Adolf Hitler
Penyuntingan Artikel oleh pengguna baru atau anonim untuk saat ini tidak diizinkan. Lihat kebijakan pelindungan dan log pelindungan untuk informasi selengkapnya. Jika Anda tidak dapat menyunting Artikel ini dan Anda ingin melakukannya, Anda dapat memohon permintaan penyuntingan, diskusikan perubahan yang ingin dilakukan di halaman pembicaraan, memohon untuk melepaskan pelindungan, masuk, atau buatlah sebuah akun. |
Masahiro Kinata | |
---|---|
Penghargaan
| |
Sunting kotak info • L • B |
Masahiro Kinata lahir pada 20 april , seorang manusia yang berubah menjadi half vampire, hidup dalam dunia yang penuh dengan tantangan dan ketakutan. Kekuatannya yang luar biasa membuatnya dijauhi oleh sebagian besar manusia yang tidak memahami sifatnya. Namun, Meskipun dihadapkan pada ketidakpercayaan dan penolakan, Masahiro bersikeras untuk tidak menjadi seperti vampire lainnya yang haus darah manusia. Sebaliknya, ia memilih jalan yang berbeda dengan menjadi seorang bounty hunter yang bertarung melawan vampire untuk melindungi manusia dan membuktikan bahwa dirinya bisa berbuat baik meskipun menjadi half vampire.
Kehidupan sebagai bounty hunter membawa Masahiro pada berbagai petualangan yang berbahaya. Setiap misi yang diemban adalah sebuah ujian bagi dirinya. Dalam salah satu misi yang berbahaya, ketika sedang melacak sekelompok vampire yang membahayakan sebuah desa, Masahiro menemukan seorang anak setengah buaya yang terluka di rawa. Ia merasa iba melihat makhluk itu menderita dan tanpa ragu-ragu, Masahiro memutuskan untuk merawatnya.
Anak buaya itu menjadi sahabat setia Masahiro. Meskipun banyak orang meragukan keputusan Masahiro untuk merawat seorang anak, namun bagi Masahiro, itu adalah tindakan yang penuh empati dan bukti bahwa kekuatannya bisa digunakan untuk kebaikan.
Tahun-tahun pertama
Nenek moyang
Ayah Hitler, Alois Hitler (1837–1903), adalah anak tidak sah dari Maria Anna Schicklgruber. Catatan baptis tidak menyebutkan nama ayah Alois, sehingga Alois memakai nama belakang ibunya. Pada tahun 1842, Johann Georg Hiedler menikahi Anna. Setelah Anna meninggal dunia tahun 1847 dan Johann tahun 1856, Alois dibesarkan di keluarga adik Hiedler, Johann Nepomuk Hiedler.[1] Pada tahun 1876, Alois disahkan dan catatan baptisnya diubah oleh seorang pendeta di hadapan tiga saksi mata.[2] Saat diadili di Nuremberg tahun 1945, pejabat Nazi Hans Frank menyebut keberadaan surat-surat yang mengklaim bahwa ibu Alois bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk sebuah keluarga Yahudi di Graz dan bahwa putra keluarga tersebut yang berusia 19 tahun, Leopold Frankenberger, merupakan ayah Alois.[3] Akan tetapi, tidak ada nama Frankenberger yang tercatat di Graz pada masa itu dan catatan keluarga Leopold Frankenberger tidak pernah dibuat.[4] Para sejarawan meragukan klaim bahwa ayah Alois adalah seorang Yahudi.[5][6]
Pada usia 39 tahun, Alois memilih nama belakang "Hitler", bisa dieja "Hiedler", "Hüttler", atau "Huettler". Asal kata namanya adalah "seseorang yang tinggal di rumah" (Jerman Standar Hütte), "penggembala" (Jerman Standar hüten "menjaga", Inggris "heed"), atau dari bahasa Slavik Hidlar dan Hidlarcek.[7]
Masa kanak-kanak dan pendidikan
Adolf Hitler lahir tanggal 20 April 1889 di Gasthof zum Pommer, sebuah penginapan di Salzburger Vorstadt 15, Braunau am Inn, Austria-Hungaria.[8] Ia adalah anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Alois Hitler dan Klara Pölzl (1860–1907). Abang dan kakak Hitler – Gustav, Ida, dan Otto – meninggal saat masih bayi.[9] Saat Hitler berusia tiga tahun, keluarga mereka pindah ke Passau, Jerman.[10] Di sana ia mempelajari dialek Bayern Hilir (bukannya bahasa Jerman Austria), dan dialek ini menjadi ciri khas gaya bicaranya seumur hidup.[11][12][13] Tahun 1894, keluarga mereka pindah lagi ke Leonding (dekat Linz), dan pada Juni 1895, Alois menetap di sebuah lahan kecil di Hafeld, dekat Lambach, tempat ia bertani dan beternak lebah. Adolf bersekolah di kota tetangga, Fischlham. Hitler mulai suka mempelajari perang setelah menemukan buku bergambar tentang Perang Prancis-Prusia milik ayahnya.[14][15]
Perpindahan mereka ke Hafeld merupakan awal dari konflik ayah-anak yang intens akibat Adolf menolak mematuhi peraturan ketat di sekolahnya.[16] Usaha pertanian Alois Hitler di Hafeld gagal dan pada tahun 1897 mereka pindah ke Lambach. Hitler yang masih berusia 8 tahun mengikuti les menyanyi, bernyanyi dengan paduan suara gereja, dan bahkan sempat mempertimbangkan diri untuk menjadi pendeta.[17] Tahun 1898, keluarga mereka pindah permanen ke Leonding. Kematian adiknya, Edmund, akibat cacar pada 2 Februari 1900 sangat mempengaruhi kehidupan Hitler. Ia berubah dari sosok yang percaya diri, mudah bergaul, dan pintar, menjadi bocah yang murung, menarik diri, dan cemberut yang sering bertengkar dengan ayah dan gurunya.[18]
Alois memiliki karier yang sukses di biro bea cukai dan ingin anaknya mengikuti jejaknya.[19] Hitler kemudian mendramatisir sebuah peristiwa ketika ayah Hitler membawanya berkunjung ke kantor bea cukai, menyebutnya sebagai peristiwa yang membangkitkan antagonisme tanpa ampun antara ayah dan anak, yang keduanya sama-sama berkeinginan kuat.[20][21][22] Mengabaikan keinginan putranya untuk masuk SMA klasik dan menjadi seorang seniman, Alois mengirim Adolf ke Realschule di Linz pada bulan September 1900.[23] (Ini adalah SMA yang sama yang kelak dimasuki Adolf Eichmann 17 tahun kemudian.)[24] Hitler menolak keputusan ini, dan dalam buku Mein Kampf, Hitler mengungkapkan bahwa ia berprestasi buruk di sekolah, sambil berharap bahwa setelah ayahnya melihat "kemajuan kecil yang aku buat di sekolah teknik, ia akan membiarkanku mengejar mimpiku."[25]
Hitler terobsesi dengan nasionalisme Jerman sejak masih muda.[26] Ia menunjukkan kesetiaannya terhadap Jerman, membenci monarki Habsburg yang semakin kacau dan pemerintahannya di kekaisaran yang dihuni berbagai etnis.[27][28] Hitler dan teman-temannya memakai kata sambutan Jerman "Heil", dan menyanyikan lagu kebangsaan Jerman "Deutschland Über Alles" alih-alih lagu kebangsaan Kekaisaran Austria.[29]
Setelah kematian mendadak Alois tanggal 3 Januari 1903, prestasi Hitler di sekolah memburuk. Ibunya mengizinkan Hitler berhenti sekolah pada musim gugur 1905.[30] Ia bersekolah di Realschule di Steyr pada September 1904; perilaku dan prestasinya membaik.[31] Pada musim gugur 1905, setelah lulus ujian susulan dan ujian akhir, Hitler berhenti sekolah tanpa keinginan apapun untuk melanjutkan sekolah atau membina karier.[32]
Masa remaja di Wina dan Munich
Sejak 1905, Hitler menjalani kehidupan bohemia di Wina yang didanai oleh tunjangan anak yatim dan bantuan dari ibunya. Ia bekerja sebagai buruh biasa, lalu seorang pelukis yang menjual lukisan cat air. Akademi Seni Rupa Wina dua kali menolak Hitler, yaitu tahun 1907 dan 1908, dikarenakan "tidak cocok melukis". Direktur akademi menyarankan agar Hitler mempelajari arsitektur,[33] namun ia tidak memenuhi persyaratan akademik.[34] Pada tanggal 21 Desember 1907, ibunya meninggal dunia pada usia 47 tahun. Setelah ditolak Akademi untuk kedua kalinya, Hitler kehabisan uang. Tahun 1909, ia tinggal di tempat penampungan tunawisma, dan pada tahun 1910, ia menetap di sebuah rumah pekerja miskin di Meldemannstraße.[35] Saat Hitler tinggal di sana, Wina adalah tempat penuh prasangka agama dan rasisme.[36] Kekhawatiran bahwa Wina akan dipenuhi imigran dari Timur meluas, dan wali kotanya yang populis, Karl Lueger, mengeksploitasi retorika antisemitisme untuk kepentingan politiknya. Antisemitisme pan-Jermanik Georg Schönerer mendapat dukungan kuat di distrik Mariahilf, tempat Hitler tinggal.[37] Hitler membaca koran-koran setempat, seperti Deutsches Volksblatt, yang mengompori prasangka dan membakar ketakutan umat Kristen yang khawatir akan terusir oleh membanjirnya pendatang Yahudi dari timur.[38] Menolak apa yang disebutnya sebagai "Jermanofobia" Katolik, ia mulai menyukai Martin Luther.[39]
Asal usul dan kapan Hitler menunjukkan antisemitismenya sulit dilacak.[40] Hitler menyebutkan dalam Mein Kampf bahwa berubah menjadi seorang antisemit di Wina.[41] Sahabatnya, August Kubizek, mengaku bahwa Hilter adalah seorang "antisemit resmi" sebelum meninggalkan Linz.[42] Kesaksian Kubizek ditentang oleh sejarawan Brigitte Hamann, yang menulis bahwa Kubizek adalah satu-satunya orang yang mengatakan bahwa Hitler muda adalah seorang antisemit.[43] Hamann juga menulis bahwa belum ada pernyataan antisemit yang keluar dari mulut Hitler pada masa itu.[44] Sejarawan Ian Kershaw berpendapat bahwa jika Hitler pernah berkata seperti itu, perkataannya tidak diketahui karena antisemitisme di Wina sudah biasa pada saat itu.[45] Sejumlah sumber memberikan bukti kuat bahwa Hitler memiliki teman-teman Yahudi di penginapannya dan tempat-tempat lain di Wina.[46][47] Sejarawan Richard J. Evans menyatakan bahwa "para sejarawan sekarang setuju bahwa anti-Semitismenya yang terkenal baru muncul setelah kekalahan Jerman [dalam Perang Dunia I], sebagai efek samping dari jawaban paranoid 'pengkhianatan' terhadap peristiwa ini".[48]
Hitler mewarisi bagian terakhir dari harta ayahnya pada bulan Mei 1913 dan pindah ke Munich.[49] Para sejarawan yakin ia keluar dari Wina untuk menghindari wajib militer ke Angkatan Darat Austria.[50] Hitler kemudian mengklaim bahwa ia tidak mau berdinas di Kekaisaran Habsburg karena percampuran "ras" di dalam tubuh AD.[49] Setelah ia dinyatakan tidak cocok berdinas—karena gagal tes fisik di Salzburg tanggal 5 Februari 1914—ia pulang ke Munich.[51]
Perang Dunia I
Saat Perang Dunia I pecah, Hitler adalah penduduk kota Munich dan dengan sukarela berdinas di Angkatan Darat Bayern sebagai warga negara Austria.[52] Ditempatkan di Resimen Infanteri Cadangan Bayern 16 (Kelompok Resimen ke-1),[53][52] Hitler berperan sebagai pengirim berita di Front Barat di Prancis dan Belgia,[54] menghabiskan nyaris separuh waktunya di belakang garis depan.[55][56] Ia terlibat dalam Pertempuran Ypres Pertama, Pertempuran Somme, Pertempuran Arras, dan Pertempuran Passchendaele, dan sempat terluka di Somme.[57]
Ia diberi penghargaan Salib Besi kelas Kedua pada tahun 1914 atas keberaniannya.[57] Karena disarankan Hugo Gutmann, Hitler menerima Salib Besi kelas Pertama, pada tanggal 4 Agustus 1918,[58] sebuah penghargaan yang jarang disematkan pada seseorang berpangkat seperti Hitler (Gefreiter). Pekerjaan Hitler di kantor pusat resimen, yaitu berinteraksi penuh dengan perwira senior, mungkin membantu dirinya mendapatkan penghargaan ini.[59] Meski aksinya dianggap berani, namun tetap tidak dapat disebut sangat terpuji.[60] Hitler juga menerima Black Wound Badge pada 18 Mei 1918.[61]
Selama berdinas di kantor pusat, Hitler mengembangkan bakat seninya dengan menggambar kartun dan instruksi untuk surat kabar angkatan darat. Pada Pertempuran Somme bulan Oktober 1916, ia terluka di bagian paha[62] atau betis kiri oleh granat yang meledak di parit pengirim berita.[63] Hitler menghabiskan hampir dua bulan di rumah sakit Palang Merah di Beelitz, lalu kembali ke resimennya pada 5 Maret 1917.[64] Pada 15 Oktober 1918, Hitler buta sementara akibat serangan gas mustar dan terpaksa diinapkan di rumah sakit Pasewalk.[65] Di sana, Hitler mengetahui kekalahan Jerman,[66] dan setelah mendapatkan berita tersebut, ia mengaku buta kembali.[67]
Hitler menjadi jengkel karena upaya perang Jerman gagal dan karena itu pula perkembangan ideologinya perlahan terbentuk.[68] Ia menyebut Perang Dunia I sebagai "pengalaman terhebat seumur hidup" dan ia dipuji oleh para komandannya atas keberaniannya.[69] Pengalaman ini memperkuat patriotismenya terhadap Jerman dan ia terkejut oleh penyerahan diri Jerman pada bulan November 1918.[70] Seperti para nasionalis Jerman lainnya, ia percaya terhadap Dolchstoßlegende (legenda pengkhianatan) yang mengklaim bahwa Angkatan Darat Jerman yang "tak terkalahkan di lapangan" telah "ditusuk dari belakang" di front dalam negeri oleh para pemimpin warga sipil dan kaum Marxis, yang kemudian dijuluki "para kriminal November".[71]
Perjanjian Versailles menekankan bahwa Jerman harus mengembalikan sejumlah wilayah yang diduduki dan mendemiliterisasi Rhineland. Perjanjian ini memberlakukan sanksi ekonomi dan reparasi berat terhadap Jerman. Banyak warga Jerman memandang perjanjian ini—khususnya Pasal 231 yang menyebut Jerman bertanggung jawab atas semua akibat perang—sebagai suatu upaya mempermalukan Jerman.[72] Perjanjian Versailles dan kondisi ekonomi, sosial, dan politik di Jerman pascaperang kemudian dieksploitasi oleh Hitler untuk kepentingan politiknya.[73]
Kancah politik
Setelah Perang Dunia I, Hitler pulang ke Munich.[74] Tanpa pendidikan formal dan prospek karier, ia mencoba bertahan di AD selama mungkin.[75] Pada Juli 1919, ia ditunjuk sebagai Verbindungsmann (agen intelijen) untuk sebuah Aufklärungskommando (komando mata-mata) milik Reichswehr untuk mempengaruhi tentara lain dan menyusup ke Partai Pekerja Jerman (DAP). Saat mengawasi aktivitas DAP, Hitler tertarik pada pemikiran sang pendiri partai, Anton Drexler, yang antisemit, nasionalis, antikapitalis, dan anti-Marxis.[76] Drexler menyukai pemerintahan aktif yang kuat, versi sosialisme non-Yahudi, dan solidaritas kalangan masyarakat. Terpukau oleh kemampuan pidato Hitler, Drexler mengundangnya untuk bergabung dengan DAP. Hitler menerima tawaran tersebut pada 12 September 1919[77] dan menjadi anggota partai ke-55.[78]
Di DAP, Hitler bertemu dengan Dietrich Eckart, salah seorang pendiri partai dan anggota kelompok rahasia Thule Society.[79] Eckart menjadi guru Hitler, sempat bertukar pikiran dengannya dan memperkenalkannya dengan berbagai macam tokoh masyarakat Munich.[80] Demi meningkatkan daya tariknya, DAP mengubah namanya menjadi Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (Partai Pekerja Jerman Sosialis Nasional – NSDAP).[81] Hitler merancang bendera swastika di dalam lingkaran putih berlatar belakang merah untuk partai ini.[82]
Hitler keluar dari AD pada Maret 1920 dan mulai bekerja purnawaktu untuk NSDAP. Pada Februari 1921—saat sudah cakap berpidato di hadapan kerumunan besar—ia berpidato di hadapan 6.000 orang di Munich.[83] Untuk mempublikasikan pertemuan tersebut, dua truk pendukung partai berkeliling kota sambil mengibarkan bendera swastika dan menyebar brosur. Popularitas Hitler segera naik gara-gara pidato polemiknya yang kasar terhadap Perjanjian Versailles, pesaing politik, dan kaum Marxis dan Yahudi.[84] Pada waktu itu, NSDAP berkantor pusat di Munich, lahan subur bagi kaum nasionalis Jerman antipemerintah yang ingin menghancurkan Marxisme dan melecehkan Republik Weimar.[85]
Pada bulan Juni 1921, saat Hitler dan Eckart sedang dalam perjalanan penggalangan dana ke Berlin, sebuah pemberontakan terjadi di dalam tubuh NSDAP di Munich. Sejumlah anggota komite eksekutif, beberapa di antaranya menganggap Hitler terlalu sombong, ingin bergabung dengan pesaing mereka, Partai Sosialis Jerman (DSP).[86] Hitler pulang ke Munich tanggal 11 Juli dan mempertegas pengunduran dirinya. Anggota komite kemudian menyadari pengunduran diri Hitler berarti partai bubar.[87] Hitler mengumumkan akan bergabung kembali dengan syarat ia menggantikan Drexler sebagai ketua partai dan kantor pusat partai harus tetap berada di Munich.[88] Komite setuju; Hitler bergabung kembali dengan partai sebagai anggota ke-3.680. Ia masih mendapat sejumlah pertentangan di internal NSDAP: Hermann Esser dan sekutunya menerbitkan 3.000 pamflet yang menyerang Hitler sebagai pengkhianat partai.[88][a] Pada hari-hari berikutnya, Hitler berbicara di hadapan kerumunan mempertahankan dirinya dan mendapat sambutan luar biasa. Strateginya terbukti berhasil: pada rapat anggota umum, ia diberi kekuasaan absolut sebagai ketua partai dengan satu suara menentang.[89]
