Lompat ke isi

Soeharto: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[revisi tidak terperiksa][revisi terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(923 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{pp}}
{{lindungidarianon2|small=yes}}
{{Redirect|Suharto|orang-orang dengan nama yang sama|Soeharto (disambiguasi)}}
{{Infobox_President
{{Infobox President
|honorific-prefix = <small>Jend. Besar TNI Purn. H.M.</small><br />
| honorific-prefix = <!-- Hanya gelar kenegaraan/kehormatan (non-akademis) -->[[Jenderal Besar (Indonesia)|Jenderal Besar]] [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) [[Haji|H.]] [[Muhammad (nama)|M.]]
|name = {{PAGENAME}}
| name = Soeharto
|nationality = [[Indonesia]]
|image = President_Suharto,_1993.jpg
| image = President Suharto, 1993.jpg
| alt = Foto resmi Soeharto pada masa jabatan 1993 - 1998
|order = [[Presiden Indonesia|Presiden Indonesia ke-2]]
| caption = Potret resmi, 1993
|term_start = [[12 Maret]] [[1967]]
| office = Presiden Indonesia
|term_end = [[21 Mei]] [[1998]] ({{age|1967|3|12|1998|5|21}} tahun)
| order = ke-2
|vicepresident = [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] (1973–1978) <br>[[Adam Malik]] (1978–1983) <br> [[Umar Wirahadikusumah]] (1983–1988) <br> [[Sudharmono]] (1988–1993) <br> [[Try Sutrisno]] (1993–1998) <br> [[Bacharuddin Jusuf Habibie|B.J. Habibie]] (1998)
| term_start = 27 Maret 1968
|predecessor = [[Soekarno]]
| term_end = 21 Mei 1998
|successor = [[B.J. Habibie]]
| vicepresident = {{Collapsible list|{{Plainlist|
|order2 = [[Menteri Pertahanan Republik Indonesia|Menteri Pertahanan ke-14]]
* [[Hamengkubuwana IX]] (1973—1978)
|term_start2 = [[28 Maret]] [[1966]]
* [[Adam Malik]] (1978—1983)
|term_end2 = [[17 Oktober]] [[1967]]
* [[Umar Wirahadikusumah]] (1983—1988)
|president2 = [[Soekarno]]
* [[Soedharmono]] (1988—1993)
|predecessor2 = [[A. H. Nasution]]
* [[Try Sutrisno]] (1993—1998)
|term_start3 = [[17 Oktober]] [[1967]]
* [[B. J. Habibie]] (1998)
|term_end3 = [[28 Maret]] [[1973]]
|president3 = [[Soeharto]]
|successor3 = [[Maraden Panggabean]]
|birth_date = {{birth date|1921|6|8}}
|birth_place = [[Berkas:Flag of the Netherlands.svg|border|link=Hindia-Belanda|22px]] [[Kemusuk]], [[Kabupaten Bantul|Bantul]], [[Yogyakarta]], [[Hindia-Belanda|Hindia Belanda]]
|death_date = {{death date and age|2008|1|27|1921|6|8}}
|death_place = {{flagicon|Indonesia}} [[Jakarta]], [[Indonesia]]
|nationality = [[Indonesia]]
|party = [[Golkar]]
|spouse = [[Siti Hartinah|Tien Soeharto]]
|children = [[Siti Hardijanti Rukmana]] (Tutut) <br /> [[Sigit Harjojudanto]] (Sigit) <br /> [[Bambang Trihatmodjo]] (Bambang) <br /> [[Siti Hediati Hariyadi]] (Titiek) <br /> [[Hutomo Mandala Putra]] (Tommy) <br /> [[Siti Hutami Endang Adiningsih]] (Mamiek)
|profession = [[Tentara]]
|religion = [[Islam]]
|signature = Suharto signature.svg
}}
}}
}}
[[Jenderal Besar|Jend. Besar]] [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] [[Purnawirawan|Purn.]] '''Haji Muhammad Soeharto''', ([[Ejaan Republik|ER]], [[Ejaan Yang Disempurnakan|EYD]]: Suharto) ({{lahirmati|Dusun [[Kemusuk]], Desa [[Argomulyo, Sedayu, Bantul|Argomulyo]], Kecamatan [[Sedayu, Bantul|Sedayu]], [[Kabupaten Bantul|Bantul]], [[Yogyakarta]]|8|6|1921|[[Jakarta]]|27|1|2008}}<ref> {{en}}[http://www.cnn.com/2008/WORLD/asiapcf/01/27/indonesia.suharto/index.html "Former Indonesian President Suharto dies at 86"], [[CNN]], diakses [[27 Januari]] [[2008]]</ref>) adalah [[Presiden Indonesia]] yang kedua ([[1967]]-[[1998]]), menggantikan [[Soekarno]]. Di dunia internasional, terutama di [[Dunia Barat]], Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "'''''The Smiling General'''''" ({{lang-id|"Sang Jenderal yang Tersenyum"}}) karena raut mukanya yang selalu tersenyum di muka [[pers]] dalam setiap acara resmi kenegaraan.
| predecessor = [[Soekarno]]
| successor = [[B. J. Habibie]]
| office2 = [[Presiden Indonesia|Penjabat Presiden Indonesia]]
| term_start2 = 12 Maret 1967
| term_end2 = 27 Maret 1968


