Lompat ke isi

Khalid bin Walid: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 46: Baris 46:
Ibu Khalid adalah al-Asma binti al-Harith bin Hazn, yang umumnya dikenal sebagai Lubaba as-Sughra ('Lubaba si kecil', untuk membedakannya dari kakak separuhnya, Lubaba al-Kubra) dari suku nomaden [[Banu Hilal|Bani Hilal]].{{sfn|Landau-Tasseron|1998|pp=202–203}} Lubaba al-Sughra masuk Islam sekitar 622 M dan saudari tirinya dari pihak ayahnya, Maimunah, menjadi istri dari Muhammad. Melalui hubungan dari pihak ibunya, Khalid menjadi sangat akrab dengan gaya hidup suku [[Suku Badui (Arab)|Badui]] (Arab nomaden).{{sfn|Lecker|2004|p=694}}
Ibu Khalid adalah al-Asma binti al-Harith bin Hazn, yang umumnya dikenal sebagai Lubaba as-Sughra ('Lubaba si kecil', untuk membedakannya dari kakak separuhnya, Lubaba al-Kubra) dari suku nomaden [[Banu Hilal|Bani Hilal]].{{sfn|Landau-Tasseron|1998|pp=202–203}} Lubaba al-Sughra masuk Islam sekitar 622 M dan saudari tirinya dari pihak ayahnya, Maimunah, menjadi istri dari Muhammad. Melalui hubungan dari pihak ibunya, Khalid menjadi sangat akrab dengan gaya hidup suku [[Suku Badui (Arab)|Badui]] (Arab nomaden).{{sfn|Lecker|2004|p=694}}


== Kehidupan Awal ==
== Awal karir militernya ==
Khalid bin Walid ( Syaifullah Al - Maslul ) dilahirkan kira-kira 17 tahun sebelum masa pembangunan Islam. Dia anggota suku Bani Makhzum. Ayahnya bernama Walid bin al-Mughirah yang memiliki jabatan sebagai kepala suku [[Bani Makhzum]], suatu [[klan]] (bagian) dari [[suku Quraisy]] yang menetap di [[Mekkah]]. Sedangkan ibu Khalid bernama Lubabah binti al-Harith.


=== Oposisi terhadap Muhammad ===
Setelah kelahirannya, sesuai dengan tradisi kaum Quraisy pada zaman itu, Khalid dikirim ke sebuah suku Badui di gurun, dimana ibu angkat akan merawatnya. Saat Khalid berumur 5 atau 6, dia dikembalikan ke orang tuanya di Mekkah. Pada masa kanak-kanaknya, Khalid pernah mengalami serangan cacar ringan, cacar tersebut hilang walaupun meninggalkan beberapa bekas luka di pipi kirinya.
[[Berkas:Battle_of_Uhud_624_CE.png|al=Battle map showing the positions of opposing troops and topographical features of the battlefield|jmpl|Peta yang menunjukkan penempatan pasukan dan manuver pada Pertempuran Uhud, di mana Khalid dan pasukan berkudanya mengalahkan pasukan Muslim yang dipimpin oleh nabi Islam Muhammad pada tahun 625.]]
Kaum Makhzum sangat menentang Muhammad, dan pemimpin utama klan ini, Amr ibn Hisyam (Abu Jahl), yang merupakan sepupunya Khalid, mengorganisir aksi boikot terhadap klan Muhammad, Bani Hasyim dari suku Quraish, pada sekitar tahun 616-618.{{sfn|Hinds|1991|p=138}} Setelah Muhammad berhijrah dari Mekah ke Medinah di tahun 622, kaum Makhzum di bawah Abu Jahl memimpin perang melawannya sampai mereka dikalahkan di Pertempuran Badar di tahun 624.{{sfn|Hinds|1991|p=138}} Sekitar dua puluh lima sepupu ayah Khalid, termasuk Abu Jahl, dan banyak sanak saudara lainnya terbunuh dalam pertempuran itu.{{sfn|Hinds|1991|p=138}}
[[Berkas:Mount_Uhud.JPG|al=Black mountains in a desert with a white mosque with a minaret in the foreground|kiri|jmpl|Gunung Uhud (foto tahun 2009) di mana pertempuran terjadi]]
Tahun berikutnya Khalid memimpin sayap kanan kavaleri dari pasukan Mekah yang berhadapan dengan Muhammad pada Pertempuran Uhud di utara Madinah.{{sfn|Robinson|2000|p=782}} Menurut sejarawan Donald Routledge Hill, alih-alih melancarkan serangan frontal terhadap barisan Muslim di lereng Gunung Uhud, "Khalid mengadopsi taktik yang cerdas" dengan mengelilingi gunung dan melewati bagian samping pasukan Muslim.{{sfn|Hill|1975|p=37}} Ia maju melalui lembah Wadi Qanat di sebelah barat Uhud sampai akhirnya dicegat oleh pemanah-pemanah Muslim di selatan lembah di Gunung Ruma.{{sfn|Hill|1975|p=37}} Pasukan Muslim memperoleh keunggulan awal dalam pertarungan, tetapi setelah sebagian besar pemanah Muslim meninggalkan posisi mereka untuk bergabung dengan penyerbuan ke perkemahan Mekah, Khalid menyerbu ke dalam celah yang timbul di garis pertahanan belakang pasukan Muslim.{{sfn|Robinson|2000|p=782}}{{sfn|Hill|1975|p=37}} Dalam pertempuran berikutnya, beberapa lusin pasukan Muslim terbunuh.{{sfn|Robinson|2000|p=782}} Narasi-narasi dari pertempuran tersebut mendeskripsikan Khalid mengendarai kuda menembus medan pertempuran, menghabisi para pasukan Muslim dengan tombaknya.{{sfn|Hill|1975|p=39}} Shaban memuji "kejeniusan militer" Khalid sebagai alasan kemenangan suku [[Quraisy]] di Uhud, satu-satunya pertempuran di mana suku tersebut mengalahkan Muhammad.{{sfn|Shaban|1971|p=23}}


