Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 10 Desember 2022 04.10 oleh FazilyBot (bicara | kontrib) (Otomatis oleh BOT, Perbaikan kata menurut KBBI (via JWB))
Republik Indonesia

SemboyanBhinneka Tunggal Ika (Jawa Kuno)
("Walaupun Berbeda-beda tetapi tetap satu jua")
Ideologi Nasional:
Pancasila
Lokasi  Indonesia  (hijau)

di ASEAN  (abu-abu tua)  –  [Legenda]

Lokasi Indonesia
Ibu kota
Jakarta
6°11′S 106°50′E / 6.183°S 106.833°E / -6.183; 106.833
Bahasa resmiIndonesia
Bahasa daerah
Lebih dari 700 bahasa[1]
Kelompok etnik
Sekitar 1.340 suku bangsa[2][3]
Agama
  • 87,02% Islam
  • 1,71% Hinduisme
  • 0,74% Buddhisme
  • 0,05% Konfusianisme
  • 0,03% Aliran Kepercayaan
    dan Lainnya
PemerintahanKesatuan presidensial republik konstitusional
• Presiden
Joko Widodo
Ma'ruf Amin
LegislatifMajelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Kemerdekaan 
dari Belanda
17 Agustus 1945
27 Desember 1949
Luas
 - Total
1.904.569 km2[6] (ke-14)
 - Perairan (%)
4,85
Penduduk
 - Perkiraan Q2 2023
Increase neutral 279.118.866[7]
 - Sensus Penduduk 2020
270.203.917[8] (ke-4)
143/km2 (ke-60)
PDB (KKB)2024
 - Total
Kenaikan $4,715 triliun[9] (ke-7)
Kenaikan $16.843[9] (ke-98)
PDB (nominal)2024
 - Total
Kenaikan $1,542 triliun[9] (ke-16)
Kenaikan $5.509[9] (ke-112)
Gini (2021)Steady 37,9[10]
sedang
IPM (2022)Kenaikan 0,713[11]
tinggi · ke-112
Mata uangRupiah (Rp)
(IDR)
Zona waktuberagam
(UTC+7 sampai +9)
Format tanggalDD/MM/YYYY
Lajur kemudikiri
Kode telepon+62
Kode ISO 3166ID
Ranah Internet.id
Situs web resmi
indonesia.go.id
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Indonesia (pelafalan dalam bahasa Indonesia: [in.ˈdo.nɛ.sja]), dikenal dengan nama resmi Republik Indonesia atau lebih lengkapnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan Oseania, sehingga dikenal sebagai negara lintas benua, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Indonesia merupakan negara terluas ke-14 sekaligus negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas wilayah sebesar 1.904.569 km²,[6] serta negara dengan pulau terbanyak ke-6 di dunia, dengan jumlah 17.504 pulau.[12] Nama alternatif yang dipakai untuk kepulauan Indonesia disebut Nusantara.[13] Selain itu, Indonesia juga menjadi negara berpenduduk terbanyak ke-4 di dunia dengan penduduk mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020,[14] serta negara beragama Islam terbanyak di dunia, dengan penganut lebih dari 230 juta jiwa.[15][16] Indonesia adalah negara multiras, multietnis, dan multikultural di dunia, seperti halnya Amerika Serikat.[17]

Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara di Asia Tenggara dan Oseania. Indonesia berbatasan di wilayah darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan dan Sebatik, dengan Papua Nugini di Pulau Papua, dan dengan Timor Leste di Timor. Negara yang hanya berbatasan laut dengan Indonesia adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.

Indonesia adalah negara kesatuan dengan bentuk pemerintahan republik berdasarkan konstitusi yang sah, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).[18] Berdasarkan UUD 1945 pula, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Presiden dicalonkan lalu dipilih dalam pemilihan umum.

Ibu kota Indonesia saat ini adalah Jakarta. Pada tanggal 18 Januari 2022, pemerintah Indonesia menetapkan Ibu Kota Nusantara yang berada di Pulau Kalimantan, yang menempati wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, untuk menggantikan Jakarta sebagai ibu kota yang baru.[19] Hingga tahun 2022, proses peralihan ibu kota masih berlangsung.

Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa-bangsa pendatang dan penjajah. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad ke-7, yaitu sejak berdirinya Sriwijaya, kerajaan bercorak Hinduisme-Buddhisme yang berpusat di Palembang. Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan bangsa Tionghoa, India, dan juga Arab. Agama dan kebudayaan Hinduisme-Buddhisme tumbuh, berkembang, dan berasimilasi di kepulauan Indonesia pada awal abad ke-4 hingga abad ke-13 Masehi. Setelah itu, para pedagang dan ulama dari Jazirah Arab yang membawa agama dan kebudayaan Islam sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16. Pada akhir abad ke-15, bangsa-bangsa Eropa datang ke kepulauan Indonesia dan berperang untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku semasa Zaman Penjelajahan. Setelah berada di bawah masa Kolonial Belanda, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda, memproklamirkan kemerdekaan di akhir Perang Dunia II, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya, Indonesia mendapat berbagai tantangan dan persoalan berat, mulai dari bencana alam, praktik korupsi yang masif, konflik sosial, gerakan separatisme, proses demokratisasi, dan periode pembangunan, perubahan dan perkembangan sosial–ekonomi–politik, serta modernisasi yang pesat.