| office3 = Sekretaris Jenderal [[Gerakan Non-Blok]] ke-16
Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah [[Gerakan 30 September]], Soeharto menyatakan bahwa [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] adalah pihak yang bertanggung jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan lebih dari 500.000 jiwa.<ref>Ricklefs (1991), p. 288; Friend (2003), p. 113; Vickers (2005), p. 159; {{cite journal |title=Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965-1966 |author=Robert Cribb |journal=Asian Survey |volume=42 |issue=4 |date=2002 |pages=550–563 |url=http://dx.doi.org/10.1525/as.2002.42.4.550}}</ref>
| term_start3 = 7 September 1992
| term_end3 = 20 Oktober 1995
| predecessor3 = [[Dobrica Ćosić]]
| successor3 = [[Ernesto Samper Pizano]]


| office4 = Daftar Menteri Pertahanan Indonesia {{!}}Menteri Pertahanan Keamanan Republik Indonesia
Soeharto kemudian mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh [[Majelis Permusyawaratan Rakyat|MPR]] pada tahun [[1973]], [[1978]], [[1983]], [[1988]], [[1993]], dan [[1998]]. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal [[21 Mei]] tahun tersebut, menyusul terjadinya [[Kerusuhan Mei 1998]] dan [[pendudukan gedung DPR/MPR]] oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden. Soeharto digantikan oleh [[B.J. Habibie]].
| order4 = ke-13
| term_start4 = 28 Maret 1966
| term_end4 = 28 Maret 1973
| predecessor4 = [[Abdul Haris Nasution]]
| successor4 = [[Maraden Panggabean]]


| office5 = Panglima Tentara Nasional Indonesia{{!}}Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Peninggalan Soeharto masih diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut [[Orde Baru]], Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan infrastruktur. Suharto juga membatasi kebebasan warganegara Indonesia keturunan [[Tionghoa]], menduduki [[Timor Timur]], dan dianggap sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah $AS 15 miliar sampai $AS 35 miliar.<ref>[http://www.infoplease.com/ipa/A0921295.html Sepuluh pemimpin paling korup di Dunia], infoplease.com</ref> Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena [[kegagalan organ multifungsi]] di [[Jakarta]] pada tanggal [[27 Januari]] 2008.
| order5 = ke-5
| term_start5 = 6 Juni 1968
| term_end5 = 28 Maret 1973
| predecessor5 = [[Abdul Haris Nasution]]
| successor5 = [[Maraden Panggabean]]


| office6 = Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban{{!}}Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
== Keluarga Soeharto ==
| order6 = ke-1 dan ke-5
[[Berkas:Suharto family.jpg|thumb|Foto keluarga Soeharto]]
| term_start6 = 5 Oktober 1965
{{utama|Keluarga Soeharto}}
| term_end6 = 19 November 1969
Ketika itu keluarga Prawirowihardjo, orang tua angkatnya mengutus Mbok Bongkek sebagai pembawa pesan lamaran disertai foto Soeharto yang ketika itu berusia sekitar 26 tahun. Akhirnya, ia resmi menikah dengan [[Siti Hartinah|Raden Ayu Siti Hartinah]], anak KRMT Soemoharyomo. Soemoharyomo adalah seorang Wedana di Solo. Perkawinan Letnan Kolonel (Letkol) Soeharto dengan Siti Hartinah (yang kemudian dikenal dengan Tien Soeharto) dilangsungkan pada 26 Desember 1947 di Solo. Ketika itu, usia Soeharto 26 tahun dan [[Siti Hartinah]] berusia 24 tahun. Pasangan ini dikarunia enam putra-putri, yaitu [[Siti Hardijanti Rukmana|Siti Hardiyanti Hastuti]] (Tutut), [[Sigit Harjojudanto|Sigit Harjojdanto]], [[Bambang Trihatmodjo]], [[Siti Hediati Hariyadi|Siti Hediati Herijadi]] (Titiek) , [[Hutomo Mandala Putra]] (Tommy), dan [[Siti Hutami Endang Adiningsih]] (Mamiek).
| predecessor6 =
| successor6 = [[Maraden Panggabean]]


