Lompat ke isi

Ahlulbait: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan kesalahan ketik
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android App section source
 
(113 revisi perantara oleh 70 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Short description|Family of Muhammad}}
{{Islam}}
{{Use dmy dates|date=January 2019}}
'''Ahlul-Bait''' ([[Bahasa Arab]]: أهل البيت) adalah istilah yang berarti "Orang Rumah" atau keluarga. Dalam tradisi Islam istilah itu mengarah kepada keluarga [[Muhammad]]. Terjadi perbedaan dalam penafsiran baik Muslim Syi'ah maupun Sunni. [[Syi'ah]] berpendapat bahwa Ahlul Bait mencakup lima orang yaitu [[Ali bin Abi Thalib|Ali]], [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]], [[Hasan bin Ali|Hasan]] dan [[Husain bin Ali|Husain]] sebagai anggota Ahlul Bait (di samping [[Muhammad]]). Sementara [[Sunni]] berpendapat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga [[Muhammad]] dalam arti luas, meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga kadang-kadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.
{{Muhammad}}


'''{{Transliteration|ar|Ahlulbait}}''' ({{lang-ar|أَهْل ٱلْبَيْت|lit=rumah tangga}}) mengacu pada keluarga [[Nabi Islam]] [[Muhammad]]. Dalam [[Islam Sunni]], istilah ini juga diperluas ke seluruh keturunan [[Fatimah az-Zahra]] Dalam [[Islam Syiah]], istilah ini terbatas pada Muhammad, putrinya [[Fatimah az-Zahra]], sepupu dan menantunya [[Ali bin Abi Thalib]], dan putra mereka, [[Hasan bin Ali|Ḥasan]] dan [[Husain bin Ali|Ḥusain]]. Pandangan umum Sunni menambahkan [[istri-istri Muhammad]] ke dalam lima hal ini.{{Sfn|Goldziher|Arendonk|Tritton|2012}}
== Istilah Ahlul Bait ==
=== Syi'ah ===
Kaum [[Syi’ah]] lebih mengkhususkan istilah Ahlul Bait [[Muhammad]] yang hanya mencakup [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] dan istrinya [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]], putri [[Muhammad]] beserta putra-putra mereka yaitu [[Hasan bin Ali|al-Hasan]] dan [[Husain bin Ali|al-Husain]] (4 orang ini bersama [[Muhammad]] juga disebut Ahlul Kisa atau yang berada dalam satu selimut) dan keturunan mereka.


== Definisi ==
Hal ini diperkuat pula dengan hadits-hadits seperti contoh berikut:
Ketika kata {{Transl|ar|ahl}} ({{lang-ar|أهل|label=none}}) muncul dalam konstruksi seseorang, kata itu mengacu pada saudara sedarahnya. Namun, kata tersebut juga memiliki arti yang lebih luas dengan kata benda lain.{{Sfn|Sharon}} Secara khusus, {{Transl|ar|bayt}} ({{Lang-ar|بَيْت|label=none}}) diterjemahkan sebagai 'rumah' atau 'tempat tinggal',{{Sfn|Leaman|2006}} dan dengan demikian terjemahan dasar dari {{Transliteration|ar|ahl al-bayt}} adalah 'penghuni rumah'.{{Sfn|Sharon}} Artinya, {{Transl|ar|ahl al-bayt}} secara harafiah diterjemahkan menjadi '[penghuni] rumah'. Dengan tidak adanya kata sandang pasti {{Transl|ar|al-}}, terjemahan harafiah dari {{Transl|ar|ahl bayt}} adalah 'rumah tangga'.{{Sfn|Sharon}}
{{cquote|[[Aisyah binti Abu Bakar|Aisyah]] menyatakan bahwa pada suatu pagi, [[Muhammad|Rasulullah]] keluar dengan mengenakan kain bulu hitam yang berhias. Lalu, datanglah [[Hasan bin Ali]], maka [[Muhammad|Rasulullah]] menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula [[Husain bin Ali|Husain]] lalu beliau masuk bersamanya. Datang juga [[Fatimah az-Zahra|Fathimah]], kemudian beliau menyuruhnya masuk. Kemudian datang pula [[Ali bin Abi Thalib|Ali]], maka beliau menyuruhnya masuk, lalu beliau membaca ayat 33 [[Surat Al Ahzab|surah al-Ahzab]], "''Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai '''Ahlul Bait''' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.''"<ref>AL-ALBANI, M. Nashiruddin; '''''Ringkasan Shahih Muslim'''''. [[Jakarta]]: Gema Insani Press, [[2005]]. ISBN 979-561-967-5. Hadist no. 1656</ref>}}


=== Sunni dan Salafi ===
== Nabi lain ==
Frasa {{Transliterasi|ar|ahl al-bayt}} muncul tiga kali dalam [[Al-Qur'an]], teks keagamaan utama [[Islam]], dalam kaitannya dengan [[Ibrahim|Abraham]] (11 :73), [[Musa dalam Islam|Musa]] (28:12), dan [[Muhammad]] (33:33).{{Sfn|Sharon}} Bagi Abraham dan Musa, {{Transliterasi|ar|ahl al-bayt}} dalam Al-Qur'an secara aklamasi diartikan sebagai keluarga.{{Sfn|Sharon}} Namun keutamaan juga menjadi kriteria keanggotaan keluarga nabi dalam Al-Qur'an.{{Sfn|Leaman|2006}} Artinya, anggota keluarga para nabi terdahulu yang kafir atau tidak setia tidak dikecualikan dari hukuman Tuhan.{{Sfn|Brunner|2014}}{{Sfn|Madelung|1997|p=10}} Secara khusus, keluarga [[Nuh dalam Islam|Nuh]] diselamatkan dari air bah, kecuali istri dan salah satu putranya, yang permohonan Nuh ditolak menurut ayat 11:46, "Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu ({{Transliteration|ar|ahl}})."{{Sfn|Madelung|1997|pp=9, 10}} Keluarga para nabi masa lalu seringkali diberi peran penting dalam Al-Qur'an.{{sfn|Madelung|1997|pp=|p=8}} Di sana, sanak saudara mereka dipilih oleh Allah sebagai ahli waris rohani dan materi para nabi.{{sfn|Madelung|1997|pp=|p=17}}{{sfn|Jafri|1979|pp=14-16}}
Makna “Ahl” dan “Ahlul Bait” dalam pengertian leksikal berarti penghuni rumah, termasuk isteri dan anak-anak. Pengertian ini dianut sebagian kalangan [[Sunni]] dan [[Salafi]], yang menyatakan bahwa ahlul bait Muhammad mencakup pula istri-istri, mertua-mertua, juga menantu-menantu dan cucu-cucunya.


== {{anchor|Dalam Al-Qur'an}} Muhammad ==
=== Sufi dan sebagian Sunni ===
{{multiple image
Kalangan [[Sufi]] dan sebagian kaum [[Sunni]] menyatakan bahwa Ahlul-Bait adalah anggota keluarga Muhammad yang dalam hadits disebutkan haram menerima [[zakat]], seperti keluarga [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] dan [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]] beserta putra-putra mereka ([[Hasan bin Ali|Hasan]] dan [[Husain bin Ali|Husain]]) serta keturunan mereka. Juga keluarga [[Abbas bin Abdul-Muththalib]], serta keluarga-keluarga [[Ja’far bin Abi Thalib|Ja’far]] dan [[Aqil bin Abi Thalib|Aqil]] yang bersama [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] merupakan putra-putra [[Abu Thalib bin Syaibah|Abu Thalib]].
| align = right
| direction = vertical
| width = 220
| image1 = Site of the birthplace of the Prophet Muhammad, Mecca, Saudi Arabia.jpg
| caption1 = [[Makkah]] adalah tempat kelahiran Muhammad dan anggota [[Bani Hasyim|keluarganya]], termasuk Ali dan Fatimah, sebelum [[Hijrah|migrasi mereka]] ke [[Madinah]] pada tahun 622. Gambar di sini adalah [[Perpustakaan Makkah Al Mukarramah|Perpustakaan Mekahtul Mukarrama]], juga dikenal sebagai [[Baitul Maulid]], karena diyakini berdiri di tempat di mana Muhammad [[maulid|lahir]].
| image2 = Nothing but Pigeons. Baqee, Madina (3144084879) (cropped).jpg
| caption2 = Madinah menjadi rumah bagi Ahlulbait setelah migrasi mereka dari Makkah. Gambar di latar belakang adalah makam (ditandai dengan [[Kubah Hijau]]) dan [[Masjid Nabawi|masjid]] Muhammad. Di latar depan adalah [[Pemakaman Al-Baqi|Pemakaman Baqi']], tempat Hasan dan beberapa kerabat Muhammad lainnya dimakamkan.
| image3 = 001123-ImamAliShrine-Najaf-IMG 7707-2.jpg
| caption3 = Setelah kematian Muhammad dan Fatimah di Madinah pada tahun 632, beberapa kerabat mereka, termasuk Husain dan Ali, bermigrasi ke [[Irak]] dan meninggal di sana. Gambar di latar belakang adalah [[Kuil Imam Ali|kuil]] di [[Najaf]] tempat Ali diyakini dimakamkan, setelah [[pembunuhan Ali|pembunuhannya]] di kota tetangga [[Kufah]] di [[Mesopotamia Hilir|Irak]].
| total_width =
}}
Rumah tangga Muhammad, sering disebut sebagai Ahlulbait, muncul dalam ayat 33:33 Al-Qur'an,{{sfn|Nasr et al.|2015|p=2331}} juga dikenal sebagai [[ayat penyucian]].{{Sfn|Abbas|2021|p=65}} Salah satu bagian dari ayat penyucian berbunyi, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."{{sfn|Nasr et al.|2015|p=2331}} Umat Muslim berbeda pendapat mengenai siapa yang termasuk dalam {{Transliterasi|ar|ahl al-bayt}} Muhammad dan apa hak istimewa atau tanggung jawab yang mereka miliki.{{Sfn|Brunner|2014}}
=== Dimasukkannya Ahlul Kisa' ===
{{See also|Ahlul Kisa'}}
[[File:کتیبه_پنج_تن.jpg|thumb|Nama-nama Ahlul Kisa', tertulis di tempat suci [[Abbas bjn Ali]], terletak di [[Karbala]], [[Irak]]]]
Mayoritas hadis yang dikutip oleh penafsir [[Sunni]], [[ath-Thabari]] mengidentifikasi Ahl al-Bayt dengan [[Ahlul Kisa']], yaitu Muhammad, putrinya [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]], suaminya [[Ali]], dan kedua putranya, [[Hasan bin Ali|Hasan]] dan [[Husain bin Ali|Husain]].{{Sfn|Howard|1984}}{{Sfn|Madelung|1997|pp=14{{ndash}}15}}{{Sfn|Algar|2011}} Sejumlah laporan juga dicatat dalam {{Transl|ar|[[Shahih Muslim]]}}, {{Transl|ar|[[Shahih al-Jami'|Sunan at-Tirmidzi]]}}, {{Transl|ar|[[Musnad Ahmad bin Hanbal]]}},{{Sfn|Momen|1985|pp=16-7, 325}}{{Sfn|Shomali|2003|pp=58{{ndash}}59, 62{{ndash}}63}} semua kumpulan hadits kanonik Sunni, dan oleh beberapa otoritas Sunni lainnya, termasuk [[as-Suyuthi]], al-Hafiz al-Kabir,{{Sfn|Mavani|2013|p=71}} [[Hakim al-Nisaburi]],{{sfn|Shah-Kazemi|2007|p=61n17}} and [[Ibnu Katsir]].{{Sfn|Lalani|2000|p=|pp=69, 147}}