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa, Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Austronesia dan Melanesia di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Dengan suku Jawa dan Sunda membentuk kelompok suku bangsa terbesar dengan persentase mencapai 57% dari seluruh penduduk Indonesia.[20] Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda-beda tetapi tetap satu), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu kesatuan negara. Selain memiliki penduduk yang padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar ke-2 di dunia.

Indonesia merupakan anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan satu-satunya anggota yang pernah keluar dari PBB, yaitu pada tanggal 7 Januari 1965, dan bergabung kembali pada tanggal 28 September 1966. Indonesia tetap dinyatakan sebagai anggota yang ke-60, keanggotaan yang sama sejak bergabungnya Indonesia pada tanggal 28 September 1950. Selain PBB, Indonesia juga merupakan anggota dari organisasi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Gerakan Nonblok (GNB), Konferensi Asia–Afrika (KAA), Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), dan G20.

Etimologi

Kata "Indonesia" berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Indus yang merujuk kepada sungai Indus di India dan nesos yang berarti "pulau".[21] Jadi, kata Indonesia berarti wilayah "kepulauan India", atau kepulauan yang berada di wilayah Hindia; ini merujuk kepada persamaan antara dua bangsa tersebut (India dan Indonesia).[22] Pada tahun 1850, George Windsor Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu".[23] Murid Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India.[24][25] Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah Kepulauan Melayu (Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia (Indië); Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 dalam novel Max Havelaar (1859) yang ditulis oleh Multatuli mengenai kritik terhadap kolonialisme Belanda).[13]

Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkungan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya untuk ekspresi politik.[13] Adolf Bastian dari Universitas Berlin memasyarakatkan nama ini melalui buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894. Pelajar Indonesia pertama yang menggunakannya ialah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama Indonesisch Pers Bureau pada tahun 1913.[22]

Sejarah

Secara garis besar, sejarah Indonesia terdiri dari periode prasejarah, periode monarki, periode kolonial, dan periode republik.

Periode prasejarah

Ilustrasi "Manusia Jawa" oleh J. H. McGregor.

Fosil-fosil manusia purba seperti Homo erectus, yang oleh antropolog juga dijuluki "Manusia Jawa", menimbulkan dugaan bahwa kepulauan Indonesia telah mulai berpenghuni pada antara dua juta sampai 500.000 tahun yang lalu. Namun kebenaran tentang hal ini banyak diperdebatkan.[26]

Dari 110.000 hingga 12.000 tahun yang lalu, daratan Nusantara bagian barat (kira-kira kepulauan sebelah barat termasuk Sumatra, Jawa, dan Kalimantan sekarang) masih menyatu dengan daratan utama Asia, membentuk Sundaland.[27][28] Dalam periode tersebut, tepatnya sekitar 74000 ribu tahun yang lalu, terjadi erupsi Gunung Toba yang disebut-sebut sebagai salah satu letusan gunung api terbesar sepanjang sejarah yang menyebabkan perubahan iklim yang dikatakan hampir memusnahkan populasi manusia modern saat itu. Umat manusia sendiri sebenarnya belum sampai ke Sumatra, gelombang migrasi dari Afrika ikut terhenti untuk sementara akibat erupsi ini. Gunung Toba kemudian tenggelam dan kalderanya membentuk sebuah danau besar dengan nama yang sama.[29]

Sekitar 60.000 tahun yang lalu, gelombang migrasi pertama manusia yang menjadi nenek moyang ras Melanesia sampai di dataran Nusantara. Berakhirnya zaman es pada awal zaman Holosen (12.000 tahun Sebelum Masehi) menyebabkan naiknya permukaan laut dan terpisahnya daratan-daratan Sundaland dari daratan utama Asia, lalu terpecah hingga membentuk kepulauan Nusantara seperti sekarang ini. Kejadian-kejadian tersebut menjadi pemicu terjadinya diaspora manusia.[30]

Kedatangan bangsa Austronesia dari daratan Taiwan yang mulai tiba di Nusantara sekitar 3500 hingga 2000 SM menyebabkan bangsa Melanesia yang telah ada lebih dahulu di sana terdesak ke wilayah-wilayah yang jauh di timur kepulauan, meskipun ada sebagian yang berasimilasi/akulturasi dengan pendatang tersebut.[31][30][32] Dengan kondisi tanah vulkanis yang subur, melimpahnya keanekaragaman hayati, ditambah dengan kemampuan bercocok tanam yang dimiliki manusia saat itu menyebabkan kegiatan pertanian dan pemukiman mulai terbentuk dan berkembang pesat.[33]

Periode monarki

Kerajaan Hindu-Buddha

Memasuki abad-abad awal Masehi, kerajaan-kerajaan kecil mulai terbentuk dan berkembang di daerah Nusantara.

