungkinkan hal-hal yang sama untuk dapat diperlakukan dari dua perspektif berbeda tanpa saling membatalkan satu sama lain; dengan demikian dimungkinkan adanya dua ilmu Allah. Kedua, pengetahuan tersebut meletakkan dasar bagi kedua ilmu itu: yang satu berfungsi melalui kekuatan dari penerangan daya pikir kodrati, yang lainnya melalui penerangan wahyu ilahi. Selain itu, masing-masing ilmu, setidaknya sampai batas tertentu, dapat saling menjaga jalan satu sama lain karena keduanya berbeda "berdasarkan genus". Doktrin suci adalah satu ragam hal yang berbeda secara fundamental dengan teologi, yang adalah bagian dari filsafat (ST I. 1.1 ad 2).

Iman dan daya pikir saling melengkapi, bukan saling menyanggah, masing-masing memberikan sudut pandang yang berbeda tentang kebenaran yang sama.

Hakikat Allah

Thomas meyakini bahwa keberadaan Allah sudah jelas atau terbukti dengan sendirinya, tetapi tidak demikian bagi kita. "Oleh karena itu saya mengatakan bahwa proposisi ini, 'Allah ada', sudah jelas dengan sendirinya, sebab predikatnya sama dengan subjeknya, ... Karena kita tidak mengetahui esensi Allah, proposisi itu tidak jelas bagi kita; namun perlu ditunjukkan dengan hal-hal yang lebih kita kenal, meski kurang dikenal hakikatnya—dengan kata lain, melalui akibat-akibat yang ditimbulkannya."[52]

Thomas percaya bahwa eksistensi atau keberadaan Allah dapat didemonstrasikan. Secara singkat dalam Summa theologiae, dan lebih ekstensif lagi dalam Summa contra Gentiles, ia memikirkan dengan sangat terperinci lima argumen mengenai keberadaan Allah, yang dikenal luas dengan sebutan quinque viae (Lima Jalan).

  1. Gerak: Sejumlah hal tidak diragukan lagi bergerak, kendati tidak dapat menyebabkan pergerakannya sendiri. Karena, sebagaimana diyakini Thomas, tidak ada rantai penyebab pergerakan yang tiada batas, tentu ada Penggerak Pertama yang tidak digerakkan oleh segala hal lain, dan ini yang dipahami semua orang adalah Allah.
  2. Kausalitas: Sebagaimana dalam kasus gerak, tidak ada ciptaan yang dapat menjadi penyebab dirinya sendiri, dan rantai kausalitas yang tiada batas adalah mustahil, sehingga tentu ada Penyebab Pertama, yang disebut Allah.
  3. Keniscayaan keberadaan: Keberadaan semua hal yang teramati tampaknya seolah-olah mungkin saja tidak ada. Apabila semua hal dapat tidak ada, tentunya pernah terjadi ketiadaan segalanya, dan jika demikian segalanya akan senantiasa tidak ada. Karenanya tentu ada keberadaan yang memiliki keniscayaan dari dirinya sendiri, penyebab dari keberadaan semua hal.
  4. Gradasi: Apabila gradasi (derajat atau tingkatan) dalam semua hal dapat diamati, bahwa ada sejumlah hal yang lebih panas, lebih baik, dan lain-lain, tentu ada tingkatan tertinggi atau superlatif yang merupakan hal yang paling benar dan paling mulia, dan yang paling sepenuhnya ada. Karenanya ini disebut Allah
  5. Kecenderungan alam yang tertata: Arah semua aksi menuju suatu akhir dapat diamati dalam semua hal dan terjadi seturut hukum kodrat atau alam. Segala sesuatu yang tanpa intelek memiliki kecenderungan yang terarah kepada suatu tujuan berdasarkan panduan dari sesuatu yang intelek. Ini disebut Allah[53]

Mengenai hakikat Allah, Thomas merasa bahwa pendekatan terbaik, yang lazim disebut via negativa, adalah mempertimbangkan apa yang bukan Allah. Hal ini membuatnya mengajukan lima pernyataan seputar kualitas-kualitas ilahi:

  1. Allah itu sederhana, tanpa tata susun bagian-bagian, seperti tubuh dan jiwa, atau materia (materi) dan forma (bentuk).[54]
  2. Allah itu sempurna, tidak kekurangan apa-apa. Maksudnya, Allah dibedakan dari keberadaan lainnya karena aktualitas Allah yang lengkap dan penuh.[55] Thomas mendefinisikan Allah sebagai 'Ipse Actus Essendi subsistens,' tindakan subsisten keberadaan (tindakan dari keberadaan atau esensi tanpa ketergantungan pada keberadaan lainnya).[56][4]
  3. Allah itu tanpa batas. Maksudnya, Allah tidak terbatas pada penghalang-penghalang yang membatasi makhluk-makhluk ciptaan secara fisik, intelektual, maupun emosional. Ketidakterbatasan tersebut perlu dibedakan dari ketidakterbatasan ukuran dan ketidakterbatasan kuantitas.[57]
  4. Allah itu lestari, tidak dapat mengalami perubahan pada tingkatan-tingkatan karakter dan esensi Allah.[58]
  5. Allah itu satu, tanpa diversifikasi di dalam Allah itu sendiri. Kemanunggalan Allah sedemikian rupa sehingga esensi Allah sama dengan eksistensi atau keberadaan Allah. Dalam kata-kata Thomas, "Eksistensi Allah niscaya benar, sebab di dalamnya subjek dan predikatnya sama."[59]

Hakikat dosa

Mengikuti St. Agustinus dari Hippo, Thomas mendefinisikan dosa sebagai "kata, perbuatan, ataupun keinginan, yang bertentangan dengan hukum abadi".[60] Perlu diperhatikan adanya hakikat kesesuaian hukum dalam filsafat hukum Thomas. Hukum kodrat (hukum alam) adalah representasi atau instansiasi dari hukum abadi. Karena hukum kodrat adalah apa yang manusia tetapkan berdasarkan hakikatnya sendiri (sebagai mahkluk rasional), ketidakpatuhan pada daya pikir merupakan ketidakpatuhan pada hukum kodrat dan hukum abadi. Dengan demikian hukum abadi secara logis telah ada sebelum penerimaan "hukum kodrat" (yang ditetapkan oleh daya pikir) maupun "hukum ilahi" (yang ditemukan dalam Perjanjian Lama dan Baru). Dengan kata lain, kehendak Allah mencakupi akal (daya pikir) maupun penyataan (wahyu). Dosa mengesampingkan akal seseorang di satu sisi, atau juga penyataan di sisi lainnya, dan identik dengan "kejahatan" (tidak adanya kebaikan, atau privatio boni[61]). Thomas, sama seperti semua kalangan Skolastik, umumnya berpendapat bahwa hasil temuan akal dan data penyataan tidak dapat saling bertentangan, sehingga keduanya merupakan panduan untuk memahami kehendak Allah bagi manusia.

Hakikat Trinitas

Thomas berpendapat bahwa Allah, selain manunggal secara sempurna, juga dideskripsikan secara sempurna oleh Tiga Pribadi yang Saling Terkait. Ketiga pribadi tersebut (Bapa, Putra, dan Roh Kudus) direpresentasikan oleh relasi mereka di dalam esensi atau hakikat Allah. Thomas menuliskan bahwa istilah "Trinitas" atau "Tritunggal" "tidak menandakan relasi-relasi yang dimiliki para Pribadi, namun menandakan jumlah pribadi yang saling terkait satu sama lain; dan karenanya kata itu sendiri tidak mengekspresikan acuan pada yang lainnya".[62] Bapa memperanakkan Putra (atau Firman) melalui relasi kesadaran-diri. Tindakan dalam kekekalan tersebut menghasilkan Roh yang kekal "yang memiliki hakikat ilahi sebagai Kasih Allah, Kasih Bapa bagi Firman".

Keberadaan Trinitas tidak tergantung pada dunia ini. Kendati hakikatnya melampaui dunia yang tercipta, Trinitas juga memutuskan untuk memberikan rahmat atau kasih karunia kepada manusia. Menurut Aidan Nichols, Thomas berpendapat bahwa hal ini terlaksana melalui Penjelmaan Firman Allah dalam pribadi Yesus Kristus dan melalui kehadiran Roh Kudus di dalam diri mereka yang mengalami keselamatan dari Allah.[63]

Prima causa (penyebab pertama)