Mungkin dalam versi paling awal dari hadis [[Ahlul Kisa'|{{Transl|ar|kisa}}]],{{Sfn|Soufi|1997|p=6}} Istri Muhammad [[Ummu Salamah]] menceritakan bahwa dia mengumpulkan Ali, Fatima, Hasan, dan Husain di bawah jubahnya dan berdoa, "Ya Allah, inilah {{Transl|ar|ahl al-bayt}} dan anggota keluarga terdekatku; hilangkan kekotoran batin dari mereka dan sucikanlah mereka sepenuhnya."{{Sfn|Sharon}}{{Sfn|Brunner|2014}} Beberapa catatan melanjutkan bahwa Ummu Salamah kemudian bertanya kepada Muhammad, "Apakah aku bersamamu, ya Rasulullah?" namun hanya menerima tanggapan, "Engkau akan memperoleh kebaikan. Engkau akan memperoleh kebaikan." Laporan-laporan tersebut antara lain diberikan dalam {{Transl|ar|Sunan al-Tirmidzi}}, {{Transl|ar|Musnad Ahmad}},{{Sfn|Shomali|2003|p=62}} dan oleh Ibn Katsir, as-Suyuthi, dan penafsir Syiah [[Muhammad Husain Thabathaba'i]].{{sfn|Nasr et al.|2015|p=2331}} Namun versi Sunni lain dari hadits ini menambahkan Ummu Salamah ke dalam Ahlul Bait.{{Sfn|Goldziher|Arendonk|Tritton|2012}} Dalam versi Sunni lainnya, sahaya Muhammad, Watsilah binti al-Asqa' juga termasuk dalam Ahlul Bait.{{Sfn|Soufi|1997|pp=7{{ndash}}8}}
Adapun risalah lengkap sebagaimana yang tercantum dalam '''[[Shahih Muslim]]''' adalah sebagai berikut:
:Yazid bin Hayyan berkata, "Aku pergi ke Zaid bin Arqam bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim. Setelah kami duduk, Husain berkata kepada Zaid bin Arqam, 'Hai Zaid, kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Kau melihat [[Muhammad|Rasulullah]], kau mendengar sabda beliau, kau bertempur menyertai beliau, dan kau telah salat dengan diimami oleh beliau. Sungguh kau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Karena itu, sampaikan kepada kami hai Zaid, apa yang kau dengar dari [[Muhammad|Rasulullah]]!'"


Di tempat lain di {{Transl|ar|Musnad Ahmad}}, Muhammad dikatakan membacakan ayat terakhir ayat penyucian setiap pagi ketika dia melewati rumah Fatimah untuk mengingatkan seisi rumahnya akan salat subuh.{{Sfn|Veccia Vaglieri|2012}}{{Sfn|Shomali|2003|p=63}} Dalam peristiwa {{Transl|ar|[[Mubahalah]]}} bersama orang-orang [[Kristen Arab]] [[Najran]], Muhammad juga diyakini telah mengumpulkan empat orang di atas di bawah jubahnya dan menyebut mereka sebagai {{Transl|ar|ahl al-bayt}} miliknya, menurut sumber Syiah dan beberapa Sunni,{{Sfn|Momen|1985|p=16}}{{Sfn|Algar|2011}} termasuk {{Transl|ar|Shahih Muslim}} dan {{Transl|ar|Sunan at-Tirmidzi}}.{{Sfn|Momen|1985|pp=16, 325}} Susunan Ahlulbait ini dicatat oleh Islamis [[Laura Veccia Vaglieri]],{{Sfn|Veccia Vaglieri|2012}} dan juga dilaporkan dengan suara bulat di sumber-sumber Syiah.{{Sfn|Goldziher|Arendonk|Tritton|2012}} Dalam karya-karya teologi Syiah, Ahlulbait seringkali juga memasukkan sisa [[Imamah dalam doktrin Syiah|imam Syiah]].{{Sfn|Howard|1984}} Istilah ini kadang-kadang diterapkan secara longgar dalam tulisan-tulisan Syiah untuk seluruh keturunan Ali dan Fatimah.{{Sfn|Howard|1984}}{{Sfn|Esposito|2003|p=9}}{{Sfn|Glassé|2001}}
:"Kata Zaid bin Arqam, 'Hai kemenakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari [[Muhammad|Rasulullah]]. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu terimalah dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah kamu memaksaku untuk menyampaikannya.'"


=== Penyertaan istri-istri Muhammad ===
:"Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, 'Pada suatu hari [[Muhammad|Rasulullah]] berdiri dengan berpidato di suatu tempat air yang disebut ''Khumm'' antara [[Mekkah]] dan [[Madinah]]. Ia memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu beliau bersabda, ''Ketahuilah saudara-saudara bahwa aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Tuhanku (malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu dia diperkenankan. Aku akan meninggalkan untuk kalian dua hal yang berat, yaitu: 1) Al-Qur'an yang berisi petunjuk dan cahaya, karena itu laksanakanlah isi Al-Qur'an dan pegangilah. (Beliau mendorong dan mengimbau pengamalan Al-Qur'an). 2) Keluargaku. Aku ingatkan kalian agar berpedoman dengan hukum Allah dalam memperlakukan keluargaku (tiga kali)''".
[[File:Alahzab_01.jpg|thumb|Ayat penyucian dalam folio Al-Qur'an, berasal dari periode akhir [[Iran Safawi|Safawi]].]]
Mungkin karena perintah sebelumnya dalam ayat penyucian ditujukan kepada istri-istri Muhammad,{{Sfn|Brunner|2014}} beberapa penulis Sunni, seperti al-Wahidi, secara eksklusif menafsirkan Ahlulbait sebagai istri Muhammad.{{Sfn|Howard|1984}}{{Sfn|Sharon}} Yang lain telah mencatat bahwa bagian terakhir dari ayat ini secara tata bahasa tidak konsisten dengan perintah sebelumnya (kata ganti jamak maskulin versus jamak feminin).{{Sfn|Haider|2014|p=35}} Jadi Ahlulbait tidak terbatas pada istri-istri Muhammad saja.{{sfn|Nasr et al.|2015|p=2331}}{{Sfn|Brunner|2014}}{{Sfn|Veccia Vaglieri|2012}} Ibnu Katsir, misalnya, memasukkan Ali, Fatimah, dan kedua putra mereka ke dalam Ahlubait, selain istri-istri Muhammad.{{Sfn|Howard|1984}} Memang benar, hadits Sunni tertentu mendukung dimasukkannya istri-istri Muhammad ke dalam Ahlulbait, termasuk beberapa laporan dalam otoritas [[Ibnu Abbas]] dan [[Ikrima bin Abu Jahal|Ikrima]].{{Sfn|Madelung|1997|p=15}}


Alternatifnya, Islamis [[Oliver Leaman]] mengusulkan bahwa pernikahan dengan seorang nabi tidak menjamin dimasukkannya dalam {{Transliterasi|ar|ahl al-bayt}} miliknya. Dia berpendapat bahwa, dalam ayat 11:73,{{Sfn|Sharon}} [[Sarah#Dalam Islam|Sara]] dimasukkan dalam {{Transliterasi|ar|ahl al-bayt}} [[Ibrahim|Abraham]] hanya setelah menerima berita tentang segera menjadi ibu dari dua nabi, [[Ishak dalam Islam|Ishak]] dan [[Yakub dalam Islam|Yakub]]. Demikian pula Leaman menyarankan agar ibu [[Musa dalam Islam|Musa]] dihitung sebagai anggota {{Transliterasi|ar|ahl al-bayt}} dalam ayat 28:12, bukan karena menikah dengan [[Amram#Dalam Islam|Imran]], tapi karena menjadi ibu Musa.{{Sfn|Leaman|2006}} Demikian pula, dalam upaya mereka untuk dimasukkan ke dalam Ahlulbait, [[Dinasti Abbasiyah|Abbasiyah]] berpendapat bahwa perempuan, meskipun mereka mulia dan suci, tidak dapat dianggap sebagai sumber silsilah ({{Transliteration|ar|nasab}}). Sebagai keturunan paman dari pihak ayah Muhammad [[Abbas bin Abdul Muthalib|Abbas]], mereka mengklaim bahwa dia setara dengan ayah Muhammad setelah ayah Muhammad meninggal.{{Sfn|Sharon}}{{Sfn|Jafri|1979|p=195}}
:Husain bertanya kepada Zaid bin Arqam, "Hai Zaid, siapa Ahlul Bait (keluarga) [[Muhammad|Rasulullah]] itu? Bukankah istri-istri beliau Ahlul Baitnya?"
::Kata Zaid bin Arqam, "Istri-istri beliau adalah Ahlul Baitnya, tetapi Ahlul Bait beliau adalah orang yang diharamkan menerima zakat sampai sepeninggal beliau."


