Lompat ke isi

Salat Jumat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Salat Jumat (Arab: صلاة الجمعة, Salāt al-Jum`ah) adalah aktivitas ibadah salat wajib yang dilaksanakan secara berjama'ah bagi lelaki muslim setiap hari Jumat yang menggantikan salat zuhur. Salat Jumat hanya dipraktikkan oleh penganut Sunni dan tidak dipraktikkan oleh penganut Syiah.[1] Namun klaim ini dibantah banyak penganut Syiah. Bahkan di Iran sendiri, yang mayoritas penduduknya menganut Syiah, salat Jumat memiliki peranan penting dengan menjadikannya semacam "panggung" politik. Khususnya untuk mengecam Amerika Serikat dan pemerintahan Zionis Israel. [1]

Landasan Hukum

Salat Jumat merupakan kewajiban setiap orang beriman, hal ini tercantum dalam Al Qur'an dan beberapa hadits:

Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui. (Al Jumu'ah 62:9).

Golongan yang wajib

  • Seorang muslim yang sudah baligh dan berakal,
  • Laki-laki
  • Botak, Budak Kecil
  • Anak kecil
  • Orang yang merdeka,[2]
  • Orang yang menetap bukan musafir,[3][4]
  • Orang yang tidak ada halangan (uzur) apapun.

Golongan yang tidak wajib

  • Hamba sahaya[2][5]
  • Musafir[3]
  • Wanita[5][5]
  • Orang yang sedang dalam kondisi tidak sehat atau sedang sakit[5]
  • Orang yang tertidur pulas[6]
  • Orang gila[6]
  • Mualaf dengan adanya uzur (halangan) contoh: dokter, penjaga keamanan masjid.

Ancaman bagi yang meninggalkan

Ada ancaman bagi lelaki yang meninggalkan atau meremehkan salat Jumat selama tiga kali berturut-turut, yaitu akan ditutup hatinya yang bisa menyebabkan terhalang masuknya hidayah dan rahmat,[7] kemudian menjadi orang yang benar-benar lalai[8][9][10][11] dan dianggap sebagai orang munafik[12] yang tidak mengakui (menganggap) Islam sebagai agamanya.[13]

Sunnah-sunnah yang dianjurkan

Pada salat Jumat setiap muslim dianjurkan untuk memperhatikan hal-hal berikut:

  • Mandi, tata cara mandi jumat sama dengan tata cara mandi junub,
  • Bersiwak atau sikat gigi,
  • Memangkas kumis,
  • Memakai parfum,
  • Mengenakan pakaian terbaik,
  • Memotong kuku,
  • Membaca surah al-Kahfi pada malam Jumat dan siangnya,
  • Memperbanyak salawat,
  • Datang lebih awal ke masjid, agar datang sebelum khotib naik mimbar dan mengucapkan salam, karena sesudah mengucapkan salam bahwasanya malaikat pun ikut duduk dan tidak mencatat orang yang datang ke masjid ketika khotib sudah mengucapkan salam,
  • Memperbanyak solat sunnah,
  • Memperbanyak berdoa (meminta)
  • Mendengar khutbah, dengan penuh perhatian dan diam. Jika melihat orang yang bercanda ketika khutbah berlangsung, agar tidak untuk menasehatinya, karena jika demikian bisa termasuk lagho (lalai),
  • Tidak duduk memeluk lutut,
  • Salat sunnah setelah salat Jumat,
  • Memperbanyak amal baik seperti sedekah.

"Sungguh aku berniat menyuruh seseorang (menjadi imam) salat bersama-sama yang lain, kemudian aku akan membakar rumah orang-orang yang meninggalkan salat Jumat.” (HR. Muslim)

Tata cara

Adapun tata cara pelaksanaan salat Jumat, yaitu:

  1. (Pada sangat sedikit masjid) mengumandangkan azan Zuhur sebagai azan pertama
  2. Khatib naik ke atas mimbar setelah tergelincirnya matahari (waktu Zuhur), kemudian memberi salam dan duduk.
  3. Muazin mengumandangkan azan sebagaimana halnya azan zuhur. Pada beberapa masjid azan ini adalah azan kedua.
  4. Khutbah pertama: Khatib berdiri untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah dan pujian kepada Allah SWT serta membaca salawat kepada Rasulullah. Kemudian, memberikan nasihat kepada para jamaah, mengingatkan mereka dengan suara yang lantang, menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT dan rasul-Nya, mendorong mereka untuk berbuat kebajikan, menakut-nakuti mereka dari berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan serta ancaman-ancaman Allah Subhannahu wa Ta'ala.
  5. Khatib duduk sebentar di antara dua khutbah
  6. Khutbah kedua: Khatib memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah dan pujian kepada-Nya. Kemudian, melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan yang sama dengan khutbah pertama sampai selesai.
  7. Khatib kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muazin melaksanakan iqamat untuk melaksanakan salat. Kemudian memimpin salat berjama'ah dua rakaat dengan mengeraskan bacaan

Sumber hadits terkait

Suasana khutbah Jumat di Dar es Salaam, Tanzania.