Pidato Hitler yang bersemangat di aula bir mulai menarik para pendengar setia. Ia mulai terbiasa memakai tema populis yang ditargetkan pada pendengarnya, termasuk pemakaian kambing hitam yang bisa disalahkan atas kesulitan ekonomi para pendengarnya.[90][91][92] Sejarawan mencatat dampak hipnosis dari kata-katanya terhadap kerumunan besar, dan matanya terhadap kerumunan kecil. Kessel menulis, "Dengan luar biasa ... warga Jerman berbicara dengan mistifikasi pesona 'hipnosis' Hitler. Kata itu muncul lagi dan lagi; Hitler dikatakan berhasil memukau bangsa ini, membawa mereka ke dalam keadaan trans di mana mereka tidak bisa melepaskan diri."[93] Sejarawan Hugh Trevor-Roper mendeskripsikan "pesona pandangannya yang menyihir banyak orang yang masih waras."[94] Ia memakai magnetisme pribadinya dan pemahaman terhadap psikologi kerumunan untuk mendapat keunggulan saat berpidato di hadapan publik.[95][96] Alfons Heck, mantan anggota Pemuda Hitler, mendeskripsikan reaksi terhadap pidato Hitler: "Kami terbakar dengan kebanggaan nasionalis yang sudah mencapai tingkat histeria. Pada menit-menit terakhir, kami berteriak sekencang mungkin dengan derai air mata: Sieg Heil, Sieg Heil, Sieg Heil! Sejak saat itu, diri saya adalah milik tubuh dan jiwa Adolf Hitler".[97] Meski kemampuan pidato dan kepribadiannya dapat diterima secara baik oleh kerumunan besar dan acara-acara resmi, sejumlah orang yang pernah bertemu Hitler secara pribadi mengatkan bahwa penampilan dan perilakunya gagal memberi pesona yang bertahan lama.[98][99]
Para pengikut pertamanya meliputi Rudolf Hess, mantan pilot AU Hermann Göring, dan kapten AD Ernst Röhm. Röhm menjadi kepala organisasi paramiliter Nazi, Sturmabteilung (SA, "Tentara Penyerbu"), yang bertugas melindungi rapat dan sering menyerang pesaing politik. Pengaruh kritis terhadap pemikirannya pada masa itu adalah Aufbau Vereinigung,[100] sebuah kelompok konspirasi para pengungsi Rusia Putih dan Sosialis Nasional awal. Kelompok yang didanai sejumlah tokoh industrialis kaya seperti Henry Ford ini memperkenalkan Hitler dengan ide konspirasi Yahudi yang mengaitkan keuangan internasional dengan Bolshevisme.[101]
Bierkeller Putsch
Hitler meminta bantuan Jenderal Perang Dunia I Erich Ludendorff untuk melakukan kudeta bernama "Bierkeller Putsch". Partai Nazi memakai Fasisme Italia sebagai model penampilan dan kebijakan mereka. Hitler ingin meniru "Pawai ke Roma"-nya Benito Mussolini (1922) dengan membuat kudetanya sendiri di Bayern, lalu diikuti dengan melawan pemerintahan di Berlin. Hitler dan Ludendorff mencari dukungan Staatskommissar (komisaris negara) Gustav von Kahr, pemimpin de facto Bayern. Namun Kahr dan Kepala Polisi Hans Ritter von Seisser (Seißer) dan Jenderal Reichswehr Otto von Lossow ingin mendirikan kediktatoran nasionalis tanpa keterlibatan Hitler.[102]
Hitler hendak merengkuh momen kritis ini demi meraih dukungan luas dari rakyat.[103] Pada tanggal 8 November 1923, ia dan SA menyerbu rapat umum 3.000 orang yang diselenggarakan Kahr di Bürgerbräukeller, sebuah aula bir besar di Munich. Hitler menyerobot pidato Kahr dan mengumumkan bahwa revolusi nasional telah dimulai dan mendeklarasikan pembentukan pemerintahan baru bersama Ludendorff.[104] Mundur ke ruang belakang, Hitler, dengan pistol genggamnya, menuntut dan mendapat dukungan Kahr, Seisser, dan Lossow.[104] Pasukan Hitler awalnya berhasil menduduki Reichswehr dan markas polisi setempat; sayangnya, Kahr dan rekan-rekannya menarik dukungan mereka dan baik AD maupun polisi negara tidak bergabung dengan Hitler.[105] Keesokan harinya, Hitler dan para pengikutnya berpawai dari aula bir ke Kementerian Perang Bayern untuk menggulingkan pemerintahan Bayern, tetapi berhasil dibubarkan polisi.[106] 16 anggota NSDAP dan 4 polisi tewas dalam kudeta gagal ini.[107]
Hitler kabur ke rumah Ernst Hanfstaengl dan menurut sejumlah orang ia sempat mempertimbangkan bunuh diri.[108] Ia depresi namun tenang saat ditahan tanggal 11 November 1923 akibat pengkhianatan tingkat tinggi.[109] Pengadilannya dimulai bulan Februari 1924 di hadapan Pengadilan Rakyat istimewa di Munich,[110] dan Alfred Rosenberg menjadi ketua sementara NSDAP. Pada tanggal 1 April, Hitler dihukum lima tahun penjara di Penjara Landsberg.[111] Ia ditangani secara baik oleh para penjaga; ia diizinkan menerima surat dari para pendukungnya dan kunjungan rutin oleh rekan-rekan partai. Mahkamah Agung Bayern mengeluarkan pengampunan dan Hitler dibebaskan dari penjara pada tanggal 20 Desember 1924, bertentangan dengan keberatan jaksa negara.[112] Jika dihitung secara keseluruhan, Hitler hanya mendekam selama satu tahun lebih di penjara.[113]
Di Landsberg, Hitler mendiktekan sebagian besar volume pertama Mein Kampf (Perjuanganku; awalnya berjudul Empat Setengah Tahun Perjuangan Melawan Kebohongan, Kebodohan, dan Kepengecutan) kepada wakilnya, Rudolf Hess.[113] Buku tersebut, didedikasikan kepada anggota Thule Society Dietrich Eckart, adalah sebuah otobiografi sekaligus pemaparan ideologinya. Mein Kampf dipengaruhi oleh The Passing of the Great Race karya Madison Grant, yang Hitler anggap "Injilku".[114] Buku tersebut menjadi dasar rencana Hitler untuk mengubah masyarakat Jerman menjadi satu berdasarkan ras. Sejumlah kalimat di dalamnya menekankan genosida.[115] Diterbitkan dalam dua volume tahun 1925 dan 1926, buku ini terjual sebanyak 228.000 eksemplar antara 1925 dan 1932. Satu juga eksemplar terjual pada 1933, tahun pertama Hitler menjabat. [116]
Membangun kembali NSDAP
Setelah Hitler dibebaskan dari penjara, politik di Jerman sudah kurang bersaing dan ekonomi membaik, sehingga membatasi kesempatan Hitler memenuhi tujuan politiknya. Akibat Bierkeller Putsch yang gagal tersebut, NSDAP dan organisasi terkait dilarang berdiri di Bayern. Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Bayern Heinrich Held tanggal 4 Januari 1925, Hitler setuju menghormati kewenangan negara: ia hanya akan mengejar kekuasaan politik melalui proses demokratis. Pertemuan ini berhasil mencabut larangan terhadap NSDAP.[117] Akan tetapi, Hitler dilarang berpidato di hadapan publik, [118] sebuah larangan yang tetap berlaku sampai 1927.[119] Untuk memajukan ambisi politiknya meski dilarang, Hitler menunjuk Gregor Strasser, Otto Strasser, dan Joseph Goebbels untuk mendirikan dan mengembangkan NSDAP di Jerman utara. Seorang strategiwan berbakat, Gregor Strasser, membuat jalur politik yang lebih independen dengan menekankan elemen sosialis dari program partai ini.[120]
Bursa saham di Amerika Serikat jatuh pada tanggal 24 Oktober 1929. Dampaknya di Jerman begitu parah: jutaan orang di-PHK dan sejumlah bank besar bangkrut. Hitler dan NSDAP bersiap untuk memanfaatkan peristiwa ini demi mendulang dukungan bagi partai mereka. Mereka berjanji menghapus Perjanjian Versailles, memperkuat ekonomi, dan menyediakan lapangan kerja.[121]
Masa pemerintahan
Pemilu | Total suara | % suara | Kursi Reichstag | Catatan |
---|---|---|---|---|
Mei 1924 | 1.918.300 | 6,5 | 32 | Hitler dipenjara |
Desember 1924 | 907.300 | 3,0 | 14 | Hitler bebas |
1928 | 810.100 | 2,6 | 12 | |
1930 | 6.409.600 | 18,3 | 107 | Setelah krisis keuangan |
1932 | 13.745.000 | 37,3 | 230 | Setelah Hitler dicalonkan jadi presiden |
1932 | 11.737.000 | 33,1 | 196 | |
1933 | 17.277.180 | 43,9 | 288 | Hitler saat menjadi Kanselir Jerman |
Pemerintahan Brüning
Depresi Besar di Jerman memberi kesempatan politik bagi Hitler. Penduduk Jerman setengah mendukung setengah menentang republik parlementer, yang menghadapi tekanan besar dari kaum ekstremis sayap kanan dan kiri. Partai politik moderat tidak mampu membendung gelombang ekstremisme, dan referendum Jerman 1929 berhasil membawa ideologi Nazi ke permukaan.[123] Pemilihan umum September 1930 berakhir dengan terpecahnya koalisi besar dan digantikan oleh kabinet minoritas. Ketuanya, kanselir Heinrich Brüning dari Partai Tengah, memerintah menggunakan dekret darurat dari presiden Paul von Hindenburg. Pemerintahaan menggunakan dekret akan menjadi norma baru dan membuka jalan bagi pemerintahan otoriter.[124] NSDAP bangkit dari ketidakjelasan menjadi pemenang 18,3% suara dan 107 kursi parlemen dalam pemilu tahun 1930, menjadikannya partai terbesar kedua di parlemen.[125]
Hitler hadir pada pengadilan dua perwira Reichswehr, Letnan Richard Scheringer dan Hans Ludin, pada musim gugur 1930. Keduanya dituduh memiliki keanggotaan di NSDAP yang pada waktu itu tidak diperbolehkan untuk personel Reichswehr.[126] Hakim berpendapat bahwa NSDAP adalah partai ekstremis, sehingga pengacara terdakwa Hans Frank terpaksa memanggil Hitler untuk bersaksi di pengadilan.[127] Pada tanggal 25 September 1930 Hitler bersaksi bahwa partainya hanya mengejar kekuasaan politik melalui pemilihan umum yang dmeokratis,[128] sebuah kesaksian yang memberinya dukungan dari korps Reichswehr.[129]
Tindakan Brüning yang keras membawa sedikit perbaikan terhadap ekonomi dan sangat tidak merakyat.[130] Hitler memanfaatkannya dengan menargetkan pesan-pesan politiknya khusus kepada orang-orang yang terkena dampak inflasi 1920-an dan Depresi Besar, seperti petani, veteran perang, dan kelas menengah.[131]
Hitler secara resmi melepaskan kewarganegaraan Austrianya pada 7 April 1925, tetapi belum memperoleh kewarganegaraan Jerman. Nyaris selama 7 tahun ia adalah orang tanpa negara, tidak bisa menduduki jabatan publik, dan terancam dideportasi.[132] Pada tanggal 25 Februari 1932, menteri dalam negeri Brunswick, anggota NSDAP juga, menunjuk Hitler sebagai pengurus delegasi negara untuk Reichsrat di Berlin. Karena itu pula, Hitler otomatis menjadi warga negara Brunswick,[133] sekaligus Jerman.[134]
Tahun 1932, Hitler berkampanye melawan von Hindenburg dalam pemilu presiden. Kelangsungan pencalonannya ditegaskan oleh pidato tanggal 27 Januari 1932 di Industry Club di Düsseldorf, yang memberinya dukungan dari sebagian besar industrialis paling berpengaruh di Jerman.[135] Namun Hindenburg sudah didukung oleh berbagai partai nasionalis, monarkis, Katolik, dan republikan, dan sejumlah kaum demokrat sosial. Hitler memakai slogan kampanye "Hitler über Deutschland" ("Hitler di atas Jerman"), merujuk pada ambisi politik sekaligus kampanyenya yang menggunakan pesawat terbang.[136] Hitler menempati peringkat kedua di dua putaran pemilu dengan lebih dari 35% suara pada pemilu terakhir. Meski ia kalah, pemilihan umum ini menjadikan Hitler kekuatan dalam perpolitikan Jerman.[137]
Penunjukan sebagai kanselir
Ketiadaan pemerintahan yang efektif memaksa dua politikus berpengaruh, Franz von Papen dan Alfred Hugenberg, bersama sejumlah industrialis dan pebisnis lainnya, menyurati von Hindenburg. Para penandatangan memaksa Hindenburg menunjuk Hitler sebagai kepala pemerintahan "bebas dari partai parlemen", yang akan berubah menjadi gerakan yang mampu "memukau jutaan orang".[138][139]
Hindenburg dengan setengah hati setuju menunjuk Hitler sebagai kanselir setelah dua pemilihan umum parlemen—bulan Juli dan November 1932—tidak menghasilkan pembentukan pemerintahan mayoritas. Hitler akan memimpin pemerintahan koalisi berusia pendek yang dibentuk oleh NSDAP dan partai Hugenberg, yaitu Partai Rakyat Nasional Jerman (DNVP). Pada 30 Januari 1933, kabinet baru disumpah dalam upacara singkat di kantor Hindenburg. NSDAP memperoleh tiga jabatan penting, Hitler menjadi Kanselir, Wilhelm Frick Menteri Dalam Negeri, dan Hermann Göring Menteri Dalam Negeri untuk Prusia.[140] Hitler sebelumnya menuntut jabatan menteri sebagai upaya mengendalikan polisi di sebagian besar wilayah Jerman.[141]
Kebakaran Reichstag dan pemilu Maret
Sebagai kanselir, Hitler berupaya melawan balik tindakan-tindakan para pesaing NSDAP untuk membuat pemerintahan mayoritas. Karena kebuntuan politik, ia meminta Presiden Hindenburg membubarkan Reichstag lagi dan menjadwalkan pemilu pada awal Maret. Pada 27 Februari 1933, gedung Reichstag terbakar. Göring menyebut hal ini sebagai plot komunis, karena seorang komunis Belanda Marinus van der Lubbe terbukti memperburuk keadaan di dalam gedung yang terbakar itu.[142] Atas permintaan Hitler, Hindenburg menanggapinya dengan mengeluarkan Dekret Kebakaran Reichstag tanggal 28 Februari, yang menghapus hak-hak dasar dan mengizinkan penahanan tanpa diadili terlebih dahulu. Aktivitas Partai Komunis Jerman ditekan dan sekitar 4.000 anggota partai komunis ditahan.[143] Para peneliti, termasuk William L. Shirer dan Alan Bullock, berpendapat bahwa NSDAP sendiri yang memulai kebakaran tersebut.[144][145]
Selain kampanye politik, NSDAP terlibat dalam kekerasan paramiliter dan penyebaran propaganda anti-komunis beberapa hari menjelang pemilu. Pada hari-H, 6 Maret 1933, jumlah suara NSDAP meningkat menjadi 43,9% dan partai ini memperoleh jumlah kursi terbanyak di parlemen. Akan tetapi, partai Hitler gagal mengamankan mayoritas absolut, sehingga mereka harus berkoalisi dengan DNVP.[146]
Hari Potsdam dan UU Pemberian Kuasa
Tanggal 21 Maret 1933, Reichstag baru dibentuk melalui upacara pembukaan di Gereja Garnisun di Potsdam. "Hari Potsdam" ini diadakan untuk menunjukkan persatuan antara gerakan Nazi dan kaum elit dan militer Prusia lama. Hitler tampil dengan mantel pagi dan dengan ramah menyambut Presiden von Hindenburg.[147][148]
Demi mencapai kendali politik penuh meski gagal memeroleh mayoritas absolut di parlemen, pemerintahan Hitler meminta rancangan Ermächtigungsgesetz (Undang-Undang Pemberian Kuasa) untuk menjalani pemungutan suara di Reichstag yang baru terbentuk ini. RUU ini memberikan kabinet Hitler kekuasaan legislatif penuh selama empat tahun dan (dengan sejumlah pengecualian) mengizinkan penyimpangan dari konstitusi.[149] RUU tersebut membutuhkan mayoritas dua per tiga agar bisa disahkan. Tanpa menyiakan kesempatan, Nazi memakai persyaratan Dekret Kebakaran Reichstag untuk mencegah sejumlah deputi Demokrat Sosial hadir; Partai Komunis resmi dilarang.[150]
Pada 23 Maret, Reichstag bersidang di Kroll Opera House di bawah suasana yang kacau balau. Sejumlah anggota SA menjadi penjaga di dalam gedung, sementara kerumunan besar di luar yang menentang RUU meneriakkan slogan dan ancaman terhadap anggota parlemen yang baru datang.[151] Posisi Partai Tengah, partai terbesar ketiga di Reichstag, adalah mutlak. Setelah Hitler berjanji langsung kepada ketua partai Ludwig Kaas bahwa Presiden von Hindenburg akan mempertahankan hak vetonya, Kaas mengumumkan Partai Tengah kan mendukung RUU Pemberian Kuasa. Akhirnya, UU Pemberian Kuasa disahkan dengan suara 441–84; semua partai kecuali Demokrat Sosial memberi suara setuju. UU Pemberian Kuasa, bersama Dekret Kebakaran Reichstag, mengubah pemerintahan Hitler menjadi kediktatoran de facto yang sah secara hukum.[152]
Penghapusan batasan lain
Meski tampak seperti omong kosong, aku beritahu kalian bahwa gerakan Sosialis Nasional akan berlanjut sampai 1.000 tahun! ... Jangan lupa bagaimana orang-orang menertawakanku 15 tahun yang lalu saat kukatakan bahwa suatu hari aku akan memimpin Jerman. Mereka sekarang tertawa, sama bodohnya, saat aku menyatakan akan terus berkuasa!