=== Interpretasi yang lebih luas ===
:Kata Husain, "Siapa mereka itu?"
Seperti disebutkan di atas, beberapa penulis Sunni telah memperluas penerapannya dengan memasukkan ke dalam Ahlulbait marga Muhammad ([[Banu Hasyim]]),{{Sfn|Sharon}}{{Sfn|Campo|2004}} Bani Muthalib,{{Sfn|Goldziher|Arendonk|Tritton|2012}} Abbasiyah,{{sfn|Nasr et al.|2015|p=2331}}{{Sfn|Sharon}}{{Sfn|Howard|1984}} dan bahkan [[Dinasti Umayyah|Bani Umayyah]], yang merupakan keturunan dari keponakan [[Hasyim bin Abdu Manaf|Hasyim]], [[Umayyah bin Abdu Syams|Umayyah]].{{Sfn|Brunner|2014}}{{Sfn|Howard|1984}} Memang benar, versi Sunni lain dari Hadis al-Kisa jelas dimaksudkan untuk menambahkan Bani Abbasiyah ke dalam Ahlulbait.{{Sfn|Howard|1984}} Klaim Abbasiyah ini pada gilirannya menjadi landasan upaya mereka untuk mendapatkan legitimasi.{{Sfn|Sharon}}{{Sfn|Brunner|2014}} Demikian pula, versi Sunni dari [[Hadis thaqalayn|hadits {{Transl|ar|thaqalayn}}]] mendefinisikan Ahlulbait sebagai keturunan Ali dan saudara-saudaranya ([[Aqil bin Abi Thalib|Aqil]] dan [[Ja'far bin Abi Thalib|Ja'far]]), dan paman Muhammad, Abbas.{{Sfn|Goldziher|Arendonk|Tritton|2012}}{{Sfn|Howard|1984}}
::Kata Zaid bin Arqam, "Mereka adalah keluarga [[Ali bin Abi Thalib|Ali]], keluarga [[Aqil bin Abi Thalib|Aqil]], keluarga [[Ja'far bin Abi Thalib|Ja'far]] dan keluarga [[Abbas bin Abdul-Muththalib|Abbas]]."
:Kata Husain, "Apakah mereka semua diharamkan menerima zakat?"
::Jawab Zaid, "Ya."<ref>AL-ALBANI, M. Nashiruddin; '''''Ringkasan Shahih Muslim'''''. [[Jakarta]]: Gema Insani Press, [[2005]]. ISBN 979-561-967-5. Hadist no. 1657</ref>


Dua [[Khulafaur Rasyidin]] pertama, [[Abu Bakar]] dan [[Umar]], juga termasuk dalam Ahlulbait dalam beberapa laporan Sunni, karena keduanya adalah ayah mertua Muhammad. Namun demikian, hal ini dan laporan mengenai masuknya Bani Umayyah ke dalam Ahlulbait mungkin merupakan reaksi di kemudian hari terhadap klaim Bani Abbasiyah atas masuknya mereka ke dalam Ahlulbait dan upaya mereka sendiri untuk mendapatkan legitimasi.{{Sfn|Brunner|2014}} Istilah ini juga diartikan sebagai [[suku Quraisy]] dari [[Makkah]],{{Sfn|Sharon}}{{Sfn|Brunner|2014}} atau seluruh komunitas Muslim.{{Sfn|Goldziher|Arendonk|Tritton|2012}}{{Sfn|Brunner|2014}} Misalnya, pakar Islam {{ill|Rudi Paret|de}} mengidentifikasi {{Transl|ar|bayt}} ({{lit|rumah}}) dalam ayat penyucian dengan [[Ka'bah]], terletak di situs paling suci dalam Islam. Namun, teorinya hanya mendapat sedikit pendukung, terutama [[Moshe Sharon]], pakar lainnya.{{Sfn|Sharon}}{{Sfn|Brunner|2014}}{{Sfn|Madelung|1997|p=11}}
== Kekhalifahan ==
Kaum Sufi berpendapat [[khalifah|kekhalifahan]] ada 2 macam, yaitu :
:* Khalifah secara zhahir ([[Waliyyul Amri]], [[Surat An Nisaa']] ayat 59) ''"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."'' atau mereka yang menjadi ''kepala pemerintahan'' umat Islam; dan
:* Khalifah secara bathin ([[Waliyyul Mursyid]], [[Surat Al Kahfi]] ayat 17) ''"Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk (Waliyyan Mursyida) kepadanya."'' atau mereka yang menjadi ''pembina rohani'' umat Islam.


=== Khalifah zhahir ===
=== Kesimpulan ===
Kompromi khas Sunni adalah mendefinisikan Ahlulbait sebagai Ahlul Kisa' (Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, Husain) bersama dengan istri-istri Muhammad.{{Sfn|Goldziher|Arendonk|Tritton|2012}} yang mungkin juga mencerminkan pendapat mayoritas para penafsir Sunni abad pertengahan.{{Sfn|Soufi|1997|p=16}} Di kalangan Islamis modern, pandangan ini dianut oleh [[Ignác Goldziher]] dan rekan penulisnya,{{Sfn|Howard|1984}} dan disebutkan oleh Sharon,{{Sfn|Sharon}} sementara [[Wilferd Madelung]] juga mencakup Bani Hasyim di Ahlulbait mengingat hubungan darah mereka dengan Muhammad.{{Sfn|Madelung|1997|p=15}} Sebaliknya, Syiah membatasi Ahlulbait hanya pada Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain, dengan menunjuk pada tradisi otentik dalam sumber Sunni dan Syiah.{{Sfn|Momen|1985|pp=16, 17}}{{Sfn|Leaman|2006}}{{Sfn|Haider|2014|p=35}} Pandangan mereka didukung oleh Veccia Vaglieri dan [[Husain Mohammad Jafri|Husain M. Jafri]], pakar lainnya.{{Sfn|Veccia Vaglieri|2012}}
Menurut kalangan Sufi kekhalifahan yang ''zhahir'' (lahiriah) boleh saja dipegang oleh orang muslim yang kurang beriman atau mukmin tapi kurang bertakwa, dalam keadaan darurat atau karena sudah takdir yang tak bisa dihindari. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya perkataan ‘athii’ sebelum ‘[[waliyyul amri]]’, kata ‘athii’ atau ''taatlah'' hanya ditempelkan kepada ‘Allah’ kemudian ditempelkan kepada ‘Rasul’ sehingga lafadz lengkapnya menjadi, ”Athiiullahu wa athiiurasuul wa ulil amri minkum”. Berarti taat yang mutlak hanya kepada Allah dan Rasulnya. Taat kepada ulil amri (pemimpin) dapat dilakukan dengan syarat ia taat lebih dulu kepada Allah dan Rasulnya. Memilih seorang pemimpin atas dasar ketaatan kepada Allah adalah hal yang logis dan jauh lebih mudah dari pada memilih seorang pemimpin atas dasar '[[maksum]]' atau kesucian, karena 'taat' kepada Allah adalah suatu yang dapat terlihat kurang-lebihnya di dalam kehidupan seseorang.


== Posisi dalam Islam ==
Dengan kata lain ayat ini dalam pandangan kaum Sunni dan kaum Sufi menunjukkan tidak adanya syarat ‘[[maksum]]’ bagi Waliyyul Amri (pemimpin pemerintahan). Sangat mungkin ini adalah petunjuk Allah bagi umat Islam untuk menerima siapapun pemimpinnya di setiap zaman, selama ia taat kepada Allah dan Rasulnya, karena sesuai dengan akal sehat yang dimiliki umat manusia bahwa ‘tak ada yang mengetahui hamba Allah yang suci atau ‘[[maksum]]’, kecuali Allah sendiri.’


=== Khalifah bathin ===
=== Dalam Al-Qur'an ===
Keluarga dan keturunan para nabi masa lalu memegang posisi penting dalam Al-Quran. Di dalamnya, keturunan mereka menjadi ahli waris rohani dan materi untuk menjaga keutuhan perjanjian ayah mereka.{{sfn|Madelung|1997|pp=8-12}}{{sfn|Jafri|1979|pp=15-17}} Kerabat Muhammad juga disebutkan dalam Al-Qur'an dalam berbagai konteks.{{sfn|Madelung|1997|p=12}}
Kekhalifahan bathin, karena harus mempunyai syarat kewalian dalam pengertian bathin, tak mungkin dijatuhkan kecuali kepada orang mukmin yang bertakwa dan dicintai Allah (Surat Yunus 62-64). Kekhalifahan bathin atau jabatan Waliyyul Mursyid (pemimpin rohani) adalah mereka yang mempunyai ilmu dan karakter (kurang-lebih) seperti [[Nabi Khidir]] di dalam [[Surat Al Kahfi]]. Hikmah tidak disebutkannya kata 'Nabi Khidir' juga boleh jadi mengisyaratkan setiap zaman akan ada manusia yang terpilih seperti itu.


==== Ayat {{transl|ar|mawaddah}} ====
Didalam sejarah tarekat kaum Sufi, para Wali Mursyid sebagian besarnya adalah keturunan [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] dari [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]] baik melalui [[Hasan bin Ali|Hasan]] dan [[Husain bin Ali|Husain]]. Menurut kaum Sufi memaksakan kekhalifahan zhahir hanya untuk keluarga [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] adalah suatu yang musykil/mustahil karena bila menolak 3 khalifah sebelumnya (yang telah disetujui oleh mayoritas) berarti membuat perpecahan dalam umat Islam, juga bertentangan dengan prinsip akal sehat, karena boleh jadi seorang kurang ber-taqwa tapi dalam hal pemerintahan sangat cakap. Sedangkan seorang yang ber-taqwa justru mungkin saja tidak menguasai masalah pemerintahan.
{{Main article|Ayat mawaddah}}


Dikenali sebagai ayat {{transl|ar|mawaddah}} ({{Lit|kasih sayang|kecintaan}}), ayat 42:23 Al-Qur'an menyatakan, “Katakanlah (Muhammad), 'Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.'”{{Sfn|Nasr et al.|2015|p=2691}} Sejarawan yang berhaluan Syiah [[Ibnu Ishaq]] meriwayatkan bahwa Muhammad menyebutkan {{transl|ar|al-qurba}} dalam ayat ini sebagai Ali, Fatimah, dan kedua putra mereka, Hasan dan Husain.{{sfn|Mavani|2013|p=|pp=41, 60}} Hal ini juga merupakan pandangan sebagian ulama Sunni, diantaranya [[Fakhruddin ar-Razi]], [[al-Baidhawi]],{{Sfn|Momen|1985|p=152}} dan Ibnu al-Maghazili.{{Sfn|Mavani|2013|p=|pp=41, 60}} Namun sebagian besar penulis Sunni menolak pandangan Syiah dan menawarkan berbagai alternatif,{{sfn|Nasr et al.|2015|p=2691}} Yang paling utama di antara ayat ini adalah bahwa ayat ini memerintahkan kecintaan terhadap sanak saudara secara umum.{{sfn|Madelung|1997|p=13}}{{Sfn|Gril|}} Dalam [[Syiah Dua Belas Imam]], cinta dalam ayat {{transl|ar|mawaddah}} juga mengandung ketaatan kepada Ahlulbait sebagai sumber bimbingan agama yang eksoteris dan esoterik.{{Sfn|Mavani|2013|p=41|pp=}}{{sfn|Lalani|2000|pp=|p=66}}
Bila menganggap Imamah adalah Khalifah Bathin mungkin saja bisa, tapi membatasi hanya 12 bertentangan dengan banyak hadits shahih tentang para Wali Allah yang tidak pernah disebut dari keluarga tertentu, apalagi dengan pembatasan jumlahnya. Idealnya memang seorang Khalifah zhahir (Waliyyul Amri) dipilih dari mereka yang juga menjabat Khalifah bathin (Waliyyul Mursyid). Tapi pertanyaannya siapakah yang mengetahui Wali-wali Allah, apalagi yang berderajat Waliyyul Mursyid, kalau bukan Allah sendiri.