Lima bukti yang diajukan Thomas mengenai keberadaan atau eksistensi Allah mengadopsi beberapa pernyataan Aristoteles seputar asas-asas keberadaan. Karena pandangan bahwa Allah adalah prima causa ("penyebab pertama") berasal dari konsep Aristoteles tentang penggerak yang tak digerakkan, dan penegasannya bahwa Allah adalah penyebab akhir dari segala sesuatu.[64]

Sakramen

Mengenai sakramen, Thomas berpendapat bahwa terdapat tujuh sakramen yang diperintahkan oleh Kristus, dan sakramen yang terpenting adalah Ekaristi (Sacramentum Sacramentorum "Sakramen dari Semua Sakramen") karena mengandung Kristus sendiri. Rahmat adikodrati disalurkan kepada orang beriman melalui sakramen. Dengan menerima sakramen, manusia dimampukan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang berkenan kepada Allah. Teologi Thomas mengenai sakramen banyak ditemukan dalam Summa contra Gentiles dan Summa Theologiae karyanya, sarat dengan kutipan-kutipan dari Kitab Suci dan dari berbagai Bapa Gereja.

Hakikat Yesus Kristus

Dalam Summa Theologica, Thomas mengawali pembahasannya tentang Yesus Kristus dengan menceritakan kisah biblis Adam dan Hawa serta dengan mendeskripsikan dampak-dampak negatif dari dosa asal. Tujuan Inkarnasi Kristus adalah untuk memulihkan kodrat manusia dengan menghapuskan kecemaran dosa, karena hal itu tidak dapat dilakukan sendiri oleh manusia. "Kebijaksanaan Ilahi menilainya pantas bahwa Allah perlu menjadi manusia, sehingga dengan demikian satu orang yang sama dapat memulihkan manusia sekaligus mempersembahkan pemenuhan."[65] Thomas dikatakan mendukung pandangan pemenuhan atau pelunasan dalam pendamaian, karena ia menuliskan bahwa Yesus Kristus wafat "untuk melakukan pemenuhan bagi seluruh umat manusia, yang dijatuhi hukuman mati karena dosa."[66]

Thomas menentang sejumlah teolog historis dan kontemporer yang menganut pandangan berbeda tentang Kristus. Menanggapi Fotinus, Thomas menyatakan bahwa Yesus adalah benar-benar ilahi dan bukan seorang manusia semata. Menanggapi Nestorius, yang mengemukakan bahwa Putra Allah sekadar digabungkan ke dalam manusia Kristus, Thomas berpendapat bahwa kepenuhan Allah merupakan suatu bagian integral dari keberadaan Kristus. Bagaimanapun, ketika menanggapi pandangan-pandangan Apollinaris, Thomas berpendapat bahwa Kristus juga memiliki jiwa (rasional) manusia sejati. Ini menghasilkan dualitas kodrat dalam diri Kristus. Thomas menentang Eutykhes yang menyatakan bahwa dualitas tersebut tetap dipertahankan setelah Inkarnasi. Thomas menyatakan bahwa kedua kodrat tersebut ada secara bersamaan namun dapat dibedakan dalam satu tubuh manusia sejati, tidak seperti ajaran-ajaran Manikeus dan Valentinius.[67]

Sehubungan dengan pernyataan Rasul Paulus bahwa Kristus, "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia" (Filipi 2:6–7), Thomas menyajikan suatu penegasan akan kenosis ilahi yang banyak memberikan informasi mengenai Kristologi Katolik. Selaras dengan hasil Konsili Nicea I, pandangan St. Agustinus dari Hippo, serta pernyataan-pernyataan Kitab Suci, Thomas mendukung doktrin kebakaan ilahi.[68][69][70] Dengan demikian, setelah menjadi manusia, tidak mungkin ada perubahan dalam pribadi ilahi Kristus. Bagi Thomas, "misteri Inkarnasi tidak diselesaikan melalui Allah yang berubah dengan suatu cara apapun dari keadaan Dia berasal dari kekekalan, tetapi melalui penyatuan diri-Nya dengan keberadaan itu dalam suatu cara yang baru, atau lebih tepatnya melalui penyatuan keberadaan itu dengan diri-Nya sendiri."[71] Demikian pula, Thomas menjelaskan bahwa Kristus "mengosongkan diri-Nya sendiri, bukan dengan menanggalkan kodrat ilahi-Nya, tetapi dengan mengambil suatu kodrat manusia."[72] Bagi Thomas, "kodrat ilahi-Nya penuh tanpa ada kekurangan, karena setiap kesempurnaan kebaikan ada di sana. Namun, kodrat manusia dan jiwa-Nya tidak penuh, tetapi mampu mencapai kepenuhan, karena dibuat sebagai sebuah batu tulis yang tidak bertuliskan. Dengan demikian, kodrat manusia-Nya kosong. Karenanya [Rasul Paulus] mengatakan, Dia mengosongkan diri-Nya sendiri, sebab Dia mengambil suatu kodrat manusia."[72]

