Gunung Muria
Gunung Muria | |
---|---|
Moerjo, Moerija | |
Titik tertinggi | |
Ketinggian | 1602 m (5253 kaki)[1][2] |
Masuk dalam daftar | Ribu |
Koordinat | 6°37′00″S 110°53′00″E / 6.616667°S 110.883333°E |
Geografi | |
Letak | |
Negara | Indonesia |
Daerah | Jawa Tengah |
Geologi | |
Letusan terakhir | 320.000 tahun yang lalu[3] |
Gunung Muria adalah sebuah gunung bertipe stratovolcano,[4] yang terletak di pantai utara Jawa Tengah, sekitar 66 kilometer di timur laut Kota Semarang.[5] Gunung ini termasuk ke dalam wilayah Kota Jepara di sisi barat, wilayah Kota Kudus di sisi selatan, dan wilayah Kota Pati di sisi timur.[6] Gunung ini memiliki ketinggian 1602 mdpl, tetapi sumber lain menyebutkan bahwa tingginya 1625 mdpl.[7][8]
Gunung ini pernah menjadi pulau tersendiri, dipisahkan dari Pulau Jawa oleh Selat Muria.[9] Selat ini menjadi salah satu jalur perdagangan rempah-rempah yang menghubungkan Timur Tengah dengan Maluku dan mungkin dilalui oleh Tomé Pires dalam perjalanannya di Jawa.[10] Selat ini tertutup pada suatu waktu antara abad ke-17 hingga ke-18.[11]
Pada 1970-an, sisi utara gunung ini dipilih oleh Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebagai lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir dengan alasan risiko bencana alamnya yang kecil jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Jawa dan Bali.[12] Namun, gempa bumi yang beberapa kali mengguncang di sekitar gunung sejak tahun 2010-an membuat rencana pembangunan tersebut dibatalkan.
Erupsi di gunung ini terakhir kali terjadi pada sekitar 160 SM.[7]
Geologi
[sunting | sunting sumber]Gunung Muria merupakan salah satu gunung di Jawa yang berhubungan dengan zona subduksi berumur Miosen, bukan zona subduksi yang aktif (seperti Gunung Merapi atau Gunung Kelud), dengan Zona Wadati–Benioff sedalam sekitar 400 kilometer.[13] Meskipun demikian, aktivitas magmatik setidaknya diketahui masih ada di bawah gunung pada tahun 2000.[14]
Gunung Muria memiliki sejarah yang sama dengan Gunung Genuk (gunung kecil yang berada di Donorojo, di utara Muria), terutama dalam pembentukan bentang alam Semenanjung Muria. Keduanya menghasilkan lava koheren baik kubah lava dan sumbat lava maupun maar yang terdapat di kaki gunung dan daratan.[3] Selain itu, dijumpai pula breksi gunung api, lapili, dan tuf yang banyak mengeliling sekitar gunung. Namun, densitasnya hanya mencapai 2.4 gr/cm3 sehingga tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan persebaran batuan yang lain.[15]
Proyek nuklir yang dibatalkan
[sunting | sunting sumber]Perencanaan
[sunting | sunting sumber]Pada April 1975, BATAN dan Departemen Pekerjaan Umum membentuk sebuah komisi untuk memulai proses pemilihan lokasi tapak PLTN yang bernama Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN). Komisi tersebut terdiri dari BATAN, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pertahanan dan Keamanan, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan PLN.[16] Pemilihan tersebut menghasilkan 5 dari 14 lokasi yang diusulkan. Lima lokasi tersebut adalah Tanjung Pujut (Banten), Parigi (Jawa Barat), Lasem (Jawa Tengah), Muria (Jawa Tengah), dan Situbondo (Jawa Timur).[17]
Antara bulan Juli hingga September 1975, diadakan sebuah survei untuk menentukan lokasi tapak terbaik dari kelima lokasi tersebut. Hasilnya berupa dua lokasi, yaitu Keling di Muria dan Sluke di Lasem.[17] Kemudian, BATAN mengadakan studi kelayakan terhadap kedua lokasi tersebut yang dibantu oleh firma teknik nuklir asal Italia, NIRA.[18] Hasil studi tersebut kemudian keluar pada tahun 1982, yang menyimpulkan bahwa Ujungwatu di Keling (kini bagian dari Donorojo) adalah calon lokasi tapak terbaik.[17]