==== Ayat {{Transl|ar|mubahala}} ====
== Perkembangan Ahlul Bait ==
{{Main article|Mubahalah}}
=== Setelah wafatnya Muhammad ===
Berkembangnya Ahlul-Bait walaupun sepanjang sejarah kekuasaan [[Bani Umayyah]] dan [[Bani Abbasiyah]] mengalami penindasan luar biasa, adalah berkah dari do’a [[Muhammad]] kepada mempelai pengantin [[Fatimah az-Zahra|Fatimah]] putri beliau dan [[Ali bin Abi Thalib|Ali]] di dalam pernikahan yang sangat sederhana.
:Doa Nabi SAW adalah,''”Semoga Allah memberkahi kalian berdua, memberkahi apa yang ada pada kalian berdua, membuat kalian berbahagia dan mengeluarkan dari kalian keturunan yang banyak dan baik”''


Seorang utusan Kristen dari Najran, berlokasi di [[Arab Selatan]], tiba di Medina sekitar tahun 632 dan merundingkan perjanjian damai dengan Muhammad.{{Sfn|Momen|1985|pp=13{{ndash}}14}}{{Sfn|Schmucker|2012}} Selama mereka berada di sana, kedua pihak mungkin juga memperdebatkan sifat [[Yesus]], manusia atau Tuhan, meskipun delegasi tersebut pada akhirnya menolak keyakinan Islam,{{Sfn|Madelung|1997|p=16}} yang mengakui kelahiran Yesus yang ajaib tetapi menolak kepercayaan umat Kristen terhadap keilahiannya.{{sfn|Nasr et al.|2015|pp=378{{ndash}}379}} Yang terkait dengan cobaan ini adalah ayat 3:61 Al-Qur'an.{{sfn|Nasr et al.|2015|pp=|p=379}} Ayat ini memerintahkan Muhammad untuk menantang lawan-lawannya ber{{Transl|ar|mubahalah}} ({{Lit|saling mengutuk}}),{{Sfn|Haider|2014|p=35}} mungkin ketika perdebatan telah menemui jalan buntu.{{Sfn|Osman|2015|p=110}}{{Blockquote|text=Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”|author={{Qref|3|61}}{{sfn|Nasr et al.|2015|p=379}}}}Delegasi tersebut menarik diri dari tantangan tersebut dan bernegosiasi untuk perdamaian.{{Sfn|Schmucker|2012}} Mayoritas laporan menunjukkan bahwa Muhammad muncul pada acara {{Transl|ar|mubahala}}, ditemani oleh Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain.{{Sfn|Haider|2014|p=36}} Sejumlah laporan diberikan oleh Ibnu Ishaq,{{Sfn|Shah-Kazemi|2015}} ar-Razi,{{Sfn|Shah-Kazemi|2015}} [[Muslim bin al-Hajjaj]], Hakim an-Naisaburi,{{Sfn|Osman|2015|p=140n42}} dan Ibnu Katsir.{{sfn|Nasr et al.|2015|pp=|p=380}} Dimasukkannya keempat kerabat tersebut oleh Muhammad, sebagai saksi dan penjaminnya dalam ritual {{Transl|ar|mubahalah}},{{Sfn|McAuliffe|}}{{Sfn|Fedele|2018|p=56}} yang menaikkan derajat keagamaannya di tengah masyarakat.{{Sfn|Madelung|1997|p=16}}{{sfn|Lalani|2006|p=29}} Jika kata 'diri kita sendiri' dalam ayat ini mengacu pada Ali dan Muhammad, sebagaimana argumen para penulis Syiah, maka Muhammad secara alami memiliki otoritas keagamaan yang sama dalam Al-Qur'an dengan Muhammad.{{Sfn|Mavani|2013|p=72}}{{Sfn|Bill|Williams|2002|p=29}}
Setelah mengalami titik noda paling kelam dalam sejarah [[Bani Umayyah]], dimana cucu Nabi SAW, [[Husain bin Ali|al-Husain]] bersama keluarga dibantai di [[Pertempuran Karbala|Karbala]], pemerintahan berikutnya dari [[Bani Abbasiyah]] yang sebetulnya masih kerabat (diturunkan melalui [[Abbas bin Abdul-Muththalib]]) tampaknya juga tak mau kalah dalam membantai keturunan Nabi SAW yang saat itu sudah berkembang banyak baik melalui jalur [[Ali bin Husain|Ali Zainal Abidin]] satu-satunya putra [[Husain bin Ali]] yang selamat dari pembantaian di [[Karbala]], juga melalui jalur putra-putra [[Hasan bin Ali]].


==== Khums ====
=== Setelah berakhirnya [[Bani Abbasiyah]] ===
Al-Qur'an juga mencadangkan bagi kerabat Muhammad seperlima rampasan ([[Khums|{{Transl|ar|khums}}]]) dan sebagian dari {{Transl|ar|fay}}. Yang terakhir ini terdiri dari tanah dan properti yang ditaklukkan secara damai oleh umat Islam.{{Sfn|Madelung|1997|p=13}} Petunjuk Al-Quran ini dipandang sebagai kompensasi atas pengecualian Muhammad dan keluarganya dari pemberian ([[sedekah]] maupun [[zakat|{{transl|ar|zakat}}]]). Memang benar, sedekah dianggap sebagai tindakan penyucian bagi umat Islam biasa dan sumbangan mereka tidak boleh sampai ke sanak saudara Muhammad karena hal itu akan melanggar kesucian mereka dalam Al-Qur'an.{{sfn|Madelung|1997|p=14}}
==== Perkembangan di berbagai negara ====
Menurut berbagai penelaahan sejarah, keturunan [[Hasan bin Ali]] banyak yang selamat dengan melarikan diri ke arah Barat hingga mencapai [[Maroko]]. Sampai sekarang, keluarga kerajaan [[Maroko]] mengklaim keturunan dari [[Hasan bin Ali|Hasan]] melalui cucu beliau [[Idris bin Abdullah]], karena itu keluarga mereka dinamakan dinasti [[Idrissiyyah]].<ref>{{en}} [http://www.4dw.net/royalark/Morocco/morocco2.htm Genealogi Raja Maroko di Royal Ark]</ref> Selain itu pula, ulama-ulama besar seperti [[Syekh Abu Hasan Syadzili]] Maroko (pendiri Tarekat Syadziliyah) yang nasabnya sampai kepada [[Hasan bin Ali|Hasan]] melalui cucunya [[Isa bin Muhammad]].


=== Dalam literatur hadis ===
[[Mesir]] dan [[Iraq]] adalah negeri yang ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan [[Hasan bin Ali|Hasan]] dan [[Husain bin Ali|Husain]]. [[Abdul Qadir Jaelani]] seorang ulama yang dianggap sebagai Sufi terbesar dengan julukan ‘Mawar kota Baghdad’ adalah keturunan [[Hasan bin Ali|Hasan]] melalui cucunya [[Abdullah bin Hasan al-Muthanna]].


==== Hadis {{transl|ar|tsaqalain}} ====
[[Persia]] hingga ke arah Timur seperti [[India]] sampai [[Asia Tenggara]] (termasuk Indonesia) didominasi para ulama dari keturunan [[Husain bin Ali]]. Bedanya, ulama Ahlul Bait di tanah [[Parsi]] banyak dari keturunan [[Musa al-Kadzim]] bin [[Ja'far ash-Shadiq]] seperti [[Ayatullah]] [[Ruhollah Khomeini]] karena itu ia juga bergelar Al-Musawi karena keturunan dari Imam [[Musa al-Kadzim]], sedangkan di [[Hadramaut]] ([[Yaman]]), [[Gujarat]] dan [[Malabar]] (India) hingga [[Indonesia]] ulama Ahlul Baitnya banyak dari keturunan [[Ali bin Ja'far|Ali Uraidhi]] bin [[Jafar ash-Shadiq]] terutama melalui jalur [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath]] dan Imam Muhammad [[Faqih Muqaddam]] ulama dan sufi terbesar [[Hadramaut]] di zamannya (abad 12-13M).
{{Main article|Hadis dua hal berat}}
Hadits {{Transl|ar|tsaqalain}} ({{Lit|dua harta}}) adalah hadis kenabian yang banyak diberitakan yang memperkenalkan Al-Qur'an dan keturunan Muhammad sebagai satu-satunya dua sumber bimbingan ilahi setelah kematiannya.{{Sfn|Momen|1985|p=16}} Hadits ini memiliki makna khusus dalam Dua Belas Syiah, di mana [[Dua Belas Imam]], yang semuanya adalah keturunan Muhammad, dipandang sebagai penerus spiritual dan politiknya.{{Sfn|Tabatabai|1975|p=156}} Versi yang muncul dalam {{Transl|ar|[[Musnad Ahmad bin Hanbal|Musnad Ahmad]]}}, kumpulan hadis Sunni kanonik, berbunyi,


{{Blockquote|text=Aku [Muhammad] tinggalkan di antara kamu dua harta yang jika kamu pegang teguh padanya niscaya kamu tidak akan disesatkan setelah aku. Yang satu lebih agung dari yang lainnya: Kitab Allah (Al-Quran), yang berupa tali yang direntangkan dari Langit ke Bumi, dan [yang kedua adalah] keturunanku, Ahlulbaitku. Keduanya tidak akan berpisah sampai mereka kembali ke [[kautsar|{{transl|ar|al-kautsar}}]].{{sfn|Momen|1985|p=16}}}}
Walaupun sebagian besar keturunan Ahlul Bait yang ada di Nusantara termasuk Indonesia adalah dari Keturunan Husain bin Ali namun terdapat juga yang merupakan Keturunan dari [[Hasan bin Ali]], bahkan Keturunan [[Hasan bin Ali]] yang ada di Nusantara ini sempat memegang pemerintahan secara turun temurun di beberapa Kesultanan di Nusantara ini, yaitu [[Kesultanan Brunei]], [[Kesultanan Sambas]] dan [[Kesultanan Sulu]] sebagaimana yang tercantum dalam Batu Tarsilah / Prasasti dan beberapa Makam dan juga Manuskrip yang tersebar di Brunei, Sambas (Kalimantan Barat) dan Sulu (Selatan Filipina), yaitu melalui jalur [[Sultan Syarif Ali]] (Sultan Brunei ke-3) yang merupakan keturunan dari Syarif Abu Nu'may Al Awwal. Sementara dari keturunan [[Husain bin Ali]] memegang kesultan di Jawa bagian barat, yang berasal dari [[Syarif Hidayatulah]], yaitu [[Kesultanan Cirebon]] (yang kemudian pecah menjadi tiga kerajaan, Kesultanan Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan) dan [[Kesultanan Banten]]. Sebagai kerurunan Syarif Hidayatulah keturunan merekapun berhak menyandang gelar Syarif/Syarifah, namun dari keturunan Syarif Hidayatullah gelar tersebut akhirnya dilokalisasi menjadi Pangeran, [[Tubagus]]/Ratu (Banten) dan [[Raden]] (Sukabumi, Bogor).