Kandis diduga merupakan kerajaan tertua di Nusantara, yang berdiri pada abad ke-1 SM dan terletak di daerah yang saat ini menjadi wilayah Provinsi Riau dan sekitarnya. Namun, keberadaan Kandis tidak meninggalkan bukti artefak dan bukti-buktinya sangat sulit dikonfirmasi oleh para arkeolog, sehingga keberadaan kerajaan ini masih sering diperdebatkan oleh para ahli sejarah.[34]

Situs Percandian Batujaya yang berada di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Candi-candi yang ada di dalamnya merupakan sisa-sisa peninggalan Tarumanagara.

Di Pulau Jawa sendiri, predikat kerajaan tertua di Pulau Jawa diduga dipegang oleh Salakanagara yang berdiri pada abad ke-1 M di daerah sekitar Cianjur, Jawa Barat. Kerajaan ini sendiri diperkirakan menjadi cikal bakal Tarumanagara yang berdiri pada tahun 358 Masehi. Keberadaan Salakanagara juga masih menjadi perdebatan di kalangan ahli karena kurangnya bukti-bukti sejarah.[34]

Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ada, dua kerajaan tertua yang telah diakui para ahli adalah Kutai Martapura dan Tarumanagara pada abad ke-4 Masehi. Kutai Martapura berdiri di wilayah yang saat ini masuk dalam Provinsi Kalimantan Selatan.[35] Sementara itu, Tarumanagara berdiri di wilayah barat Pulau Jawa.[36] Dari bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kedua kerajaan tersebut telah bercorak Hindu-Buddha, dapat dipastikan bahwa agama Hindu dan Buddha telah berkembang di wilayah Nusantara sekurang-kurangnya sejak abad ke-4.

Beberapa kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha juga terbentuk setelahnya. Di Kalimantan, pernah berdiri banyak kerajaan kecil bercorak Hindu-Buddha, yaitu Tanjungpura, Kuripan, Nan Sarunai, Selimbau, Negara Dipa, dan Negara Daha. Kemudian di Jawa, beberapa kerajaan Hindu-Buddha yang terbentuk adalah Kalingga, Sunda Galuh (Pajajaran), dan Kanjuruhan. Di Sumatra sendiri, kerajaan-kerajaan lain yang terbentuk adalah Melayu, Tulang Bawang, Keritang, dan Jambu Lipo.

Peta wilayah ekspedisi dan penaklukan oleh Sriwijaya pada abad ke-8.

Pada abad ke-7 Masehi, Sriwijaya yang berbentuk kedatuan dan bercorak Buddha berdiri di Nusantara, yang kemudian berkembang menjadi salah satu kemaharajaan (kekaisaran) terbesar di Nusantara yang pernah berdiri, serta menjadikannya negara monarki dengan masa berdiri terlama di Asia Tenggara.[37] Sriwijaya pada masa kejayaannya melingkupi sebagian besar Pulau Sumatra, Semenanjung Malaka dan Semenanjung Kra, sebagian Jawa, Kalimantan bagian barat, hingga ke Kamboja dan Vietnam bagian selatan.[38] Sriwijaya pada masa itu mengendalikan aktivitas pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan maritim utama antara India dengan Tiongkok dan merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia. Dari perdagangan tersebut, banyak budaya-budaya asing yang mempengaruhi dan bahkan berasimilasi dengan budaya-budaya lokal.[39] Nama Sriwijaya mulai meredup dan diperkirakan runtuh pada awal abad ke-11. Dharmasraya kemudian naik menggantikan Sriwijaya, sebelum kembali digantikan oleh Pagaruyung pada abad ke-14.[40]

Pada abad ke-8, Medang yang dipimpin oleh Wangsa Sailendra, yang sebagian besar bercorak Buddha Mahayana, berdiri di daerah Jawa Tengah dan mendapat pengaruh luas. Pada abad ke-9, wangsa tersebut terpecah dan sebagian menyingkir ke Sumatra, lalu menguasai Sriwijaya, hingga kejatuhan kemaharajaan tersebut pada abad ke-11.[41][42] Beberapa ahli menganggap bahwa beberapa raja Medang yang beragama Hindu Syiwa sebagai suatu dinasti tersendiri bernama Wangsa Sanjaya, sementara ahli-ahli lainnya menganggap wangsa tersebut sebenarnya tidak pernah ada dan masih merupakan bagian dari Wangsa Sailendra.[43] Beberapa ahli pun memisahkan raja-raja Medang setelah pindahnya pusat pemerintahan ke Jawa Timur sebagai wangsa tersendiri bernama Wangsa Isyana.[44]

Setelah pemerintahan Airlangga dari Medang berakhir pada tahun 1042, Medang terbagi menjadi Panjalu (Kadiri) dan Janggala. Janggala ditaklukkan oleh Panjalu pada tahun 1135. Ken Arok dari Wangsa Rajasa kemudian menaklukkan Panjalu dan mendirikan Kerajaan Singasari (Tumapel) pada tahun 1222, yang mengakhiri kekuasaan Wangsa Isyana/Sailendra di Jawa. Kerajaan ini runtuh pada tahun 1292 oleh pemberontakan yang dipimpin oleh Jayakatwang, sisa dari Wangsa Isyana. Namun, pemberontakan tersebut ditumpas setahun setelahnya oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara yang merupakan raja terakhir Singasari.[42][44]

Peta wilayah Majapahit berdasarkan Kakawin Nagarakertagama.