Pada tahun 1991, diadakan perjanjian antara Kementerian Keuangan dan BATAN dengan perusahaan konsultasi energi asal Jepang, NEWJEC Inc.[19] Perjanjian ini pada dasarnya mengontrak NEWJEC selama empat tahun setengah untuk melakukan analisis dan evaluasi terhadap lokasi tapak. Lokasi yang sebelumnya hanya Ujungwatu diperbarui menjadi enam lokasi, yaitu Ujungwatu, Ujung Bantungan, Ujung Grenggengan, Ujung Lemahabang, Ujung Bayuran, dan Ujung Piring. Pilihan akhirnya jatuh di Ujung Lemahabang (ULA), sebuah dukuh di Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.[20][21][22] Pada 1993, NEWJEC mengeluarkan sebuah laporan yang berjudul Feasibility Study of the First Nuclear Power Plants at Muria Peninsula Region. Laporan ini memproyeksikan penawaran dan permintaan kebutuhan energi nuklir serta menyarankan Pemerintah Indonesia untuk membangun 12 reaktor berkekuatan 600 Megawatt.[18] Pemilihan tapak akhirnya selesai pada bulan Mei 1996,[23] dan rencananya akan mulai dibangun pada tahun 1997, tetapi tertunda karena krisis finansial Asia 1997.[24]
PLTN ini diproyeksikan dapat memasok energi listrik sebesar 4.000-6.000 Megawatt.[25][26]
Reaksi dari masyarakat
[sunting | sunting sumber]Ketika warga lokal Balong awalnya mengetahui rencana ini, kebanyakan dari mereka menyetujuinya dengan harapan bahwa mereka bisa meningkatkan pendapatan (dengan adanya kesempatan kerja) dan dapat menikmati pengguna dan pelayanan listrik yang lebih baik. Namun, tumbuh pula kekhawatiran akan rencana tersebut, mulai dari pemindahan penduduk hingga ketakutan pada radiasi, terlebih karena tidak ingin seperti bencana Chernobyl dan limbah radioaktif yang akan mengkontaminasi makanan dan barang.[27]
Pada 2007, muncul penolakan luas terhadap rencana ini dari warga Jepara (termasuk yang di Balong) dan Kudus dengan menggelar aksi unjuk rasa di berbagai tempat.[24][28] Penolakan ini juga diikuti oleh para pengusaha yang tinggal di sekitar gunung dengan mengancam akan meninggalkan tempatnya jika PLTN jadi dibangun.[29] Beberapa akademisi menyebutkan bahwa unjuk rasa ini disebabkan oleh dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 yang dianggap sarat kepentingan politik dan ekonomi.[30][31]
Pada 2 September 2007, Nahdlatul Ulama Jepara secara khusus mengharamkan pembangunan PLTN di Semenanjung Muria, dengan alasan PLTN hanya bisa memasok kebutuhan energi nasional sebesar 2-4 persen sementara limbah radioaktif yang dibuang dapat berbahaya bagi lingkungan. Namun, mereka menegaskan bahwa keputusan ini hanya berlaku di sana.[32][33] Keputusan ini didukung oleh organisasi lingkungan seperti Greenpeace dan Walhi, dan partai politik PKB.[34][35][36]
Menyusul bencana nuklir Fukushima Daiichi, warga Jepara kembali menggelar aksi unjuk rasa dan menggelar aksi solidaritas terhadap warga Jepang yang terdampak dari bencana tersebut.[37] Peristiwa ini juga membuat warga Bangka Belitung berunjuk rasa menolak PLTN yang akan dibangun di sana.[38] Meskipun demikian, BATAN menyatakan untuk tetap melanjutkan pembangunan PLTN di kedua wilayah tersebut.[39]
Pembatalan
[sunting | sunting sumber]Pada 2012, Gusti Muhammad Hatta, Menteri Riset dan Teknologi saat itu, mengatakan bahwa rencana pembangunan PLTN Muria dibatalkan karena "masalah yang agak rumit", seperti penduduk di sekitarnya yang padat. Namun, ia tidak tahu apakah pembatalannya bersifat permanen dan menyambung bahwa jika dibatalkan, pemerintah akan melanjutkan pembangunan PLTN di tempat lain seperti di Bangka Belitung.[40]
Pada 2015, rencana ini dibatalkan secara permanen karena diketahui beberapa kali gempa bumi di sekitar gunung.[41][42]
Selat Muria
[sunting | sunting sumber]Di sebelah selatan Gunung Muria dahulu terdapat sebuah selat yang dinamai Selat Muria yang memisahkan antara Pulau Jawa dan Pulau Muria. Saat ini selat tersebut telah menjadi daratan dan menjadi bagian dari Kabupaten Demak, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Rembang.