Singkatnya, "Kristus memiliki satu tubuh sejati dari kodrat yang sama dengan kita, satu jiwa rasional sejati, dan, bersama semua itu, kodrat Ilahi yang sempurna." Dengan demikian, terdapat kesatuan (dalam satu hipostasis-Nya) maupun komposisi (dalam dua kodrat-Nya, manusia dan Ilahi) dalam diri Kristus.[73]

Saya menjawab bahwa, Pribadi atau hipostasis Kristus dapat dilihat dalam dua cara. Pertama apa adanya dalam diri-Nya sendiri, dan karena itu benar-benar sederhana, bahkan sebagai Kodrat dari sang Firman. Kedua, dalam aspek pribadi atau hipostasis yang menjadikannya subsisten dalam suatu kodrat; dan dengan demikian Pribadi Kristus subsisten dalam dua kodrat. Oleh karena itu, kendati terdapat satu keberadaan subsisten dalam Dia, namun terdapat aspek-aspek subsistensi yang berbeda, dan karenanya Dia dikatakan sebagai satu pribadi komposit, karena satu keberadaan subsisten dalam dua kodrat.[74]

Menggemakan St. Athanasius dari Aleksandria, ia mengatakan bahwa, "Karena menginginkan supaya kita ambil bagian dalam keilahian-Nya, Putra tunggal Allah mengambil kodrat kita, sehingga Dia yang menjadi manusia dapat menjadikan umat manusia ilahi."[75][76]

Tujuan hidup manusia

Thomas Aquinas mengidentifikasi tujuan keberadaan manusia sebagai persatuan dan persekutuan abadi dengan Allah. Tujuan tersebut dicapai melalui visiun beatifis ("pandangan yang penuh kebahagiaan"), yang di dalamnya seseorang mengalami kebahagiaan sempurna dan tanpa akhir karena melihat esensi Allah. Visiun tersebut terjadi setelah kematian lahiriah sebagai suatu anugerah atau pemberian dari Allah kepada mereka yang dalam kehidupannya mengalami keselamatan dan penebusan melalui Kristus.

Tujuan persatuan dengan Allah memiliki implikasi-implikasi bagi kehidupan individu di dunia ini. Thomas menyatakan bahwa kehendak bebas dari individu perlu diarahkan menuju hal-hal yang benar, seperti kasih, perdamaian, dan kekudusan. Orientasi tersebut juga dilihatnya sebagai jalan menuju kebahagiaan, dan tampak pada susunan karyanya tentang kehidupan moral yang berkisar pada gagasan akan kebahagiaan. Pertalian antara kehendak dan tujuan pada dasarnya bersifat anteseden, "karena ketulusan kehendak meliputi keterarahan yang sebagaimana mestinya pada tujuan akhir [yaitu visiun beatifis]." Mereka yang benar-benar berupaya untuk memahami dan mencari kehendak Allah niscaya akan mengasihi apa yang Allah kasihi. Kasih atau cinta semacam itu mensyaratkan moralitas, dan menghasilkan "buah" dalam pilihan-pilihan yang diambil manusia di dalam hidupnya sehari-hari.[77]

Pengaruh modern

Jendela kaca patri bergambar Santo Thomas Aquinas di St. Joseph's Catholic Church (Central City, Kentucky).

Banyak etikawan dari dalam ataupun dari luar Gereja Katolik (khususnya Philippa Foot dan Alasdair MacIntyre) yang mengemukakan pendapat seputar kemungkinan penggunaan etika kebajikan yang diajukan St. Thomas sebagai suatu cara untuk menghindari utilitarianisme atau etika deontologis yang diajukan Kant. Melalui karya tulis para filsuf abad ke-20 seperti Elizabeth Anscombe (terutama dalam buku Intention karyanya), pandangan St. Thomas seputar teori aktivitas intensional, dan teristimewa prinsip akibat ganda, memperlihatkan pengaruhnya.