| term_start7 = 2 Maret 1974
== Awal hidup dan pendidikan ==
| term_end7 = 5 April 1978
Pada [[8 Juni]] [[1921]], Ibu Sukirah melahirkan bayi laki-laki di rumahnya yang sederhana di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, [[Kabupaten Bantul|Bantul]], [[Yogyakarta]]. Kelahiran itu dibantu dukun bersalin bernama Mbah Kromodiryo yang juga adik kakek Sukirah, Mbah Kertoirono. Oleh ayahnya, Kertoredjo alias Wagiyo alias Panjang alias Kertosudiro bayi laki-laki itu diberi nama Soeharto. Dia adalah anak ketiga Kertosudiro dengan Sukirah yang dinikahinya setelah lama menduda. Dengan istri pertama, Kertosudiro yang menjadi petugas pengatur air desa atau ulu-ulu, dikaruniai dua anak. Perkawinan Kertosudiro dan Sukirah tidak bertahan lama. Keduanya bercerai tidak lama setelah Soeharto lahir. Sukirah menikah lagi dengan Pramono dan dikaruniai tujuh anak, termasuk putra kedua, [[Probosutedjo]].
| predecessor7 = [[Soemitro Sastrodihardjo]]
| successor7 = [[Soedomo]]


| office8 = Kepala Staf TNI Angkatan Darat{{!}}Panglima Angkatan Darat
Belum genap 40 hari, bayi Soeharto dibawa ke rumah Mbah Kromo karena ibunya sakit dan tidak bisa menyusui. Mbah Kromo kemudian mengajari Soeharto kecil untuk berdiri dan berjalan. Soeharto juga sering diajak ke sawah. Sering, Mbah Kromo menggendong Soeharto kecil di punggung ketika sedang membajak sawah. Kenangan itu tidak pernah dilupakan Soeharto. Terlebih ketika kakeknya memberi komando pada kerbau saat membajak sawah. Karena dari situlah, Soeharto belajar menjadi pemimpin. Soeharto juga suka bermain air, mandi lumpur atau mencari belut.
| order8 = ke-7
| term_start8 = 16 Oktober 1965
| term_end8 = 1 Mei 1968
| 1blankname8 = Panglima
| 1namedata8 = [[Abdul Haris Nasution]]
| predecessor8 = [[Pranoto Reksosamodra]]
| successor8 = [[Maraden Panggabean]]


| office9 = Daftar Kepala Badan Intelijen Negara{{!}}Kepala Badan Intelijen Negara
Ketika semakin besar, Soeharto tinggal bersama kakeknya, Mbah Atmosudiro, ayah dari ibunya. Soeharto sekolah ketika berusia delapan tahun, tetapi sering berpindah. Semula disekolahkan di Sekolah Dasar (SD) di Desa Puluhan, Godean. Lalu, pindah ke SD Pedes (Yogyakarta) lantaran ibu dan ayah tirinya, Pramono pindah rumah ke Kemusuk Kidul. Kertosudiro kemudian memindahkan Soeharto ke Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Soeharto dititipkan di rumah bibinya yang menikah dengan seorang mantri tani bernama Prawirowihardjo. Soeharto diterima sebagai putra paling tua dan diperlakukan sama dengan putra-putri Prawirowihardjo. Soeharto kemudian disekolahkan dan menekuni semua pelajaran, terutama berhitung. Dia juga mendapat pendidikan agama yang cukup kuat dari keluarga bibinya.
| order9 = ke-3
| term_start9 = 1965
| term_end9 = 22 Agustus 1966
| president9 = [[Soekarno]]
| predecessor9 = [[Soebandrio]]
| successor9 = [[Yoga Sugama]]