Pada tahun 628 Muhammad dan para pengikutnya menuju Makkah untuk melakukan umrah (peziarahan kecil ke Makkah) dan suku Quraisy mengirimkan 200 kavaleri untuk mencegatnya setelah mendengar keberangkatannya.{{sfn|Watt|1971|p=539}} Khalid adalah pimpinan kavaleri tersebut dan Muhammad menghindari menghadapinya dengan mengambil rute alternatif yang tidak konvensional dan sulit untuk dilalui, yang tertuju ke [[Hudaibiyah]] di tepi Makkah. Setelah menyadari perubahan arah Muhammad, Khalid mundur ke Mekah. Sebuah gencatan senjata antara Muslim dan suku Quraish dicapai dalam [[Perjanjian Hudaibiyyah|Perjanjian Hudaibiyah]] di bulan Maret.{{sfn|Watt|1971|p=539}}
Khalid termasuk di antara keluarga Nabi yang sangat dekat. Maimunah, bibi dari Khalid, adalah isteri Nabi. Dengan Umar sendiri pun Khalid ada hubungan keluarga, yakni saudara sepupunya. Suatu hari pada masa kanak-kanaknya kedua saudara sepupu ini main adu gulat. Khalid dapat mematahkan kaki Umar. Untunglah dengan melalui suatu perawatan kaki Umar dapat diluruskan kembali dengan baik.


=== Mualaf dan pengabdian di bawah Muhammad ===
Awalnya Khalid bin Walid adalah panglima perang kaum kafir [[Quraisy]] yang terkenal dengan pasukan kavalerinya. Pada saat [[Pertempuran Uhud]], Khalidlah yang melihat celah kelemahan pasukan Muslimin yang menjadi lemah setelah bernafsu mengambil rampasan perang dan turun dari Bukit Uhud dan menghajar pasukan Muslim pada saat itu. Tetapi setelah perang itulah Khalid mulai masuk [[Islam]].
Pada tahun 6 H (sekitar tahun 627) atau 8 H (sekitar tahun 629) Khalid memeluk Islam di hadapan Muhammad bersama dengan Amr ibn al-As dari suku Quraisy;{{sfn|Lecker|1989|p=27, note 25}} sejarawan modern Michael Lecker berkomentar bahwa kisah-kisah yang menyatakan bahwa Khalid dan Amr masuk Islam pada tahun 8 H "mungkin lebih dapat dipercaya".{{sfn|Lecker|1989|p=27}} Sejarawan Akram Diya Umari menyatakan bahwa Khalid dan Amr memeluk Islam dan pindah ke Madinah setelah Perjanjian Hudaybiyya, tampaknya setelah kaum Quraish membatalkan tuntutan ekstradisi orang-orang yang baru mualaf ke Makkah.{{sfn|Umari|1991|p=121}} Setelah mualaf-nya dirinya, Khalid "mulai mengabdikan semua bakat militernya yang cukup besar untuk menyokong negara Muslim yang baru", demikian menurut sejarawan [[Hugh N. Kennedy]].{{sfn|Kennedy|2007|p=76}}