Neurolog kognitif Walter Freeman mengemukakan bahwa Thomisme merupakan sistem filosofis penjelas kognisi yang paling sesuai dengan neurodinamika di dalam sebuah artikel tahun 2008 dalam jurnal Mind and Matter berjudul "Nonlinear Brain Dynamics and Intention According to Aquinas".[78]

Mont Saint Michel and Chartres karya Henry Adams diakhiri dengan bab yang berpuncak pada St. Thomas, yang di dalamnya Adams menyebutnya seorang "seniman" dan membangun suatu analogi ekstensif antara rancangan "Intelektual Gereja" yang diajukan St. Thomas dengan katedral-katedral gotik pada zaman itu. Erwin Panofsky kemudian menggemakan pandangan-pandangan tersebut dalam Gothic Architecture and Scholasticism (1951).

Teori-teori estetika St. Thomas, khususnya konsep claritas, sangat mempengaruhi praktik literer dari penulis modernis bernama James Joyce, yang pernah memuji St. Thomas sebagai yang kedua setelah Aristoteles di antara jajaran filsuf Barat. Joyce mengacu pada ajaran-ajaran St. Thomas dalam Elementa philosophiae ad mentem D. Thomae Aquinatis doctoris angelici (1898) karya Girolamo Maria Mancini, seorang profesor teologi di Collegium Divi Thomae de Urbe.[79] Sebagai contoh, Elementa karya Mancini dirujuk dalam A Portrait of the Artist as a Young Man karya Joyce.[80]

Pengaruh dari estetika-estetika St. Thomas juga dapat ditemukan dalam karya-karya Umberto Eco, seorang semiotikawan Italia, yang menulis esai seputar gagasan-gagasan estetika yang diajukan St. Thomas (diterbitkan pada tahun 1956 dan edisi revisinya diterbitkan pada tahun 1988).

Karya-karya

Edisi pertama dari kumpulan karya (opera omnia) St. Thomas, yang disebut editio Piana (dari Paus Pius V, paus Dominikan yang menugaskan pembuatannya), diproduksi pada tahun 1570 di studium biara Santa Maria sopra Minerva di Roma, yang adalah cikal bakal Universitas Kepausan Santo Thomas Aquinas, Angelicum.[81]

Edisi kritis dari karya-karya St. Thomas adalah edisi yang sekarang masih berlangsung pengerjaannya berdasarkan penugasan dari Paus Leo XIII (1882–1903), disebut Editio Leonina. Saat ini, kebanyakan karya utamanya telah disunting, Summa Theologiae dalam lima jilid selama tahun 1888–1906, Summa contra Gentiles dalam tiga jilid selama tahun 1918–1930.

Jacques Paul Migne menerbitkan suatu edisi Summa Theologiae, dalam empat jilid, sebagai lampiran untuk Patrologiae Cursus Completus karyanya (edisi bahasa Inggris: Joseph Rickaby 1872, J. M. Ashley 1888).

Teks elektronik dari sebagian besar isi Editio Leonina terlestarikan secara daring di Corpus Thomisticum (corpusthomisticum.org) oleh Enrique Alarcón, Universitas Navarra, dan di Documenta Catholica Omnia.

