Lompat ke isi

Khulu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Memperjelas angka pola
Memperbaiki ringkasan
Baris 35: Baris 35:
</ref> <ref name="q">{{cite book|last= Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S.|first=|authorlink=|coauthors= Drs.Maman Abd.Djaliel|title= Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat|year= 2000|publisher= CV.Pustaka Setia|}}</ref> Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya.<ref name="q"/>
</ref> <ref name="q">{{cite book|last= Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S.|first=|authorlink=|coauthors= Drs.Maman Abd.Djaliel|title= Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat|year= 2000|publisher= CV.Pustaka Setia|}}</ref> Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya.<ref name="q"/>
Adapun [[pola]] untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah) ”<ref name="v">{{cite book|last= Dr.Mustafa Dib Al-Bugha|first=|authorlink=|coauthors= Drs.Maman Abd.Djaliel|title= Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I|year= 2012|publisher= Noura Books|ISBN=978-602-9498-44-8|}}</ref> <ref name="q"/>. Istri kemudian menjawab “ Aku menerimanya”<ref name="q"/><ref name="v"/><ref name="tulung">http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4454/3/BAB%20II.pdf</ref><ref name="tulung"/>. Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah) sebagai tebusan kepada si suami<ref name="v"/> <ref name="q"/><ref name="tulung"/>. Sedangkan apabila tidak disebutkan tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu, catatan: Sang istri telah bertanya lansung kepada suami dengan sakral serta disaksikan oleh keluarga sang istri dan suami tersebut<ref name="v"/> <ref name="q"/><ref name="tulung"/>.
Adapun [[pola]] untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah) ”<ref name="v">{{cite book|last= Dr.Mustafa Dib Al-Bugha|first=|authorlink=|coauthors= Drs.Maman Abd.Djaliel|title= Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I|year= 2012|publisher= Noura Books|ISBN=978-602-9498-44-8|}}</ref> <ref name="q"/>. Istri kemudian menjawab “ Aku menerimanya”<ref name="q"/><ref name="v"/><ref name="tulung">http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4454/3/BAB%20II.pdf</ref><ref name="tulung"/>. Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah) sebagai tebusan kepada pemilik akad ialah suami<ref name="v"/> <ref name="q"/><ref name="tulung"/>. Sedangkan apabila istri telah bertanya tidak disebutkan oleh suami tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu, catatan: Sang istri telah bertanya lansung kepada suami dengan sakral serta disaksikan oleh keluarga sang istri dan suami tersebut<ref name="v"/> <ref name="q"/><ref name="tulung"/>.


Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan [[Allah]]<ref name="q"/>. Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya, misalkan seorang suami tidak mau disuruh [[shalat]], dilarang untuk bermain [[judi]], ia membangkang dan bersikap kasar<ref name="q"/>. Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat [[dosa]] dari [[Tuhan]] yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan [[dosa]] terus menerus<ref name="q"/>. Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu yang tak diharapkan istrinya itu, seperti menampar, memukul, dan lain sebagainya<ref name="q"/>. Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan<ref name="q"/>.
Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan [[Allah]]<ref name="q"/>. Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya, misalkan seorang suami tidak mau disuruh [[shalat]], dilarang untuk bermain [[judi]], ia membangkang dan bersikap kasar<ref name="q"/>. Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat [[dosa]] dari [[Tuhan]] yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan [[dosa]] terus menerus<ref name="q"/>. Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu yang tak diharapkan istrinya itu, seperti menampar, memukul, dan lain sebagainya<ref name="q"/>. Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan<ref name="q"/>.

Revisi per 10 Agustus 2022 02.03

Khulu (Bahasa Arab: خلع) secara etimologi berarti “melepaskan”.[1] [2] Khulu adalah perceraian yang dilakukan karena kehendak istri untuk melepaskan ikatan perkawinan dengan memberikan tebusan iwald (ganti rugi) yang dipinta oleh pemilik akad yaitu suami[3][4] Sedangkan me-rujuk menurut dari istilah di dalam ilmu fiqih, khulu adalah permintaan perceraian/atau cerai yang diminta oleh istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami, agar ia menceraikannya.[5] [6] Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak menyenangkan istrinya.[6]

Adapun pola untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah) ”[7] [6]. Istri kemudian menjawab “ Aku menerimanya”[6][7][8][8]. Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus memberikan uang sebanyak Rp 2.000.000.000,- (Dua Milyar Rupiah) sebagai tebusan kepada pemilik akad ialah suami[7] [6][8]. Sedangkan apabila istri telah bertanya tidak disebutkan oleh suami tentang berapa jumlah khulu-nya, maka istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya dahulu, catatan: Sang istri telah bertanya lansung kepada suami dengan sakral serta disaksikan oleh keluarga sang istri dan suami tersebut[7] [6][8].

Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan aturan Allah[6]. Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya, misalkan seorang suami tidak mau disuruh shalat, dilarang untuk bermain judi, ia membangkang dan bersikap kasar[6]. Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat dosa dari Tuhan yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan dosa terus menerus[6]. Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia berbuat sesuatu yang tak diharapkan istrinya itu, seperti menampar, memukul, dan lain sebagainya[6]. Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan[6].