— Adolf Hitler kepada seorang koresponden Britania di Berlin, Juni 1934[153]
Setelah berhasil mengendalikan penuh cabang pemerintahan legislatif dan eksekutif, Hitler dan sekutu politiknya mulai menekan oposisi politik yang tersisa secara sistematis. Partai Demokratik Sosial dilarang berdiri dan semua asetnya disita.[154] Saat delegasi serikat dagang berkumpul di Berlin untuk aktivitas May Day, tentara SA merobohkan kantor-kantor serikat di seluruh Jerman. Pada tanggal 2 Mei 1933, semua serikat dagang terpaksa bubar dan ketua-ketuanya ditahan; beberapa di antaranya dikirim ke kamp konsentrasi.[155] Front Buruh Jerman dibentuk sebagai organisasi yang memayungi semua pekerja, pengurus, dan pemilik perusahaan, sehingga merefleksikan konsep sosialisme nasional dengan semangat Volksgemeinschaft Hitler (komunitas rasial Jerman; secara harafiah berarti "komunitas rakyat").[156]
Pada akhir Juni, partai-partai lain diintimidasi agar bubar. Dengan bantuan SA, Hitler menekan rekan koalisinya, Hugenberg, supaya mundur. Tanggal 14 Juli 1933, NSDAP dinyatakan sebagai satu-satunya partai politik yang sah di Jerman.[156][154] Tuntutan SA untuk kekuasaan politik dan militer yang lebih besar memunculkan kegelisahan di kalangan pimpinan militer, industri, dan politik. Hitler menanggapinya dengan menghapus seluruh kepemimpinan SA dalam Malam Pisau-Pisau Panjang yang dilancarkan pada 30 Juni sampai 2 Juli 1934.[157] Hitler menargetkan Ernst Röhm dan pimpinan SA lainnya, bersama sejumlah lawan politik Hitler (seperti Gregor Strasser dan mantan kanselir Kurt von Schleicher), yang kemudian dikumpulkan, ditahan, dan ditembak mati.[158] Saat komunitas internasional dan sejumlah masyarakat Jerman terkejut akibat pembunuhan itu, banyak kalangan di Jerman melihat Hitler sedang menegakkan ketertiban.[159]
Tanggal 2 Agustus 1934, Presiden von Hindenburg meninggal dunia. Sehari sebelumnya, kabinet telah mengesahkan "Hukum Jabatan Negara Tertinggi Reich".[160] Hukum ini menyatakan bahwa setelah Hindenburg meninggal dunia, jabatan presiden akan dihapus dan kekuasaannya digabung dengan kekuasaan kanselir. Hitler lantas menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan, dan secara formal diberi nama Führer und Reichskanzler (pemimpin dan kanselir).[161] Hukum ini melanggar Undang-Undang Pemberian Kuasa. Meski mengizinkan Hitler menyimpang dari konstitusi, UU ini secara eksplisit melarangnya menerobos hukum apapun yang berkaitan dengan jabatan presiden. Pada tahun 1932, konstitusi tersebut diamendemen untuk menjadikan presiden Mahkamah Agung, bukan kanselir, sebagai presiden sementara sambil menunggu pemilihan umum baru.[162] Dengan hukum ini, Hitler menghapus alternatif hukum terakhir yang dapat menurunkannya dari tampuk kekuasaan.
Sebagai kepala negara, Hitler menjadi Komandan Tertinggi angkatan bersenjata. Sumpah setia tentara yang biasa diganti menjadi sumpah setia kepada diri Hitler, bukannya jabatan komandan tertinggi atau negara.[163] Pada 19 Agustus, penggabungan kepresidenan dengan kekanseliran disetujui oleh 90% suara dalam sebuah plebisit.[164]
Pada awal 1938, Hitler memakai taktik pemfitnahan untuk mengonsolidasikan kekuasaan militernya dengan mencetuskan Skandal Blomberg–Fritsch. Hitler memaksa Menteri Perang, Marsekal Lapangan Werner von Blomberg mengundurkan diri dengan menunjukkan laporan polisi bahwa istri baru Blomberg pernah terlibat dalam prostitusi.[165][166] Komandan Angkatan Darat Kolonel-Jenderal Werner von Fritsch disingkirkan dengan cara yang sama setelah Schutzstaffel (SS) membuat tuduhan bahwa ia terlibat dalam hubungan homoseksual.[167] Keduanya menjadi sosok yang tidak disukai setelah mereka keberatan terhadpa permintaan Hitler agar Wehrmacht dipersiapkan untuk perang setidaknya tahun 1938.[168] Hitler mengambil alih jabatan Komandan Bertugas Blomberg, sehingga ia bisa mengendalikan angkatan bersenjata secara pribadi. Ia mengganti Kementerian Perang dengan Oberkommando der Wehrmacht (Komando Tinggi Angkatan Bersenjata, atau OKW), dipimpin Jenderal Wilhelm Keitel. Pada hari yang sama, 16 jenderal dipecat dan 44 lainnya dipindahtugaskan; semuanya diduga tidak pro-Nazi. [169] Pada awal Februari 1938, 12 jenderal dipecat.[170]
Setelah mengonsolidasikan kekuatan politiknya, Hitler menekan atau menyingkirkan oposisinya melalui proses Gleichschaltung. Ia berupaya mendapat tambahan dukungan publik dengan berjanji memutarbalikkan dampak Depresi Besar dan Perjanjian Versailles.
Banyak dekret Hitler didasarkan pada Dekret Kebakaran Reichstag, sesuai Pasal 48 Konstitusi Weimar. Dekret ini memberi presiden kekuasaan mengambil tindakan darurat untuk melindungi keselamatan dan ketertiban masyarakat. Karena itu, Hitler bisa berkuasa di bawah darurat militer yang sah. Reichstag dua kali memperbaiki UU Pemberian Kuasa sebagai formalitas karena semua partai selain Nazi dilarang berdiri.[171]
Reich Ketiga
Ekonomi dan budaya
Pada bulan Agustus 1934, Hitler menunjuk presiden Reichsbank Hjalmar Schacht sebagai Menteri Ekonomi, dan pada tahun selanjutnya, sebagai Menteri Ekonomi Perang Berkuasa Penuh yang bertugas mempersiapkan ekonomi negara untuk perang.[172] Rekonstruksi dan persenjataan kembali didanai oleh surat Mefo, pencetakan uang, dan penyitaan aset orang-orang yang ditahan sebagai musuh negara, termasuk kaum Yahudi.[173] Pengangguran menurun dari enam juta orang pada tahun 1932 menjadi satu juta orang pada tahun 1936.[174] Hitler mengoperasikan salah satu kampanye perbaikan infrastruktur terbesar sepanjang sejarah Jerman, termasuk pembangunan bendungan, jalan bebas hambatan, rel kereta, dan pekerjaan umum lainnya. Upah agak rendah pada pertengahan sampai akhir 1930-an jika dibandingkan dengan upah pada masa Republik Weimar, sementara biaya hidup naik 25%.[175] Minggu kerja rata-rata bertambah saat peralihan ke ekonomi perang; pada 1939, rata-rata orang Jerman bekerja antara 47 sampai 50 jam seminggu.[176]
Pemerintah Hitler mensponsori arsitektur dalam skala besar. Albert Speer, terkenal karena mengimplementasikan reinterpretasi klasik Hitler terhadap budaya Jerman, ditugaskan membuat rencana renovasi arsitektur Berlin.[177] Tahun 1936, Hitler membuka Olimpiade Musim Panas di Berlin.
Persenjataan kembali dan aliansi baru
Dalam pertemuan dengan para pemimpin militer Jerman tanggal 3 Februari 1933, Hitler membicarakan "penaklukan untuk memperoleh Lebensraum di Timur dan Jermanisasi-nya yang kejam" sebagai tujuan utama kebijakan luar negerinya.[178] Pada bulan Maret, Pangeran Bernhard Wilhelm von Bülow, sekretaris di Auswärtiges Amt (Kementerian Luar Negeri), mengeluarkan pernyataan berupa tujuan-tujuan utama kebijakan luar negeri: Anschluss dengan Austria, pengembalian perbatasan nasional Jerman tahun 1914, penolakan pembatasan militer Perjanjian Versailles, pengembalian bekas koloni Jerman di Afrika, dan zona pengaruh Jerman di Eropa Timur. Hitler melihat tujuan-tujuan yang dibuat Bülow terlalu sederhana.[179] Dalam beberapa pidato selanjutnya, ia menekankan tujuan damai dari kebijakannya dan kemauan untuk bekerja sama dengan perjanjian internasional.[180] Pada pertemuan pertama Kabinetnya tahun 1933, Hitler memprioritaskan anggaran militer ketimbang pembuatan lapangan kerja.[181]
Jerman keluar dari Liga Bangsa-Bangsa dan Konferensi Pelucutan Senjata Dunia pada Oktober 1933.[182] Bulan Maret 1935, Hitler mengumumkan perluasan Wehrmacht menjadi 600.000 anggota—enam kali lebih besar daripada yang diizinkan Perjanjian Versailles—termasuk pembentukan angkatan udara (Luftwaffe) dan perluasan ukuran angkatan laut (Kriegsmarine). Britania, Prancis, Italia, dan Liga Bangsa-Bangsa mengutuk pelanggaran perjanjian tersebut.[183] Perjanjian Laut Inggris-Jerman (AGNA) tanggal 18 Juni 1935 mengizinkan peningkatan tonase Jerman menjadi 35%-nya AL Britania Raya. Hitler menyebut penandatanganan AGNA sebagai "hari paling membahagiakan dalam hidupnya," percaya bahwa perjanjian tersebut menandakan awal dari aliansi Inggris-Jerman yang ia prediksikan di Mein Kampf.[184] Prancis dan Italia tidak diikutsertakan sebelum penandatanganan, sehingga secara langsung mengabaikan LBB dan menjadikan Perjanjian Versailles tidak berlaku lagi.[185]
Jerman menduduki kembali zona demiliterisasi Rhineland pada bulan Maret 1936, melanggar Perjanjian Versailles. Hitler juga mengirim tentara ke Spanyol untuk membantu Jenderal Franco setelah menerima permintaan bantuan pada bulan Juli 1936. Pada saat yang sama, Hitler melanjutkan upayanya membentuk aliansi Inggris-Jerman.[186] Pada Agustus 1936, menanggapi krisis ekonomi yang semakin besar akibat upaya persenjataan kembali, Hitler meminta Göring memberlakukan Rencana Empat Tahun demi menyiapkan Jerman untuk perang dalam kurun empat tahun selanjutnya.[187] Rencana ini merupakan perjuangan habis-habisan antara "Judeo-Bolshevisme" dan sosialisme nasional Jerman, yang dalam pandangan Hitler membutuhkan upaya persenjataan kembali tanpa memikirkan risiko ekonomi.[188]
Conti Galeazzo Ciano, menteri luar negeri untuk pemerintahan Benito Mussolini, mengumumkan pembentukan aliansi antara Jerman dan Italia, dan pada 25 November, Jerman menandatangani Pakta Anti-Komintern dengan Jepang. Britania, Cina, Italia, dan Polandia juga diundang untuk bergabung dengan Pakta Anti-Komintern, namun hanya Italia yang menandatanganinya pada tahun 1937. Hitler membatalkan rencana aliansi Inggris-Jermannya dan menyalahkan pemerintah Britania yang "tidak pas".[189] Pada pertemuan di Reichskanzlei dengan menteri luar negeri dan pimpinan militernya November itu, Hitler menyatakan kembali keinginannya mengejar Lebensraum untuk bangsa Jerman. Ia memerintahkan persiapan perang di wilayah timur dimulai setidaknya tahun 1938 dan tidak melewati tahun 1943. Menjelang kematiannya, menit-menit konferensi yang direkam sebagai Hossbach Memorandum tersebut dianggap sebagai "pernyataan politik"-nya.[190] Ia merasa penurunan tajam standar hidup di Jerman diakibatkan oleh krisis ekonomi yang hanya bisa dihentikan oleh agresi militer terhadap Austria dan Cekoslowakia.[191][192] Hitler menginginkan aksi cepat sebelum Britania dan Prancis unggul permanen dalam perlombaan senjata.[191] Pada awal 1938, setelah Skandal Blomberg–Fritsch, Hitler mengambil alih kendali instrumen militer-kebijakan luar negeri, memecat Neurath sebagai Menteri Luar Negeri dan menunjuk dirinya sendiri sebagai Oberster Befehlshaber der Wehrmacht (komandan tertinggi angkatan bersenjata).[187] Sejak awal 1938 sampai seterusnya, Hitler menerapkan kebijakan luar negeri dengan tujuan perang.[193]
Perang Dunia II
Kesuksesan diplomatik pertama
Aliansi dengan Jepang
Pada Februari 1938, atas nasihat Menteri Luar Negeri yang baru ditunjuk, Joachim von Ribbentrop yang sangat pro-Jepang, Hitler mengakhiri aliansi Cina-Jerman dengan Republik Tiongkok demi membentuk aliansi dengan Jepang yang lebih modern dan kuat. Hitler mengumumkan pemerintahannya mengakui Manchukuo, negara dudukan Jepang di Manchuria, dan menarik klaim Jerman terhadap bekas koloni mereka di Pasifik yang dimiliki Jepang.[194] Hitler menyatakan berakhirnya pengiriman senjata ke Cina dan memulangkan semua pejabat Jerman yang bekerja di Angkatan Darat Cina.[194] Sebagai tindak balasan, Jenderal Cina Chiang Kai-shek membatalkan semua perjanjian ekonomi Cina-Jerman, sehingga bahan mentah Cina tidak lagi masuk ke Jerman.[195]
Austria dan Cekoslowakia
Pada tanggal 12 Maret 1938, Hitler mengumumkan penyatuan Austria dengan Jerman Nazi dalam program Anschluss.[196][197] Hitler kemudian mengalihkan perhatiannya ke populasi etnis Jerman di distrik Sudetenland di Cekoslowakia.[198]
Tanggal 28–29 Maret 1938, Hitler mengadakan serangkaian pertemuan rahasia di Berlin bersama Konrad Henlein dari Heimfront (Front Dalam Negeri) Sudeten, partai etnis Jerman di Sudetenland. Mereka setuju agar Henlein meminta otonomi yang lebih besar bagi penduduk Jerman Sudeten ke pemerintah Cekoslowakia, sehingga memberi legitimasi atas aksi militer Jerman ke Cekoslowakia. Pada April 1938, Henlein memberitahu menteri luar negeri Hungaria bahwa "apapun yang ditawarkan pemerintah Ceko, ia akan selalu meminta lebih tinggi lagi ... ia ingin menyabotase pemahaman dengan artian apapun karena inilah satu-satunya cara memecah Cekoslowakia dengan cepat".[199] Secara pribadi, Hitler menganggap masalah Sudeten tidak penting; keinginan sebenarnya adalah melancarkan perang penaklukan terhadap Cekoslowakia.[200]
Pada bulan April, Hitler meminta OKW bersiap-siap untuk Fall Grün ("Kasus Hijau"), kode invasi ke Cekoslowakia.[201] Karena tekanan diplomatik bertubi-tubi dari Prancis dan Britania, pada tanggal 5 September Presiden Cekoslowakia Edvard Beneš meluncurkan "Rencana Keempat" untuk reorganisasi konstitusional negaranya yang menyetujui sebagian besar permintaan Henlein untuk otonomi Sudeten.[202] Heimfront Henlein menanggapi tawaran Beneš dengan serangkaian kerusuhan melawan polisi Cekoslowakia dan berujung pada penerapan darurat militer di sejumlah distrik di Sudeten.[203][204]
Jerman bergantung pada minyak impor; konfrontasi dengan Britania atas sengketa Cekoslowakia akan mengurangi suplai minyak Jerman. Hitler membatalkan Fall Grün yang awalnya direncanakan dilaksanakan tanggal 1 Oktober 1938.[205] Pada 29 September, Hitler, Neville Chamberlain, Édouard Daladier, dan Benito Mussolini mengadakan konferensi satu hari di Munich dan menghasilkan Perjanjian Munich yang berisi penyerahan distrik Sudetenland ke Jerman.[206][207]
Chamberlain puas dengan konferensi Munich dan menyebutnya "perdamaian untuk masa kini", sementara Hitler marah karena kehilangan kesempatan berperang pada tahun 1938;[208][209] ia menyatakan ketidakpuasannya dalam sebuah pidato tanggal 9 Oktober di Saarbrücken.[210] Dalam pandangan Hitler, perdamaian yang dibantu Britania ini, meski memenuhi permintaan Jerman, adalah kekalahan diplomatik yang menggagalkan keinginannya membatasi kekuasaan Britania untuk membuka jalan ekspansi Jerman ke timur.[211][212] Karena pertemuan itu pula Hitler terpilih sebagai Man of the Year versi majalah Time tahun 1938.[213]