Dalam budaya populer
[sunting | sunting sumber]Nama dari Gunung Muria menjadi inspirasi dari nama Kereta api Argo Muria, kereta api eksekutif argo yang melayani Semarang Tawang-Gambir.
Masa kolonial dan kini
[sunting | sunting sumber]Pada masa kolonial Belanda, Pegunungan Muria berfungsi penting sebagai kawasan tangkapan air untuk wilayah Jepara, Kudus, dan Pati. Wilayah pegunungan yang meliputi Kabupaten Pati, Kudus, dan Jepara dibagi dalam tiga kategori, yaitu hutan produksi tetap seluas 149,90 hektare, hutan produksi terbatas seluas 3.529,00 hektare, dan hutan lindung seluas 6.428,50 hektare.[43][44]
Pegunungan Muria di bawah pengawasan Perum Perhutani wilayah kelola Unit I Kesatuan Pemangkuan Hutan Pati dengan total luas 10.107 hektare. Kawasan hutan tersebut dikelola oleh Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan Gajah Biru, Muria Pati Ayam, dan Ngarengan. Selain itu terdapat juga kawasan hutan cagar alam seluas 1.402,80 hektare di Kabupaten Pati dan Jepara.[43][44]
Data Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Pemali Jawa Tengah tahun 2007 menunjukkan bahwa kawasan Muria mengalami degradasi dari tahun ke tahun. Total luas hutan kawasan Muria adalah 69.812,08 hektare; terdiri dari hutan di Jepara 21.516,406 hektare, tetapi 17.954 hektare atau 83% di antaranya gundul, termasuk 3,962.66 hektare hutan lindung. Di Kabupaten Pati 47.338 hektare; tetapi 38.344 hektare atau 81 persen rusak, termasuk 1,425 hektare hutan lindung. Sementara di Kabupaten Kudus, 83 persen atau 1.940 hektare hutan rusak, termasuk 53.93 hektar hutan lindung.[44]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Pemandangan Jepara pada tahun 1676 dengan latar belakang Gunung Muria.
-
Gunung Muria sekitar tahun 1900.
-
Salah satu puncak di Gunung Muria, Puncak Gajahmungkur.
-
Mosaik Gunung Muria oleh Landsat 7.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Widjanarko 2016, hlm. 112.
- ^ Balulu 2011, hlm. 104.
- ^ a b Bronto & Mulyaningsih 2007, hlm. 46.
- ^ Sunarko 2016, hlm. 50.
- ^ "Peta visualisasi GPS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-13. Diakses tanggal 2021-01-24.
- ^ Bronto & Mulyaningsih 2007, hlm. 43.
- ^ a b "Muria". Global Volcanism Program (dalam bahasa Inggris). Departemen Ilmu Mineral dan Museum Nasional Sejarah Alam Institusi Smithsonian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-06-18. Diakses tanggal 24 Januari 2021.
- ^ "Muria". Volcano World. Universitas Negeri Oregon. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-30. Diakses tanggal 24 Januari 2021.