Khalid berpartisipasi dalam ekspedisi ke Mu'ta di [[Yordania]] modern yang diperintahkan oleh Muhammad pada bulan September 629.{{sfn|Crone|1978|p=928}}{{sfn|Kaegi|1995|p=72}} Tujuan dari penyerbuan itu kemungkinan untuk mendapat harta rampasan setelah mundurnya tentara [[Kekaisaran Sasaniyah|Persia Sasania]] dari [[Suriah (provinsi Romawi)|Suriah]] setelah kekalahannya dari [[Kekaisaran Romawi Timur|Kekaisaran Bizantium]] pada bulan Juli. Detasemen Muslim ini dipukul mundur oleh pasukan Bizantium yang sebagian besar terdiri dari suku-suku Arab yang dipimpin oleh komandan Bizantium, Theodore, dan beberapa komandan Muslim berpangkat tinggi terbunuh.{{sfn|Kennedy|2007|p=71}}{{sfn|Kaegi|1995|pp=71–72}} Khalid mengambil alih komando pasukan setelah kematian para komandan yang ditunjuk dan, dengan penuh kesulitan, mengawasi penarikan mundur kaum Muslim dengan aman.{{sfn|Kaegi|1995|p=72}}{{sfn|Zetterstéen|1965|p=235}} Muhammad menghadiahi Khalid dengan menganugerahkan kepadanya gelar kehormatan Saifullah ('Pedang Allah').{{sfn|Zetterstéen|1965|p=235}}{{efn|The time and place that Khalid gained the epithet {{transl|ar|Sayf Allah}} ('the Sword of God') varies in the Islamic sources. Historians of the 8th and early 9th centuries indicate the title was awarded to Khalid by Caliph [[Abu Bakr]] ({{reign|632|634}}) for his successes in the [[Ridda wars]] against the tribes of Arabia opposed to the Muslim state. In the mid-to-late 9th century, the first reports began to circulate in Islamic histories that [[Muhammad]] awarded the title to Khalid for his role against the Byzantines at the [[Battle of Mu'ta]].{{sfn|Powers|2009|p=80}}}}
Ayah Khalid yang bernama Walid bin Mughirah dari Bani Makhzum, adalah salah seorang pemimpin yang paling berkuasa di antara orang-orang Quraisy. Dia sangat kaya. Dia menghormati Ka'bah dengan perasaan yang sangat mendalam. Sekali dua tahun dialah yang menyediakan kain penutup Ka'bah. Pada masa ibadah Haji dia memberi makan dengan cuma-cuma bagi semua orang yang datang berkumpul di Mina.
[[Berkas:The_old_city_of_Adummatu.jpg|al=Ruins of a desert oasis town with palm groves in the backround|kiri|jmpl|Kota oasis Dumat al-Jandal ( =foto tahun 2007). Khalid memimpin ekspedisi melawan kota ini pada tahun 630, dan mungkin juga memimpin ekspedisi lain pada tahun 633 atau 634, meskipun sejarawan modern meragukan adanya kampanye yang terakhir atau peran Khalid di dalamnya.]]
Pada bulan Desember 629 atau Januari 630, Khalid mengambil bagian dalam penaklukan Mekah oleh Muhammad, yang menyebabkan sebagian besar suku Quraish memeluk Islam.{{sfn|Hinds|1991|p=138}} Dalam pertempuran itu Khalid memimpin kontingen nomaden yang disebut muhajirat al-arab ('emigran Badui').{{sfn|Lecker|2004|p=694}} Dia memimpin salah satu dari dua serangan utama ke dalam kota tersebut dan pertempuran berikutnya dengan suku Quraish, tiga dari anak buahnya terbunuh sementara dua belas orang Quraish terbunuh, menurut [[Ibnu Ishaq]], penulis biografi abad ke-8 dari Muhammad.{{sfn|Umari|1991|p=158}} Khalid memerintahkan Badui Bani Sulaym berposisi di garda depan pada [[Pertempuran Hunain|Pertempuran Hunayn]] di akhir tahun itu. Dalam konfrontasi tersebut, kaum Muslimin, yang diperkuat oleh masuknya para mualaf suku Quraisy, mengalahkan suku Tsaqif - saingan lama suku Quraisy yang berbasis Ta'if - dan sekutu-sekutu nomaden mereka, suku Hawazin.{{sfn|Lecker|2004|p=694}} Khalid kemudian ditunjuk untuk menghancurkan berhala [[‘Uzzá|al-Uzza]], salah satu dewi yang disembah dalam agama Arab pra-Islam, di daerah Nakhla antara Mekah dan Ta'if.{{sfn|Crone|1978|p=928}}


Khalid kemudian dikirim untuk mengajak masuk Islam Bani Jadhima di Yalamlam, sekitar 80 kilometer di selatan Makkah, tapi sumber-sumber tradisional Islam menyatakan bahwa ia menyerang suku tersebut secara ilegal.{{sfn|Crone|1978|p=928}} Dalam versi Ibnu Ishaq, Khalid membujuk para anggota suku Jadhima untuk melucuti senjata dan memeluk Islam, yang kemudian ditindaklanjuti dengan mengeksekusi sejumlah anggota suku sebagai pembalasan dendam atas pembunuhan pamannya, Fakih bin al-Mughira, yang dilakukan oleh suku Jadhima sebelum Khalid memeluk Islam. Dalam narasi Ibn Hajar al-Asqalani (w. 1449), Khalid salah memahami [[mualaf]]-nya suku-suku tersebut sebagai penolakan atau penghinaan terhadap Islam karena ketidaktahuannya tentang aksen Jadhima sehingga ia menyerang mereka. Dalam kedua versi tersebut, Muhammad menyatakan dirinya tidak bertanggung jawab atas tindakan Khalid tetapi tidak memberhentikan atau menghukumnya.{{sfn|Umari|1991|pp=172–173}}
Ketika orang Quraisy memperbaiki Ka'bah tidak seorang pun yang berani meruntuhkan dinding-dindingnya yang tua itu. Semua orang takut kalau-kalau jatuh dan mati. Melihat suasana begini Walid maju kedepan dengan bersenjatakan sekop sambil berteriak, "O, Tuhan jangan marah kepada kami. Kami berniat baik terhadap rumahMu".


Kemudian pada tahun 630, ketika Muhammad berada di Tabuk, ia mengirim Khalid untuk merebut kota pasar oasis Dumat al-Jandal.{{sfn|Crone|1978|p=928}} Khalid berhasil membuatnya menyerah dan menjatuhkan hukuman berat kepada penduduk kota, salah satu dari para petingginya, Ukaydir ibn Abd al-Malik al-Sakuni, diperintahkan oleh Khalid untuk menandatangani perjanjian kapitulasi dengan Muhammad di Madinah.{{sfn|Vaglieri|1965|p=625}} Pada bulan Juni 631 Khalid diutus oleh Muhammad sebagai kepala dari 480 orang untuk mengundang suku campuran Kristen dan politeis Balharith dari [[Najran]] untuk memeluk Islam.{{sfn|Schleifer|1971|p=223}} Suku tersebut mualaf dan Khalid menginstruksikan mereka tentang Qur'an dan hukum-hukum Islam sebelum kembali kepada Muhammad di Medinah dengan delegasi Balharith.{{sfn|Schleifer|1971|p=223}}
Nabi mengharap-harap dengan sepenuh hati, agar Walid masuk Islam. Harapan ini timbul karena Walid seorang kesatria yang berani dimata rakyat. Karena itu dia dikagumi dan dihormati oleh orang banyak. Jika dia telah masuk Islam ratusan orang akan mengikutinya.