Pada akhir 1938 dan awal 1939, krisis ekonomi yang berlanjut akibat persenjataan kembali memaksa Hitler memotong anggaran besar-besaran.[214] Dalam pidato "Ekspor atau mati" tanggal 30 JAnuari 1939, ia meminta serangan ekonomi demi meningkatkan kepemilikan valuta asing Jerman untuk membeli bahan mentah seperti besi berkualitas tinggi untuk senjata-senjata militernya.[214]
Pada tanggal 15 Maret 1939, melanggar Perjanjian Munich dan mungkin akibat krisis ekonomi yang menekankan perlunya aset tambahan,[215] Hitler memerintahkan Wehrmacht menyerbu Praha dan memproklamasikan Bohemia dan Moravia sebagai protektorat Jerman dari Kastil Praha.[216]
Pecahnya Perang Dunia II
Dalam diskusi pribadi tahun 1939, Hitler menyatakan Britania sebagai musuh utama yang perlu dikalahkan dan pemusnahan Polandia adalah prasyarat yang diperlukan demi mencapai tujuan tersebut. Sisi timur akan diamankan dan daratannya dimasukkan dalam Lebensraum Jerman.[217] Tersinggung oleh "jaminan" kemerdekaan Polandia oleh Britania pada 31 Maret 1939, Hitler berkata, "Aku harus membuatkan minuman iblis untuk mereka."[218] Dalam sebuah pidato di Wilhelmshaven pada acara peluncuran kapal perang Tirpitz tanggal 1 April, ia mengancam akan membatalkan Perjanjian Laut Inggris-Jerman jika Britania terus menjamin kemerdekaan Polandia, yang ia pandang sebagai kebijakan "pengepungan".[218] Polandia akan menjadi negara satelit Jerman atau dinetralisasi untuk mengamankan sisi timur Reich dan mencegah kemungkinan blokade Britania.[219] Hitler awalnya memilih ide negara satelit, tetapi karena ditolak pemerintah Polandia, ia memutuskan menginvasi Polandia dan menjadikannya tujuan utama kebijakan luar negerinya tahun 1939.[220] Pada tanggal 3 April, Hitler memerintahkan pihak militer bersiap untuk Fall Weiss ("Kasus Putih"), yaitu rencana penyerbuan ke Polandia tanggal 25 Agustus.[220] Dalam pidato di Reichstag tanggal 28 April, Hitler membatalkan Perjanjian Laut Inggris-Jerman dan Pakta Non-Agresi Jerman–Polandia. Pada bulan Agustus, Hitler memberitahu jenderal-jenderalnya bahwa rencana awalnya untuk tahun 1939 adalah "...membentuk hubungan baik dengan Polandia demi memerangi Barat."[221] Sejumlah sejarawan seperti William Carr, Gerhard Weinberg, dan Ian Kershaw berpendapat bahwa alasan ketergesaan Hitler melancarkan perang adalah ia takut keburu meninggal duluan.[222][223][224]
Hitler khawatir serangan militernya ke Polandia akan menciptakan perang lebih awal terhadap Britania.[219][225] Akan tetapi, menteri luar negeri Hitler—dan mantan Duta Besar untuk London—Joachim von Ribbentrop menjamin bahwa baik Britania maupun Prancis tidak akan menghormati komitmen mereka ke Polandia.[226][227] Karena dijamin seperti itu, pada tanggal 22 Agustus 1939 Hitler memerintahkan mobilisasi militer ke Polandia.[228]
Rencana ini memerlukan bantuan rahasia dari Soviet[229] dan pakta non-agresi (Pakta Molotov-Ribbentrop) antara Jerman dan Uni Soviet, dipimpin Joseph Stalin, termasuk perjanjian rahasia pembelahan Polandia untuk kedua negara tersebut.[230] Menanggapi pakta yang baru terbentuk ini—dan berbeda dengan prediksi Ribbentrop bahwa aksi ini akan memperburuk hubungan Inggris-Polandia—Britania dan Polandia membentuk aliansi Inggris-Polandia pada 25 Agustus 1939. Manuver ini, bersamaan dengan berita dari Italia bahwa Mussolini tidak akan menghormati Pakta Baja, memaksa Hitler menunda serbuan ke Polandia dari 25 Agustus menjadi 1 September.[231] Hitler gagal mengalihkan Britania ke posisi netral dengan menawarkan jaminan non-agresi ke Imperium Britania tanggal 25 Agustus; ia kemudian menginstruksikan Ribbentrop agar mengungkapkan rencana perdamaian menit-menit terakhir dengan batasan waktu yang sangat pendek agar bisa menyalahkan perang yang akan terjadi pada ketidaksigapan Britania dan Polandia.[232][233]
Meski gelisah akan intevensi Britania, Hitler melanjutkan rencana invasi Polandia.[234] Pada tanggal 1 September 1939, Jerman menyerbu Polandia barat dengan alasan klaimnya terhadap Kota Bebas Danzig dan haknya atas jalan ekstrateritorial melintasi Koridor Polandia ditolak, yang telah diserahkan Jerman sesuai Perjanjian Versailles.[235] Merespon tindakan ini, Britania Raya dan Prancis menyatakan perang terhadap Jerman pada tanggal 3 September, mengejutkan Hitler dan memaksanya bertanya dengan nada marah kepada Ribbentrop, "Sekarang apa lagi?"[236] Prancis dan Britania segera bertindak sesuai pernyataan mereka, dan pada 17 September, pasukan Soviet menyerbu Polandia timur.[237]
Polandia takkan pernah bangkit lagi dalam bentuk Perjanjian Versailles. Ini dijamin tidak hanya oleh Jerman, tetapi juga ... Rusia.[238]
— Adolf Hitler, pidato umum di Danzig pada akhir September 1939
Jatuhnya Polandia diikuti oleh apa yang disebut sejumlah wartawan sebagai "Perang Palsu" atau Sitzkrieg ("perang duduk"). Hitler menginstruksikan dua Gauletier Polandia barat laut yang baru ditunjuk, Albert Forster dari Reichsgau Danzig-Prusia Barat dan Arthur Greiser dari Reichsgau Wartheland, untuk "menjermanisasikan" daerah mereka "tanpa pertanyaan" tentang bagaimana caranya.[239] Ketika penduduk Polandia di daerah Forster harus menandatangani pernyataan bahwa mereka memiliki darah Jerman,[240] Greiser melakukan kampanye pembersihan etnis brutal terhadap penduduk Polandia di daerahnya.[239] Greiser mengeluh Forster mengizinkan ribuan orang Polandia diterima sebagai "ras" Jerman sehingga mengancam "kemurnian ras" Jerman. Hitler menolak terlibat,[239] karena ingin menjadikannya contoh dari teori "bekerja untuk Führer": Hitler mengeluarkan instruksi yang tidak jelas dan mengharapkan semua bawahannya menjalankan kebijakan mereka sendiri.
Sengketa lain muncul tentang metode Himmler dan Greiser, yang memilih pembersihan etnis di Polandia, melawan metode Göring dan Hans Frank, Gubernur Jenderal teritori Pemerintah Umum Polandia, yang ingin mengubah Polandia menjadi "lumbung padi" Reich.[241] Pada tanggal 12 Februari 1940, sengketa ini awalnya selesai melalui pelaksanaan metode Göring–Frank, yang mengakhiri pengusiran massal yang mengganggu arus ekonomi.[241] Akan tetapi, pada 15 Mei 1940, Himmler menulis memo berjudul "Pemikiran tentang Penanganan Penduduk Asing di Timur" yang mengusulkan pengusiran seluruh penduduk Yahudi di Eropa ke Afrika dan mengucilkan penduduk Polandia menjadi "kelas buruh tanpa pemimpin."[241] Hitler menyebut memo Himmler "bagus dan tepat,"[241] lalu menerapkan kebijakan Himmler–Greiser di Polandia, sambil mengabaikan Göring dan Frank.
Hitler mulai memusatkan militernya di perbatasan barat Jerman, dan pada April 1940, pasukan Jerman menyerbu Denmark dan Norwegia. Tanggal 9 April, Hitler mengumumkan kelahiran "Reich Jerman Raya", yaitu visinya akan sebuah imperium bangsa-bangsa Jermanik di Eropa yang bersatu, tempat orang Belanda, Flandria, dan Skandinavia bergabung dalam pemerintahan "ras murni" di bawah kepemimpinan Jerman.[242] Bulan Mei 1940, Jerman menyerang Prancis, dan menduduki Luksemburg, Belanda, dan Belgia. Kemenangan tersebut memaksa Mussolini membawa Italia bergabung dengan Hitler pada 10 Juni. Prancis menyerah tanggal 22 Juni.[243]
Britania, yang tentaranya dipaksa meninggalkan Prancis melalui laut dari Dunkirk,[244] terus berperang bersama jajahan Britania yang lain pada Pertempuran Atlantik. Hitler menawarkan perdamaian kepada pemimpin Britania Raya yang baru, Winston Churchill, dan setelah ditolak ia memerintahkan serangan pengeboman ke Britania Raya. Rencana invasi Hitler ke Britania Raya dimulai dengan serangkaian serangan udara pada Pertempuran Britania terhadap sejumlah pangkalan udara dan stasiun radar Angkatan Udara Kerajaan (RAF) di Inggris Tenggara. Sayangnya, Luftwaffe Jerman tidak mampu mengalahkan Angkatan Udara Kerajaan.[245] Pada akhir Oktober, Hitler menyadari bahwa superioritas udara untuk invasi Britania—Operasi Sea Lion—tidak dapat diraih, lalu ia melancarkan serangan udara malam terhadap kota-kota di Britania, termasuk London, Plymouth, dan Coventry.[246]
Pada tanggal 27 September 1940, Pakta Tiga Pihak ditandatangani di Berlin oleh Saburō Kurusu dari Kekaisaran Jepang, Hitler, dan menteri luar negeri Italia Ciano,[247] kemudian meluas hingga Hungaria, Rumania, dan Bulgaria, sehingga memperkuat kekuatan Poros. Upaya Hitler dalam mengintegrasikan Uni Soviet dengan blok anti-Britania gagal pasca pertemuan buntu antara Hitler dan Molotov di Berlin pada bulan November, kemudian ia meminta semua pihak bersiap untuk invasi besar-besaran ke Uni Soviet.[248]
Pada musim semi 1941, aktivitas militer di Afrika Utara, Balkan, dan Timur Tengah mengalihkan Hitler dari rencananya di kawasan timur. Bulan Februari, pasukan Jerman tiba di Libya untuk memperkuat keberadaan pasukan Italia di sana. Bulan April, Hitler melancarkan invasi Yugoslavia, yang tidak lama kemudian diikuti dengan invasi Yunani.[249] Bulan Mei, pasukan Jerman dikirim untuk membantu pasukan pemberontak Irak memerangi Britania dan menyerbu Kreta. Pada tanggal 23 Mei, Hitler mengeluarkan Surat Perintah Führer No. 30.[250]
Menjelang kekalahan
Tanggal 22 Juni 1941, melawan pakta non-agresi Hitler–Stalin tahun 1939, 5,5 juta tentara Poros menyerbu Uni Soviet. Tujuan dari serangan berskala besar ini (Operasi Barbarossa) adalah penghancuran total Uni Soviet dan perebutan semua sumber daya alamnya untuk upaya agresi masa depan terhadap negara-negara Barat.[251][252] Dalam invasi ini, Jerman berhasil mencaplok wilayah yang sangat luas, termasuk beberapa republik Baltik, Belarus, dan Ukraina Barat. Setelah keberhasilan Pertempuran Smolensk, Hitler memerintahkan Grup Angkatan Darat Tengah menghentikan lajunya ke Moskwa dan sementara mengalihkan grup Panzernya ke utara dan selatan untuk membantu pengepungan Leningrad dan Kiev.[253] Keputusan Hitler ini menciptakan krisis besar di kalangan petinggi militer, karena para jenderal tidak setuju dengan perubahan target tersebut.[254][255] Jeda yang diambil Hitler pada akhir musim panas memberikan Angkatan Darat Merah kesempatam memobilisasi cadangan-cadangan baru; sejarawan Russel Stolfi menganggap hal ini sebagai salah satu faktor utama yang menyebabkan kegagalan serangan Moskwa, yang baru dilanjutkan bulan Oktober 1941 dan berakhir dengan kegagalan besar pada bulan Desember.[253]
Pada tanggal 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbor, Hawaii. Empat hari kemudian, Hitler secara resmi menyatakan perang melawan Amerika Serikat.[256]
Tanggal 18 Desember 1941, Himmler menanyai Hitler, "Apa yang perlu dilakukan terhadap kaum Yahudi Rusia?" Hitler menjawab, "als Partisanen auszurotten" ("musnahkan mereka sebagai partisan").[257] Sejarawan Israel Yehuda Bauer berkomentar bahwa pernyataan tersebut bisa jadi tanda-tanda yang hampir bisa dikatakan para sejarawan sebagai perintah langsung dari Hitler untuk melaksanakan genosida saat Holocaust.[257]
Pada akhir 1942, pasukan Jerman kalah dalam pertempuran El Alamein kedua,[258] menggagalkan rencana Hitler merebut Terusan Suez dan Timur Tengah. Kelewat yakin atas kemampuan militernya sendiri pasca kemenangan awal tahun 1940, Hitler menjadi tidak percaya terhadap Komando Tinggi Angkatan Darat dan mulai ikut campur dalam militer dan perencanaan taktis dengan akibat yang menghancurkan.[259] Pada bulan Februari 1943, penolakan Hitler yang berulang-ulang terhadap penarikan mereka dari Pertempuran Stalingrad mengakibatkan kehancuran total Angkatan Darat ke-6. Lebih dari 200.000 tentara Poros gugur dan 235.000 lainnya ditawan, hanya 6.000 di antaranya yang pulang ke Jerman setelah perang.[260] Setelah itu, terjadi kekalahan mutlak pada Pertempuran Kursk.[261] Pendapat militer Hitler mulai tidak jelas, dan posisi militer dan ekonomi Jerman ikut jatuh seiring memburuknya kesehatan Hitler. Kershaw dan sejarawan lain percaya Hitler mengalami penyakit Parkinson.[262]
Pasca invasi Sekutu ke Sisilia tahun 1943, Mussolini digulingkan oleh Pietro Badoglio,[263] yang menyerah kepada Sekutu. Sepanjang tahun 1943 dan 1944, Uni Soviet pelan-pelan memaksa pasukan Hitler mundur di sepanjang Front Timur. Tanggal 6 Juni 1944, pasukan Sekutu Barat mendarat di Prancis utara dalam salah satu operasi amfibi terbesar sepanjang sejarah, Operasi Overlord.[264] Akibat serangkaian kemunduran besar yang dialami Angkatan Darat Jerman, banyak petingginya berkesimpulan bahwa kekalahan tak dapat dielakkan dan kesalahan perhitungan atau penolakan Hitler akan membawa perang ke dalam negeri dan menyebabkan Jerman hancur total.[265]
Antara 1939 dan 1945, ada banyak rencana untuk membunuh Hitler, beberapa di antaranya berlanjut sampai tingkatan tertentu.[266] Upaya paling terkenal justru berasal dari Jerman sendiri dan didorong oleh kemungkinan bahwa Jerman akan kalah perang.[267] Pada Juli 1944, rencana 20 Juli, bagian dari Operasi Valkyrie, dijalankan. Claus von Stauffenberg meletakkan sebuah bom di salah satu bangunan markas Hitler, Wolf's Lair di Rastenburg. Hitler nyaris terbunuh karena seseorang tidak sengaja mendorong kopor bom tersebut ke belakang kaki meja konferensi yang tebal. Saat bom meledak, meja itu memantulkan ledakan menjauhi Hitler. Setelah itu, Hitler memerintahkan balas dendam yang kejam yang berujung pada eksekusi lebih dari 4.900 orang.[268]
Kekalahan dan kematian
Pada akhir 1944, baik Angkatan Darat Merah dan Sekutu Barat sedang menyerbu masuk Jerman. Mengetahui kekuatan dan kegigihan Angkatan Darat Merah, Hitler memutuskan memakai sisa tentara cadangannya untuk melawan tentara Amerika Serikat dan Britania yang ia anggap lebih lemah.[269] Pada 16 December, ia melancarkan serangan di Ardennes untuk memecah belah Sekutu Barat dan mungkin meyakinkan mereka ikut berpeang melawan Soviet.[270] Setelah serangan tersebut gagal, Hitler sadar bahwa Jerman akan kalah perang. Harapan terakhirnya untuk menegosiasikan damai dengan Amerika Serikat dan Britania dibantu oleh kematian Franklin D. Roosevelt tanggal 12 April 1945; namun, berbeda dengan harapannya, Sekutu tetap tidak gentar.[271][270] Bertindak dengan pandangannya bahwa kegagalan militer Jerman turut menghilangkan haknya untuk berdiri sebagai suatu bangsa, Hitler memerintahkan penghancuran semua infrastruktur industri Jerman sebelum jatuh ke tangan Sekutu.[272] Menteri Persenjataan Albert Speer dipercaya untuk mengeksekusi rencana bumi hangus ini, namun diam-diam ia tolak.[272]