==== Mazhab yang dianut ====
==== Hadis bahtera ====
{{Main|Hadis bahtera}}
[[Mazhab]] yang dianut para ulama keturunan [[Husain bin Ali|Husain]] pun terbagi dua; di [[Iran]], [[Iraq]] dan sekitarnya menganut [[Syi’ah]], sedangkan di [[Yaman]], [[India]] hingga [[Indonesia]] menganut [[Sunni]] yang condong kepada [[tasawuf]]). Para ulama keturunan [[Hasan bin Ali|Hasan]] dari [[Mesir]] hingga [[Maroko]] hampir semuanya adalah kaum [[Sunni]] yang condong kepada tasawuf.
Hadits tentang bahtera dikaitkan dengan Muhammad dan mengibaratkan rumah tangganya dengan [[Bahtera Nuh|Bahtera Nuh]]. Dilaporkan oleh otoritas Syiah dan Sunni, versi disajikan dalam {{transl|ar|[[Al-Mustadrak ala ash-Shahihain|al-Mustadrak]]}}, kumpulan hadis kenabian Sunni, berbunyi,{{Sfn|Momen|1985|p=325}} "Sesungguhnya penghuni rumahku (Ahlulbait) di umatku ibarat bahtera Nuh: Siapa pun yang berlindung di dalamnya akan selamat dan siapa pun yang menentangnya akan tenggelam.{{sfn|Sobhani|2001|p=112}}

=== Dalam komunitas Muslim ===
Kesucian keluarga nabi kemungkinan besar merupakan prinsip yang diterima pada zaman Muhammad.{{sfn|Jafri|1979|p=17}} Saat ini, seluruh umat Islam menghormati rumah tangga Muhammad,{{sfn|Campo|2004}}{{sfn|Campo|2009}}{{Sfn|Mavani|2013|p=41}} dan keberkahan bagi keluarganya ({{Transl|ar|Āl}}) dipanjatkan dalam setiap doa.{{Sfn|Soufi|1997|pp=16{{ndash}}17}} Di banyak komunitas Muslim, status sosial yang tinggi diberikan kepada orang yang mengaku keturunan Ali dan Fatimah. Mereka disebut [[sayyid|{{transl|ar|sayyid}}]] atau [[syarif|{{transl|ar|syarif}}]].{{sfn|Glassé|2001}}{{sfn|Campo|2004}}{{sfn|Esposito|2003|p=9}} Beberapa kepala negara dan politisi Muslim juga mengklaim keturunan darah Muhammad, termasuk dinasti Alawiyah [[Maroko]], dinasti Hasyimiyah di Irak dan [[Yordania]], dan pemimpin [[Revolusi Iran]], [[Ruhollah Khomeini|Khomeini]].{{Sfn|Campo|2004}}

Sunni juga menghormati Ahlulbait,{{Sfn|Campo|2004}} mungkin lebih menghormati Ahlulbait sebelum zaman modern.{{Sfn|Brunner|2014}} Kebanyakan [[Sufisme|Sufi]] {{Transl|ar|tariqat}} juga menelusuri rantai spiritual mereka hingga Muhammad melalui Ali dan menghormati Ahlul Kisa' sebagai Lima Suci.{{Sfn|Campo|2004}} Namun, kaum Syiah (terutama Dua Belas dan [[Ismailiyah]])-lah yang lebih menjunjung tinggi otoritas Ahlulbait, menganggap mereka sebagai pemimpin sah komunitas Muslim setelah Muhammad. Mereka juga percaya pada kekuatan penebusan rasa sakit dan kemartiran yang dialami oleh Ahlulbait (khususnya oleh Husain) bagi mereka yang berempati dengan penyebab dan penderitaan ilahi mereka.{{Sfn|Campo|2009}}{{Sfn|Campo|2004}} Dua belas Syiah menunggu kedatangan mesianis [[Muhammad al-Mahdi]], keturunan Muhammad, yang diharapkan mengantarkan era perdamaian dan keadilan dengan mengatasi tirani dan penindasan di bumi.{{Sfn|Mavani|2013|p=240}}{{Sfn|Campo|2004}} Beberapa sumber Syiah juga menganggap penting kosmologis Ahlulbait, di mana mereka dipandang sebagai alasan penciptaan alam semesta.{{Sfn|Goldziher|Arendonk|Tritton|2012}}