Persyaratan

  1. Seorang istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu, jika tampak adanya bahaya yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT[6] [7].
  2. Hendaknya khulu itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiayaan (menyakiti) yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya[6] [7]. Jika ia menyakiti istrinya, maka ia tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya[6] [7].
  3. Khulu itu berasal dari istri dan bukan dan pihak suami[6] [7]. Jika suami yang merasa tidak senang hidup bersama dengan istrinya, maka suami tidak berhak mengambil sedikit pun harta dan istrinya[6] [7].
  4. Khulu sebagai talak ba’in Sughra, yakni sebuah perceraian yang tidak dapat dirujuk kembalinya sang istri oleh si suami kecuali proses akad nikah yang baru[6] [7].

Hukum

Pada masa kemajuan sekarang ini, gugatan perceraian sering terjadi yang disebut cerai gugat, didalam Islam cerai gugat adalah khulu[9]. Untuk putusnya perkawinan karena istri sebagai pakaian bagi suaminya berusaha menanggalkan pakaian itu dari suaminya[10].

  • Mubah atau boleh

Jika seorang istri tidak menyukai untuk tetap bersama dengan suaminya, baik karena buruknya akhlak/perilaku suaminya atau karena buruknya wajah/fisik suaminya, sehingga ia khawatir tidak dapat menjalankan hak-hak suaminya yang telah ditetapkan Allah kepadanya, maka dalam kondisi semacam ini istri boleh mengajukan khulu kepada suaminya[11]

  • Mustahab atau wajib

Jika suami melalaikan hak Allah seperti; suaminya meninggalkan shalat, suaminya melakukan hal-hal yang dapat membatalkan islam, dan yang semisalnya, maka istri dianjurkan untuk mengajukan khulu[11]. Ini adalah pendapat ulama Hanabilah[11].

  • Haram

Jika istri mengajukan khulu kepada suaminya bukan karena alasan yang diperbolehkan oleh agama, seperti karena sang suami buruk rupa, sang istri merasa tidak bahagia karena tidak pernah bersyukur, sang suami selalu salah menurut istri, memfitnah sang suami tidak ada perhatian dan menyayangi istri dan lain sebagainya maka khulu tersebut menjadi hukumnya Haram[11].

Rukun

  1. Adanya mukhali, yakni seseorang yang berhak mengucapkan perkataan cerai, yakni suami[11].
  2. Adanya mukhtali’ah, yakni seseorang yang mengajukan khulu, yakni istri[11]. Dengan syarat, si istri adalah istri yang sah secara agama dan istri dapat menggunakan hartanya secara sadar, dalam artian tidak gila dan berakal[11].
  3. Adanya iwadh, yakni harta yang diambil suami dari istrinya sebagai tebusan karena telah menceraikan istrinya[11].
  4. Adanya sigha khulu atau perkataan khulu dari suami[11].


Batasan

  1. Suami tidak boleh mengambil harta istrinya melebihi mahar yang dia berikan dan juga sesuai dalam perkataan khulu yang telah di setujui oleh Istri. Catatan: Apabila Istri memiliki harta bawaan dan bukan harta yang di dapat setelah berumah tangga dengan suaminya. bawaan bukan harta yang [5].
  2. Khulu dapat dilakukan oleh istri, baik dalam keadaan suci atau haid[7] [1].
  3. Iwadh atau harta tebusan tidak dapat berupa jasa[11]. Menurut pendapat ulama golongan safi’I dan maliki[11].
  4. Khulu tidak sah apabiila tidak ada keikhlasan di hati sang suami[11].
  5. Khulu harus suci Istri yang bertanya langsung kepada suami dan terjawab oleh suami di depan saksi yaitu keluarga se-darah/atau se-kandung, bapak, ibu dari istri dan suami tersebut atau hakim ketua pengadilan.

Referensi

  1. ^ a b Achmad Sunarto (1991). Terjemahan Fat-hul Qarib. Menara Kudus. 
  2. ^ (Indonesia) Noer Faqih Arsyi ys. "PAI Kelas XII Bab Munakahah" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2014-04-18. 
  3. ^ http://repository.uin-suska.ac.id/7314/4/BAB%20III.pdf
  4. ^ https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-khulu-dalam-ikatan-pernikahan-dan-hukumnya-dalam-islam-1wRFc4hN7Ae
  5. ^ a b (Indonesia) Ahmad Sarwad, Lc. "Fiqih Nikah" (pdf). 
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Drs.H.Ibnu Mas’ud, Drs.H.Zainal Abidin S. (2000). Fiqih Madzhab Syafi’I edisi lengkap muamalat, munakahat, jinayat. CV.Pustaka Setia. 
  7. ^ a b c d e f g h i j k Dr.Mustafa Dib Al-Bugha (2012). Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’I. Noura Books. ISBN 978-602-9498-44-8. 
  8. ^ a b c d http://repo.iain-tulungagung.ac.id/4454/3/BAB%20II.pdf
  9. ^ https://www.pikiran-rakyat.com/khazanah-islam/pr-013300617/hukum-dan-penyebab-khulu-dalam-islam-perceraian-yang-diinisiasi-istri
  10. ^ http://repository.uin-suska.ac.id/8350/4/BAB%20III.pdf
  11. ^ a b c d e f g h i j k l .(Indonesia) "Kitab Munakahat" (pdf).