- ^ Subandriyono, Joko (8 Oktober 2020). "Widodo Pranowo Peneliti Pusat Riset Kelautan KKP Memastikan Bahwa Pantai Benteng Portugis Jepara Tidak Akan Terkena Tsunami". Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-08. Diakses tanggal 24 Januari 2021.
- ^ Roesmanto, Totok (2012). "Lanskap Semarang Yang Hilang" (PDF). Riptek: Jurnal Pembangunan Kota Semarang Berbasis Sains & Teknologi. 6 (1): 11. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-01-30. Diakses tanggal 2021-01-24.
- ^ Sunarto (2008). "Geomorphological Development Of The Muria Palaeostrait In Relation To The Morphodynamics Of The Wulan Delta, Central Java". Indonesian Journal of Geography (dalam bahasa Inggris). 40 (2): 177–185. doi:10.22146/ijg.2257. ISSN 2354-9114. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-08. Diakses tanggal 2021-01-24.
- ^ Bronto & Mulyaningsih 2007, hlm. 44.
- ^ Sunarko, Sunarko (2016-10-20). "Kajian Probabilistik Jatuhan Abu Vulkanik Terhadap Tapak PLTN Muria". Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 18 (1): 49–57. doi:10.17146/jpen.2016.18.1.2688. ISSN 2502-9479. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-18. Diakses tanggal 2021-01-24.
- ^ Balulu 2011, hlm. 104-105.
- ^ Balulu 2011, hlm. 106.
- ^ Suntoko 1999, hlm. 174.
- ^ a b c Suntoko 1999, hlm. 178.
- ^ a b Cogswell et al. 2017, hlm. 20.
- ^ Nuclear Power Plant Development In Indonesia 2001, hlm. 963.
- ^ Suntoko 1999, hlm. 179.
- ^ Widyanto, Untung; Fikri, Ahmad; Amin, Syaiful (2007-02-26). "Menggugat Nuklir Gunung Muria". LIPI. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-22. Diakses tanggal 2021-01-16.
- ^ Tanter, Richard (2011-12-19). "Ujung Lemahabang site". Nautilus Institute for Security and Sustainability (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-04-02. Diakses tanggal 2021-01-16.
- ^ Suntoko 1999, hlm. 180.
- ^ a b Administrator (2007-06-05). "Warga Jepara Tolak PLTN Muria". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-23. Diakses tanggal 2021-01-16.
- ^ Cogswell et al. 2017, hlm. 9.
- ^ Nurhadi, Ahsan (2011-04-08). "PLTN Diantara Dampak dan Kebutuhan". Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-13. Diakses tanggal 2021-01-17.
- ^ Suntoko 1999, hlm. 183.
- ^ Purwanto, Heru, ed. (2007-06-11). "Ribuan Warga Kudus Tolak Pembangunan PLTN Muria". ANTARA News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-10. Diakses tanggal 2021-01-17.
- ^ "Pengusaha Siap Hengkang jika PLTN Muria Jadi Dibangun". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-10. Diakses tanggal 2021-01-17.
- ^ Nugroho, Heru (2007-07-20). "Menolak PLTN Muria" (PDF). Arsip Berita Media Cetak UGM. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-01-28. Diakses tanggal 2020-01-22.
- ^ Ma`shumah, AwwinNur (2013). Analisis Pro dan Kontra Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria Kabupatn Jepara Melalui Advocacy Coalition Framework (ACF) (Tesis undergraduate). Universitas Brawijaya. http://repository.ub.ac.id/100064/.
- ^ Administrator (2007-09-02). "NU Haramkan PLTN Muria". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-10. Diakses tanggal 2021-01-17.
- ^ "NU Jepara: PLTN Muria Haram!". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-10. Diakses tanggal 2021-01-17.
- ^ "Greenpeace Dukung NU Haramkan PLTN Muria". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-24. Diakses tanggal 2021-01-22.
- ^ "Walhi Puji NU Haramkan Pembangunan PLTN Muria". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-24. Diakses tanggal 2021-01-17.