| office10 = [[Ketua Presidium Kabinet Indonesia]]
Kegemaran bertani tumbuh selama Soeharto menetap di Wuryantoro. Di bawah bimbingan pamannya yang mantri tani, Soeharto menjadi paham dan menekuni pertanian. Sepulang sekolah, Soeharto belajar mengaji di langgar bersama teman-temannya. Belajar mengaji bahkan dilakukan sampai semalam suntuk. Ia juga aktif di kepanduan Hizbul Wathan dan mulai mengenal para pahlawan seperti Raden Ajeng Kartini dan Pangeran Diponegoro dari sebuah koran yang sampai ke desa.
| order10 =
Setamat Sekolah Rendah (SR) empat tahun, Soeharto disekolahkan oleh orang tuanya ke sekolah lanjutan rendah di Wonogiri. Setelah berusia 14 tahun, Soeharto tinggal di rumah Hardjowijono. Pak Hardjowijono adalah teman ayahnya yang pensiunan pegawai kereta api. Hardjowijono juga seorang pengikut setia Kiai Darjatmo, tokoh agama terkemuka di Wonogiri waktu itu.
| term_start10 = 25 Juli 1966
| term_end10 = 17 Oktober 1967
| predecessor10 = [[Soekarno]] (sebagai Perdana Menteri)
| successor10 = Tidak ada


| office11 = Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat{{!}}Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
Karena sering diajak, Soeharto sering membantu Kiai Darjatmo membuat resep obat tradisional untuk mengobati orang sakit. Soeharto kembali ke kampung asalnya, Kemusuk untuk melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Yogyakarta. Itu dilakukannya karena di sekolah itu siswanya boleh mengenakan sarung dan tanpa memakai alas kaki (sepatu).
| order11 = ke-1
| term_start11 = 6 Maret 1961
| term_end11 = 2 Desember 1965
| predecessor11 =
| successor11 = [[Umar Wirahadikusumah]]


| birthname =
Setamat SMP, Soeharto sebenarnya ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Apa daya, ayah dan keluarganya yang lain tidak mampu membiayai karena kondisi ekonomi. Soeharto pun berusaha mencari pekerjaan ke sana ke mari, namun gagal. Ia kembali ke rumah bibinya di Wuryantoro. Di sana, ia diterima sebagai pembantu klerek pada sebuah Bank Desa (Volk-bank). Tidak lama kemudian, dia minta berhenti.
| birth_date = {{Birth date|1921|6|8}}
| birth_place = [[Kabupaten Bantul|Bantul]], [[Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]], [[Hindia Belanda]]
| death_date = {{Death date and age|2008|1|27|1921|6|8}}<ref name="NYT">{{cite web|title=Suharto Dies at 86; Indonesian Dictator Brought Order and Bloodshed|date=28 Januari 2008|work=The New York Times|last=Berger|first=Marilyn|language=en|url=https://www.nytimes.com/2008/01/28/world/asia/28suharto.html|access-date=2018-12-14|archive-date=2018-12-02|archive-url=https://web.archive.org/web/20181202231503/https://www.nytimes.com/2008/01/28/world/asia/28suharto.html|dead-url=no}}</ref>
| death_place = [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], Indonesia
| restingplace = [[Astana Giribangun]], [[Matesih]], [[Kabupaten Karanganyar|Karanganyar]]
| citizenship = Indonesia
| spouse = {{Marriage|[[Tien Soeharto|Raden Ajeng Siti Hartinah]]|1947|28 April 1996|end=d.}}
| children = {{Plainlist|
* [[Siti Hardijanti Rukmana]]
* [[Sigit Harjojudanto]]
* [[Bambang Trihatmodjo]]
* [[Siti Hediati Hariyadi]]
* [[Hutomo Mandala Putra]]
* [[Siti Hutami Endang Adiningsih]] }}
| parents =
| relatives = [[Keluarga Soeharto]]
| profession = {{Hlist|Tentara|Politikus}}
| signature = Suharto signature.svg
| serviceyears = 1940–1974
| servicenumber = 10684<ref>{{cite web|url=https://news.detik.com/berita/d-4728173/sekondan-soeharto-di-pusaran-g30spki/2|title=Sekondan Soeharto di Pusaran G30S/PKI|date=30 September 2019|access-date=16 Juni 2023|website=detikNews|last=Mappapa|first=Pasti Liberti|quote=Latief sendiri mengaku anak buah langsung Soeharto sejak bertugas di Yogyakarta. [[Nomor Registrasi Pokok]] (NRP) keduanya berurutan. "NRP saya 10685, sedangkan NRP Pak Harto 10684, jadi saya selalu menempel di belakangnya.}}</ref>
| rank = [[File:23-TNI Army-GA.svg|25px| ]] [[Jenderal Besar]] [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]]
| branch = {{bulleted list|{{flagicon image|Flag of the Netherlands.svg}} [[Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger|KNIL]] (1940—1942)|{{flagicon image|Flag of PETA (Pembela Tanah Air).svg}} [[Pembela Tanah Air|PETA]] (1942—1945)|{{flagicon image|Flag of the Indonesian Army.svg}} [[Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|TNI Angkatan Darat]] (1945—1974)}}
| unit = [[Infanteri]]
| battles = [[Revolusi Nasional Indonesia|Perang Kemerdekaan Indonesia]]{{tree list}}
** [[Pertempuran Ambarawa]]
** [[Serangan Umum 1 Maret]]
** [[Pemberontakan Darul Islam]]{{br}}
[[Operasi Trikora]]{{br}}[[Konfrontasi Indonesia-Malaysia]]
| party = {{parpolicon|Golongan Karya}}
| allegiance = {{bulleted list|{{flag|Hindia Belanda}} (1940—1942)|{{flag|Kekaisaran Jepang}} (1942—1945)|{{flag|Indonesia}} (1945—1974)}}
| residence =
| alma_mater = {{Plainlist|
* Schakel Muhammadiyah Yogyakarta (1935—1938)
* Sekolah Bintara KNIL di [[Gombong]] (1940)
}}
}}
{{Seri Soeharto}}