Lihat pula

Catatan

  1. ^ (Inggris) Saint Thomas Aquinas – CatholicSaints.Info
  2. ^ (Inggris) A. C. Brown, Jonathan (2014). Misquoting Muhammad: The Challenge and Choices of Interpreting the Prophet's Legacy. Oneworld Publications. hlm. 12. ISBN 978-1780744209. Thomas Aquinas admitted relying heavily on Averroes to understand Aristotle. 
  3. ^ (Inggris) Conway, John Placid (1911). Saint Thomas Aquinas. London. 
  4. ^ a b (Inggris) Rev. Vaughan, Roger Bede (1871). The Life and Labours of St. Thomas of Aquin: Vol.I. London. 
  5. ^ (Inggris) See Pius XI, Studiorum Ducem 11 (29 June 1923), AAS, XV ("non modo Angelicum, sed etiam Communem seu Universalem Ecclesiae Doctorem"). The title Doctor Communis dates to the fourteenth century; the title Doctor Angelicus dates to the fifteenth century, see Walz, Xenia Thomistica, III, p. 164 n. 4. Tolomeo da Lucca writes in Historia Ecclesiastica (1317): "This man is supreme among modern teachers of philosophy and theology, and indeed in every subject. And such is the common view and opinion, so that nowadays in the University of Paris they call him the Doctor Communis because of the outstanding clarity of his teaching." Historia Eccles. xxiii, c. 9.
  6. ^ (Inggris) Saint Thomas Aquinas, Stanford Encyclopedia of Philosophy 
  7. ^ (Inggris) St. Thomas Aquinas, Encyclopædia Britannica 
  8. ^ (Inggris) Code of Canon Law, Can. 252, §3 "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 8 May 2011. Diakses tanggal 22 March 2011. 
  9. ^ (Inggris) Benedict XV Encyclical Fausto appetente die 29 June 1921, AAS 13 (1921), 332; Pius XI Encyclical Studiorum Ducem §11, 29 June 1923, AAS 15 (1923), cf. AAS 17 (1925) 574; Paul VI, 7 March 1964 AAS 56 (1964), 302 (Bouscaren, vol. VI, pp. 786–88).
  10. ^ (Inggris) Aquinas, Thomas (1993). Selected Philosophical Writings. Oxford University Press. hlm. Xi. ISBN 0192835858. 
  11. ^ (Inggris) Jean-Pierre Torrell, Saint Thomas Aquinas: The Person And His Work, CUA press, 2005, p. 3. Google Book
  12. ^ a b (Inggris) Mortimer J. Adler (ed.). Great Books of The Western World: 17 Aquinas:1. 1952. London. Penerbit: Encyclopedia Britannica, Inc.
  13. ^ Hampden, The Life, p. 14.
  14. ^ Stump, Aquinas, p. 3.
  15. ^ Schaff, Philip (1953). Thomas Aquinas, pp. 422–23.
  16. ^ Davies, Aquinas: An Introduction, pp. 1–2
  17. ^ a b c Davies, Aquinas: An Introduction, p. 2
  18. ^ Hampden, The Life, pp. 21–22.
  19. ^ (Inggris) Grabmann, Martin. Virgil Michel, trans. Thomas Aquinas: His Personality and Thought. (Kessinger Publishing, 2006), pp. 2.
  20. ^ (Inggris) Collison, Diane, and Kathryn Plant. Fifty Major Philosophers. 2nd ed. New York: Routledge, 2006.
  21. ^ a b Hampden, The Life, p. 23.
  22. ^ Hampden, The Life, p. 24.
  23. ^ Hampden, The Life, p. 25.
  24. ^ Hampden, The Life, pp. 27–28.
  25. ^ a b Robert Audi (ed.). The Cambridge Dictionary of Philosophy. 1941. New York. Penerbit: Cambridge University Press.
  26. ^ a b Susan Lynn Peterson. Timeline Charts of The Western Church. 1957. Michigan. Penerbit: Zondervan Publishing House
  27. ^ (Inggris) Some would not describe Thomas as a philosopher. See, e.g., Mark D. Jordan, "Philosophy in a Summa of Theology", in Rewritten Theology: Aquinas after his Readers (Oxford: Blackwell, 2006) pp. 154–70. [1]
  28. ^ (Inggris) Davies, Brian (2004). Aquinas. Continuum International Publishing Group. hlm. 14. 
  29. ^ (Inggris) "Blog Archive " Saint Thomas Aquinas". Saints.SQPN.com. 22 October 1974. Diakses tanggal 2010-01-17. 
  30. ^ a b (Inggris) "Summa, I–II, Q109a1". Ccel.org. Diakses tanggal 2012-03-25. 
  31. ^ Geisler, p. 727.
  32. ^ (Inggris) "Summa, Q55a1". Ccel.org. Diakses tanggal 2012-02-02. 
  33. ^ (Inggris) 3. Aquinas
  34. ^ (Inggris) Summa Theologica, First Part of the Second Part, Question 94 Reply Obj. 2
  35. ^ Summa Question 94, A.3
  36. ^ (Inggris) "Summa, Q62a2". Ccel.org. Diakses tanggal 2012-02-02. 
  37. ^ Aquinas Summa Theologica q91 a1
  38. ^ (Inggris) Pojman, Louis (1995). Ethics: Discovering Right and Wrong. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. ISBN 0-534-56138-1. 
  39. ^ (Inggris) "Summa, Q94a2". Ccel.org. Diakses tanggal 2012-02-02. 
  40. ^ Summa Theologica, Question 94, Second Article Reply Obj.2