Dalam hati kecilnya Walid merasa, bahwa Al Qur-'an itu adalah kalimat-kalimat Allah. Dia pernah mengatakan secara jujur dan terang-terangan, bahwa dia tidak bisa berpisah dari keindahan dan kekuatan ayat-ayat suci itu.

Suku Bani Makhzum mempunyai tugas-tugas penting. Jika terjadi peperangan, Bani Makhzumlah yang mengurus gudang senjata dan gudang tenaga tempur. Suku inilah yang mengumpulkan kuda dan senjata bagi prajurit-prajurit.

Tidak ada cabang suku Quraisy lain yang bisa lebih dibanggakan seperti Bani Makhzum. Ketika diadakan kepungan maut terhadap orang-orang Islam dilembah Abu Thalib, orang-orang Bani Makhzumlah yang pertama kali mengangkat suaranya menentang pengepungan itu.


== Latihan Pertama ==
== Latihan Pertama ==

Revisi per 24 Agustus 2022 13.50

Khālid ibn al-Walīd
خالد بن الوليد
Kaligrafi Khalid Bin Walid
JulukanPedang Allah Yang Terhunus
Lahir585
Mekkah, Jazirah Arab
Meninggal642 (umur 57)
Homs, Syam
DikebumikanMasjid Khalid ibn al-Walid
PengabdianKekhalifahan Rasyidin
Dinas/cabangPasukan Rasyidin
Lama dinas632–638
PangkatPanglima tertinggi
KesatuanPengawal berkuda
KomandanPanglima tertinggi (632–634)
Komandan lapangan (634–638)
Komandan Pengawal berkuda (634–638)
Military Gubernur Iraq (633–634)
Gubernur Chalcis (Qinnasrin), Suriah(637–638)
Perang/pertempuranPertempuran Uhud (625)
Pertempuran Mu'tah (629)
Pembebasan Mekkah (629/30)
Pertempuran Hunain (630)
Perang Riddah

Penaklukan Islam di Suriah

Pasangan
  • Asma bint Anas ibn Mudrik
  • Umm Tamim bint al-Minhal
Anak

Abū Sulaymān Khālid ibn al-Walīd ibn al-Mughīrah al-Makhzūmī (bahasa Arab: أبو سليمان خالد بن الوليد بن المغيرة المخزومي; 585–642), meninggal 642 M) adalah seorang komandan Muslim Arab yang melayani nabi Islam Muhammad dan khalifah Rasyidun Abu Bakar (m. 632-634) dan Umar (m. 634-644). Dia memainkan peran militer utama dalam Perang Riddah melawan suku-suku pemberontak di Arabia pada tahun 632-633, kampanye awal di Irak Sasania pada tahun 633-634 dan penaklukan Bizantium Suriah pada tahun 634-638.

Khalid merupakan seorang prajurit berkuda dari klan aristokrat suku Quraisy, Makhzum, yang sebelumnya dengan gigih menentang Muhammad. Ia memainkan peran penting dalam mengalahkan pasukan Muslim di Pertempuran Uhud pada tahun 625 M. Setelah ia masuk Islam pada tahun 627 M atau 629 M, ia diangkat menjadi komandan oleh Muhammad, yang memberikan gelar Saifullah ('Pedang Allah') kepadanya. Khalid mengkoordinir penarikan pasukan Muslim secara aman selama ekspedisi yang gagal ke Mu'ta melawan sekutu Arab dari Bizantium pada tahun 629 dan memimpin kontingen Badui dari tentara Muslim selama perebutan Makkah dan Pertempuran Hunain pada sekitar tahun 630. Setelah wafatnya Muhammad, Khalid ditunjuk untuk menekan atau menundukkan suku-suku Arab di Najd dan Yamama (keduanya wilayah di Arabia tengah) yang menentang negara Muslim yang baru lahir, mengalahkan para pemimpin pemberontak Tulaihah pada Pertempuran Buzakha pada tahun 632 dan Musailamah pada Pertempuran Aqraba di tahun 633.

Khalid kemudian bergerak melawan suku-suku Arab yang sebagian besar beragama Kristen dan garnisun Persia Sasania di lembah Efrat di Irak. Dia ditugaskan kembali oleh Abu Bakar untuk memimpin pasukan Muslim di Suriah dan dia memimpin anak buahnya di sana dalam sebuah pergerakan yang tidak konvensional melintasi hamparan Gurun Suriah yang panjang dan tak berair, mendongkrak reputasinya sebagai ahli strategi militer. Sebagai hasil dari kemenangan yang menentukan melawan Bizantium di Ajnadayn (634), Fahl (634 atau 635), Damaskus (634-635) dan Yarmuk (636), kaum Muslim di bawah Khalid berhasil menguasai sebagian besar Suriah. Dia kemudian diturunkan dari komando tinggi oleh Umar. Khalid melanjutkan tugasnya sebagai letnan kunci dari penggantinya, Abu Ubayda ibn al-Jarrah dalam pengepungan Homs dan Aleppo dan Pertempuran Qinnasrin, semuanya pada tahun 637-638, yang secara kolektif memicu mundurnya pasukan kekaisaran Bizantium di bawah Kaisar Heraclius dari Suriah. Umar memberhentikan Khalid dari jabatannya sebagai gubernur Qinnasrin sesudahnya dan ia meninggal di Madinah pada tahun 642.