Berikut adalah sumber dalam Hadits berkenaan dengan shalat Jumat dan hari Jumat:

  • "Mandi, mencabut bulu-bulu tak perlu, memakai siwak, mengusapkan parfum sebisanya pada hari Jumat dianjurkan pada setiap laki-laki yang telah baligh." (Muttafaq 'alaih)
  • "Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at seperti mandi jinabat, kemudian dia pergi ke masjid pada saat pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor unta dan siapa yang berangkat pada saat kedua, maka seakan-akan ia berkurban dengan seekor sapi, dan siapa yang pergi pada saat ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor domba yang mempunyai tanduk, dan siapa yang berangkat pada saat keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor ayam, dan siapa yang berangkat pada saat kelima, maka seolah-olah dia berkurban dengan sebutir telur, dan apabila imam telah datang, maka malaikat ikut hadir mendengarkan khutbah." (Muttafaq ‘alaih)
  • "Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci sebisa mungkin, kemudian dia memakai wangi-wangian atau memakai minyak wangi, lalu pergi ke masjid dan (di sana) tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk berjajar), kemudian dia salat yang disunnahkan baginya, dan dia diam apabila imam telah berkhutbah, terkecuali akan diampuni dosa-dosanya antara Jum’at (itu) dan Jum’at berikutnya selama dia tidak berbuat dosa besar." (HR. Al-Bukhari)
  • "Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku pada hari Jum’at, sesungguhnya tidak seorang pun yang membaca shalawat kepadaku pada hari Jum’at kecuali diperlihatkan kepadaku shalawatnya itu." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
  • "Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka dia akan mendapat cahaya yang terang di antara kedua Jum’at itu." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi, hadits shahih)
  • "Sesungguhnya pada hari Jum’at ada saat yang apabila seorang hamba muslim mendapatinya sedang dia dalam keadaan shalat dan memohon kebaikan kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkannya." (HR. Muslim)

Ukuran sah

Sebagian besar ulama berpendapat bahwa salat Jumat hanya dianggap sah jika makmu mendapatkan satu rakaat penuh bersama dengan imam. Satu rakaat penuh ini dihitung pada saat makmum mendapati imam sebelum rukuk atau saat sedang rukuk. Ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah mengenai pemenuhan satu rakaat sebagai syarat sah salat secara umum.[14]

Amalan di Hari Jumat

  1. Shalat Jumat, mandi dan memakai parfum
  2. Membaca Sholawat Kepada Rasulullah SAW
  3. Bersedekah
  4. Membaca Surat Al-Kahfi
  5. Memotong kuku, dan mencukur semua bulu (ketiak, kumis, bulu kemaluan)
  6. Memperbanyak amal kebaikan karena balasannya dilipatgandakan
  7. Membaca Surat Yasin dan As-Saffat[15]