Pada tanggal 20 April, ulang tahun Hitler ke-56, Hitler melakukan perjalanan terakhir dari Führerbunker ("perlindungan Führer") ke permukaan. Di kebun Reichskanzlei yang hancur, ia menyematkan Salib Besi kepada sejumlah tentara Pemuda Hitler.[273] Pada 21 April, Front Belorusia ke-1 pimpinan Georgy Zhukov berhasil menembus pertahanan Grup Angkatan Darat Vistula Jerman pimpinan Jenderal Gotthard Heinrici pada Pertempuran Dataran Tinggi Seelow dan melaju hingga pinggiran kota Berlin.[274] Menolak situasi tersebut, Hitler menggantungkan harapannya pada pasukan Waffen SS pimpinan Jenderal Felix Steiner, Armeeabteilung Steiner ("Detasemen Angkatan Darat Steiner"). Hitler meminta Steiner menyerang sisi utara bukit dan Angkatan Darat Kesembilan Jerman diperintahkan menyerang ke utara dalam bentuk serangan jepit.[275]
Pada konferensi militer tanggal 22 April, Hitler mempertanyakan serangan Steiner. Ia diberitahu bahwa serangan tersebut tak pernah dilancarkan dan pasukan Rusia sudah memasuki Berlin. Jawaban tersebut memaksa Hitler meminta semua orang selain Wilhelm Keitel, Alfred Jodl, Hans Krebs, dan Wilhelm Burgdorf keluar ruangan.[276] Hitler kemudian marah besar-besaran atas pengkhianatan dan ketidakmampuan para komandannya yang diakhiri dengan pernyataannya—untuk pertama kali—bahwa Jerman kalah perang. Hitler mengumumkan bahwa ia akan tetap berada di Berlin sampai perang berakhir, lalu bunuh diri.[277]
Pada 23 April, Angkatan Darat Merah mengepung seluruh Berlin[278] dan Goebbels membuat pernyataan yang meminta warga kota ikut mempertahankan Berlin.[276] Pada hari itu pula, Göring mengirim telegram dari Berchtesgaden yang berisi pendapat bahwa karena Hitler terisolasi di Berlin, ia, Göring, harus mengambil alih pemerintahan Jerman. Göring menetapkan batas waktu, lewat dari itu ia menganggap Hitler tidak berkuasa lagi.[279] Hitler menanggapinya dengan menahan Göring dan dalam surat wasiatnya yang ditulis 29 April, Hitler menyatakan Göring dipecat dari semua jabatan pemerintahan yang dipegangnya.[280][281] Tanggal 28 April, Hitler mengetahui bahwa Himmler, yang meninggalkan Berlin tanggal 20 April,[282] sedang mencoba membahas penyerahan diri dengan Sekutu Barat.[283] Ia memerintahkan Himmler ditahan dan Hermann Fegelein (perwakilan SS Himmler di kantor pusat Hitler di Berlin) dieksekusi.[284]
Setelah tengah malam 29 April, Hitler menikahi Eva Braun dalam sebuah upacara pernikahan kecil di ruang peta di Führerbunker. Setelah sarapan sederhana bersama istri barunya, ia membawa sekretaris Traudl Junge ke ruangan lain dan mendiktekan wasiat dan kata-kata terakhir.[285][b] Peristiwa ini disaksikan dan dokumennya ditandatangani oleh Hans Krebs, Wilhelm Burgdorf, Joseph Goebbels, dan Martin Bormann.[286] Sore itu, Hitler diberitahu tentang pembunuhan diktator Italia Benito Mussolini, yang mungkin mempertegas keinginannya untuk menolak ditangkap.[287]
Tanggal 30 April 1945, setelah pertempuran jalanan yang sengit, ketika tentara Soviet berada satu atau dua blok dari Reichskanzlei, Hitler dan Braun bunuh diri; Braun menggigit kapsul sianida[288] dan Hitler menembak dirinya.[289] Jasad mereka dibawa naik melalui pintu keluar darurat bunker ke kebun belakang Reichskanzlei yang sudah hancur, kemudian ditempatkan di sebuah kawah bom[290] dan disiram bensin. Kedua jasad kemudian dibakar[291] diiringi suasana pengeboman oleh Angkatan Darat Merah.[292]
Berlin menyerah pada tanggal 2 Mei. Catatan arsip Soviet—dirilis setelah jatuhnya Uni Soviet—memperlihatkan bahwa sisa-sisa jenazah Hitler, Braun, Joseph dan Magda Goebbels, enam anak Goebbels, Jenderal Hans Krebs, dan anjing-anjing Hitler berkali-kali dikubur dan diangkat.[293] Pada tanggal 4 April 1970, sebuah tim KGB Soviet memakai peta pemakaman terperinci untuk mengangkat lima kotak kayu di fasilitas SMERSH di Magdeburg. Sisa-sisa jenazah dari kotak tersebut dibakar, dihancurkan, dan disebarkan di sungai Biederitz, anak sungai Elbe.[294]
Holokaus
Jika para hartawan Yahudi di luar Eropa berhasil membawa bangsa ini sekali lagi ke kancah perang, akibatnya bukanlah bolshevisasi Bumi yang menguntungkan kaum Yahudi, namun pemusnahan ras Yahudi di Eropa![295]
— Adolf Hitler berpidato di Reichstag Jerman, 30 Januari 1939
Holocaust dan perang Jerman di timur didasarkan pada pandangan lama Hitler bahwa kaum Yahudi adalah musuh besar bangsa Jerman dan bahwa Lebensraum perlu diciptakan demi perluasan Jerman. Ia berfokus ke Eropa Timur untuk upaya perluasan tersebut dengan mengalahkan Polandia dan Uni Soviet dan menyingkirkan atau membantai kaum Yahudi dan Slavia.[296] Generalplan Ost ("Rencana Umum untuk Timur") berisikan deportasi penduduk Eropa Timur dan Uni Soviet yang diduduki ke Siberia Barat untuk dimanfaatkan sebagai buruh atau dibunuh;[297] wilayah dudukan akan dikolonisasi oleh penduduk Jerman atau yang "dijermanisasi".[298] Tujuannya adalah menerapkan rencana ini setelah menaklukkan Uni Soviet, tetapi jika gagal, Hitler tetap melanjutkannya.[297][299] Pada Januari 1942, Hitler memutuskan untuk membunuh semua kaum Yahudi, Slavia, dan penduduk terdeportasi lain yang ingin disingkirkan.[300][c]
Holocaust ("Endlösung der Judenfrage" atau "Solusi Akhir Pertanyaan Yahudi") diperintahkan oleh Hitler dan disusun dan dilaksanakan oleh Heinrich Himmler dan Reinhard Heydrich. Catatan Konferensi Wannsee—diselenggarakan tanggal 20 Januari 1942, dipimpin Heydrich dan dihadiri 15 pejabat senior Nazi—memberikan bukti jelas tentang rencana sistematis Holocaust. Tanggal 22 Februari, Hitler mengatakan, "kita harus mendapatkan kembali kesehatan kita dengan memusnahkan kaum Yahudi."[301] Sekitar 30 kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan dipakai untuk melaksanakan rencana ini.[302] Pada musim panas 1942, kamp konsentrasi Auschwitz dengan cepat diperluas untuk menampung sejumlah besar penduduk deportasi untuk dibunuh atau diperbudak.[303]
Meski tidak ada perintah khusus dari Hitler yang mengizinkan pembunuhan massal yang dipublikasikan,[304] ia menyetujui pembentukan Einsatzgruppen—regu pembunuh yang mengikuti jalur AD Jerman melintasi Polandia, Baltik, dan Uni Soviet[305]—dan ia sangat mengetahui aktivitas mereka.[306] Dalam rekaman interograsi oleh pejabat intelijen Soviet yang dipublikasikan 50 tahun kemudian, sopir Hitler, Heinz Linge, dan ajudannya, Otto Günsche, menyatakan bahwa Hitler punya ketertarikan langsung terhadap pengembangan kamar gas.[307]
Antara 1939 dan 1945, Schutzstaffel (SS), dibantu pemerintah Kolaborasi dengan Kekuatan Poros pada Perang Dunia IIkolaborasionis dan rekrutan dari negara-negara dudukan, bertanggung jawab atas kematian 11 hingga 14 juta orang, termasuk 6 juta kaum Yahudi yang mewakili dua per tiga populasi Yahudi di Eropa,[308][309] serta antara 500.000 dan 1.500.000 etnis Roma.[310] Kematian terjadi di kamp konsentrasi dan kamp pemusnahan, ghetto, dan eksekusi massal. Banyak korban Holocaust digas sampai mati, sementara lainnya meninggal karena kelaparan atau penyakit saat bekerja sebagai buruh paksa.[311]
Kebijakan Hitler juga mengakibatkan pembunuhan bangsa Polandia[312] dan tahanan perang Soviet, kaum komunis dan pesaing politik lain, homoseksual, orang yang cacat fisik dan mental,[313][314] Saksi-Saksi Yehuwa, Adventis, dan anggota serikat dagang. Hitler tidak pernah mengunjungi kamp konsentrasi dan membicarakan pembunuhan tersebut di hadapan publik. [315]
Konsep Nazi yang lain adalah arti dari kemurnian ras. Pada tanggal 15 September 1935, Hitler memperkenalkan dua hukum—disebut Hukum-Hukum Nuremberg—ke Reichstag. Hukum-hukum tersebut melarang pernikahan antara warga Jerman non-Yahudi dan Yahudi, serta melarang mempekerjakan wanita non-Yahudi di bawah usia 45 tahun di keluarga Yahudi. Hukum ini juga menghapus hak-hak kewarganegaraan Jerman yang dipegang orang-orang "non-Arya".[316] Kebijakan eugenika pertama Hitler menargetkan anak-anak dengan cacat fisik dan mental dalam sebuah program bernama Action Brandt, lalu mengizinkan program eutanasia untuk orang dewasa dengan cacat fisik dan mental yang sekarang bernama Action T4.[317]
Gaya kepemimpinan
Hitler memimpin NSDAP secara otokratik dengan menerapkan Führerprinzip ("prinsip pemimpin"). Prinsip ini bergantung pada kepatuhan absolut semua bawahannya kepada pimpinan mereka; sehingga ia melihat struktur pemerintahan sebagai sebuah piramida, dengan dirinya—pemimpin mutlak—di puncak. Pangkat dalam partai tidak ditentukan oleh pemilihan umum—jabatan diisi melalui penunjukkan oleh pangkat yang lebih tinggi, yang menuntut kepatuhan tanpa pernyataan terhadap keinginan sang pemimpin.[318] Gaya kepemimpinan Hitler adalah memberikan perintah berlawanan terhadap bawahannya dan menempatkan mereka pada jabatan-jabatan tempat tugas dan tanggung jawab mereka saling bertindihan agar "orang yang lebih kuat menjalankan pekerjaannya".[319] Dengan cara ini, Hitler mendorong saling tidak percaya, persaingan, dan perkelahian di antara bawahannya demi mengonsolidasi dan memaksimalkan kekuasaannya. Kabinetnya tidak pernah rapat setelah tahun 1938, dan ia meminta para menterinya tidak bertemu secara pribadi.[320][321] Hitler biasanya tidak memberi perintah tertulis; ia memberitahunya secara verbal atau disampaikan melalui rekan dekatnya, Martin Bormann.[322] Ia memercayakan semua dokumennya, penunjukannya, dan kekayaan pribadinya ke Bormann dan Bormann memanfaatkan jabatannya untuk mengendalikan arus informasi dan akses ke Hitler.[323]
Hitler secara pribadi membuat semua keputusan militer besar. Sejarawan yang menilai kinerjanya setuju bahwa setelah awal yang kuat, ia semakin tidak fleksibel setelah 1941 sehingga ia menyia-nyiakan kekuatan militer yang dimiliki Jerman. Sejarawan Antony Beevor berpendapat bahwa saat perang pecah, "Hitler adalah pemimpin yang terinspirasi, karena kejeniusannya terletak pada menilai kelemahan orang lain dan memanfaatkan kelemahan tersebut." Akan tetapi, sejak 1941 sampai seterusnya, "ia menjadi sangat sklerotik. Ia tidak mengizinkan kemunduran atau fleksibilitas dalam bentuk apapun di antara komandan lapangannya, dan hal tersebut sangat menghancurkan."[324]
Warisan
Peristiwa bunuh diri Hitler dianggap para sejarawan kontemporer sebagai "mantra" yang dipatahkan.[325][326] Menurut sejarawan John Toland, tanpa pemimpinnya, Sosialisme Nasional "meledak bagaikan gelembung."[327]
Aksi Hitler dan ideologi Nazi hampir dianggap secara universal sebagai sesuatu yang sangat imoral;[328] menurut sejarawan Ian Kershaw, "Belum pernah terjadi dalam sejarah kerusakan semacam itu—secara fisik dan moral—dikaitkan dengan nama satu orang saja."[329] Program politik Hitler mengakibatkan pecahnya perang dunia, meninggalkan Eropa Timur dan Tengah yang hancur dan miskin. Jerman sendiri mengalami kehancuran menyeluruh yang dijuluki "Jam Nol".[330] Kebijakan Hitler mengakibatkan penderitaan manusia dalam skala yang luar biasa;[331] menurut R.J. Rummel, rezim Nazi bertanggung jawab atas pembunuhan demosida terhadap sekitar 21 warga sipil dan tahanan perang.[332] Selain itu, 29 juta tentara dan warga sipil tewas akibat aksi militer di teater Eropa pada Perang Dunia II,[332] dan peran Hitler dideskripsikan sebagai, "... perancang utama perang yang mengakibatkan 50 juta orang tewas dan jutaan lainnya meratapi kematian mereka ..."[329] Para sejarawan, filsuf, dan politikus sering memakai kata "iblis" untuk menyebut rezim Nazi.[333] Banyak negara Eropa mengkriminalisasikan dukungan terhadap Nazisme dan penolakan Holocaust.[334]
Sejarawan Friedrich Meinecke menyebut Hitler sebagai "salah satu contoh terhebat kekuatan tunggal dan luar biasa seseorang sepanjang kehidupan sejarah".[335] Sejarawan Inggris Hugh Trevor-Roper memandangnya sebagai "salah seorang 'penyederhana sejarah yang buruk', sosok penakluk dunia yang paling sistematis, paling bersejarah, paling filosofis, tetapi paling kasar, paling kejam, paling tidak murah hati yang pernah diketahui umat manusia."[336] Bagi sejarawan John M. Roberts, kekalahan Hitler menandakan akhir fase sejarah Eropa yang didominasi Jerman.[337] Sebagai penggantinya, muncullah Perang Dingin, sebuah konfrontasi global antara Uni Soviet dan Amerika Serikat.[338]
Pandangan agama
Hitler melihat gereja penting secara politik, sebagai suatu pengaruh konservatif terhadap masyarakat. Ia merasa jika gereja dihancurkan, umat beragama akan beralih ke mistisisme, yang ia anggap sebagai kemunduran politik dan budaya. Meski ia tidak pernah meninggalkan Gereja Katolik secara resmi, ia tidak punya kedekatan sejati dengan gereja.[339] Setelah meninggalkan kampung halaman, ia tidak pernah lagi menghadiri misa atau menerima sakramen.[340] Ia lebih menyukai aspek Protestantisme yang pas dengan pandangan-pandangannya dan mengadopsi sebagian elemen organisasi hierarkis, liturgi, dan fraseologi Gereja Katolik dalam politiknya.[341][342]
Secara publik, Hitler sering memuji warisan Kristen dan budaya Kristen Jerman, dan memilih kepercayaan terhadap Yesus Kristus "Arya"—seorang Yesus yang memerangi umat Yahudi.[343] Ia berbicara tentang interpretasinya terhadap Kristen sebagai motivasi utama antisemitismenya, sambil berkata, "Sebagai seorang Kristen aku tidak berhak mengizinkan diriku dibohongi, namun aku berhak menjadi seorang pejuang kebenaran dan keadilan."[344][345] Secara pribadi, ia lebih kritis terhadap Kristen tradisional, menganggapnya sebuah agama yang pas dianut para budak; ia menyukai kekuatan Roma, tetapi kasar terhadap ajarannya.[346] Sejarawan John S. Conway menyebutkan bahwa Hitler memiliki "antagonisme mendasar" terhadap gereja-gereja Kristen.[347]