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist}}
{{Reflist|20em}}

== Sumber ==
{{refbegin|2}}
* {{cite book |title=The Prophet's Heir: The Life of Ali Ibn Abi Talib |author-first=H. |author-last=Abbas |publisher=Yale University Press |year=2021 |isbn=9780300252057 |author-link=Hassan Abbas|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |author-last=Algar |author-first=H. |year=2011 |title=Āl-e 'Abā |encyclopedia=Encyclopaedia Iranica |volume=I/7 |page=742 |url=https://iranicaonline.org/articles/al-e-aba-the-family-of-the-cloak-i |author-link=Hamid Algar|ref=harv}}
* {{cite book |last1=Bill |first1=J. |last2=Williams |first2=J.A. |year=2002 |title=Roman Catholics and Shi'i Muslims: Prayer, Passion, and Politics |publisher=University of North Carolina Press |isbn=0807826898 |url=https://archive.org/details/romancatholicssh0000bill/mode/2up |url-access=registration|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |encyclopedia=Muhammad in History, Thought, and Culture: An Encyclopedia of the Prophet of God |title=Ahl al-Bayt |author-first=R. |author-last=Brunner |year=2014 |pages=5–9 |url=https://archive.org/details/muhammadinhistor0000unse_h4s1/page/4/mode/2up |publisher= |editor1-first=C. |editor1-last=Fitzpatrick |editor2-first=A.H. |editor2-last=Walker|url-access=registration|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |encyclopedia=Encyclopedia of Islam and the Muslim world |url=https://archive.org/details/encyclopediaofis0001unse/page/24/mode/2up |volume=1 |pages=25{{ndash}}26 |isbn=0028656040 |author-last=Campo |author-first=J.E. |year=2004 |publisher=Macmillan Reference |editor-first=R.C. |editor-last=Martin |title=Ahl al-Bayt|url-access=registration|ref=harv}}
* {{Cite encyclopedia |encyclopedia=Encyclopedia of Islam |editor-first=J.E. |editor-last=Campo |year=2009 |isbn=9780816054541 |publisher=Facts On File |url=https://archive.org/details/islam-encyclopedia-of-islam-2009/page/22/mode/2up |title=''ahl al-bayt'' |page=23 |url-access=registration|ref=harv}}
* {{cite book |title=The Oxford Dictionary of Islam |editor-first=J.L. |editor-last=Esposito |isbn=0195125584 |publisher=Oxford University Press |year=2003 |url=https://archive.org/details/oxforddictionary00bada/page/8/mode/2up |page=9 |editor-link=John Esposito |url-access=registration|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |encyclopedia=Encyclopedia of Women in World Religions: Faith and Culture Across History |editor-first=S. |editor-last=de-Gaia |year=2018 |publisher=ABC-CLIO |isbn=9781440848506 |title=Fatima (605/615{{ndash}}632 CE) |pages=56 |author-first=V. |author-last=Fedele |url=https://books.google.com/books?id=jt91DwAAQBAJ&pg=RA1-PA56|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |encyclopedia=The New Encyclopedia of Islam |publisher=Altamira |last=Glassé |first=C. |isbn=0759101892 |page=31 |title=Ahl al-Bayt |year=2001 |url=https://archive.org/details/newencyclopediao0000glas/page/30/mode/2up |url-access=registration|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |author1-last=Goldziher |author1-first=I. |author2-last=Arendonk |author2-first=C. van |author3-last=Tritton |author3-first=A.S. |title=Ahl Al-Bayt |encyclopedia=Encyclopaedia of Islam |edition=Second |editor1-first=P. |editor1-last=Bearman |editor2-first=Th. |editor2-last=Bianquis |editor3-first=C.E. |editor3-last=Bosworth |editor4-first=E. |editor4-last=van Donzel |editor5-first=W.P. |editor5-last=Heinrichs |year=2012 |url-access=subscription |url=http://dx.doi.org/10.1163/1573-3912_islam_SIM_0378 |author1-link=Ignác Goldziher |isbn=9789004161214|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |title=Love and Affection |encyclopedia=Encyclopaedia of the Qur'ān |url=http://dx.doi.org/10.1163/1875-3922_q3_EQSIM_00266 |editor-last=Pink |editor-first=J. |author-last=Gril |author-first=D. |doi=10.1163/1875-3922_q3_EQSIM_00266 |url-access=subscription|ref=harv}}
* {{cite book |author-last=Haider |author-first=N. |title=Shī'ī Islam: An Introduction |publisher=Cambridge University Press |year=2014 |isbn=9781107031432|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |title=Ahl-e Bayt |encyclopedia=Encyclopaedia Iranica |author-first=I.K.A. |author-last=Howard |year=1984 |volume=I/6 |url=https://iranicaonline.org/articles/ahl-e-bayt |page=365|ref=harv}}
* {{Cite book |last=Jafri |first=S.H.M |url=https://archive.org/details/OriginsAndEarlyDevelopmentOfShiaIslamBySyedHusainMohammadJafri/mode/2up |title=Origins and Early Development of Shia Islam |publisher=Longman |year=1979 |location=London |author-link=Husain Mohammad Jafri |url-access=registration|ref=harv}}
* {{cite book |last1=Lalani |first1=A.R. |title=Early Shi'i Thought: The Teachings of Imam Muhammad al-Baqir |date=2000 |publisher=I.B. Tauris |isbn=1850435928}}
* {{cite encyclopedia |year=2006 |title='Ali ibn Abi Talib |encyclopedia=The Qur'an: An Encyclopedia |publisher=Routledge |url=https://archive.org/details/quranencyclopedi2006unse/page/28/mode/2up |last=Lalani |first=A.R. |editor-last=Leaman |editor-first=O. |pages=28{{ndash}}32 |isbn=9780415326391 |url-access=registration|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |encyclopedia=The Qur'an: An Encyclopedia |editor-first=O. |editor-last=Leaman |publisher=Routledge |year=2006 |isbn=9780415326391 |url=https://archive.org/details/thequrananencyclopediaed.byoliverleaman_201909/page/n709/mode/2up |author-first=O. |author-last=Leaman |title=Ahl al-Bayt |pages=16–17 |url-access=registration |author-link=Oliver Leaman|ref=harv}}
* {{cite book |title=The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate |author-first=W. |author-last=Madelung |year=1997 |publisher=Cambridge University Press |isbn=9780521646963|url=https://archive.org/details/successiontomuam0000made/mode/2up |author-link=Wilferd Madelung |url-access=registration|ref=harv}}
* {{citation |last=Mavani |first=H. |title=Religious Authority and Political Thought in Twelver Shi'ism: From Ali to Post-Khomeini |series=Routledge Studies in Political Islam |isbn=9780415624404 |url=https://archive.org/details/religiousauthori0000mava/mode/2up |date=2013 |publisher=Routledge |url-access=registration|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |author-last=McAuliffe |author-first=J.D. |title=Fāṭima |encyclopedia=Encyclopaedia of the Qur'ān |doi=10.1163/1875-3922_q3_EQSIM_00153 |editor-first=J. |editor-last=Pink |url-access=subscription |author-link=Jane Dammen McAuliffe |url=http://dx.doi.org/10.1163/1875-3922_q3_EQSIM_00153 |access-date=12 June 2023|ref=harv}}
* {{cite book |title=An Introduction to Shi'i Islam |author-first=M. |author-last=Momen |year=1985 |publisher=Yale University Press |isbn=9780300035315 |author-link=Moojan Momen|ref=harv}}
* {{cite book |url=https://archive.org/details/thestudyquran_201909/mode/2up |title=The Study Quran: A New Translation and Commentary |publisher=Harper Collins |year=2015 |isbn=9780061125867 |editor1-last=Nasr |editor1-first=S.H. |editor1-link=Seyyed Hossein Nasr |ref={{harvid|Nasr et al.|2015}} |editor2-last=Dagli |editor2-first=C.K. |editor3-last=Dakake |editor3-first=M.M. |editor3-link=Maria Massi Dakake |editor4-last=Lumbard |editor4-first=J.E.B. |editor5-last=Rustom |editor5-first=M. |url-access=registration}}
* {{cite book |title=Female Personalities in the Qur'an and Sunna: Examining the Major Sources of Imami Shi'i Islam |url=https://archive.org/details/femalepersonalit0000osma |author-first=R. |author-last=Osman |year=2015 |isbn=9781315770147 |publisher=Routledge|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |author-last=Schmucker |author-first=W. |title=Mubāhala |encyclopedia=Encyclopaedia of Islam |edition=Second |editor1-first=P. |editor1-last=Bearman |editor2-first=Th. |editor2-last=Bianquis |editor3-first=C.E. |editor3-last=Bosworth |editor4-first=E. |editor4-last=van Donzel |editor5-first=W.P. |editor5-last=Heinrichs |year=2012 |doi=10.1163/1573-3912_islam_SIM_5289 |isbn=9789004161214 |url-access=subscription |url=http://dx.doi.org/10.1163/1573-3912_islam_SIM_5289|ref=harv}}
* {{cite book |title=Justice and Remembrance: Introducing the Spirituality of Imam 'Ali |author-first=R. |author-last=Shah-Kazemi |author-link=Reza Shah-Kazemi |publisher=I.B. Tauris |year=2007 |isbn=9781845115265|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |author-first=R. |author-last=Shah-Kazemi |translator-first=M. |translator-last=Melvin-Koushki |title='Alī b. Abī Ṭālib 2. Biography |encyclopedia=Encyclopaedia Islamica |editor-first=F. |editor-link=Farhad Daftary |author-link=Reza Shah-Kazemi |editor-last=Daftary |url=http://dx.doi.org/10.1163/1875-9831_isla_COM_0252 |year=2015 |doi=10.1163/1875-9831_isla_COM_0252 |url-access=subscription|ref=harv}}
* {{cite encyclopedia |author-last=Sharon |author-first=M. |title=People of the House |encyclopedia=Encyclopaedia of the Qur'ān |editor-first=J. |editor-last=Pink |access-date=16 July 2023 |url=http://dx.doi.org/10.1163/1875-3922_q3_EQSIM_00323 |url-access=subscription|author-link=Moshe Sharon|ref=harv}}
* {{cite book |title=Shi'i Islam: Origins, Faith, and Practices |author-first=M.A. |author-last=Shomali |isbn=190406311X |year=2003 |publisher=Islammic College for Advanced Studies Press |ref=harv|author-link=Mohammad Ali Shomali}}
* {{cite book |author-last=Sobhani |author-first=J. |title=Doctrines of Shi'i Islam: A Compendium of Imami Beliefs and Practices |publisher=I.B. Tauris |year=2001 |isbn=1860647804 |lccn=2004433965 |ol=17038817M |oclc=48944249 |translator-last=Shah-Kazemi |translator-first=R. |author-link=Ja'far Sobhani|ref=harv}}
* {{cite thesis |author-last= |author-first= |title=The Image of Fāṭima in Classical Muslim Thought |publisher=Princeton University |last=Soufi |first=D.L. |date=1997 |degree=PhD |url=https://www.proquest.com/docview/304390529 |id={{ProQuest|304390529}}|ref=harv}}
* {{cite book |last=Tabatabai |first=S.M.H. |url=https://archive.org/details/ShiaInIslamCopy/mode/2up |title=Shi'ite Islam |publisher=State University of New York Press |translator-first=S.H. |translator-last=Nasr |translator-link=Seyyed Hossein Nasr |year=1975 |isbn=0873953908 |author-link=Allameh Tabatabaei |url-access=registratio|ref=harvn}}
* {{cite encyclopedia |author1-last=Veccia Vaglieri |author1-first=L. |title=Fāṭima |encyclopedia=Encyclopaedia of Islam |edition=Second |editor1-first=P. |editor1-last=Bearman |editor2-first=Th. |editor2-last=Bianquis |editor3-first=C.E. |editor3-last=Bosworth |editor4-first=E. |editor4-last=van Donzel |editor5-first=W.P. |editor5-last=Heinrichs |year=2012 |url=http://dx.doi.org/10.1163/1573-3912_islam_COM_0217 |isbn=9789004161214 |url-access=subscription |author-link=Laura Veccia Vaglieri|ref=harv}}
{{refend}}

== Bacaan lanjutan ==

{{refbegin|2}}
* {{cite encyclopedia |last1=Öz |first1=M. |title=Ehl-i Beyt |encyclopedia=Turkish Encyclopedia of Islam |date=1994 |publisher=[[TDV İslâm Ansiklopedisi]] |isbn=9789753894371 |pages=498–501 |volume=10 |url=https://islamansiklopedisi.org.tr/ehl-i-beyt |lang=tr}}
{{refend}}


{{Topik Islam |collapsed}}
[[Kategori:Muhammad]]
{{Karakter dan nama yang disebutkan dalam Al-Qur'an}}
[[Kategori:Ahlul Bait| ]]
{{Authority control}}
[[Kategori:Bani Hasyim| ]]


[[Category:Keluarga Muhammad|*]]
[[ar:أهل البيت]]
[[az:Əhli-Beyt]]
[[Category:Bani Hasyim]]
[[bs:Ehli-bejt]]
[[ca:Ahl al-Bayt]]
[[cs:Ahl al-bajt]]
[[da:Ahlul Bayt]]
[[de:Ahl al-bait]]
[[diq:Ehlê Beyti]]
[[dv:އަހްލުބައިތުން]]
[[en:Ahl al-Bayt]]
[[fa:اهل بیت]]
[[fr:Ahl al-Bayt]]
[[it:Ahl al-Bayt]]
[[jv:Ahlul Bait]]
[[ml:അഹ്‌ലു ബൈത്ത്]]
[[ms:Ahlul Bait]]
[[nl:Ahl al-Bayt]]
[[no:Ahl al-Bayt]]
[[pl:Ahl al-Bajt]]
[[pnb:اہل بیت]]
[[ps:اهل بيت]]
[[pt:Ahl al-Bayt]]
[[ru:Ахль аль-Байт]]
[[sh:Ahl al-Bayt]]
[[sl:Ehli Bejt]]
[[sv:Ahl al-Bayt]]
[[tr:Ehli Beyt]]
[[ur:اہل بیت]]
[[uz:Ahl ul-Bayt]]

Revisi terkini sejak 22 September 2024 20.59

Ahlulbait (bahasa Arab: أَهْل ٱلْبَيْت, har. 'rumah tangga') mengacu pada keluarga Nabi Islam Muhammad. Dalam Islam Sunni, istilah ini juga diperluas ke seluruh keturunan Fatimah az-Zahra Dalam Islam Syiah, istilah ini terbatas pada Muhammad, putrinya Fatimah az-Zahra, sepupu dan menantunya Ali bin Abi Thalib, dan putra mereka, Ḥasan dan Ḥusain. Pandangan umum Sunni menambahkan istri-istri Muhammad ke dalam lima hal ini.[1]

Ketika kata ahl (bahasa Arab: أهل) muncul dalam konstruksi seseorang, kata itu mengacu pada saudara sedarahnya. Namun, kata tersebut juga memiliki arti yang lebih luas dengan kata benda lain.[2] Secara khusus, bayt (bahasa Arab: بَيْت) diterjemahkan sebagai 'rumah' atau 'tempat tinggal',[3] dan dengan demikian terjemahan dasar dari ahl al-bayt adalah 'penghuni rumah'.[2] Artinya, ahl al-bayt secara harafiah diterjemahkan menjadi '[penghuni] rumah'. Dengan tidak adanya kata sandang pasti al-, terjemahan harafiah dari ahl bayt adalah 'rumah tangga'.[2]

Nabi lain

[sunting | sunting sumber]

Frasa ahl al-bayt muncul tiga kali dalam Al-Qur'an, teks keagamaan utama Islam, dalam kaitannya dengan Abraham (11 :73), Musa (28:12), dan Muhammad (33:33).[2] Bagi Abraham dan Musa, ahl al-bayt dalam Al-Qur'an secara aklamasi diartikan sebagai keluarga.[2] Namun keutamaan juga menjadi kriteria keanggotaan keluarga nabi dalam Al-Qur'an.[3] Artinya, anggota keluarga para nabi terdahulu yang kafir atau tidak setia tidak dikecualikan dari hukuman Tuhan.[4][5] Secara khusus, keluarga Nuh diselamatkan dari air bah, kecuali istri dan salah satu putranya, yang permohonan Nuh ditolak menurut ayat 11:46, "Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (ahl)."[6] Keluarga para nabi masa lalu seringkali diberi peran penting dalam Al-Qur'an.[7] Di sana, sanak saudara mereka dipilih oleh Allah sebagai ahli waris rohani dan materi para nabi.[8][9]

Muhammad

[sunting | sunting sumber]
Makkah adalah tempat kelahiran Muhammad dan anggota keluarganya, termasuk Ali dan Fatimah, sebelum migrasi mereka ke Madinah pada tahun 622. Gambar di sini adalah Perpustakaan Mekahtul Mukarrama, juga dikenal sebagai Baitul Maulid, karena diyakini berdiri di tempat di mana Muhammad lahir.
Madinah menjadi rumah bagi Ahlulbait setelah migrasi mereka dari Makkah. Gambar di latar belakang adalah makam (ditandai dengan Kubah Hijau) dan masjid Muhammad. Di latar depan adalah Pemakaman Baqi', tempat Hasan dan beberapa kerabat Muhammad lainnya dimakamkan.
Setelah kematian Muhammad dan Fatimah di Madinah pada tahun 632, beberapa kerabat mereka, termasuk Husain dan Ali, bermigrasi ke Irak dan meninggal di sana. Gambar di latar belakang adalah kuil di Najaf tempat Ali diyakini dimakamkan, setelah pembunuhannya di kota tetangga Kufah di Irak.