Khalid secara umum dianggap oleh para sejarawan sebagai salah satu jenderal Islam awal yang paling cakap dan berpengalaman. Pencapaiannya dikenang secara luas oleh umat muslim Arab. Riwayat-riwayat Islam memuji Khalid atas taktik medan perang dan kepemimpinannya yang efektif pada penaklukan-penaklukan awal yang dilancarkan oleh umat Muslim, tetapi juga menudingnya telah mengeksekusi secara ilegal anggota suku Arab yang telah memeluk Islam, yaitu anggota-anggota Bani Jadhima selama masa hidup Muhammad dan Malik bin Nuwairah selama perang Riddah, begitupula pelanggaran moral dan fiskal di Suriah. Kemasyhuran militernya meresahkan beberapa Muslim awal yang saleh, termasuk Umar, yang takut hal itu dapat berkembang menjadi kultus terhadap individu.

Leluhur dan kehidupan awal

Ayah Khalid adalah al-Walid bin al-Mughirah, seorang penengah perselisihan lokal di Makkah di Hijaz (Arabia barat).[1] Al-Walid diidentifikasi oleh sejarawan ibnn Hisyam (wafat 833), ibnu Durayd (wafat 837) dan ibnu Habib (wafat 859) sebagai "pencemooh" nabi Islam Muhammad yang disinggung dalam surah-surah Al-Qur'an yang turun ketika di Makkah.[1] Dia berasal dari Bani Makhzum, klan terkemuka dari suku Quraisy dan aristokrasi Makkah pra-Islam.[2] Bani Makhzum dianggap berjasa dalam memperkenalkan perdagangan Makkah ke pasar-pasar asing,[3] khususnya Yaman dan Abyssinia (Ethiopia),[2] dan mengembangkan reputasi di kalangan suku Quraisy karena kecerdasan, kebangsawanan dan kekayaan mereka.[3] Kemasyhuran mereka merupakan berkat kepemimpinan kakeknya Khalid dari pihak ayahnya, yakni al-Mughirah bin Abdullah.[3] Paman Khalid dari pihak ayahnya, yaitu Hisyam, dikenal sebagai 'penguasa Makkah' dan tanggal kematiannya digunakan oleh kaum Quraisy sebagai awal dari kalender mereka.[4] Sejarawan Muhammad Abdulhayy Shaban mendeskripsikan Khalid sebagai "seorang pria yang memiliki kedudukan yang cukup tinggi" di dalam klannya dan Makkah secara umum.[5]

Ibu Khalid adalah al-Asma binti al-Harith bin Hazn, yang umumnya dikenal sebagai Lubaba as-Sughra ('Lubaba si kecil', untuk membedakannya dari kakak separuhnya, Lubaba al-Kubra) dari suku nomaden Bani Hilal.[6] Lubaba al-Sughra masuk Islam sekitar 622 M dan saudari tirinya dari pihak ayahnya, Maimunah, menjadi istri dari Muhammad. Melalui hubungan dari pihak ibunya, Khalid menjadi sangat akrab dengan gaya hidup suku Badui (Arab nomaden).[7]

Awal karir militernya

Oposisi terhadap Muhammad

Battle map showing the positions of opposing troops and topographical features of the battlefield
Peta yang menunjukkan penempatan pasukan dan manuver pada Pertempuran Uhud, di mana Khalid dan pasukan berkudanya mengalahkan pasukan Muslim yang dipimpin oleh nabi Islam Muhammad pada tahun 625.

Kaum Makhzum sangat menentang Muhammad, dan pemimpin utama klan ini, Amr ibn Hisyam (Abu Jahl), yang merupakan sepupunya Khalid, mengorganisir aksi boikot terhadap klan Muhammad, Bani Hasyim dari suku Quraish, pada sekitar tahun 616-618.[1] Setelah Muhammad berhijrah dari Mekah ke Medinah di tahun 622, kaum Makhzum di bawah Abu Jahl memimpin perang melawannya sampai mereka dikalahkan di Pertempuran Badar di tahun 624.[1] Sekitar dua puluh lima sepupu ayah Khalid, termasuk Abu Jahl, dan banyak sanak saudara lainnya terbunuh dalam pertempuran itu.[1]

Black mountains in a desert with a white mosque with a minaret in the foreground
Gunung Uhud (foto tahun 2009) di mana pertempuran terjadi

Tahun berikutnya Khalid memimpin sayap kanan kavaleri dari pasukan Mekah yang berhadapan dengan Muhammad pada Pertempuran Uhud di utara Madinah.[8] Menurut sejarawan Donald Routledge Hill, alih-alih melancarkan serangan frontal terhadap barisan Muslim di lereng Gunung Uhud, "Khalid mengadopsi taktik yang cerdas" dengan mengelilingi gunung dan melewati bagian samping pasukan Muslim.[9] Ia maju melalui lembah Wadi Qanat di sebelah barat Uhud sampai akhirnya dicegat oleh pemanah-pemanah Muslim di selatan lembah di Gunung Ruma.[9] Pasukan Muslim memperoleh keunggulan awal dalam pertarungan, tetapi setelah sebagian besar pemanah Muslim meninggalkan posisi mereka untuk bergabung dengan penyerbuan ke perkemahan Mekah, Khalid menyerbu ke dalam celah yang timbul di garis pertahanan belakang pasukan Muslim.[8][9] Dalam pertempuran berikutnya, beberapa lusin pasukan Muslim terbunuh.[8] Narasi-narasi dari pertempuran tersebut mendeskripsikan Khalid mengendarai kuda menembus medan pertempuran, menghabisi para pasukan Muslim dengan tombaknya.[10] Shaban memuji "kejeniusan militer" Khalid sebagai alasan kemenangan suku Quraisy di Uhud, satu-satunya pertempuran di mana suku tersebut mengalahkan Muhammad.[11]