Dalam hubungan politik dengan gereja, Hitler mengambil strategi "yang pas dengan tujuan-tujuan politiknya".[347] Menurut laporan US Office of Strategic Services, Hitler memiliki sebuah rencana umum, bahkan sebelum berkuasa, untuk menghancurkan pengaruh gereja Kristen di dalam Reich.[348][349] Laporan berjudul "The Nazi Master Plan" itu menyatakan bahwa penghancuran gereja adalah tujuan gerakan tersebut sejak awal, namun tidak cukup untuk mengekspresikan posisinya yang ekstrem secara publik.[350] Tujuannya, menurut Bullock, adalah menunggu sampai perang berakhir, lalu menghancurkan pengaruh Kristen.[346]
Hitler menyukai tradisi militer Muslim, namun tetap menganggap bangsa Arab sebagai "ras inferior".[351] Ia percaya bahwa bangsa Jerman, seperti umat Islam, bisa menguasai sebagian besar dunia pada Abad Pertengahan.[352] Meski Hitler tertarik pada hal-hal gaib, penerjemahan sajak, dan melacak akar prasejarah bangsa Jermanik, Hitler justru lebih pragmatis dan ideologinya terpusat pada hal-hal yang lebih praktis.[353][354]
Kesehatan
Banyak peneliti berpendapat bahwa Hitler menderita sindrom usus mudah iritasi, luka kulit, detak jantung tidak tetap, penyakit Parkinson,[355][262] sifilis,[355] dan tinnitus.[356] Dalam sebuah laporan untuk Office of Strategic Services tahun 1943, Walter C. Langer dari Universitas Harvard menyebut Hitler sebagai seorang "psikopat neurotik."[357] Sejumlah teori seputar kondisi medis Hitler sulit dibuktikan, dan menurut mereka terlalu banyak bebannya jika mengaitkan sejumlah peristiwa dan akibat Reich Ketiga dengan kesehatan fisik seseorang yang mungkin buruk.[358] Kershaw merasa lebih baik mengambil pandangan yang lebih luas terhadap sejarah Jerman dengan menilai dorongan sosial apa yang menciptakan Reich Ketiga dan kebijakan-kebijakannya, alih-alih mencari penjelasan sempit tentang Holocaust dan Perang Dunia II dari satu orang saja.[359]
Hitler mengikuti pola makan vegetarian.[360] Pada acara-acara sosial ia kadang mengutarakan pernyataan menjijikkan tentang penyembelihan hewan agar tamu-tamunya menghindari daging.[361] Ketakutan terserang kanker (penyebab ibunya meninggal dunia)[362] adalah alasan pola makan Hitler yang paling terkenal. Selaku seorang antipembedahan, Hitler mungkin memilih pola makan selektif karena masih menghargai hewan.[363] Bormann memiliki sebuah rumah kaca di dekat Berghof (dekat Berchtesgaden) untuk menjamin suplai stabil buah-buahan dan sayuran segar untuk Hitler sepanjang perang. Hitler menjauhi alkohol[364] dan bukan perokok. Ia mempromosikan kampanye anti-merokok yang agresif di seluruh Jerman.[365] Hitler mulai sering memakai amfetamin setelah 1937 dan menjadi pecandu pada musim gugur 1942.[366] Albert Speer mengaitkan pemakaian amfetamin ini dengan keputusan Hitler yang semakin tidak fleksibel (misalnya, tidak pernah mengizinkan militer mundur dari medan perang).[367]
Dengan 90 jenis obat-obatan sepanjang perang, Hitler mengonsumsi banyak pil setiap hari karena masalah lambung kronis dan penyakit lain.[368] Ia menderita kerusakan gendang telinga akibat ledakan bom 20 Juli 1944 dan 200 serpihan kayu harus diangkat dari kakinya.[369] Rekaman berita Hitler memperlihatkan getaran pada tangannya dan gaya jalannya yang pincang, yang sudah ada sejak sebelum perang dan memburuk sampai akhir hayatnya. Dokter pribadi Hitler, Theodor Morell, merawat Hitler dengan sebuah obat yang sering dipakai untuk menangani penyakit Parkinson pada tahun 1945. Ernst-Günther Schenck dan beberapa dokter lain yang bertemu Hitler pada minggu-minggu terakhir hidupnya juga menyimpulkan Hitler menderita penyakit Parkinson.[368][370]
Keluarga
Hitler menciptakan citra publik sebagai sosok selibat tanpa kehidupan rumah tangga, mendedikasikan seluruh hidupnya untuk misi politik dan bangsanya.[132][371] Ia bertemu kekasihnya, Eva Braun, pada tahun 1929,[372] dan menikahinya pada April 1945.[373] Pada bulan September 1931, keponakan tirinya, Geli Raubal, bunuh diri dengan pistol Hitler di apartemennya di Munich. Tersebar rumor bahwa Geli terlibat dalam hubungan romantis dengan Hitler dan kematiannya menjadi sumber kesedihan mendalam yang bertahan lama.[374] Paula Hitler, anggota keluarga terakhir yang masih hidup, meninggal dunia tahun 1960.[375]
Hitler di media
Hitler memakai film dokumenter sebagai alat propaganda. Ia terlibat dan muncul dalam serangkaian film karya pembuat film Leni Riefenstahl via Universum Film AG (UFA):[376]
- Der Sieg des Glaubens (Victory of Faith, 1933)
- Triumph des Willens (Triumph of the Will, 1934), kerja sama produksi dengan Hitler
- Tag der Freiheit: Unsere Wehrmacht (Day of Freedom: Our Armed Forces, 1935)
- Olympia (1938)
Lihat pula
- Führermuseum
- Hitler: A Film from Germany
- Julius Schaub – chief aide
- Karl Mayr – pimpinan Hitler di Intelijen AD 1919–1920
- Karl Wilhelm Krause – sopir pribadi
- Daftar buku karya atau tentang Adolf Hitler
- Mein Kampf (versi daring)
- Poison Kitchen
- Jalan yang diberi nama Adolf Hitler
- Vorbunker
Catatan kaki
- ^ Hitler juga memenangkan penyelesaian dari gugatan fitnah terhadap surat kabar sosialis Münchener Post, yang mempertanyakan gaya hidup dan pendapatannya.Kershaw 2008, hlm. 99.
- ^ MI5, Hitler's Last Days: "Surat wasiat dan pernikahan Hitler" di situs web MI5, menggunakan sumber yang tersedia untuk Trevor Roper (seorang agen MI5 Perang Dunia II dan sejarawan/penulis The Last Days of Hitler), mencatat pernikahan itu terjadi segera setelah Hitler mendiktekan wasiat dan surat wasiat terakhirnya."
- ^ untuk ringkasan beasiswa terbaru tentang peran sentral Hitler dalam Holokaus, lihat McMillan 2012.
Referensi
- ^ Maser 1973, hlm. 4.
- ^ Maser 1973, hlm. 15.
- ^ Rosenbaum 1999.
- ^ Hamann 2010, hlm. 50.
- ^ Toland 1992, hlm. 246–47.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 8–9.
- ^ Jetzinger 1976, hlm. 32.
- ^ House of Responsibility.
- ^ Shirer 1960, hlm. 6–9.
- ^ Rosmus 2004, hlm. 33.
- ^ Keller 2010, hlm. 15.
- ^ Hamann 2010, hlm. 7–8.
- ^ Kubizek 2006, hlm. 37.
- ^ Kubizek 2006, hlm. 92.
- ^ Hitler 1999, hlm. 6.
- ^ Fromm 1977, hlm. 493–498.
- ^ Shirer 1960, hlm. 10–11.
- ^ Payne 1990, hlm. 22.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 9.
- ^ Hitler 1999, hlm. 8.
- ^ Keller 2010, hlm. 33–34.
- ^ Fest 1977, hlm. 32.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 8.
- ^ Lipstadt 2011, hlm. 272.
- ^ Hitler 1999, hlm. 10.
- ^ Evans 2003, hlm. 163–164.
- ^ Bendersky 2000, hlm. 26.
- ^ Ryschka 2008, hlm. 35.
- ^ Hamann 2010, hlm. 13.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 10.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 19.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 20.
- ^ Bullock 1962, hlm. 30–31.
- ^ Hitler 1999, hlm. 20.
- ^ Bullock 1999, hlm. 30–33.
- ^ Shirer 1960, hlm. 26.
- ^ Hamann 2010, hlm. 243–246.
- ^ Hamann 2010, hlm. 341–345.
- ^ Hamann 2010, hlm. 350.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 60–67.
- ^ Hitler 1999, hlm. 52.
- ^ Shirer 1960, hlm. 25.
- ^ Hamann 1999, hlm. 176.
- ^ Hamann 2010, hlm. 348.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 66.
- ^ Hamann 2010, hlm. 347–359.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 64.
- ^ Evans 2011.
- ^ a b Shirer 1960, hlm. 27.
- ^ Weber 2010, hlm. 13.
- ^ Shirer 1960, hlm. 27, footnote.
- ^ a b Kershaw 1999, hlm. 90.
- ^ Weber 2010, hlm. 12–13.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 53.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 54.
- ^ Weber 2010, hlm. 100.
- ^ a b Shirer 1960, hlm. 30.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 59.
- ^ Bullock 1962, hlm. 52.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 96.
- ^ Steiner 1976, hlm. 392.
- ^ Jamieson 2008.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 57.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 58.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 59, 60.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 97.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 102.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 61, 62.
- ^ Keegan 1987, hlm. 238–240.
- ^ Bullock 1962, hlm. 60.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 61–63.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 96.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 80, 90, 92.
- ^ Bullock 1999, hlm. 61.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 109.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 82.
- ^ Stackelberg 2007, hlm. 9.
- ^ Mitcham 1996, hlm. 67.
- ^ Fest 1970, hlm. 21.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 94, 95, 100.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 87.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 88.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 89.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 89–92.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 81.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 100, 101.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 102.
- ^ a b Kershaw 2008, hlm. 103.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 83, 103.
- ^ Bullock 1999, hlm. 376.
- ^ Frauenfeld 1937.
- ^ Goebbels 1936.
- ^ Kressel 2002, hlm. 121.
- ^ Trevor-Roper 1987, hlm. 116.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 105–106.
- ^ Bullock 1999, hlm. 377.
- ^ Heck 2001, hlm. 23.
- ^ Larson 2011, hlm. 157.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 367.
- ^ Kellogg 2005, hlm. 275.
- ^ Kellogg 2005, hlm. 203.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 126.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 125.
- ^ a b Kershaw 2008, hlm. 128.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 129.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 130–131.
- ^ Shirer 1960, hlm. 73–74.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 132.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 131.
- ^ Munich Court, 1924.
- ^ Fulda 2009, hlm. 68–69.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 239.
- ^ a b Bullock 1962, hlm. 121.
- ^ Spiro 2008.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 148–149.
- ^ Shirer 1960, hlm. 80–81.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 158, 161, 162.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 162, 166.
- ^ Shirer 1960, hlm. 129.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 166, 167.
- ^ Shirer 1960, hlm. 136–137.
- ^ Kolb 2005, hlm. 224–225.
- ^ Kolb 1988, hlm. 105.
- ^ Halperin 1965, hlm. 403 et. seq.
- ^ Halperin 1965, hlm. 434–446 et. seq.
- ^ Wheeler-Bennett 1967, hlm. 218.
- ^ Wheeler-Bennett 1967, hlm. 216.
- ^ Wheeler-Bennett 1967, hlm. 218–219.
- ^ Wheeler-Bennett 1967, hlm. 222.
- ^ Halperin 1965, hlm. 449 et. seq.
- ^ Halperin 1965, hlm. 434–436, 471.
- ^ a b Shirer 1960, hlm. 130.
- ^ Hinrichs 2007.
- ^ Halperin 1965, hlm. 476.
- ^ Halperin 1965, hlm. 468–471.
- ^ Bullock 1962, hlm. 201.
- ^ Halperin 1965, hlm. 477–479.
- ^ Letter to Hindenburg, 1932.
- ^ Fox News, 2003.
- ^ Shirer 1960, hlm. 184.
- ^ Evans 2003, hlm. 307.
- ^ Bullock 1962, hlm. 262.
- ^ Shirer 1960, hlm. 194.
- ^ Shirer 1960, hlm. 192.
- ^ Bullock 1999, hlm. 262.
- ^ Bullock 1962, hlm. 265.
- ^ City of Potsdam.
- ^ Shirer 1960, hlm. 196–197.
- ^ Shirer 1960, hlm. 198.
- ^ Shirer 1960, hlm. 196.
- ^ Bullock 1999, hlm. 269.
- ^ Shirer 1960, hlm. 199.
- ^ Time, 1934.
- ^ a b Shirer 1960, hlm. 201.
- ^ Shirer 1960, hlm. 202.
- ^ a b Evans 2003, hlm. 350–374.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 309–314.
- ^ Tames 2008, hlm. 4–5.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 313–315.
- ^ Overy 2005, hlm. 63.
- ^ Shirer 1960, hlm. 226–227.
- ^ Shirer 1960, hlm. 229.
- ^ Bullock 1962, hlm. 309.
- ^ Shirer 1960, hlm. 230.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 392, 393.
- ^ Shirer 1960, hlm. 312.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 393–397.
- ^ Shirer 1960, hlm. 308.
- ^ Shirer 1960, hlm. 318–319.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 397–398.
- ^ Shirer 1960, hlm. 274.
- ^ McNab 2009, hlm. 54.
- ^ Shirer 1960, hlm. 259–260.
- ^ Shirer 1960, hlm. 258.
- ^ Shirer 1960, hlm. 262.
- ^ McNab 2009, hlm. 54–57.
- ^ Speer 1971, hlm. 118–119.
- ^ Weinberg 1970, hlm. 26–27.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 490–491.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 492, 555–556, 586–587.
- ^ Carr 1972, hlm. 23.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 297.
- ^ Messerschmidt 1990, hlm. 601–602.
- ^ Hildebrand 1973, hlm. 39.
- ^ Roberts 1975.
- ^ Messerschmidt 1990, hlm. 630–631.
- ^ a b Overy, Origins of WWII Reconsidered 1999.
- ^ Carr 1972, hlm. 56–57.
- ^ Messerschmidt 1990, hlm. 642.
- ^ Aigner 1985, hlm. 264.
- ^ a b Messerschmidt 1990, hlm. 636–637.
- ^ Carr 1972, hlm. 73–78.
- ^ Messerschmidt 1990, hlm. 638.
- ^ a b Bloch 1992, hlm. 178–179.
- ^ Plating 2011, hlm. 21.
- ^ Butler & Young 1989, hlm. 159.
- ^ Bullock 1962, hlm. 434.
- ^ Overy 2005, hlm. 425.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 334–335.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 338–340.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 366.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 418–419.
- ^ Kee 1988, hlm. 149–150.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 419.
- ^ Murray 1984, hlm. 256–260.
- ^ Bullock 1962, hlm. 469.
- ^ Overy, The Munich Crisis 1999, hlm. 207.
- ^ Kee 1988, hlm. 202–203.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 462–463.
- ^ Messerschmidt 1990, hlm. 672.
- ^ Messerschmidt 1990, hlm. 671, 682–683.
- ^ Rothwell 2001, hlm. 90–91.
- ^ Time, January 1939.
- ^ a b Murray 1984, hlm. 268.
- ^ Murray 1984, hlm. 268–269.
- ^ Shirer 1960, hlm. 448.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 579–581.
- ^ a b Maiolo 1998, hlm. 178.
- ^ a b Messerschmidt 1990, hlm. 688–690.