  41. ^ (Latin) Aquinas, Thomas. "IV In Sententiae. d. 27 q. 1 a.1". Commentary. Diakses tanggal 2011-09-21. 
  42. ^ (Inggris) "St. Thomas Aquinas, STh I–II, 26, 4, corp. art". Newadvent.org. Diakses tanggal 2010-10-30. 
  43. ^ (Inggris) St. Thomas Aquinas, "First Part of the Second Part: Question 91. The various kinds of law", The Summa Theologiæ 
  44. ^ Summa,Q.94, A.3.
  45. ^ Summa, Q.91, A.5
  46. ^ (Inggris) Honderich, Ted, ed. (1995). "Animals: Peter Singer". The Oxford Companion to Philosophy. Oxford. hlm. 35–36. 
  47. ^ (Inggris) St. Thomas Aquinas, "Second Part of the Second Part: Question 64. Murder", The Summa Theologiæ 
  48. ^ (Inggris) Thomas Aquinas. Summa Theologica. "Of Cheating, Which Is Committed in Buying and Selling." Translated by The Fathers of the English Dominican Province [2] Retrieved 19 June 2012
  49. ^ Barry Gordon (1987). "Aquinas, St Thomas (1225–1274)", v. 1, p. 100
  50. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Stanford
  51. ^ (Inggris) Hankey, Wayne (2013). The Routledge Companion to Philosophy of Religion (edisi ke-Second). CSU East Bay: Routledge. hlm. 134–35. ISBN 978-0-415-78295-1. 
  52. ^ (Inggris) St. Thomas Aquinas, "First Part: Question 2. The existence of God", The Summa Theologiæ 
  53. ^ (Inggris) Summa of Theology I, q.2, The Five Ways Philosophers Have Proven God's Existence
  54. ^ Kreeft, pp. 74–77.
  55. ^ Kreeft, pp. 86–87.
  56. ^ (Inggris) See Actus Essendi. See also Online Resources: Actus Essendi Electronic Journal.
  57. ^ Kreeft, pp. 97–99.
  58. ^ Kreeft, p. 105.
  59. ^ Kreeft, pp. 111–12.
  60. ^ (Inggris) "Summa, II–I, Q.71, art.6". Newadvent.org. Diakses tanggal 2010-01-17. 
  61. ^ (Inggris) Summa, II–I, Q.75, art.1. "For evil is the absence of the good, which is natural and due to a thing."
  62. ^ (Inggris) St. Thomas Aquinas, "First Part: Question 31. The unity or plurality in God", The Summa Theologiæ 
  63. ^ (Inggris) Nichols, Aidan (2002). Discovering Aquinas. Grand Rapids, Michigan: Eerdmans Publishing Company. hlm. 173–74. 
  64. ^ (Inggris) Nichols, Aidan (2002). Discovering Aquinas. Grand Rapids, Michigan: Eerdmans Publishing Company. hlm. 80–82. 
  65. ^ Thomas Aquinas, pp. 228–29.
  66. ^ (Inggris) "Summa, III, Q.50, art.1". Newadvent.org. Diakses tanggal 2010-01-17. 
  67. ^ Thomas Aquinas, pp. 231–39.
  68. ^ (Inggris) "The Profession of Faith of the 318 Fathers," First Council of Nicaea – 325 AD, available at http://www.papalencyclicals.net/Councils/ecum01.htm, §2.
  69. ^ Augustine, Sermo VII, 7.
  70. ^ Sebagai contoh, Maleakhi 3:6 dan Yakobus 1:17
  71. ^ ST III.1.1.
  72. ^ a b (Inggris) Commentary on Saint Paul's Letter to the Philippians, available at http://dhspriory.org/thomas/english/SSPhilippians.htm, §2-2.
  73. ^ Thomas Aquinas, pp. 241, 245–49. Emphasis is the author's.
  74. ^ (Inggris) St. Thomas Aquinas, "Third Part: Question 2. The mode of union of the Word incarnate", The Summa Theologiæ 
  75. ^ (Inggris) Weigel, George (2001). The Truth of Catholicism. New York City: Harper Collins. hlm. 9. ISBN 0-06-621330-4. 
  76. ^ (Inggris) "Paragraph 460", Catechism of the Catholic Church, Second Edition, Libreria Editrice Vaticana, 2012 
  77. ^ Kreeft, p. 383.
  78. ^ (Inggris) Freeman, Walter (2008). "Nonlinear Brain Dynamics and Intention According to Aquinas" (PDF). Mind & Matter. Exeter, UK: Imprint Academic. 62 (2): 207–234. ISSN 2051-3003. Diakses tanggal April 13, 2013. 
  79. ^ (Inggris) The Irish Ecclesiastical Record, Vol V, Year 32, No. 378, June, 1899, p. 570 Accessed 3-7-2013
  80. ^ (Inggris) A Portrait of the Artist as a Young Man, James Joyce, Wordsworth 1992 edition, Introduction and Notes by Jacqueline Belanger, 2001, p. 136, note 309: "Synopsis Philosophiae ad mentem D. Thomae This appears to be a reference to Elementa Philosophiae ad mentem D. Thomae Aquinatis, a selection of Thomas Thomas's writings edited and published by G. M. Mancini in 1898. (G)" https://books.google.com/books?id=C_rPXanc_HAC&pg=PA221#v=onepage&q&f=false Accessed 3-6-2013
  81. ^ (Inggris) Christopher J. Renzi, In This Light Which Gives Light: A History of the College of St. Albert the Great, p. 42, Accessed 4-24-2011