- ^ "6 Alasan PKB Menolak PLTN Muria". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-10. Diakses tanggal 2021-01-17.
- ^ Rachman, Taufik (2011-06-11). "Masyarakat Jepara Unjukrasa Tolak PLTN Semenanjung Muria". Republika Online. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-23. Diakses tanggal 2021-01-22.
- ^ "Warga Tolak Rencana PLTN". Kompas.com. 2011-03-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-16. Diakses tanggal 2021-01-22.
- ^ Wardah, Fathiyah. "BATAN Tetap akan Bangun PLTN Muria". VOA Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-06. Diakses tanggal 2021-01-22.
- ^ (Okezone), Iman Herdiana (2012-04-21). "Pembangunan PLTN Muria, batal!". Okezone.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-10. Diakses tanggal 2021-01-22.
- ^ Deny, Septian (2018-05-11). Saputra, Reza Deni; Ariyanti, Fiki, ed. "DEN: RI Tak Akan Bangun Pembangkit Nuklir hingga 2050". Liputan6.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-08. Diakses tanggal 2021-01-22.
- ^ NL, Akhmad (2015-11-12). Tarmizi, Tasrief, ed. "Ahli: PLTN tak layak dibangun di Muria". ANTARA News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-23. Diakses tanggal 2021-01-22.
- ^ a b Faza 2021, hlm. 156.
- ^ a b c Khanafi, Imam (13 November 2012). "Menganalisis Hutan Pegunungan Muria". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-29. Diakses tanggal 27 September 2022.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- "Nuclear Power Plant Development In Indonesia" (PDF). IAEA.org. Badan Tenaga Nuklir Nasional dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 2001. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-06-19. Diakses tanggal 2021-01-16.
- Cogswell, Bernadette K.; Siahaan, Nataliawati; Ragina, Friga Siera; Ramana, M. V.; Tanter, Richard (2017). "Nuclear Power and Small Modular Reactors in Indonesia: Potential and Challenges" (PDF). Nautilus Institute for Security and Sustainability. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2023-06-04. Diakses tanggal 2021-01-17.
- Balulu, Nasrun (2011). "Interpretasi Struktur Bawah Permukaan Gunung Muria Menggunakan Analisa Data Gravitasi". Neutrino. 3 (2). doi:10.18860/neu.v0i0.1646. ISSN 2460-5999. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-10. Diakses tanggal 2021-01-14.
- Bronto, Sutikno; Mulyaningsih, Sri (2007). "Gunung api maar di Semenanjung Muria". Jurnal Geologi Indonesia. 2 (1). doi:10.17014/ijog.2.1.43-54. ISSN 2355-9306. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-19. Diakses tanggal 2021-01-14.
- Sunarko (2016). "Kajian Probabilistik Jatuhan Abu Vulkanik Terhadap Tapak PLTN Muria". Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 18 (1): 49–57. doi:10.17146/jpen.2016.18.1.2688. ISSN 2502-9479. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-18. Diakses tanggal 2021-01-24.
- Suntoko, Hadi (1999). "Pemilihan Tapak PLTN di Semenanjung Muria". Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. 1 (4). doi:10.17146/jpen.1999.1.4.2004. ISSN 2502-9479. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-08-16. Diakses tanggal 2021-01-16.
- Widjanarko, Mochamad (2016). "Modal Sosial Masyarakat Desa Rahtawu: Studi Kasus Pelestarian Hutan Muria Di Kabupaten Kudus". Jurnal Masyarakat & Budaya LIPI. 18 (1). doi:10.14203/jmb.v18i1.344. ISSN 2502-1966. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-05. Diakses tanggal 2021-01-16.
- Faza, Muhammad Iqbal (2021). "Konsep Pelestarian Alam melalui Kebudayaan dan Kearifan Lokal Masyarakat Colo". Dalam Masruri, Bukhori. Benantara (dalam bahasa Indonesia). Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-481-654-4. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-08-10. Diakses tanggal 2022-09-27.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]