Raden Wijaya mendirikan Majapahit yang bercorak Syiwa-Buddha. Kerajaan tersebut pada perkembangannya menjadi suatu kemaharajaan atau kekaisaran terbesar di Nusantara, dengan wilayah kekuasaan yang sangat luas pada masa kejayaannya, yaitu meliputi Sumatra, Semenanjung Malaka, daerah pesisir dan dataran rendah Kalimantan, Sulawesi bagian selatan dan timur, Nusa Tenggara, Maluku, hingga ujung barat Papua.[44] Majapahit terutama mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dengan Patih Amangkubhumi Gajah Mada, yang sangat terkenal dengan Sumpah Palapa yang berisi ikrar untuk menyatukan seluruh wilayah Nusantara.[45] Majapahit pada masanya terkenal sebagai negara agraris dan juga sebagai negara perdagangan yang mengatur aktivitas pelayaran dunia.[45] Majapahit mengalami kemunduran semenjak pengaruh Islam semakin besar di Nusantara, dan akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Demak pada tahun 1527.

Sampai sebelum masuknya kolonialisme di Nusantara, kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang masih bertahan adalah Blambangan di Pulau Jawa bagian timur jauh,[46] serta kerajaan-kerajaan Bali bekas Gelgel, yakni Klungkung, Buleleng, Karangasem, Badung, Tabanan, Gianyar, Bangli, Mengwi (dalam perkembangan bergabung dengan Badung), dan Jembrana.[47]

Kesultanan Islam

Islam sebenarnya telah memasuki Nusantara mulai pada abad ke-7 Masehi. Islam dibawa oleh para pedagang dan para ulama berkebangsaan Arab, Persia, dan India (Gujarat).[48] Para pedagang dan pelaut Tionghoa beragama muslim, terutama kelompok pelaut di bawah pimpinan Cheng Ho, juga ikut serta dalam menyebarkan Islam di Nusantara.[49]

Bendera Kesultanan Aceh.

Aceh adalah daerah pertama yang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.[50] Kesultanan Islam pertama yang diketahui berdiri di Nusantara, khususnya di Aceh adalah Jeumpa yang didirikan pada abad ke-7, yang wilayahnya kira-kira mencakup wilayah Kabupaten Bieruen saat ini.[51] Setelah itu, beberapa kesultanan juga berdiri di wilayah Aceh pada masa-masa awal penyebaran Islam di Nusantara, yang di antaranya adalah Peureulak, Lamuri, dan Linge.[52] Pada awal-awal milenium ke-2, Islam mulai menyebar ke banyak daerah di Pulau Sumatra, terutama setelah Sriwijaya runtuh pada abad ke-11. Beberapa kerajaan Hindu-Buddha di Sumatra bahkan kemudian beralih menjadi kesultanan-kesultanan Islam. Kesultanan-kesultanan yang pernah muncul dan berdiri di wilayah Sumatra setelah itu adalah sebagai berikut.

Islam belum menyebar secara signifikan ke wilayah Nusantara lainnya hingga abad ke-15, ketika Islam mulai diperkenalkan dan menyebar secara luas.[53] Sejak masa itu, Islam mulai memengaruhi seluruh wilayah Nusantara pada masa-masa selanjutnya.

Bendera Mataram, salah satu kesultanan yang pernah terbentuk di wilayah Nusantara.

Setelah Majapahit mengalami kejatuhan, kesultanan-kesultanan bercorak Islam berdiri dan berkembang pesat di Nusantara, terutama di Jawa. Kesultanan pertama di Pulau Jawa yang telah diakui secara luas adalah Demak dan Cirebon yang berdiri pada abad ke-15.[54][55] Namun beberapa waktu ini, beberapa pakar menemukan sejumlah bukti tentang kesultanan Islam yang lebih tua, yaitu Lumajang, yang diperkirakan berdiri pada akhir abad ke-13.[56] Setelah itu, terdapat beberapa kesultanan yang juga berdiri di Jawa, yaitu Giri, Banten, Kalinyamat, Pajang, Sumedang Larang, Mataram, Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Surakarta Hadiningrat.[57]

Di Kalimantan sendiri, beberapa kerajaan Hindu-Buddha beralih menjadi kesultanan Islam, misalnya Selimbau, Landak Tanjungpura. Kemudian beberapa kesultanan baru juga berdiri seiring dengan meningkatnya pengaruh Islam di Pulau Kalimantan sejak abad ke-14. Brunei yang lepas dari Melaka pada abad ke-14 kemudian mencapai masa kejayaannya pada abad ke-15 dengan berhasil menguasai seluruh pesisir Pulau Kalimantan.[58] Pada abad ke-16, Banjar berdiri, berkembang, dan kemudian menguasai sebagian besar pesisir selatan Kalimantan, serta memiliki hubungan baik dengan Demak.[59] Kejayaan Banjar mulai menurun pada abad ke-18 dan keberadaannya dihapuskan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada tahun 1905.[60] Selain itu, beberapa kesultanan yang juga berdiri di Pulau Kalimantan adalah sebagai berikut.[57]