Pengecualian

Salat Jumat boleh tidak dilaksanakan ketika pada hari Jumat bertepatan dengan pelaksanaan salat Id. Kewajiban salat Jumat kemudian diganti dengan salat Zuhur. Keringanan ini diberikan oleh Nabi Muhammad dalam beberapa hadis dengan periwayatan yang berbeda. Beberapa jalur periwayatannya antara lain dari Zaid bin Arqam, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Abu Hurairah.[16]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Iskan, Dahlan. "Ke Iran Setelah 20 Tahun Diembargo Amerika". PLN.co.id. Archived from the original on 2014-05-09. Diakses tanggal 19 Mei 2014. 
  2. ^ a b Mayoritas ulama mengatakan bahwa budak sahaya tidak wajib Jum’atan berdasarkan hadits yang telah disebutkan pada poin kedua. Hal ini juga dikarenakan manfaat diri budak sahaya dimiliki oleh tuannya sehingga ia tidak leluasa. (lihat al-Majmu’ 4/351, an-Nawawi, dan al-Mughni 3/214, Ibnu Qudamah).
  3. ^ a b Jabir yang menyebutkan salat nabi ﷺ di Padang Arafah pada hari Jum’at. Jabir mengatakan, “Kemudian (muazin) mengumandangkan azan lalu iqamah, nabi ﷺ salat zhuhur. Kemudian (muazin) iqamah, lalu salat ashar.” (Shahih Muslim, “Kitabul Hajj” no. 1218).
  4. ^ Rasulullah ﷺ dahulu melakukan safar/bepergian dan dia tidak salat Jumat dalam safarnya. Ketika nabi ﷺ menunaikan haji wada’ di Padang Arafah (wukuf) pada hari Jumat, dia salat zuhur dan ashar dengan menjamak keduanya dan tidak salat Jumat. Demikian pula para al-Khulafa’ ar-Rasyidin. Mereka safar untuk haji dan selainnya, dan tidak ada seorang pun dari mereka yang salat Jumat saat bepergian. Demikian pula para sahabat nabi selain al-Khulafa’ ar-Rasyidin dan yang setelah mereka.” (al-Mughni 3/216, Ibnu Qudamah).
  5. ^ a b c d Thariq bin Syihab dari nabi ﷺ, الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِ أَرْبَعَةً: عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ، أَوِ امْرَأَةٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَرِيْضٌ “Jumatan adalah hak yang wajib atas setiap muslim dengan berjamaah, selain atas empat (golongan): hamba sahaya, wanita, anak kecil, atau orang yang sakit.” (HR. Abu Dawud dalam as-Sunan no. 1067. An-Nawawi menyatakannya sahih dalam al-Majmu’ 4/349, demikian pula al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 3111 dan al-Irwa’ No. 592).
  6. ^ a b Muhammad ﷺ bersabda, رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِم حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَشِبَّ، وَعَنِ الْمَعْتُوْهِ حَتَّى يَعْقِلَ “Pena terangkat dari tiga golongan: dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia dewasa, dan dari orang gila sampai dia (kembali) berakal (waras).” (Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 1423). Yang dimaksud dengan “pena terangkat” adalah tidak adanya beban syariat.
  7. ^ yang dimaksud ‘Allah kunci hatinya’ adalah Allah menutup hatinya dan menghalangi masuknya hidayah dan rahmat ke dalam hatinya. Kemudian digantikan dengan kebodohan, sifat beringas, dan keras kepala. Sehingga hatinya seperti hati orang munafik. Demikian keterangan al-Munawi dalam Faidhul Qodir (6/133).
  8. ^ Dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah, bahwa rasulullah ﷺ bersabda, لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ، ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ ”Hendaknya orang yang suka meninggalkan Jumatan itu menghentikan kebiasaan buruknya, atau Allah akan mengunci mati hatinya, kemudian dia menjadi orang ghafilin (orang lalai).” (HR. Muslim 865).
  9. ^ Abul Ja’d ad-Dhamri, rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ ”Siapa yang meninggalkan 3 kali Jumatan karena meremehkan, maka Allah akan mengunci hatinya.” (HR. Ahmad 15498, Nasai 1369, Abu Daud 1052, dan dinilai hasan Syuaib al-Arnauth).
  10. ^ Jabir bin Abdillah, rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ تَرَكَ الْجُمُعَةَ، ثَلَاثًا، مِنْ غَيْرِ ضَرُورَةٍ، طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ “Siapa yang meninggalkan Jumatan 3 kali, bukan karena darurat, Allah akan mengunci hatinya.” (HR. Ibnu Majah 1126 dan dishahihkan al-Albani).
  11. ^ Abu Hurairah, rasulullah ﷺ bersabda, من ترك ثلاث جمع متواليات من غير عذر طبع الله على قلبه “Siapa yang meninggalkan Jumatan 3 kali berturut-turut tanpa udzur, Allah akan mengunci mati hatinya.” (HR. At-Thayalisi dalam Musnadnya 2548 dan dishahihkan al-Albani dalam shahih Jami’ as-Shaghir).
  12. ^ Usamah, Rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ سَمِعَ الْأَذَانَ ثَلَاثَ جُمُعَاتٍ ثُمَّ لَمْ يَحْضُرْ كُتِبَ مِنَ الْمُنَافِقِينَ Siapa yang mendengar azan Jumat 3 kali, kemudian dia tidak menghadirinya maka dicatat sebagai orang munafik. (HR. Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir, dan dihasankan al-Albani dalam Shahih Targhib, no. 728).
  13. ^ Ibnu Abbas, dia mengatakan, من ترك الجمعة ثلاث جُمَع متواليات، فقد نبذَ الإِسلام وراء ظهره ”Siapa yang meninggalkan Jumatan 3 kali berturut-turut, berarti dia telah membuang Islam ke belakang punggungnya.” (HR. Abu Ya’la secara Mauquf dengan sanad yang shahih – shahih Targhib: 732).
  14. ^ Adil 2018, hlm. 322-323.
  15. ^ Holik, Adam (2022-01-13). "Keistimewaan Dan Amalan Di Hari Jumat". Aminsaja.com. Diakses tanggal 2022-06-17. 
  16. ^ Adil 2018, hlm. 325.

Daftar pustaka

  • Adil, Abu Abdirrahman (2018). Mujtahid, Umar, ed. Ensiklopedi Salat. Jakarta: Ummul Qura. ISBN 978-602-7637-03-0. 

Pranala luar