Rumah tangga Muhammad, sering disebut sebagai Ahlulbait, muncul dalam ayat 33:33 Al-Qur'an,[10] juga dikenal sebagai ayat penyucian.[11] Salah satu bagian dari ayat penyucian berbunyi, "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya."[10] Umat Muslim berbeda pendapat mengenai siapa yang termasuk dalam ahl al-bayt Muhammad dan apa hak istimewa atau tanggung jawab yang mereka miliki.[4]

Dimasukkannya Ahlul Kisa'

[sunting | sunting sumber]
Nama-nama Ahlul Kisa', tertulis di tempat suci Abbas bjn Ali, terletak di Karbala, Irak

Mayoritas hadis yang dikutip oleh penafsir Sunni, ath-Thabari mengidentifikasi Ahl al-Bayt dengan Ahlul Kisa', yaitu Muhammad, putrinya Fatimah, suaminya Ali, dan kedua putranya, Hasan dan Husain.[12][13][14] Sejumlah laporan juga dicatat dalam Shahih Muslim, Sunan at-Tirmidzi, Musnad Ahmad bin Hanbal,[15][16] semua kumpulan hadits kanonik Sunni, dan oleh beberapa otoritas Sunni lainnya, termasuk as-Suyuthi, al-Hafiz al-Kabir,[17] Hakim al-Nisaburi,[18] and Ibnu Katsir.[19]

Mungkin dalam versi paling awal dari hadis kisa,[20] Istri Muhammad Ummu Salamah menceritakan bahwa dia mengumpulkan Ali, Fatima, Hasan, dan Husain di bawah jubahnya dan berdoa, "Ya Allah, inilah ahl al-bayt dan anggota keluarga terdekatku; hilangkan kekotoran batin dari mereka dan sucikanlah mereka sepenuhnya."[2][4] Beberapa catatan melanjutkan bahwa Ummu Salamah kemudian bertanya kepada Muhammad, "Apakah aku bersamamu, ya Rasulullah?" namun hanya menerima tanggapan, "Engkau akan memperoleh kebaikan. Engkau akan memperoleh kebaikan." Laporan-laporan tersebut antara lain diberikan dalam Sunan al-Tirmidzi, Musnad Ahmad,[21] dan oleh Ibn Katsir, as-Suyuthi, dan penafsir Syiah Muhammad Husain Thabathaba'i.[10] Namun versi Sunni lain dari hadits ini menambahkan Ummu Salamah ke dalam Ahlul Bait.[1] Dalam versi Sunni lainnya, sahaya Muhammad, Watsilah binti al-Asqa' juga termasuk dalam Ahlul Bait.[22]

Di tempat lain di Musnad Ahmad, Muhammad dikatakan membacakan ayat terakhir ayat penyucian setiap pagi ketika dia melewati rumah Fatimah untuk mengingatkan seisi rumahnya akan salat subuh.[23][24] Dalam peristiwa Mubahalah bersama orang-orang Kristen Arab Najran, Muhammad juga diyakini telah mengumpulkan empat orang di atas di bawah jubahnya dan menyebut mereka sebagai ahl al-bayt miliknya, menurut sumber Syiah dan beberapa Sunni,[25][14] termasuk Shahih Muslim dan Sunan at-Tirmidzi.[26] Susunan Ahlulbait ini dicatat oleh Islamis Laura Veccia Vaglieri,[23] dan juga dilaporkan dengan suara bulat di sumber-sumber Syiah.[1] Dalam karya-karya teologi Syiah, Ahlulbait seringkali juga memasukkan sisa imam Syiah.[12] Istilah ini kadang-kadang diterapkan secara longgar dalam tulisan-tulisan Syiah untuk seluruh keturunan Ali dan Fatimah.[12][27][28]

Penyertaan istri-istri Muhammad

[sunting | sunting sumber]
Ayat penyucian dalam folio Al-Qur'an, berasal dari periode akhir Safawi.

Mungkin karena perintah sebelumnya dalam ayat penyucian ditujukan kepada istri-istri Muhammad,[4] beberapa penulis Sunni, seperti al-Wahidi, secara eksklusif menafsirkan Ahlulbait sebagai istri Muhammad.[12][2] Yang lain telah mencatat bahwa bagian terakhir dari ayat ini secara tata bahasa tidak konsisten dengan perintah sebelumnya (kata ganti jamak maskulin versus jamak feminin).[29] Jadi Ahlulbait tidak terbatas pada istri-istri Muhammad saja.[10][4][23] Ibnu Katsir, misalnya, memasukkan Ali, Fatimah, dan kedua putra mereka ke dalam Ahlubait, selain istri-istri Muhammad.[12] Memang benar, hadits Sunni tertentu mendukung dimasukkannya istri-istri Muhammad ke dalam Ahlulbait, termasuk beberapa laporan dalam otoritas Ibnu Abbas dan Ikrima.[30]

Alternatifnya, Islamis Oliver Leaman mengusulkan bahwa pernikahan dengan seorang nabi tidak menjamin dimasukkannya dalam ahl al-bayt miliknya. Dia berpendapat bahwa, dalam ayat 11:73,[2] Sara dimasukkan dalam ahl al-bayt Abraham hanya setelah menerima berita tentang segera menjadi ibu dari dua nabi, Ishak dan Yakub. Demikian pula Leaman menyarankan agar ibu Musa dihitung sebagai anggota ahl al-bayt dalam ayat 28:12, bukan karena menikah dengan Imran, tapi karena menjadi ibu Musa.[3] Demikian pula, dalam upaya mereka untuk dimasukkan ke dalam Ahlulbait, Abbasiyah berpendapat bahwa perempuan, meskipun mereka mulia dan suci, tidak dapat dianggap sebagai sumber silsilah (nasab). Sebagai keturunan paman dari pihak ayah Muhammad Abbas, mereka mengklaim bahwa dia setara dengan ayah Muhammad setelah ayah Muhammad meninggal.[2][31]

Interpretasi yang lebih luas

[sunting | sunting sumber]

Seperti disebutkan di atas, beberapa penulis Sunni telah memperluas penerapannya dengan memasukkan ke dalam Ahlulbait marga Muhammad (Banu Hasyim),[2][32] Bani Muthalib,[1] Abbasiyah,[10][2][12] dan bahkan Bani Umayyah, yang merupakan keturunan dari keponakan Hasyim, Umayyah.[4][12] Memang benar, versi Sunni lain dari Hadis al-Kisa jelas dimaksudkan untuk menambahkan Bani Abbasiyah ke dalam Ahlulbait.[12] Klaim Abbasiyah ini pada gilirannya menjadi landasan upaya mereka untuk mendapatkan legitimasi.[2][4] Demikian pula, versi Sunni dari hadits thaqalayn mendefinisikan Ahlulbait sebagai keturunan Ali dan saudara-saudaranya (Aqil dan Ja'far), dan paman Muhammad, Abbas.[1][12]

Dua Khulafaur Rasyidin pertama, Abu Bakar dan Umar, juga termasuk dalam Ahlulbait dalam beberapa laporan Sunni, karena keduanya adalah ayah mertua Muhammad. Namun demikian, hal ini dan laporan mengenai masuknya Bani Umayyah ke dalam Ahlulbait mungkin merupakan reaksi di kemudian hari terhadap klaim Bani Abbasiyah atas masuknya mereka ke dalam Ahlulbait dan upaya mereka sendiri untuk mendapatkan legitimasi.[4] Istilah ini juga diartikan sebagai suku Quraisy dari Makkah,[2][4] atau seluruh komunitas Muslim.[1][4] Misalnya, pakar Islam Rudi Paret [de] mengidentifikasi bayt (terj. har.'rumah') dalam ayat penyucian dengan Ka'bah, terletak di situs paling suci dalam Islam. Namun, teorinya hanya mendapat sedikit pendukung, terutama Moshe Sharon, pakar lainnya.[2][4][33]

Kesimpulan

[sunting | sunting sumber]

Kompromi khas Sunni adalah mendefinisikan Ahlulbait sebagai Ahlul Kisa' (Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, Husain) bersama dengan istri-istri Muhammad.[1] yang mungkin juga mencerminkan pendapat mayoritas para penafsir Sunni abad pertengahan.[34] Di kalangan Islamis modern, pandangan ini dianut oleh Ignác Goldziher dan rekan penulisnya,[12] dan disebutkan oleh Sharon,[2] sementara Wilferd Madelung juga mencakup Bani Hasyim di Ahlulbait mengingat hubungan darah mereka dengan Muhammad.[30] Sebaliknya, Syiah membatasi Ahlulbait hanya pada Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain, dengan menunjuk pada tradisi otentik dalam sumber Sunni dan Syiah.[35][3][29] Pandangan mereka didukung oleh Veccia Vaglieri dan Husain M. Jafri, pakar lainnya.[23]

Posisi dalam Islam

[sunting | sunting sumber]

Dalam Al-Qur'an

[sunting | sunting sumber]

Keluarga dan keturunan para nabi masa lalu memegang posisi penting dalam Al-Quran. Di dalamnya, keturunan mereka menjadi ahli waris rohani dan materi untuk menjaga keutuhan perjanjian ayah mereka.[36][37] Kerabat Muhammad juga disebutkan dalam Al-Qur'an dalam berbagai konteks.[38]

Ayat mawaddah

[sunting | sunting sumber]