Agama Islam diperkirakan mulai berkembang di Pulau Sulawesi pada abad ke-16. Pada masa itu, beberapa kerajaan bercorak Hindu-Buddha atau Animisme beralih menjadi kesultanan-kesultanan Islam dan beberapa kesultanan Islam yang baru berdiri dan berkembang.[61] Kesultanan besar yang terkenal di Sulawesi adalah Makassar, yang merupakan gabungan dari Gowa dan Tallo). Kerajaan ini pada masa kejayaannya mencakup Sulawesi bagian selatan dan tengah, serta Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa di saat ini menjadi wilayah Nusa Tenggara Barat. Selain itu, beberapa kesultanan lainnya di Sulawesi adalah sebagai berikut.

Peta kekuasaan Ternate dan Tidore pada masa kejayaannya.

Di Kepulauan Maluku, terdapat dua kesultanan besar yang terkenal, yaitu Ternate dan Tidore yang berpusat di wilayah yang saat ini termasuk dalam wilayah Maluku Utara.[62] Wilayah Ternate pada masa kejayaannya, yaitu pada abad ke-16, mencakup Pulau Ternate, sebagian kecil Pulau Halmahera, Kepulauan Maluku bagian tengah, Pulau Sulawesi bagian utara dan timur, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, Tidore pada masa kejayaannya yang juga pada abad ke-16 meliputi Pulau Tidore, sebagian besar Pulau Halmahera, hingga ke Papua Barat.[63] Beberapa kesultanan yang juga pernah berdiri di Kepulauan Maluku, yaitu Jailolo, Bacan, Tanah Hitu, Iha, dan Huamual.

Kesultanan-kesultanan yang pernah berdiri di Kepulauan Nusa Tenggara, yaitu Bima, Sumbawa, Adonara, Dompu, Selaparang, Sanggar, dan Lamakera. Sementara kesultanan-kesultanan yang pernah berdiri di Papua adalah Sekar, Patipi, Fatagar, dan Kaimana.

Kejayaan kesultanan-kesultanan Islam mulai memudar setelah bangsa-bangsa asing masuk dan menerapkan kolonialisme di Nusantara. Sebagian di antaranya dibubarkan oleh pemerintah kolonial setelah mengalami kekalahan perang, dan sebagian lainnya menjadi daerah swapraja (zelfbestuur) di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial.[64]

Periode kolonial

Peta Asia Tenggara yang dibuat sekitar tahun 1674–1745 oleh Kâtip Çelebi, seorang ahli geografi asal Turki Utsmani.
Lukisan Imperium Belanda yang menggambarkan Hindia Belanda sebagai "permata Belanda yang paling berharga". (1916)

Indonesia juga merupakan negara yang dijajah oleh banyak negara Eropa dan juga Asia, karena sejak zaman dahulu Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alamnya yang berlimpah, hingga membuat negara-negara Eropa tergiur untuk menjajah dan bermaksud menguasai sumber daya alam untuk pemasukan bagi negaranya, Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain:

Johannes van den Bosch, pencetus Cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa).

Ketika orang-orang Eropa datang pada awal abad ke-16, mereka menemukan beberapa kerajaan yang dengan mudah dapat mereka kuasai demi mendominasi perdagangan rempah-rempah. Portugis pertama kali mendarat di dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Sunda Kelapa, tetapi dapat diusir dan bergerak ke arah timur dan menguasai Maluku.

Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni mereka, Timor Portugis). Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II, awalnya melalui Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda, di bawah nama Hindia Belanda, sejak awal abad ke-19.

Di bawah aturan Cultuurstelsel (Sistem Tanam Paksa) pada abad ke-19, perkebunan besar dan penanaman paksa dilaksanakan di Jawa, akhirnya menghasilkan keuntungan bagi Belanda yang tidak dapat dihasilkan VOC. Pada masa pemerintahan kolonial yang lebih bebas setelah 1870, sistem tersebut dihapuskan. Setelah 1901 pihak Belanda memperkenalkan Politik Etis, yang mencakup reformasi politik yang terbatas dan investasi yang lebih besar di Hindia Belanda.[57]

Periode pendudukan

Foto Presiden Soekarno dan ketika memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, yang disaksikan oleh hadirin.

Pada masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda sedang diduduki oleh Jerman Nazi, Kekaisaran Jepang berhasil menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur, dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.[butuh rujukan]

Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite untuk kemerdekaan Indonesia. Setelah Perang Pasifik berakhir pada tahun 1945, di bawah tekanan organisasi pemuda, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Periode republik

Soekarno, presiden pertama Indonesia.

Setelah kemerdekaan, tiga pendiri bangsa yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir masing-masing menjabat sebagai presiden, wakil presiden, dan perdana menteri. Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda mengirimkan pasukan mereka.