Pada tahun 628 Muhammad dan para pengikutnya menuju Makkah untuk melakukan umrah (peziarahan kecil ke Makkah) dan suku Quraisy mengirimkan 200 kavaleri untuk mencegatnya setelah mendengar keberangkatannya.[12] Khalid adalah pimpinan kavaleri tersebut dan Muhammad menghindari menghadapinya dengan mengambil rute alternatif yang tidak konvensional dan sulit untuk dilalui, yang tertuju ke Hudaibiyah di tepi Makkah. Setelah menyadari perubahan arah Muhammad, Khalid mundur ke Mekah. Sebuah gencatan senjata antara Muslim dan suku Quraish dicapai dalam Perjanjian Hudaibiyah di bulan Maret.[12]

Mualaf dan pengabdian di bawah Muhammad

Pada tahun 6 H (sekitar tahun 627) atau 8 H (sekitar tahun 629) Khalid memeluk Islam di hadapan Muhammad bersama dengan Amr ibn al-As dari suku Quraisy;[13] sejarawan modern Michael Lecker berkomentar bahwa kisah-kisah yang menyatakan bahwa Khalid dan Amr masuk Islam pada tahun 8 H "mungkin lebih dapat dipercaya".[14] Sejarawan Akram Diya Umari menyatakan bahwa Khalid dan Amr memeluk Islam dan pindah ke Madinah setelah Perjanjian Hudaybiyya, tampaknya setelah kaum Quraish membatalkan tuntutan ekstradisi orang-orang yang baru mualaf ke Makkah.[15] Setelah mualaf-nya dirinya, Khalid "mulai mengabdikan semua bakat militernya yang cukup besar untuk menyokong negara Muslim yang baru", demikian menurut sejarawan Hugh N. Kennedy.[16]

Khalid berpartisipasi dalam ekspedisi ke Mu'ta di Yordania modern yang diperintahkan oleh Muhammad pada bulan September 629.[17][18] Tujuan dari penyerbuan itu kemungkinan untuk mendapat harta rampasan setelah mundurnya tentara Persia Sasania dari Suriah setelah kekalahannya dari Kekaisaran Bizantium pada bulan Juli. Detasemen Muslim ini dipukul mundur oleh pasukan Bizantium yang sebagian besar terdiri dari suku-suku Arab yang dipimpin oleh komandan Bizantium, Theodore, dan beberapa komandan Muslim berpangkat tinggi terbunuh.[19][20] Khalid mengambil alih komando pasukan setelah kematian para komandan yang ditunjuk dan, dengan penuh kesulitan, mengawasi penarikan mundur kaum Muslim dengan aman.[18][21] Muhammad menghadiahi Khalid dengan menganugerahkan kepadanya gelar kehormatan Saifullah ('Pedang Allah').[21][a]

Ruins of a desert oasis town with palm groves in the backround
Kota oasis Dumat al-Jandal ( =foto tahun 2007). Khalid memimpin ekspedisi melawan kota ini pada tahun 630, dan mungkin juga memimpin ekspedisi lain pada tahun 633 atau 634, meskipun sejarawan modern meragukan adanya kampanye yang terakhir atau peran Khalid di dalamnya.

Pada bulan Desember 629 atau Januari 630, Khalid mengambil bagian dalam penaklukan Mekah oleh Muhammad, yang menyebabkan sebagian besar suku Quraish memeluk Islam.[1] Dalam pertempuran itu Khalid memimpin kontingen nomaden yang disebut muhajirat al-arab ('emigran Badui').[7] Dia memimpin salah satu dari dua serangan utama ke dalam kota tersebut dan pertempuran berikutnya dengan suku Quraish, tiga dari anak buahnya terbunuh sementara dua belas orang Quraish terbunuh, menurut Ibnu Ishaq, penulis biografi abad ke-8 dari Muhammad.[23] Khalid memerintahkan Badui Bani Sulaym berposisi di garda depan pada Pertempuran Hunayn di akhir tahun itu. Dalam konfrontasi tersebut, kaum Muslimin, yang diperkuat oleh masuknya para mualaf suku Quraisy, mengalahkan suku Tsaqif - saingan lama suku Quraisy yang berbasis Ta'if - dan sekutu-sekutu nomaden mereka, suku Hawazin.[7] Khalid kemudian ditunjuk untuk menghancurkan berhala al-Uzza, salah satu dewi yang disembah dalam agama Arab pra-Islam, di daerah Nakhla antara Mekah dan Ta'if.[17]

Khalid kemudian dikirim untuk mengajak masuk Islam Bani Jadhima di Yalamlam, sekitar 80 kilometer di selatan Makkah, tapi sumber-sumber tradisional Islam menyatakan bahwa ia menyerang suku tersebut secara ilegal.[17] Dalam versi Ibnu Ishaq, Khalid membujuk para anggota suku Jadhima untuk melucuti senjata dan memeluk Islam, yang kemudian ditindaklanjuti dengan mengeksekusi sejumlah anggota suku sebagai pembalasan dendam atas pembunuhan pamannya, Fakih bin al-Mughira, yang dilakukan oleh suku Jadhima sebelum Khalid memeluk Islam. Dalam narasi Ibn Hajar al-Asqalani (w. 1449), Khalid salah memahami mualaf-nya suku-suku tersebut sebagai penolakan atau penghinaan terhadap Islam karena ketidaktahuannya tentang aksen Jadhima sehingga ia menyerang mereka. Dalam kedua versi tersebut, Muhammad menyatakan dirinya tidak bertanggung jawab atas tindakan Khalid tetapi tidak memberhentikan atau menghukumnya.[24]