Referensi

Atribusi

Bacaan lanjutan

  • (Inggris) Copleston, Frederick (1991). Aquinas: An Introduction to the Life and Work of the Great Medieval Thinker. Penguin Books. ISBN 0-14-013674-6. 
  • (Portugis) Faitanin, Paulo (2008). A Sabedoria do Amor: iniciação à filosofia de Santo Tomás de Aquino. Instituto Aquinate. ISSN 1982-8845. 
  • (Portugis) ——— (2008). O Ofício do Sábio: o modo de estudar e ensinar segundo Santo Tomás de Aquino. Instituto Aquinate. ISSN 1982-8845. 
  • (Inggris) Paterson, Craig & Matthew S. Pugh (eds.), Analytical Thomism: Traditions in Dialogue. Ashgate, 2006. Introduction to Thomism
  • (Inggris) Porro, Paquale (2015). Thomas Aquinas: A Historical and Philosophical Profile. Washington, D.C.: Catholic University of America Press. ISBN 978-0-8132-2805-1. 
  • (Inggris) Schmitz, Kenneth (2007). St. Thomas Aquinas (audiobook). Narrated by Charlton Heston. Ashland, Oregon; Boulder, Colorado: Knowledge Products; Blackstone Audiobooks; NetLibrary. ISBN 0-7861-6932-X. OCLC 78235338. 
  • (Inggris) Strathern, Paul (1998). Thomas Aquinas in 90 Minutes. Chicago: I.R. Dee. 90 pp. ISBN 1-56663-194-7.
  • (Inggris) Thomas Aquinas (1952), edd. Walter Farrell, OP, and Martin J. Healy, My Way of Life: Pocket Edition of St. Thomas – The Summa Simplified for Everyone, Brooklyn: Confraternity of the Precious Blood.
  • (Inggris) Torrell, Jean-Pierre (2005). Saint Thomas Aquinas (edisi ke-Rev.). Washington, D.C.: Catholic University of America Press. ISBN 978-0-8132-1423-8. OCLC 456104266. 
  • (Inggris) Wallace, William A (1970). "Thomas Aquinas, Saint". Dalam Gillispie, Charles. Dictionary of Scientific Biography. 1. New York: Scribner & American Council of Learned Societies. hlm. 196–200. ISBN 978-0-684-10114-9. 
  • (Inggris) Weisheipl, James (1974). Friar Thomas D'Aquino: his life, thought, and work (edisi ke-1st). Garden City, New York: Doubleday. ISBN 978-0-385-01299-7. 
  • (Inggris) Eugene F. Rogers Jr., Aquinas and the Supreme Court: Biblical Narratives of Jews, Gentiles and Gender [1 ed.], 1118391160, 9781118391167 Wiley-Blackwell 2013

Pranala luar

Biografi

Tentang pemikirannya

Oleh Thomas Aquinas

Templat:Sejarah teologi Katolik Templat:Etika kebajikan Katolik

Templat:Filsafat abad pertengahan

Templat:Etika