Usaha-usaha berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal oleh orang Belanda sebagai 'aksi kepolisian' (politionele actie), atau dikenal oleh orang Indonesia sebagai Agresi Militer.[65] Belanda akhirnya menerima hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember 1949 sebagai negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat setelah mendapat tekanan yang kuat dari kalangan internasional, terutama Amerika Serikat. Mosi Integral Natsir pada tanggal 17 Agustus 1950, menyerukan kembalinya negara kesatuan Republik Indonesia dan membubarkan Republik Indonesia Serikat. Soekarno kembali menjadi presiden dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden dan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti sekaligus merintis gerakan non-blok pada awalnya, kemudian menjadi lebih dekat dengan blok sosialis, misalnya Republik Rakyat Tiongkok dan Yugoslavia. Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia ("Konfrontasi"),[66] dan ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus kejadian G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah lainnya. Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru yang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional menjadi berdasarkan paham sosialis-komunis. Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.

Potret resmi Soeharto, Presiden Indonesia ke-2, pada tahun 1993.

Jenderal Soeharto menjadi Pejabat Presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme. Sementara itu kondisi fisik Soekarno sendiri semakin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut kewarganegaraannya. Tiga puluh dua tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru, sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.

Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekonomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom lulusan Departemen Ekonomi Universitas California, Berkeley, yang dipanggil "Mafia Berkeley".[67] Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.

Masa Peralihan Orde Reformasi atau Era Reformasi berlangsung dari tahun 1998 hingga 2001, ketika terdapat tiga masa presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri. Pada tahun 2004, diselenggarakan Pemilihan Umum satu hari terbesar di dunia[68] yang dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai presiden terpilih secara langsung oleh rakyat, yang menjabat selama dua periode. Pada tahun 2014, Joko Widodo, yang lebih akrab disapa Jokowi, terpilih sebagai presiden ke-7.

Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah berusaha untuk melepaskan diri dari naungan NKRI, terutama Papua.[butuh rujukan] Timor Timur secara resmi memisahkan diri pada tahun 1999 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB menjadi negara Timor Leste.

Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias dilanda dua gempa bumi besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa. (Lihat Gempa bumi Samudra Hindia 2004 dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005.) Kejadian ini disusul oleh gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami yang menghantam Pantai Pangandaran dan sekitarnya, serta banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.

Geografi

Hutan hujan di Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang berada di Asia Tenggara,[69] dan terletak di antara benua Asia dan benua Australia/Oseania, serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Negara ini memiliki 17.504 pulau yang menyebar di sekitar khatulistiwa; sebanyak 16.056 pulau telah dibakukan namanya,[70] dan sekitar 6.000 pulau tidak berpenghuni.<ref name="Indonesia Regions">{{cite press release|publisher=International Monetary Fund|url=http://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2006/01/data/dbcoutm.cfm?SD=2005&ED=2005&R1=1&R2=1&CS=3&SS=2&OS=C&DD=0&OUT=1&C=536&S=PPPWGT-PPPPC&RequestTimeout=120&CMP=0&x=45&y=5 Estimate|accessdate=5 Oktober 2006|title=World Economic Outlook Database|date=April 2006|archi