Dikenali sebagai ayat mawaddah (terj. har.'kasih sayang' atau 'kecintaan'), ayat 42:23 Al-Qur'an menyatakan, “Katakanlah (Muhammad), 'Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.'”[39] Sejarawan yang berhaluan Syiah Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Muhammad menyebutkan al-qurba dalam ayat ini sebagai Ali, Fatimah, dan kedua putra mereka, Hasan dan Husain.[40] Hal ini juga merupakan pandangan sebagian ulama Sunni, diantaranya Fakhruddin ar-Razi, al-Baidhawi,[41] dan Ibnu al-Maghazili.[40] Namun sebagian besar penulis Sunni menolak pandangan Syiah dan menawarkan berbagai alternatif,[39] Yang paling utama di antara ayat ini adalah bahwa ayat ini memerintahkan kecintaan terhadap sanak saudara secara umum.[42][43] Dalam Syiah Dua Belas Imam, cinta dalam ayat mawaddah juga mengandung ketaatan kepada Ahlulbait sebagai sumber bimbingan agama yang eksoteris dan esoterik.[44][45]

Ayat mubahala

[sunting | sunting sumber]

Seorang utusan Kristen dari Najran, berlokasi di Arab Selatan, tiba di Medina sekitar tahun 632 dan merundingkan perjanjian damai dengan Muhammad.[46][47] Selama mereka berada di sana, kedua pihak mungkin juga memperdebatkan sifat Yesus, manusia atau Tuhan, meskipun delegasi tersebut pada akhirnya menolak keyakinan Islam,[48] yang mengakui kelahiran Yesus yang ajaib tetapi menolak kepercayaan umat Kristen terhadap keilahiannya.[49] Yang terkait dengan cobaan ini adalah ayat 3:61 Al-Qur'an.[50] Ayat ini memerintahkan Muhammad untuk menantang lawan-lawannya bermubahalah (terj. har.'saling mengutuk'),[29] mungkin ketika perdebatan telah menemui jalan buntu.[51]

Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”

— 3:61[50]

Delegasi tersebut menarik diri dari tantangan tersebut dan bernegosiasi untuk perdamaian.[47] Mayoritas laporan menunjukkan bahwa Muhammad muncul pada acara mubahala, ditemani oleh Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain.[52] Sejumlah laporan diberikan oleh Ibnu Ishaq,[53] ar-Razi,[53] Muslim bin al-Hajjaj, Hakim an-Naisaburi,[54] dan Ibnu Katsir.[55] Dimasukkannya keempat kerabat tersebut oleh Muhammad, sebagai saksi dan penjaminnya dalam ritual mubahalah,[56][57] yang menaikkan derajat keagamaannya di tengah masyarakat.[48][58] Jika kata 'diri kita sendiri' dalam ayat ini mengacu pada Ali dan Muhammad, sebagaimana argumen para penulis Syiah, maka Muhammad secara alami memiliki otoritas keagamaan yang sama dalam Al-Qur'an dengan Muhammad.[59][60]

Al-Qur'an juga mencadangkan bagi kerabat Muhammad seperlima rampasan (khums) dan sebagian dari fay. Yang terakhir ini terdiri dari tanah dan properti yang ditaklukkan secara damai oleh umat Islam.[42] Petunjuk Al-Quran ini dipandang sebagai kompensasi atas pengecualian Muhammad dan keluarganya dari pemberian (sedekah maupun zakat). Memang benar, sedekah dianggap sebagai tindakan penyucian bagi umat Islam biasa dan sumbangan mereka tidak boleh sampai ke sanak saudara Muhammad karena hal itu akan melanggar kesucian mereka dalam Al-Qur'an.[61]

Dalam literatur hadis

[sunting | sunting sumber]

Hadis tsaqalain

[sunting | sunting sumber]

Hadits tsaqalain (terj. har.'dua harta') adalah hadis kenabian yang banyak diberitakan yang memperkenalkan Al-Qur'an dan keturunan Muhammad sebagai satu-satunya dua sumber bimbingan ilahi setelah kematiannya.[25] Hadits ini memiliki makna khusus dalam Dua Belas Syiah, di mana Dua Belas Imam, yang semuanya adalah keturunan Muhammad, dipandang sebagai penerus spiritual dan politiknya.[62] Versi yang muncul dalam Musnad Ahmad, kumpulan hadis Sunni kanonik, berbunyi,

Aku [Muhammad] tinggalkan di antara kamu dua harta yang jika kamu pegang teguh padanya niscaya kamu tidak akan disesatkan setelah aku. Yang satu lebih agung dari yang lainnya: Kitab Allah (Al-Quran), yang berupa tali yang direntangkan dari Langit ke Bumi, dan [yang kedua adalah] keturunanku, Ahlulbaitku. Keduanya tidak akan berpisah sampai mereka kembali ke al-kautsar.[25]

Hadis bahtera

[sunting | sunting sumber]

Hadits tentang bahtera dikaitkan dengan Muhammad dan mengibaratkan rumah tangganya dengan Bahtera Nuh. Dilaporkan oleh otoritas Syiah dan Sunni, versi disajikan dalam al-Mustadrak, kumpulan hadis kenabian Sunni, berbunyi,[63] "Sesungguhnya penghuni rumahku (Ahlulbait) di umatku ibarat bahtera Nuh: Siapa pun yang berlindung di dalamnya akan selamat dan siapa pun yang menentangnya akan tenggelam.[64]

Dalam komunitas Muslim

[sunting | sunting sumber]

Kesucian keluarga nabi kemungkinan besar merupakan prinsip yang diterima pada zaman Muhammad.[65] Saat ini, seluruh umat Islam menghormati rumah tangga Muhammad,[32][66][44] dan keberkahan bagi keluarganya (Āl) dipanjatkan dalam setiap doa.[67] Di banyak komunitas Muslim, status sosial yang tinggi diberikan kepada orang yang mengaku keturunan Ali dan Fatimah. Mereka disebut sayyid atau syarif.[28][32][27] Beberapa kepala negara dan politisi Muslim juga mengklaim keturunan darah Muhammad, termasuk dinasti Alawiyah Maroko, dinasti Hasyimiyah di Irak dan Yordania, dan pemimpin Revolusi Iran, Khomeini.[32]

Sunni juga menghormati Ahlulbait,[32] mungkin lebih menghormati Ahlulbait sebelum zaman modern.[4] Kebanyakan Sufi tariqat juga menelusuri rantai spiritual mereka hingga Muhammad melalui Ali dan menghormati Ahlul Kisa' sebagai Lima Suci.[32] Namun, kaum Syiah (terutama Dua Belas dan Ismailiyah)-lah yang lebih menjunjung tinggi otoritas Ahlulbait, menganggap mereka sebagai pemimpin sah komunitas Muslim setelah Muhammad. Mereka juga percaya pada kekuatan penebusan rasa sakit dan kemartiran yang dialami oleh Ahlulbait (khususnya oleh Husain) bagi mereka yang berempati dengan penyebab dan penderitaan ilahi mereka.[66][32] Dua belas Syiah menunggu kedatangan mesianis Muhammad al-Mahdi, keturunan Muhammad, yang diharapkan mengantarkan era perdamaian dan keadilan dengan mengatasi tirani dan penindasan di bumi.[68][32] Beberapa sumber Syiah juga menganggap penting kosmologis Ahlulbait, di mana mereka dipandang sebagai alasan penciptaan alam semesta.[1]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h Goldziher, Arendonk & Tritton 2012.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Sharon.
  3. ^ a b c d Leaman 2006.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l Brunner 2014.
  5. ^ Madelung 1997, hlm. 10.
  6. ^ Madelung 1997, hlm. 9, 10.
  7. ^ Madelung 1997, hlm. 8.
  8. ^ Madelung 1997, hlm. 17.
  9. ^ Jafri 1979, hlm. 14-16.
  10. ^ a b c d e Nasr et al. 2015, hlm. 2331.
  11. ^ Abbas 2021, hlm. 65.
  12. ^ a b c d e f g h i j Howard 1984.
  13. ^ Madelung 1997, hlm. 14–15.
  14. ^ a b Algar 2011.
  15. ^ Momen 1985, hlm. 16-7, 325.
  16. ^ Shomali 2003, hlm. 58–59, 62–63.
  17. ^ Mavani 2013, hlm. 71.
  18. ^ Shah-Kazemi 2007, hlm. 61n17.
  19. ^ Lalani 2000, hlm. 69, 147.
  20. ^ Soufi 1997, hlm. 6.
  21. ^ Shomali 2003, hlm. 62.
  22. ^ Soufi 1997, hlm. 7–8.
  23. ^ a b c d Veccia Vaglieri 2012.
  24. ^ Shomali 2003, hlm. 63.
  25. ^ a b c Momen 1985, hlm. 16.
  26. ^ Momen 1985, hlm. 16, 325.
  27. ^ a b Esposito 2003, hlm. 9.
  28. ^ a b Glassé 2001.
  29. ^ a b c Haider 2014, hlm. 35.
  30. ^ a b Madelung 1997, hlm. 15.
  31. ^ Jafri 1979, hlm. 195.
  32. ^ a b c d e f g h Campo 2004.
  33. ^ Madelung 1997, hlm. 11.
  34. ^ Soufi 1997, hlm. 16.
  35. ^ Momen 1985, hlm. 16, 17.
  36. ^ Madelung 1997, hlm. 8-12.
  37. ^ Jafri 1979, hlm. 15-17.
  38. ^ Madelung 1997, hlm. 12.
  39. ^ a b Nasr et al. 2015, hlm. 2691.
  40. ^ a b Mavani 2013, hlm. 41, 60.
  41. ^ Momen 1985, hlm. 152.
  42. ^ a b Madelung 1997, hlm. 13.
  43. ^ Gril.
  44. ^ a b Mavani 2013, hlm. 41.
  45. ^ Lalani 2000, hlm. 66.
  46. ^ Momen 1985, hlm. 13–14.
  47. ^ a b Schmucker 2012.
  48. ^ a b Madelung 1997, hlm. 16.
  49. ^ Nasr et al. 2015, hlm. 378–379.
  50. ^ a b Nasr et al. 2015, hlm. 379.
  51. ^ Osman 2015, hlm. 110.
  52. ^ Haider 2014, hlm. 36.
  53. ^ a b Shah-Kazemi 2015.
  54. ^ Osman 2015, hlm. 140n42.
  55. ^ Nasr et al. 2015, hlm. 380.
  56. ^ McAuliffe.
  57. ^ Fedele 2018, hlm. 56.
  58. ^ Lalani 2006, hlm. 29.
  59. ^ Mavani 2013, hlm. 72.
  60. ^ Bill & Williams 2002, hlm. 29.
  61. ^ Madelung 1997, hlm. 14.
  62. ^ Tabatabai 1975, hlm. 156.
  63. ^ Momen 1985, hlm. 325.
  64. ^ Sobhani 2001, hlm. 112.
  65. ^ Jafri 1979, hlm. 17.
  66. ^ a b Campo 2009.
  67. ^ Soufi 1997, hlm. 16–17.
  68. ^ Mavani 2013, hlm. 240.

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]