Lompat ke isi

Hukum perdata: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Taylor 49 (bicara | kontrib)
tidak sesuai
Taylor 49 (bicara | kontrib)
q
Baris 1: Baris 1:
{untuk|hukum perdata di Indonesia|Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia}}
{{untuk|hukum perdata di Indonesia|Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia}}
[[File:Swiss civil code 1907.jpg|jmpl|First page of the 1804 original edition of the Napoleonic code]]
[[File:Swiss civil code 1907.jpg|jmpl|First page of the 1804 original edition of the Napoleonic code]]



Revisi per 9 Agustus 2022 23.47

First page of the 1804 original edition of the Napoleonic code

Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat[1]. Hukum merupakan alat atau seperangkat kaidah, Perdata merupakan pengaturan hak, harta benda dan sesuatu yang berkaitan antara individu dengan badan hukum[1]. Pengertian Hukum Perdata dan contoh Hukum Perdata ialah Manusia merupakan makhluk sosial, mahluk yang selalu berhubungan dengan manusia lainnya[1]. Tentunya dalam menjalani kehidupan sosial, menimbulkan suatu hukum untuk mengatiur kehidupan itu[1]. Jenis hukum tersebut disebut hukum perdata dengan sebutan lain hukum sipil[1]. Hukum perdata di Indonesia terdiri dari Hukum Perdata Adat, Hukum Perdata Eropa, dan Hukum Perdata Nasional, selain itu pula terdapat pula Hukum Perdata Internasional[2].

Prakata

Hukum perdata ciptaan Belanda ini me-rujuk dari hukum perdata Prancis yang disusun berdasarkan hukum Romawi Corpus Juris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Prancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Prancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda dan masih terus dipergunakan hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Prancis (1813)[1].

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia[1].

Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1830 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu:

  • BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
  • WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil me-rujuk jiplakan yang disalin dari bahasa Prancis ke dalam bahasa nasional Belanda[1].

Surat permohonan perubahan nama keluarga Kwee Surabaya, tertanggal 27 Januari 1968. Berdasarkan keputusan presidium no. 127 tahun 1966, orang Indonesia Tionghoa dihimbau untuk mengganti nama Tionghoa mereka menjadi terdengar Indonesia. Banyak yang memilih nama yang mirip dengan nama keluarga Tionghoa asli mereka. Kwee Hwae Swie dan putrinya Kwee Kiong Nio mengambil nama keluarga Suito, Sedangkan istri Kwee, Ang Hiem Nio, biasa dipanggi Wati. Sangat sedikit orang Indonesia Tionghoa saat ini yang menggunakan nama Tionghoa mereka untuk tujuan resmi

Pada awalnya, KUH Perdata hanya berlaku bagi orang belanda, namun apabila kenyataanya diberlakukan hingga sekarang makan akan terjadi politik pecah belah di dalam bubungan masyarakat baik masyarakat adat maupun masyarakat lainnya, sehingga kontra menimbulkan kegaduhan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)[1]. Apabila KUH Perdata ini dikaitkan dengan perceraian maka tingkat perceraian di Indonesia akan terus meningkat di setiap tahunnya[1].

Seperti yang terjadi sekarang .... mungkin dengan mudah merubah status perkawinan di Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi Janda atau Duda dan pula dengan mudahnya membuat domisili yang tidak benar pada saat membuat gugatan, tidak sesuai dengan KTP, Kartu Keluarga yang asli dan terbaru sehingga pihak tergugat dan pengugat memiliki sudut pandang hasil yang berbeda sehingga terjadilah perpisahan akibat perbuatan Oknum[3].