  1. ^ Simons, Gary F.; Fennig, Charles D. "Ethnologue: Languages of the World, Twenty-first edition" (dalam bahasa Inggris). SIL International. Diakses tanggal 20 September 2018. 
  2. ^ Na'im, Akhsan; Syaputra, Hendry (Agustus 2010). "Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia" (PDF). Badan Pusat Statistik (BPS). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 23 September 2015. Diakses tanggal 23 September 2015. 
  3. ^ "Mengulik Data Suku di Indonesia". Badan Pusat Statistik. 18 November 2015. Diakses tanggal 1 Januari 2021. 
  4. ^ "Statistik Umat Menurut Agama di Indonesia". Kementerian Agama Republik Indonesia. 15 Mei 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2020. Diakses tanggal 24 September 2020. 
  5. ^ "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut Indonesia". BPS. 15 Mei 2010. Diakses tanggal 29 September 2020. 
  6. ^ a b "UN Statistics" (PDF) (dalam bahasa Inggris). Perserikatan Bangsa-Bangsa. 2005. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 31 Oktober 2007. Diakses tanggal 31 Oktober 2007. 
  7. ^ "Indonesian Population June 2023". Ministry of Home Affairs (Indonesia). Diakses tanggal 28 October 2023. 
  8. ^ "Jumlah Penduduk Hasil SP menurut Wilayah dan Jenis Kelamin, Indonesia 2020". Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  9. ^ a b c d "Report for Selected Countries and Subjects". International Monetary Fund. Diakses tanggal 12 April 2023. 
  10. ^ "GINI index (World Bank estimate) - Indonesia" (dalam bahasa Inggris). Bank Dunia. 2021. Diakses tanggal 4 Mei 2022. 
  11. ^ Human Development Report 2023-2024: Breaking the gridlock: Reimagining cooperation in a polarized world (PDF) (dalam bahasa Inggris). Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa. 13 Maret 2024. hlm. 274-277. Diakses tanggal 13 Maret 2024. 
  12. ^ "Which Countries Have The Most Islands?". World Atlas (dalam bahasa Inggris). 5 Oktober 2020. Diakses tanggal 23 April 2022. 
  13. ^ a b c Justus M. van der Kroef (1951). "The Term Indonesia: Its Origin and Usage". Journal of the American Oriental Society. 71 (3): 166–171. doi:10.2307/595186. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 April 2020. Diakses tanggal 2 Agustus 2008. 
  14. ^ "Hasil Sensus Penduduk 2020". Badan Pusat Statistik. 21 Januari 2021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 Januari 2021. Diakses tanggal 21 Januari 2021. 
  15. ^ "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut". Jakarta: Badan Pusat Statistik. 15 Mei 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Desember 2017. Diakses tanggal 28 Februari 2019. 
  16. ^ Ricklefs 2001, hlm. 379.
  17. ^ "Portal Jurnal Elektronik Universitas Negeri Malang". Diakses tanggal 27 Februari 2022. 
  18. ^ Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Satu Naskah.
  19. ^ "RUU Ibu Kota Negara Sah Jadi Undang-Undang". Republika. 18 Januari 2022. Diakses tanggal 18 Januari 2022. 
  20. ^ Leo Suryadinata, Evi Nurvidya Arifin, Aris Ananta; Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape; Institute of Southeast Asian Studies, 2003
  21. ^ Tomascik, T.; Mah, A.J. (1997). The Ecology of the Indonesian Seas–Part One. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. ISBN 962-593-078-7. 
  22. ^ a b Anshory, Irfan (16 Agustus 2004). "Asal Usul Nama Indonesia". Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 Desember 2006. Diakses tanggal 5 Oktober 2006. 
  23. ^ Earl, George S.W. (1850). "On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 119. 
  24. ^ Logan, James Richardson (1850). "The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 4, 252–347. 
  25. ^ Earl, George S.W. (1850). "On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 254, 277–278. 
  26. ^ Pope (1988). "Recent advances in far eastern paleoanthropology". Annual Review of Anthropology. 17: 43–77. doi:10.1146/annurev.an.17.100188.000355.  cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309–312.  ; Pope, G (15 Agustus, 1983). "Evidence on the Age of the Asian Hominidae". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 80 (16): 4,988–4992. doi:10.1073/pnas.80.16.4988. PMID 6410399. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-11-21.  cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309.  ; de Vos, J.P. (9 Desember 1994). "Dating hominid sites in Indonesia" (PDF). Science Magazine. 266 (16): 4, 988–4992. doi:10.1126/science.7992059. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2009-09-29.  cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309. 
  27. ^ Heaney, Lawrence R. (1984). "Mammalian Species Richness on Islands on the Sunda Shelf, Southeast Asia". Oecologia. 61 (1): 11–17. Bibcode:1984Oecol..61...11H. CiteSeerX 10.1.1.476.4669alt=Dapat diakses gratis. doi:10.1007/BF00379083. JSTOR 4217198. PMID 28311380. 
  28. ^ Hanebuth, Till; Stattegger, Karl; Grootes, Pieter M. (2000). "Rapid Flooding of the Sunda Shelf: A Late-Glacial Sea-Level Record". Science. 288 (5468): 1033–1035. Bibcode:2000Sci...288.1033H. doi:10.1126/science.288.5468.1033. JSTOR 3075104. 
  29. ^ (Inggris) Chesner, C.A.; Westgate, J.A.; Rose, W.I.; Drake, R.; Deino, A. (March 1991). "Eruptive history of Earth's largest Quaternary caldera (Toba, Indonesia) clarified" (PDF). Geology. Michigan Technological University. 19 (3): 200–203. Bibcode:1991Geo....19..200C. doi:10.1130/0091-7613(1991)019<0200:EHOESL>2.3.CO;2. Diakses tanggal 2018-06-20. 