- ^ a b Weinberg 1980, hlm. 537–539, 557–560.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 558.
- ^ Carr 1972, hlm. 76–77.
- ^ Kershaw 2000b, hlm. 36–37, 92.
- ^ Weinberg 1955.
- ^ Robertson 1985, hlm. 212.
- ^ Bloch 1992, hlm. 228.
- ^ Overy & Wheatcroft 1989, hlm. 56.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 497.
- ^ Robertson 1963, hlm. 181–187.
- ^ Evans 2005, hlm. 693.
- ^ Bloch 1992, hlm. 252–253.
- ^ Weinberg 1995, hlm. 85–94.
- ^ Bloch 1992, hlm. 255–257.
- ^ Messerschmidt 1990, hlm. 714.
- ^ Weinberg 1980, hlm. 561–562, 583–584.
- ^ Bloch 1992, hlm. 260.
- ^ Hakim 1995.
- ^ Time, October 1939.
- ^ a b c Rees 1997, hlm. 141–145.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 527.
- ^ a b c d Rees 1997, hlm. 148–149.
- ^ Winkler 2007, hlm. 74.
- ^ Shirer 1960, hlm. 696–730.
- ^ Shirer 1960, hlm. 731–737.
- ^ Shirer 1960, hlm. 774–782.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 570.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 580.
- ^ Roberts 2006, hlm. 58-60.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 604–605.
- ^ Kurowski 2005, hlm. 141–142.
- ^ Glantz 2001, hlm. 9.
- ^ Koch 1988.
- ^ a b Stolfi 1982.
- ^ Wilt 1981.
- ^ Evans 2008, hlm. 202.
- ^ Shirer 1960, hlm. 900–901.
- ^ a b Bauer 2000, hlm. 5.
- ^ Shirer 1960, hlm. 921.
- ^ Kershaw 2000b, hlm. 417.
- ^ Evans 2008, hlm. 419–420.
- ^ Shirer 1960, hlm. 1006.
- ^ a b BBC News, 1999.
- ^ Shirer 1960, hlm. 997.
- ^ Shirer 1960, hlm. 1036.
- ^ Speer 1971, hlm. 513–514.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 544–547, 821–822, 827–828.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 816–818.
- ^ Shirer 1960, §29.
- ^ Weinberg 1964.
- ^ a b Crandell 1987.
- ^ Bullock 1962, hlm. 753, 763, 778, 780–781.
- ^ a b Bullock 1962, hlm. 774–775.
- ^ Beevor 2002, hlm. 251.
- ^ Beevor 2002, hlm. 255–256.
- ^ Le Tissier 2010, hlm. 45.
- ^ a b Dollinger 1995, hlm. 231.
- ^ Beevor 2002, hlm. 275.
- ^ Ziemke 1969, hlm. 92.
- ^ Bullock 1962, hlm. 787.
- ^ Bullock 1962, hlm. 787, 795.
- ^ Butler & Young 1989, hlm. 227–228.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 923–925, 943.
- ^ Bullock 1962, hlm. 791.
- ^ Bullock 1962, hlm. 792, 795.
- ^ Beevor 2002, hlm. 343.
- ^ Bullock 1962, hlm. 795.
- ^ Bullock 1962, hlm. 798.
- ^ Linge 2009, hlm. 199.
- ^ Joachimsthaler 1999, hlm. 160–180.
- ^ Joachimsthaler 1999, hlm. 217–220.
- ^ Linge 2009, hlm. 200.
- ^ Bullock 1962, hlm. 799–800.
- ^ Vinogradov 2005, hlm. 111, 333.
- ^ Vinogradov 2005, hlm. 333–336.
- ^ Marrus 2000, hlm. 37.
- ^ Gellately 1996.
- ^ a b Snyder 2010, hlm. 416.
- ^ Steinberg 1995.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 683.
- ^ Shirer 1960, hlm. 965.
- ^ Naimark 2002, hlm. 81.
- ^ Shirer 1960, hlm. 967.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 687.
- ^ Megargee 2007, hlm. 146.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 670–675.
- ^ Megargee 2007, hlm. 144.
- ^ Yad Vashem, 2006.
- ^ Yad Vashem, 2008.
- ^ Holocaust Memorial Museum.
- ^ Hancock 2004, hlm. 383–396.
- ^ Shirer 1960, hlm. 946.
- ^ US Holocaust Memorial Museum.
- ^ Niewyk & Nicosia 2000, hlm. 45.
- ^ Goldhagen 1996, hlm. 290.
- ^ Downing 2005, hlm. 33.
- ^ Kershaw 1999, hlm. 567–568.
- ^ Overy 2005, hlm. 252.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 170, 172, 181.
- ^ Speer 1971, hlm. 210.
- ^ Manvell & Fraenkel 2007, hlm. 29.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 323.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 377.
- ^ Speer 1971, hlm. 333.
- ^ Beevor & Attar 2012.
- ^ Fest 1974, hlm. 753.
- ^ Speer 1971, hlm. 617.
- ^ Toland 1977, hlm. 892.
- ^ Kershaw 2000a, hlm. 1–6.
- ^ a b Kershaw 2000b, hlm. 841.
- ^ Fischer 1995, hlm. 569.
- ^ Del Testa, Lemoine & Strickland 2003, hlm. 83.
- ^ a b Rummel 1994, hlm. 112.
- ^ Welch 2001, hlm. 2.
- ^ Bazyler 2006, hlm. 1.
- ^ Shirer 1960, hlm. 6.
- ^ Hitler & Trevor-Roper 1988, hlm. xxxv.
- ^ Roberts 1996, hlm. 501.
- ^ Lichtheim 1974, hlm. 366.
- ^ Speer 1971, hlm. 141–142.
- ^ Rißmann 2001, hlm. 94–96.
- ^ Rißmann 2001, hlm. 96.
- ^ Bullock 1962, hlm. 219.
- ^ Steigmann-Gall 2003, hlm. 27, 108.
- ^ Hitler 1942, hlm. 20.
- ^ Hitler 1973, hlm. 23.
- ^ a b Bullock 1962, hlm. 219, 389.
- ^ a b Conway 1968, hlm. 3.
- ^ Sharkey 2002.
- ^ Bonney 2001.
- ^ Office of Strategic Services, 1945.
- ^ Speer 1971, hlm. 142–143.
- ^ Payne 2008, hlm. 171.
- ^ Speer 1971, hlm. 171, 174.
- ^ Bullock 1999, hlm. 729.
- ^ a b Bullock 1962, hlm. 717.
- ^ Redlich 2000, hlm. 129–190.
- ^ Langer 1972, hlm. 126.
- ^ Kershaw 2000a, hlm. 72.
- ^ Kershaw 2008, hlm. xxxv–xxxvi.
- ^ Bullock 1999, hlm. 388.
- ^ Wilson 1998.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 380.
- ^ Dietrich 2010, hlm. 172.
- ^ Dietrich 2010, hlm. 171.
- ^ Toland 1992, hlm. 741.
- ^ Heston & Heston 1980, hlm. 125–142.
- ^ Heston & Heston 1980, hlm. 11–20.
- ^ a b Kershaw 2008, hlm. 782.
- ^ Linge 2009, hlm. 156.
- ^ O'Donnell 2001, hlm. 37.
- ^ Bullock 1999, hlm. 563.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 378.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 947–948.
- ^ Bullock 1962, hlm. 393–394.
- ^ Kershaw 2008, hlm. 4.
- ^ The Daily Telegraph, 2003.
Sumber
- Aigner, Dietrich (1985). "Hitler's ultimate aims – a programme of world dominion?". Dalam Koch, H.W. Aspects of the Third Reich. London: MacMillan. ISBN 978-0-312-05726-8.
- Bauer, Yehuda (2000). Rethinking the Holocaust. Yale University Press. hlm. 5. ISBN 978-0-300-08256-2.
- Beevor, Antony (2002). Berlin: The Downfall 1945. London: Viking-Penguin Books. ISBN 978-0-670-03041-5.
- Beevor, Antony; Attar, Rob (June 2012). "The World in Flames". BBC History Magazine. 13 (6).
- Bendersky, Joseph W (2000). A History of Nazi Germany: 1919–1945. Rowman & Littlefield. ISBN 978-1-4422-1003-5.
- Bloch, Michael (1992). Ribbentrop. New York: Crown Publishing. ISBN 978-0-517-59310-3.
- Bonney, Richard (2001). "The Nazi Master Plan, Annex 4: The Persecution of the Christian Churches" (PDF). Rutgers Journal of Law and Religion. Diakses tanggal 7 June 2011.
- Bullock, Alan (1962) [1952]. Hitler: A Study in Tyranny. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-013564-0.
- Bullock, Alan (1999) [1952]. Hitler: A Study in Tyranny. New York: Konecky & Konecky. ISBN 978-1-56852-036-0.
- Butler, Ewan; Young, Gordon (1989). The Life and Death of Hermann Göring. Newton Abbot, Devon: David & Charles. ISBN 978-0-7153-9455-7.
- Carr, William (1972). Arms, Autarky and Aggression. London: Edward Arnold. ISBN 978-0-7131-5668-3.
- Conway, John S. (1968). The Nazi Persecution of the Churches 1933–45. London: Weidenfeld & Nicolson. ISBN 978-0-297-76315-4.
- Crandell, William F. (1987). "Eisenhower the Strategist: The Battle of the Bulge and the Censure of Joe McCarthy". Presidential Studies Quarterly. 17 (3): 487–501. JSTOR 27550441.
- Del Testa, David W; Lemoine, Florence; Strickland, John (2003). Government Leaders, Military Rulers, and Political Activists. Greenwood Publishing Group. hlm. 83. ISBN 978-1-57356-153-2.
- Dietrich, Otto (2010). The Hitler I Knew: Memoirs of the Third Reich's Press Chief. New York: Skyhorse. ISBN 978-1-60239-972-3.
- Dollinger, Hans (1995) [1965]. The Decline and Fall of Nazi Germany and Imperial Japan: A Pictorial History of the Final Days of World War II. New York: Gramercy. ISBN 978-0-517-12399-7.
- Downing, David (2005). The Nazi Death Camps. World Almanac Library of the Holocaust. Gareth Stevens. ISBN 978-0-8368-5947-8.
- Evans, Richard J. (2003). The Coming of the Third Reich. Penguin Group. ISBN 978-0-14-303469-8.
- Evans, Richard J. (2005). The Third Reich in Power. New York: Penguin Group. ISBN 978-0-14-303790-3.
- Evans, Richard J. (2008). The Third Reich At War. New York: Penguin Group. ISBN 978-0-14-311671-4.
- Fest, Joachim C. (1970). The Face of the Third Reich. London: Weidenfeld & Nicolson. ISBN 978-0-297-17949-8.
- Fest, Joachim C. (1974) [1973]. Hitler. London: Weidenfeld & Nicolson. ISBN 978-0-297-76755-8.
- Fest, Joachim C. (1977) [1973]. Hitler. Harmondsworth: Penguin. ISBN 978-0-14-021983-8.
- Fischer, Klaus P. (1995). Nazi Germany: A New History. London: Constable and Company. ISBN 978-0-09-474910-8.
- Fromm, Erich (1977) [1973]. The Anatomy of Human Destructiveness. London: Penguin Books. ISBN 978-0-14-004258-0.
- Fulda, Bernhard (2009). Press and Politics in the Weimar Republic. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-954778-4.
- Gellately, Robert (1996). "Reviewed work(s): Vom Generalplan Ost zum Generalsiedlungsplan by Czeslaw Madajczyk. Der "Generalplan Ost." Hauptlinien der nationalsozialistischen Planungs- und Vernichtungspolitik by Mechtild Rössler; Sabine Schleiermacher". Central European History. 29 (2): 270–274. doi:10.1017/S0008938900013170.
- Goldhagen, Daniel (1996). Hitler's Willing Executioners: Ordinary Germans and the Holocaust. New York: Knopf. ISBN 978-0-679-44695-8.
- Hakim, Joy (1995). War, Peace, and All That Jazz. A History of US. 9. New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-509514-2.
- Halperin, Samuel William (1965) [1946]. Germany Tried Democracy: A Political History of the Reich from 1918 to 1933. New York: W.W. Norton. ISBN 978-0-393-00280-5.
- Hamann, Brigitte (1999). Hitler's Vienna: A Dictator's Apprenticeship. Trans. Thomas Thornton. New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-512537-5.
- Hamann, Brigitte (2010) [1999]. Hitler's Vienna: A Portrait of the Tyrant as a Young Man. Trans. Thomas Thornton. London; New York: Tauris Parke Paperbacks. ISBN 978-1-84885-277-8.
- Hancock, Ian (2004). "Romanies and the Holocaust: A Reevaluation and an Overview". Dalam Stone, Dan. The Historiography of the Holocaust. New York; Basingstoke: Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-333-99745-1.
- Heck, Alfons (2001) [1985]. A Child of Hitler: Germany In The Days When God Wore A Swastika. Phoenix, AZ: Renaissance House. ISBN 978-0-939650-44-6.
- Heston, Leonard L.; Heston, Renate (1980) [1979]. The Medical Casebook of Adolf Hitler: His Illnesses, Doctors, and Drugs. New York: Stein and Day. ISBN 978-0-8128-2718-7.
- Hildebrand, Klaus (1973). The Foreign Policy of the Third Reich. London: Batsford. ISBN 978-0-7134-1126-3.
- Hitler, Adolf (1999) [1925]. Mein Kampf. Trans. Ralph Manheim. Boston: Houghton Mifflin. ISBN 978-0-395-92503-4.
- Hitler, Adolf (1973) [1941]. Roussy de Sales, Raoul de, ed. My New Order. New York: Octagon Books. ISBN 978-0-374-93918-2.
- Hitler, Adolf (1942). Baynes, Norman H., ed. The Speeches of Adolf Hitler, April 1922 – August 1939. London: Oxford University Press. ISBN 978-0-86527-493-8.
- Hitler, Adolf; Trevor-Roper, Hugh (1988) [1953]. Hitler's Table-Talk, 1941–1945: Hitler's Conversations Recorded by Martin Bormann. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-285180-2.
- Jamieson, Alastair (19 November 2008). "Nazi leader Hitler really did have only one ball". The Daily Telegraph. Diakses tanggal 27 May 2011.
- Jetzinger, Franz (1976) [1956]. Hitler's Youth. Westport, Conn: Greenwood Press. ISBN 978-0-8371-8617-7.
- Joachimsthaler, Anton (1999) [1995]. The Last Days of Hitler: The Legends, the Evidence, the Truth. Trans. Helmut Bögler. London: Brockhampton Press. ISBN 978-1-86019-902-8.
- Kee, Robert (1988). Munich: The Eleventh Hour. London: Hamish Hamilton. ISBN 978-0-241-12537-3.
- Keegan, John (1987). The Mask of Command: A Study of Generalship. London: Pimlico. ISBN 978-0-7126-6526-1.
- Keller, Gustav (2010). Der Schüler Adolf Hitler: die Geschichte eines lebenslangen Amoklaufs (dalam bahasa German). Münster: LIT. ISBN 978-3-643-10948-4.
- Kellogg, Michael (2005). The Russian Roots of Nazism White Émigrés and the Making of National Socialism, 1917–1945. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-84512-0.
- Kershaw, Ian (1999) [1998]. Hitler: 1889–1936: Hubris. New York: W. W. Norton & Company. ISBN 978-0-393-04671-7.
- Kershaw, Ian (2000a) [1985]. The Nazi Dictatorship: Problems and Perspectives of Interpretation (edisi ke-4th). London: Arnold. ISBN 978-0-340-76028-4.
- Kershaw, Ian (2000b). Hitler, 1936–1945: Nemesis. New York; London: W. W. Norton & Company. ISBN 978-0-393-32252-1.
- Kershaw, Ian (2008). Hitler: A Biography. New York: W. W. Norton & Company. ISBN 978-0-393-06757-6.
- Koch, H. W (1988). "Operation Barbarossa – The Current State of the Debate". The Historical Journal. 31 (2): 377–390. doi:10.1017/S0018246X00012930.
- Kolb, Eberhard (2005) [1984]. The Weimar Republic. London; New York: Routledge. ISBN 978-0-415-34441-8.
- Kolb, Eberhard (1988) [1984]. The Weimar Republic. New York: Routledge. ISBN 978-0-415-09077-3.
- Kressel, Neil J. (2002). Mass Hate: The Global Rise Of Genocide And Terror. Boulder: Basic Books. ISBN 978-0-8133-3951-1.
- Kubizek, August (2006) [1953]. The Young Hitler I Knew. St. Paul, MN: MBI. ISBN 978-1-85367-694-9.
- Kurowski, Franz (2005). The Brandenburger Commandos: Germany's Elite Warrior Spies in World War II. Stackpole Military History series. Mechanicsburg, PA: Stackpole Books. ISBN 978-0-8117-3250-5.
- Langer, Walter C. (1972) [1943]. The Mind of Adolf Hitler: The Secret Wartime Report. New York: Basic Books. ISBN 978-0-465-04620-1.
- Larson, Erik (2011). In the Garden of Beasts: Love, Terror, and an American Family in Hitler's Berlin. New York, NY: Random House/Crown Publishing Group. ISBN 978-0-307-40884-6.