Kemudian pada tahun 630, ketika Muhammad berada di Tabuk, ia mengirim Khalid untuk merebut kota pasar oasis Dumat al-Jandal.[17] Khalid berhasil membuatnya menyerah dan menjatuhkan hukuman berat kepada penduduk kota, salah satu dari para petingginya, Ukaydir ibn Abd al-Malik al-Sakuni, diperintahkan oleh Khalid untuk menandatangani perjanjian kapitulasi dengan Muhammad di Madinah.[25] Pada bulan Juni 631 Khalid diutus oleh Muhammad sebagai kepala dari 480 orang untuk mengundang suku campuran Kristen dan politeis Balharith dari Najran untuk memeluk Islam.[26] Suku tersebut mualaf dan Khalid menginstruksikan mereka tentang Qur'an dan hukum-hukum Islam sebelum kembali kepada Muhammad di Medinah dengan delegasi Balharith.[26]

Latihan Pertama

Kita tidak banyak mengetahui mengenai Khalid pada masa kanak-kanaknya. Tetapi satu hal kita tahu dengan pasti, ayah Khalid orang berada. Dia mempunyai kebun buah-buahan yang membentang dari kota Mekah sampai ke Taif. Kekayaan ayahnya ini membuat Khalid bebas dari kewajiban- kewajibannya.

Dia lebih leluasa untuk tidak perlu belajar berdagang, bekerja untuk menambah pencaharian orang tuanya. Kehidupannya tanpa suatu ikatan sehingga memberi kesempatan kepada Khalid mengikuti kegemarannya, yakni tinju dan berkelahi.

Saat itu pekerjaan dalam seni berperang dianggap sebagai tanda seorang Kesatria. Seorang Panglima perang yang berarti pemimpin besar. Kepahlawanan adalah satu hal terhormat di mata masyarakat.

Ayah Khalid dan beberapa orang pamannya adalah orang-orang yang terpandang di mata masyarakat. Hal ini memberi dorongan besar kepada Khalid untuk mendapatkan kedudukan terhormat, seperti ayah dan paman- pamanya. Satu-satunya permintaan Khalid adalah agar menjadi orang yang dapat mengalahkan teman-temannya di dalam hal adu tenaga. Karena itulah dia meleburkan dirinya ke dalam seni peperangan dan bela diri. Di dalam mempelajari keahlian mengendarai kuda, memainkan pedang dan memanah. Dia juga memusatkan perhatiannya ke dalam hal memimpin angkatan perang. Bakat di dalam dirinya, ditambah dengan latihan yang keras, telah menempa Khalid menjadi seorang yang luar biasa dalam kemahiran dan keberaniannya yang mengagumkan.

Pengetahuan yang ditunjukkannya mengenai taktik perang sangat menakjubkan. Dengan jelas orang dapat menilai, bahwa dia akan menjadi ahli dalam seni kemiliteran.

Dari masa kanak-kanaknya dia mengharapan untuk menjadi ahli militer yang luar biasa jenialnya.

Menentang Islam

Pada masa kanak-kanaknya Khalid telah kelihatan menonjol di antara teman-temannya. Dia telah sanggup merebut tempat istimewa dalam hati masyarakat. Karier Khalid menanjak menjadi pemimpin suku Quraisy yang saat itu sedang memusuhi Islam. Mereka sangat anti dan memusuhi agama orang Islam. Orang- orang Quraisy memandang Islam adalah bahaya bagi kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy sangat mencintai adat kebiasaannya. Karena itu mereka mengangkat senjata untuk menggempur orang-orang Islam. Tunas - tunas Islam harus dihancurkan sebelum tumbuh berurat- berakar. Khalid sebagai seorang pemuda Quraisy yang berani dan bersemangat berdiri di garis paling depan dalam penggempuran terhadap islam.

Sejak kecil pemuda Khalid bertekad menjadi pahlawan Quraisy. Kesempatan ini diperolehnya dalam pertentangan-pertentangan dengan orang- orang Islam. Untuk membuktikan bakat dan kecakapannya ini, dia selalu menonjol dalam segala pertempuran, memperlihatkan kualitasnya sebagai petarung sejati kepada sukunya.

Peristiwa Uhud

Kekalahan kaum Quraisy di dalam perang Badar membuat kemarahan yang meledak- ledak di dalam diri mereka , hampir-hampir mereka tidak percaya dengan apa yang telah terjadi dengan terbunuhnya tokoh- tokoh dan jagoan- jagoan mereka dan berniat untuk membalas kekalahan.

Sebagai seorang pemuda Quraisy, Khalid bin Walid merasakan pahitnya kekalahan itu. Dia ingin membalas dendam sukunya dalam peperangan di Uhud. Khalid bersama pasukannya bergerak ke Uhud dengan bertekad menang atau mati dalam perang. Orang-orang Islam dalam pertempuran Uhud ini mengambil posisi dengan membelakangi bukit Uhud.

Sungguhpun terjaga dengan kedudukan pertahanan baik, masih terdapat suatu kekhawatiran. Di bukit Uhud masih ada suatu lahan yang berbahaya, dimana tentara Quraisy dapat menyerang masuk ke dalam pertahanan Islam. Untuk menjaga lahan yang berbahaya ini, Nabi ﷺ menempatkan 50 orang pemanah terbaik. Nabi ﷺ memerintahkan kepada mereka agar bertahan dalam keadaan bagaimanapun agar jangan sampai meninggalkan posisinya masing-masing.

Khalid bin Walid memimpin sayap kanan tentara Quraisy empat kali lebih besar jumlahnya dari pasukan Islam. Tetapi mereka jadi ragu-ragu mengingat kekalahan- kekalahan yang telah mereka alami di Badar. Karena kekalahan ini hati mereka menjadi ciut menghadapi keberanian orang-orang Islam.