  30. ^ a b Thamrin, Mahandis Yoanata (2019-06-06). "Migrasi Manusia dan Perjalanan Sejarah Melanesia di Indonesia". National Geographic. Diakses tanggal 2022-08-21. 
  31. ^ Taylor (2003), pp. 5–7
  32. ^ Avisena, M Ilham Ramadhan (2021-08-17). "Tiga Teori Asal Usul Nenek Moyang Indonesia". Media Indonesia. Diakses tanggal 2022-08-21. 
  33. ^ Taylor (2003), pp. 8-9
  34. ^ a b Hariansah, Erik (19 March 2019). "Kandis dan Salakanagara adalah Kerajaan Tertua di Nusantara?". Attoriolong. Diakses tanggal 26 November 2020. 
  35. ^ Vogel, J. Ph. (1918). "The Yupa Inscription of King Mulawarman, from Koetei (East Borneo)". BKI. 74. 
  36. ^ Aris Munandar, Agus (2011). Indonesia Dalam Arus Sejarah 2: Kerajaan Hindu - Buddha. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. hlm. 60. 
  37. ^ Cœdès, George (1930). "Les inscriptions malaises de Çrivijaya". Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient (BEFEO). 30 (1-2): 29–80. 
  38. ^ Taylor (2003), pp. 22–26; Ricklefs (1991), pp. 3
  39. ^ Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet. ISBN 981-4155-67-5. 
  40. ^ Anonim. 1822. Malayan Miscellanies, Vol II: The Geneology of Rajah of Pulo Percha. Printed And Published at Sumatra Mission Press. Bencoolen
  41. ^ George Coedes. 1934. On the origins of the Sailendras of Indonesia. Journal of the Greater India Society I: 61–70.
  42. ^ a b Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
  43. ^ Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS
  44. ^ a b c Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara.
  45. ^ a b Sita W. Dewi (9 April 2013). "Tracing the glory of Majapahit". The Jakarta Post. Diakses tanggal 5 February 2015. 
  46. ^ Basri, Hasan (Ed). 2006. Pangeran Jagapati, Wong Agung Wilis dan Sayu Wiwit. 3 Pejuang Dari Blambangan. Banyuwangi: Penerbit Pemda Kabupaten Banyuwangi
  47. ^ Suadnyana, I Wayan Sui (2019-03-10). "TRIBUN WIKI - Inilah 9 Puri di Bali yang Masih Ada Hingga Kini". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2022-09-16. 
  48. ^ "7 Kerajaan Islam Tertua di Indonesia". indonesiabaik.id. Diakses tanggal 2020-08-26. 
  49. ^ *Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Diarsipkan 2008-12-07 di Wayback Machine. Penyunting: HM. Hembing Wijayakusuma. Pustaka Populer Obor, Oktober 2000, xliv + 299 halaman
  50. ^ "Aceh Daerah Pertama di Indonesia Menerima Islam". acehprov.go.id. Pemerintah Aceh. Diakses tanggal 2022-09-14. 
  51. ^ Kusniah, Siti Turmini (2018). Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. ISBN 978-602-1289-85-3. 
  52. ^ "3 Kerajaan Islam Berpengaruh di Aceh". Republika Online. 2016-08-29. Diakses tanggal 2020-06-12. 
  53. ^ Peter Lewis (1982). "The next great empire". Futures. 14 (1): 47–61. doi:10.1016/0016-3287(82)90071-4. 
  54. ^ "Kesultanan Cirebon Jadi Satu dari Empat Kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa". Ayo Cirebon. 2022-05-19. Diakses tanggal 2022-09-16. 
  55. ^ Ratriani, Virdita (2022-07-28). Ratriani, Virdita, ed. "Kerajaan Islam Pertama di Pulau Jawa adalah Kerajaan Demak: Pendiri dan Masa Jayanya". Kontan.co.id. Diakses tanggal 2022-09-16. 
  56. ^ "Lumajang Ternyata Kerajaan Islam Tertua di Tanah Jawa". Suara Surabaya. Diakses tanggal 2022-09-16. 
  57. ^ a b c Ricklefs 2001.
  58. ^ Jamil Al-Sufri, Tarsilah Brunei: The Early History of Brunei up to 1432 AD (Bandar Seri Begawan: Brunei History Centre, 2000)
  59. ^ (Indonesia) Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (1992). Sejarah nasional Indonesia: Zaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 85. ISBN 9794074098. ISBN 978-979-407-409-1
  60. ^ Setyaningrum, Puspasari, ed. (2022-07-21). "Sejarah Perang Banjar: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-09-17. 
  61. ^ Prabowo, Gama (2020-11-05). Gischa, Serafica, ed. "Kerajaan Islam di Sulawesi". Kompas.com. Diakses tanggal 2022-09-19. 
  62. ^ M. Adnan Amal, "Maluku Utara, Perjalanan Sejarah 1250 - 1800 Jilid I dan II", Universitas Khairun Ternate 2002.
  63. ^ Willard A. Hanna & Des Alwi, "Ternate dan Tidore, Masa Lalu Penuh Gejolak", Pustaka Sinar Harapan Jakarta 1996.
  64. ^ Jaime Koh; Stephanie Ho Ph.D. (22 Juni 2009). Culture and Customs of Singapore and Malaysia. ABC-CLIO. hlm. 9. ISBN 978-0-313-35116-7. 
  65. ^ ZWEERS, L. (1995). Agressi II: Operatie Kraai. De vergeten beelden van de tweede politionele actie. Den Haag: SDU uitgevers. 
  66. ^ van der Bijl, Nick. Confrontation, The War with Indonesia 1962–1966, (London, 2007) ISBN 978-1-84415-595-8
  67. ^ Wibowo, Sigit, Sjarifuddin. Ekonomi Indonesia Gagal karena Mafia Berkeley Diarsipkan 2008-06-16 di Wayback Machine., Harian Umum Sore Sinar Harapan. Copyright © Sinar Harapan 2003. Diakses: Selasa, 6 Agustus 2008.
  68. ^ "The Carter Center 2004 Indonesia Election Report" (PDF) (Siaran pers). Laporan dari Carter Center. 2004. hlm. 30. Diakses tanggal 29 Juli 2008. 
  69. ^ Morgan, Sally (2007). Indonesia. London: Wayland. ISBN 978-0-7502-4747-4. OCLC 123798216. 
  70. ^ "PBB Verifikasi 16.056 Nama Pulau Indonesia". Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. 19 Agustus 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Agustus 2021. Diakses tanggal 10 Agustus 2021.