- Lichtheim, George (1974). Europe In The Twentieth Century. London: Sphere Books. ISBN 978-0-351-17192-5.
- Linge, Heinz (2009) [1980]. With Hitler to the End: The Memoirs of Adolf Hitler's Valet. Intro. Roger Moorhouse. New York: Skyhorse Publishing. ISBN 978-1-60239-804-7.
- Lipstadt, Deborah E. (2011). The Eichmann Trial. New York: Random House. ISBN 978-0-8052-4260-7.
- Maiolo, Joseph (1998). The Royal Navy and Nazi Germany 1933–39: Appeasement and the Origins of the Second World War. London: Macmillan Press. ISBN 978-0-333-72007-3.
- Manvell, Roger; Fraenkel, Heinrich (2007) [1965]. Heinrich Himmler: The Sinister Life of the Head of the SS and Gestapo. London; New York: Greenhill; Skyhorse. ISBN 978-1-60239-178-9.
- Maser, Werner (1973). Hitler: Legend, Myth, Reality. London: Allen Lane. ISBN 978-0-7139-0473-4.
- Marrus, Michael (2000). The Holocaust in History. Toronto: Key Porter. ISBN 978-0-299-23404-1.
- McNab, Chris (2009). The Third Reich. Amber Books Ltd. ISBN 978-1-906626-51-8.
- Megargee, Geoffrey P. (2007). War of Annihilation: Combat and Genocide on the Eastern Front, 1941. Lanham, Md: Rowman & Littlefield. ISBN 978-0-7425-4482-6.
- Messerschmidt, Manfred (1990). "Foreign Policy and Preparation for War". Dalam Deist, Wilhelm. Germany and the Second World War. 1. Oxford: Clarendon Press. ISBN 978-0-19-822866-0.
- Mitcham, Samuel W. (1996). Why Hitler?: The Genesis of the Nazi Reich. Westport, Conn: Praeger. ISBN 978-0-275-95485-7.
- Murray, Williamson (1984). The Change in the European Balance of Power. Princeton: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-05413-1.
- Naimark, Norman M. (2002). Fires of Hatred: Ethnic Cleansing in Twentieth-Century Europe. Harvard University Press. ISBN 978-0-674-00994-3.
- Niewyk, Donald L.; Nicosia, Francis R. (2000). The Columbia Guide to the Holocaust. New York: Columbia University Press. ISBN 978-0-231-11200-0.
- O'Donnell, James P. (2001) [1978]. The Bunker. New York: Da Capo Press. ISBN 978-0-306-80958-3.
- Overy, Richard; Wheatcroft, Andrew (1989). The Road To War. London: Macmillan. ISBN 978-0-14-028530-7.
- Overy, Richard (1999). "Germany and the Munich Crisis: A Mutilated Victory?". Dalam Lukes, Igor; Goldstein, Erik. The Munich Crisis, 1938: Prelude to World War II. London; Portland, OR: Frank Cass. OCLC 40862187.
- Overy, Richard (1999). "Misjudging Hitler". Dalam Martel, Gordon. The Origins of the Second World War Reconsidered. London: Routledge. hlm. 93–115. ISBN 978-0-415-16324-8.
- Overy, Richard (2005). The Dictators: Hitler's Germany, Stalin's Russia. Penguin Books. ISBN 978-0-393-02030-4.
- Payne, Robert (1990) [1973]. The Life and Death of Adolf Hitler. New York, New York: Hippocrene Books. ISBN 978-0-88029-402-7.
- Payne, Stanley G. (2008). Franco and Hitler: Spain, Germany, and World War II. New Haven: Yale University Press. ISBN 978-0-300-12282-4.
- Plating, John D. (2011). The Hump: America's Strategy for Keeping China in World War II. Williams-Ford Texas A&M University military history series, no. 134. College Station: Texas A&M University Press. ISBN 978-1-60344-238-1.
- Redlich, Fritz R. (2000). Hitler: Diagnosis of a Destructive Prophet. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-513631-9.
- Rees, Laurence (1997). The Nazis: A Warning From History. New York: New Press. ISBN 978-0-563-38704-6.
- Rißmann, Michael (2001). Hitlers Gott. Vorsehungsglaube und Sendungsbewußtsein des deutschen Diktators (dalam bahasa German). Zürich München: Pendo. ISBN 978-3-85842-421-1.
- Roberts, G. (2006). Stalin's Wars: From World War to Cold War, 1939–1953. New Haven: Yale University Press. ISBN 0-300-11204-1.
- Roberts, J. M. (1996). A History of Europe. Oxford: Helicon. ISBN 978-1-85986-178-3.
- Roberts, Martin (1975). The New Barbarism – A Portrait of Europe 1900–1973. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-913225-6.
- Robertson, Esmonde M. (1963). Hitler's Pre-War Policy and Military Plans: 1933–1939. London: Longmans. OCLC 300011871.
- Robertson, E. M. (1985). "Hitler Planning for War and the Response of the Great Powers". Dalam H.W, Koch. Aspects of the Third Reich. London: Macmillan. ISBN 978-0-312-05726-8.
- Rosenbaum, Ron (1999). Explaining Hitler: The Search for the Origins of His Evil. Harper Perennial. ISBN 978-0-06-095339-3.
- Rosmus, Anna Elisabeth (2004). Out of Passau: Leaving a City Hitler Called Home. Columbia, S.C: University of South Carolina Press. ISBN 978-1-57003-508-1.
- Rothwell, Victor (2001). The Origins of the Second World War. Manchester: Manchester University Press. ISBN 978-0-7190-5957-5.
- Rummel, Rudolph (1994). Death by Government. New Brunswick, NJ: Transaction. ISBN 978-1-56000-145-4.
- Ryschka, Birgit (29 September 2008). Constructing and Deconstructing National Identity: Dramatic Discourse in Tom Murphy's the Patriot Game and Felix Mitterer's in Der Löwengrube. Peter Lang. ISBN 978-3-631-58111-7.
- Shirer, William L. (1960). The Rise and Fall of the Third Reich. New York: Simon & Schuster. ISBN 978-0-671-62420-0.
- Snyder, Timothy (2010). Bloodlands: Europe Between Hitler and Stalin. New York: Basic Books. ISBN 978-0-465-00239-9.
- Speer, Albert (1971) [1969]. Inside the Third Reich. New York: Avon. ISBN 978-0-380-00071-5.
- Spiro, Jonathan Peter (2008). Defending the Master Race: Conservation, Eugenics, and the Legacy of Madison Grant. Lebanon, NH: University Press of Vermont. ISBN 978-1-58465-715-6.
- Stackelberg, Roderick (2007). The Routledge Companion to Nazi Germany. New Yor: Routledge. ISBN 978-0-415-30860-1.
- Steigmann-Gall, Richard (2003). The Holy Reich: Nazi Conceptions of Christianity, 1919–1945. Cambridge; New York: Cambridge University Press. doi:10.2277/978-0-521-82371-5. ISBN 978-0-521-82371-5.
- Steinberg, Jonathan (1995). "The Third Reich Reflected: German Civil Administration in the Occupied Soviet Union, 1941-4". The English Historical Review. 110 (437): 620–651. doi:10.1093/ehr/CX.437.620. OCLC 83655937.
- Steiner, John Michael (1976). Power Politics and Social Change in National Socialist Germany: A Process of Escalation into Mass Destruction. The Hague: Mouton. ISBN 978-90-279-7651-2.
- Stolfi, Russel (1982). "Barbarossa Revisited: A Critical Reappraisal of the Opening Stages of the Russo-German Campaign (June–December 1941)". Journal of Modern History. 54 (1): 27–46. doi:10.1086/244076.
- Tames, Richard (2008). Dictatorship. Chicago: Heinemann Library. ISBN 978-1-4329-0234-6.
- Le Tissier, Tony (2010) [1999]. Race for the Reichstag. Pen & Sword. ISBN 978-1-84884-230-4.
- Toland, John (1977) [1976]. Adolf Hitler: The Definitive Biography. London: Book Club Associates.
- Toland, John (1992) [1976]. Adolf Hitler: The Definitive Biography. Doubleday. ISBN 978-0-385-42053-2.
- Trevor-Roper, Hugh (1987) [1947]. The Last Days of Hitler. Chicago: University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-81224-3.
- Vinogradov, V. K. (2005). Hitler's Death: Russia's Last Great Secret from the Files of the KGB. Chaucer Press. ISBN 978-1-904449-13-3.
- Weber, Thomas (2010). Hitler's First War: Adolf Hitler, The Men of the List Regiment, and the First World War. Oxford; New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-923320-5.
- Weinberg, Gerhard (December 1955). "Hitler's Private Testament of 2 May 1938". The Journal of Modern History. 27 (4): 415–419. doi:10.1086/237831. OCLC 482752575.
- Weinberg, Gerhard (December 1964). "Hitler's Image of the United States". The American Historical Review. 69 (4): 1006–1021. doi:10.2307/1842933.
- Weinberg, Gerhard (1970). The Foreign Policy of Hitler's Germany Diplomatic Revolution in Europe 1933–1936. Chicago, Illinois: University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-88509-4.
- Weinberg, Gerhard (1980). The Foreign Policy of Hitler's Germany Starting World War II. Chicago, Illinois: University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-88511-7.
- Weinberg, Gerhard (1995). "Hitler and England, 1933–1945: Pretense and Reality". Germany, Hitler, and World War II: Essays in Modern German and World History. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-47407-8.
- Welch, David (2001). Hitler: Profile of a Dictator. Routledge. ISBN 978-0-415-25075-7.
- Wheeler-Bennett, John (1967). The Nemesis of Power. London: Macmillan. ISBN 978-1-4039-1812-3.
- Wilt, Alan (December 1981). "Hitler's Late Summer Pause in 1941". Military Affairs. 45 (4): 187–191. doi:10.2307/1987464. JSTOR 1987464.
- Winkler (2007). Germany: The Long Road West. Vol. 2, 1933–1990. Sager, Alexander (trans.). New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-926598-5.
- Ziemke, Earl F. (1969). Battle for Berlin: End of the Third Reich. Ballantine's Illustrated History of World War II. Battle Book #6. Ballantine Books. OCLC 23899.
- Online
- Bazyler, Michael J. (25 December 2006). "Holocaust Denial Laws and Other Legislation Criminalizing Promotion of Nazism" (PDF). Yad Vashem. Diakses tanggal 7 January 2013.
- "Parkinson's part in Hitler's downfall". BBC News. 29 July 1999. Diakses tanggal 13 June 2011.
- "1933 – Day of Potsdam". City of Potsdam. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-06-06. Diakses tanggal 13 June 2011.
- "Documents: Bush's Grandfather Directed Bank Tied to Man Who Funded Hitler". Fox News. 17 October 2003. Diakses tanggal 16 October 2011.
- "Hitler's Last Days". mi5.gov.uk. MI5 Security Service. Diakses tanggal 5 January 2012.
- Evans, Richard J. (22 June 2011). "How the First World War shaped Hitler". The Globe and Mail. Phillip Crawley. Diakses tanggal 23 September 2012.
- Frauenfeld, A. E (August 1937). "The Power of Speech". Calvin College. Diakses tanggal 19 October 2011.
- Glantz, David (11 October 2001). "The Soviet‐German War 1941–45: Myths and Realities: A Survey Essay". Clemson, SC: Strom Thurmond Institute of Government and Public Affairs, Clemson University. Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2015-02-18. Diakses tanggal 12 December 2012.
- Goebbels, Joseph (1936). "The Führer as a Speaker". Calvin College. Diakses tanggal 19 October 2011.
- Hinrichs, Per (10 March 2007). "Des Führers Pass: Hitlers Einbürgerung" (dalam bahasa German). Spiegel Online. Diakses tanggal 16 October 2011.
- Kotanko, Florian. "House of Responsibility". Diakses tanggal 08 January 2013.
- "Introduction to the Holocaust". United States Holocaust Memorial Museum. Diakses tanggal 17 October 2011.
- "Eingabe der Industriellen an Hindenburg vom November 1932". Glasnost–Archiv. Diakses tanggal 16 October 2011.
- McMillan, Dan (2012). "Review of Fritz, Stephen G., Ostkrieg: Hitler's War of Extermination in the East". H-Genocide, H-Net Reviews. Diakses tanggal 16 October 2012.
- "Der Hitler-Prozeß vor dem Volksgericht in München" (dalam bahasa German). 1924.
- Office of Strategic Services (1945). "The Nazi Master Plan: The Persecution of the Christian Churches". Rutgers Journal of Law and Religion. Ithaca, NY: Cornell Law Library: 6–7. OCLC 320083040. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-09-26. Diakses tanggal 2013-01-16.
- "Hitler ersucht um Entlassung aus der österreichischen Staatsangehörigkeit" (dalam bahasa German). NS-Archiv. 7 April 1925. Diakses tanggal 13 April 2012.
- Sharkey, Joe (13 January 2002). "Word for Word/The Case Against the Nazis; How Hitler's Forces Planned To Destroy German Christianity". The New York Times. Diakses tanggal 7 June 2011.
- "Leni Riefenstahl". The Daily Telegraph. London: TMG. 10 September 2003. ISSN 0307-1235. OCLC 49632006. Diakses tanggal 14 December 2011-12-14.
- "Man of the Year". Time Magazine. Time. 2 January 1939. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-07. Diakses tanggal 22 May 2008.
- "Seven Years War?". Time Magazine. Time. 2 October 1939. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-09. Diakses tanggal 30 August 2008.
- "Germany: Second Revolution?". Time Magazine. Time. 2 July 1934. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-17. Diakses tanggal 17 October 2011.
- "Poles: Victims of the Nazi Era: The Invasion and Occupation of Poland". ushmm.org. United States Holocaust Memorial Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-03-03. Diakses tanggal 15 December 2011.
- Wilson, Bee (9 October 1998). "Mein Diat – Adolf Hitler's diet". New Statesman. UK: Questia. Diakses tanggal 22 May 2008. (perlu berlangganan)
- Yad Vashem Martyrs' and Heroes' Remembrance Authority (2006). Yad Vashem Studies. 34. Jerusalem: Yad Vashem. OCLC 610688434.
- "How many Jews were murdered in the Holocaust? How do we know? Do we have their names?". Yad Vashem. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-31. Diakses tanggal 10 January 2013.
Pranala luar
Cari tahu mengenai Adolf Hitler pada proyek-proyek Wikimedia lainnya: | |
Definisi dan terjemahan dari Wiktionary | |
Gambar dan media dari Commons | |
Berita dari Wikinews | |
Kutipan dari Wikiquote | |
Teks sumber dari Wikisource | |
Buku dari Wikibuku |
- (Inggris) Karya atau profil mengenai Adolf Hitler di perpustakaan (katalog WorldCat)
- Adolf Hitler di IMDb (dalam bahasa Inggris) – real life footage in documentaries
- Adolf Hitler (Character) di IMDb (dalam bahasa Inggris) – as portrayed in film and TV
- "Adolf Hitler". The Vault. FBI Records.
- "Hitler and his officers". World War II Movies in Color. WW2inColor. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-11-26. Diakses tanggal 2013-01-16.
Jabatan politik | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Jabatan dibentuk |
Reichsstatthalter Prusia 1933–1935 |
Diteruskan oleh: Jabatan dihapus |
Didahului oleh: Kurt von Schleicher |
Kanselir Jerman(1) 1933–1945 |
Diteruskan oleh: Joseph Goebbels |
Didahului oleh: Paul von Hindenburg sebagai Presiden |
Führer Jerman(1) 1934–1945 |
Diteruskan oleh: Karl Dönitz sebagai Presiden |
Jabatan partai politik | ||
Didahului oleh: Anton Drexler |
Ketua NSDAP 1921–1945 |
Diteruskan oleh: Martin Bormann |
Jabatan militer | ||
Didahului oleh: Franz Pfeffer von Salomon |
Ketua SA 1930–1945 |
Diteruskan oleh: Dihapus |
Didahului oleh: Walther von Brauchitsch |
Oberbefehlshaber des Heeres (Komandan AD) 1941–1945 |
Diteruskan oleh: Ferdinand Schörner |
Gelar kehormatan | ||
Didahului oleh: Chiang Kai-shek dan Soong May-ling |
Time Person of the Year 1938 |
Diteruskan oleh: Joseph Stalin |
Catatan dan referensi | ||
1. Jabatan Kepala Negara dan Pemerintahan digabung pada 1934–1945 untuk jabatan Führer dan Kanselir Jerman |
- Tokoh kabinet Hitler
- Penghuni terakhir Führerbunker
- Artikel Wikipedia dengan kesalahan penanda RISM identifiers
- AC dengan 43 elemen
- Adolf Hitler
- Keluarga Hitler
- Pelukis Austria
- Penulis Austria
- Politikus Republik Weimar
- Kanselir Jerman Nazi
- Presiden Jerman Nazi
- Teoretikus konspirasi
- Perancang bendera
- Pemimpin militer Jerman
- Pelaku Holokaus
- Tokoh Jerman Nazi yang bunuh diri
- Pemimpin politik Perang Dunia II
- Tokoh NSDAP