Sejarah Hukum Perdata

Sejarah mencatat bahwa hukum perdata pangkal permulaan berasal dari bangsa Romawi, pada masa pemerintahan Julius Caesar, 50 SM. Hukum perdata ini pula di berlakukan di Perancis dan bercampur dengan hukum Perancis yang asli. Keadaan ini terus berlangsung hingga masa pemerintahan Louis XV. Pada masa pemerintahan louis XV, diadakan usaha untuk menyatukan kedua hukum tersebut yang diberi nama Code Civil Des Francais pada tahun 1804 Masehi. Pada tahun 1807 diundangkan kembali menjadi Code Napoleon.

Setelah itu diubah lagi menjadi Code Civil yang mencampurkan hukum gereja, yang didukung oleh gereja Roma Katolik. Pada tahun 1811, Belanda dijajah oleh Perancis dan Code Civil diberlakukan di negeri Belanda. Karena setelah itu Belanda menjajah Indonesia, Code Civil yang dahulunya berlaku di Belanda juga diterapkan di Indonesia sejak Januari 1848.

Berlakunya hukum perdata dari Belanda tersebut berhubungan dengan Politik hukum Hindia Belanda yang membagi pendukungnya menjadi tiga golongan yaitu; golongan Eropa, semua orang Belanda, orang yang berasal dari Eropa dan Jepang, orang yang hukum keluarganya bedasarkan hukum Belanda serta keturunan mereka; Tionghoa dan Timur Asing Bukan Tionghoa orang India, Pakistan dan Dunia Arab; orang-orang yang menyesuaikan hidupnya dengan golongan Timur Asing.

Berdasarkan pasal 2 aturan peradilan Undang-undang Dasar 1945 hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan diatur dalam pasal 131 IS, yang berisi bahwasanya golongan Eropa berlaku hukum perdata dan hukum Dagang atas asas konkordansi.

Bagi golongan orang golongan Bumiputera yaitu semua orang asli dari Hindia Belanda berlaku hukum perdata yang diatur dalam BW (Burgerlijk Wetboek) dan hukum dagang dengan beberapa pengecualian. Bagi golongan Timur Asing berlaku Perdata Hukum Adat, hukum yang tidak tertulis namun hidup dalam perilaku masyarakat sehari-hari.

Golongan Timur Asing, yaitu semua orang yang bukan golongan Eropa dan bukan golongan Bumiputera. Golongan Timur asing yaitu Tionghoa, India, Bangsa Arab, Afrika, Indonesia dan sebagainya[1].

Pengertian Hukum Perdata Menurut Para Ahli

  • Prof. Subekti

Menurut Prof. Subekti, hukum perdata merupakan semua hukum private materiil berupa segala hukum pokok mengatur kepentingan perseorangan.

  • Sri Sudewi Masjchoen Sofwan

Sedangkan Sri Sudewi Masjchoen Sofwan mengartikan hukum perdata sebagai hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dan perorangan lainnya.

  • Prof. Sudikno Mertokusumo

Hukum perdata yakni keseluruhan peraturan mempelajari tentang hubungan antara orang yang satu dengan orang lainnya. Baik meliputi hubungan keluarga dan pergaulan masyarakat.

  • C.S.T Kansil

Menurut Kansil, hukum perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan antar orang yang satu dengan yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.

Kasus Hukum Perdata

Kasus hukum perdata yang mengandung unsur-unsur pidana yaitu pemalsuan dokumen terprodusi tampa dasar yang benar dan juga rekaman pembicaraan sebagai barang bukti, pemaksaan dengan unsur kepentingan, penghasut, camput tangan, gugatan tanpa dapat dibuktikan dengan sebenarnya, mempasilitasi memisahkan suami dan istri (penyekapan) dan lain sebagainya. Semua itu akan diperoses secara hukum pidana di pengadilan. Kasus hukum Perdata antara lain yaitu:

  1. Masalah Warisan
  2. Utang Piutang
  3. Wanprestasi
  4. Sengketa Kepemilikan Barang
  5. Pelanggaran Hak Paten
  6. Perebutan Hak Asuh Anak
  7. Pencemaran Nama Baik
  8. Perceraian

Lihat pula

Pranala luar

Referensi