Sungguhpun begitu pasukan-pasukan Quraisy memulai pertempuran dengan baik. Tetapi setelah orang-orang Islam mulai mendobrak pertahanan mereka, mereka gagal untuk mempertahankan tanah yang mereka pijak.

Formasi pasukan menjadi terpecah-pecah. Mereka lari cerai-berai. Peristiwa Badar berulang kembali di Uhud. Saat-saat kritis sedang mengancam orang-orang Quraisy. Tetapi Khalid bin Walid tetap tenang dan syarafnya tetap membaja. Dia mengumpulkan kembali pasukannya mencari kesempatan baik melakukan pukulan yang menentukan.

Melihat orang-orang Quraisy cerai-berai, pemanah-pemanah yang bertugas tidak tahan hati. Pasukan Islam tersebut tergiur harta perang yang ada pada mayat- mayat orang-orang Quraisy. Tanpa pikir panjang akan akibatnya, sebagian besar pemanah meninggalkan posisinya dan menyerbu ke lapangan.

Khalid bin Walid dengan segera melihat kesempatan, menyerang dan mendesak masuk. Beberapa orang pemanah yang masih tinggal diserang bersama-sama. Posisi tersebut dikuasai oleh pasukan Khalid dan mereka menjadi leluasa untuk menggempur pasukan Islam dari belakang.

Dengan kecepatan melesat Khalid masuk dari garis belakang dan menggempur orang Islam di pusat pertahanan. Melihat Khalid telah masuk dari belakang, orang-orang Quraisy yang telah lari cerai- berai berkumpul kembali dan mengikuti jejak Khalid menyerbu dari belakang. Para pemenang antara beberapa menit yang lalu, telah terkepung lagi dari segenap penjuru, dan situasi mereka menjadi berbahaya.

Khalid bin Walid telah mengubah kemenangan orang Islam di Uhud menjadi suatu kekalahan. Yang tadinya orang-orang Quraisy kalah dan cerai- berai. Tetapi karena gemilangnya Khalid sebagai ahli siasat perang, kekalahan-kekalahan telah berubah menjadi satu kemenangan. Dia menemukan celah kelemahan pertahanan orang Islam.

Khalidlah yang dapat mencari saat-saat kelemahan lawannya. Dan dia pula yang sanggup menarik kembali pasukan yang telah cerai-berai dan memaksanya untuk kembali bertempur. Strategi perang yang luar biasa inilah yang mengungkap kekalahan Uhud menjadi suatu kemenangan bagi orang Quraisy.

Memeluk Islam

Ketika Khalid bin Walid bertobat dan menerima Islam, Rasulullah ﷺ sangat bersyukur, karena Khalid mempunyai kemampuan berperang yang dapat digunakan untuk membela Islam dan meninggikan kalimatullah dengan perjuangan jihad. Dalam banyak kesempatan peperangan Islam Khalid bin Walid diangkat menjadi komandan perang dan menunjukan hasil gemilang atas segala upaya jihadnya.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Khalid diamanahkan untuk memperluas wilayah Islam dan membuat pasukan Romawi dan Persia berantakan. Pada tahun 636, pasukan Arab yang dipimpin Khalid berhasil menguasai Suriah dan Palestina dalam Pertempuran Yarmuk, menandai dimulainya penyebaran Islam yang cepat di luar Arab.

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, Khalid diberhentikan tugasnya dari medan perang dan diberi tugas untuk menjadi duta besar. Hal ini dilakukan oleh Umar agar Khalid tidak terlalu didewakan oleh kaum Muslimin pada masa itu.

Catatan

  1. ^ The time and place that Khalid gained the epithet Sayf Allah ('the Sword of God') varies in the Islamic sources. Historians of the 8th and early 9th centuries indicate the title was awarded to Khalid by Caliph Abu Bakr (m. 632–634) for his successes in the Ridda wars against the tribes of Arabia opposed to the Muslim state. In the mid-to-late 9th century, the first reports began to circulate in Islamic histories that Muhammad awarded the title to Khalid for his role against the Byzantines at the Battle of Mu'ta.[22]

Referensi

  1. ^ a b c d e f Hinds 1991, hlm. 138.
  2. ^ a b Hinds 1991, hlm. 137–138.
  3. ^ a b c Lammens 1993, hlm. 171.
  4. ^ Hinds 1991, hlm. 137.
  5. ^ Shaban 1971, hlm. 23–24.
  6. ^ Landau-Tasseron 1998, hlm. 202–203.
  7. ^ a b c Lecker 2004, hlm. 694.
  8. ^ a b c Robinson 2000, hlm. 782.
  9. ^ a b c Hill 1975, hlm. 37.
  10. ^ Hill 1975, hlm. 39.
  11. ^ Shaban 1971, hlm. 23.
  12. ^ a b Watt 1971, hlm. 539.
  13. ^ Lecker 1989, hlm. 27, note 25.
  14. ^ Lecker 1989, hlm. 27.
  15. ^ Umari 1991, hlm. 121.
  16. ^ Kennedy 2007, hlm. 76.
  17. ^ a b c d Crone 1978, hlm. 928.
  18. ^ a b Kaegi 1995, hlm. 72.
  19. ^ Kennedy 2007, hlm. 71.
  20. ^ Kaegi 1995, hlm. 71–72.
  21. ^ a b Zetterstéen 1965, hlm. 235.
  22. ^ Powers 2009, hlm. 80.
  23. ^ Umari 1991, hlm. 158.
  24. ^ Umari 1991, hlm. 172–173.
  25. ^ Vaglieri 1965, hlm. 625.
  26. ^ a b Schleifer 1971, hlm. 223.

Daftar pustaka

Bacaan tambahan