[[Jenderal Besar (Indonesia)|Jenderal Besar]] [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] ([[Purnawirawan|Purn.]]) '''Soeharto''' ({{lahirmati|[[Sedayu, Bantul|Sedayu]], [[Bantul]]|8|6|1921||27|1|2008}}) adalah [[Presiden Indonesia]] kedua yang menjabat sejak tahun 1968 sampai 1998. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai penjabat presiden sebelum akhirnya diangkat menjadi presiden. Secara luas ia dianggap sebagai [[kediktatoran militer|diktator militer]] oleh pengamat internasional. Soeharto memimpin Indonesia sebagai [[otoritarianisme|rezim otoriter]] sejak [[Transisi ke Orde Baru|kejatuhan]] pendahulunya [[Soekarno]] pada tahun 1967 hingga [[Kejatuhan Soeharto|pengunduran dirinya]] pada tahun 1998 menyusul [[kerusuhan Mei 1998|kerusuhan nasional]].<ref>{{cite web | title = Obituary: Suharto, former Indonesian dictator: 1921–2008 | date = 28 January 2008 | url = https://www.theguardian.com/world/2008/jan/27/obituaries.johngittings | work = The Guardian | last = Gittings | first = John | access-date = 17 December 2016 | archive-date = 14 December 2018 | archive-url = https://web.archive.org/web/20181214164141/https://www.theguardian.com/world/2008/jan/27/obituaries.johngittings | url-status = live }}</ref><ref>{{cite web | title = Is Indonesia's Reformasi a success, 20 years after Suharto? | date = 19 May 2018 | work = South China Morning Post | last = Hutton | first = Jeffrey | url = https://www.scmp.com/week-asia/politics/article/2146838/indonesias-reformasi-success-20-years-after-suharto | quote = ...would topple the dictator Suharto. | access-date = 14 December 2018 | archive-date = 13 April 2022 | archive-url = https://web.archive.org/web/20220413020721/https://www.scmp.com/week-asia/politics/article/2146838/indonesias-reformasi-success-20-years-after-suharto | url-status = live }}</ref> Kediktatorannya selama 32 tahun dianggap sebagai salah satu kediktatoran paling brutal dan korup di abad ke-20.<ref>{{Cite news |last=Berger |first=Marilyn |date=28 January 2008 |title=Suharto Dies at 86; Indonesian Dictator Brought Order and Bloodshed |language=en-US |work=The New York Times |url=https://www.nytimes.com/2008/01/28/world/asia/28suharto.html |access-date= |issn=0362-4331 |archive-date=2 December 2018 |archive-url=https://web.archive.org/web/20181202231503/https://www.nytimes.com/2008/01/28/world/asia/28suharto.html |url-status=live }}</ref><ref>{{harvp|Wiranto|2011| p = 24}}.<br />{{cite book | last1 = Forrester | first1 = Geoff | last2 = May | first2 = R.J. | title = The Fall of Soeharto | date = 1998 | publisher = C. Hurst and Co. | location = Bathurst, Australia | isbn = 1-86333-168-9}}</ref>
Suatu hari pada tahun 1942, Soeharto membaca pengumuman penerimaan anggota Koninklijk Nederlands Indisce Leger (KNIL). KNIL adalah tentara kerajaan Belanda. Ia mendaftarkan diri dan diterima menjadi tentara. Waktu itu, ia hanya sempat bertugas tujuh hari dengan pangkat sersan, karena Belanda menyerah kepada Jepang. Sersan Soeharto kemudian pulang ke Dusun Kemusuk. Justru di sinilah, karier militernya dimulai.


Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa [[Hindia Belanda]] dan [[Kekaisaran Jepang]], dengan pangkat terakhir [[Mayor Jenderal]]. Setelah [[Gerakan 30 September]] [[1965]], Soeharto kemudian melakukan operasi penertiban dan pengamanan atas perintah dari Presiden Soekarno, salah satu yang dilakukannya adalah dengan menumpas [[Gerakan 30 September]] dan menyatakan bahwa [[Partai Komunis Indonesia|PKI]] sebagai organisasi terlarang. Berbagai kontroversi menyebut operasi ini menewaskan sekitar 100.000 hingga 2 juta jiwa.<ref>{{cite journal |title=Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965–1966 |first=Robert |last=Cribb |journal=Asian Survey |volume=42 |issue=4 |date=2002 |pages=550–563 |doi=10.1525/as.2002.42.4.550}}</ref><ref>Friend (2003), pages 107–109; {{cite video |people =Chris Hilton (writer and director) |title =Shadowplay |medium =Television documentary |publisher =Vagabond Films and Hilton Cordell Productions |year=2001 }}; Ricklefs (1991), pages 280–283, 284, 287–290</ref>
== Karier militer ==
Pada [[1 Juni]] [[1940]], ia diterima sebagai siswa di sekolah militer di [[Gombong, Jawa Tengah|Gombong]], [[Jawa Tengah]]. Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sekolah militer sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat kopral. Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong serta resmi menjadi anggota [[Tentara Nasional Indonesia|TNI]] pada [[5 Oktober]] [[1945]].


Soeharto kemudian diberi mandat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai Presiden pada 26 Maret 1968<ref>{{Cite news|url=https://nasional.kompas.com/read/2019/03/26/18242931/26-maret-1968-saat-soeharto-ditunjuk-gantikan-soekarno-jadi-presiden|title=26 Maret 1968, Saat Soeharto Ditunjuk Gantikan Soekarno Jadi Presiden|work=[[Kompas.com]]|language=id|access-date=2019-06-19|archive-date=2019-06-19|archive-url=https://web.archive.org/web/20190619154935/https://nasional.kompas.com/read/2019/03/26/18242931/26-maret-1968-saat-soeharto-ditunjuk-gantikan-soekarno-jadi-presiden|dead-url=no|editor-last=Galih|editor-first=Bayu|first=Aswab Nanda|last=Prattama}}</ref> menggantikan [[Soekarno]], dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh [[Majelis Permusyawaratan Rakyat|MPR]] pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya [[kerusuhan Mei 1998]] dan [[pendudukan gedung DPR/MPR]] oleh ribuan [[mahasiswa]]. Ia merupakan orang terlama yang menjabat sebagai presiden Indonesia. Soeharto digantikan oleh [[B.J. Habibie]].
Dia bergabung dengan pasukan kolonial [[Belanda]], [[KNIL]]. Saat [[Perang Dunia II]] berkecamuk pada [[1942]], ia dikirim ke [[Bandung]] untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu. Setelah berpangkat sersan tentara KNIL, dia kemudian menjadi komandan [[peleton]], komandan [[kompi]] di dalam militer yang disponsori [[Jepang]] yang dikenal sebagai tentara [[Pembela Tanah Air|PETA]], komandan resimen dengan pangkat mayor, dan komandan batalyon berpangkat letnan kolonel.


Soeharto juga merupakan sosok yang kontroversial karena [[Diskriminasi terhadap Tionghoa-Indonesia|membatasi kebebasan]] warga negara Indonesia keturunan [[Tionghoa]], [[pendudukan Indonesia di Timor Leste|menduduki]] [[Timor Timur]], pemaksaan asas tunggal [[Pancasila]] di berbagai bidang, dan disebut sebagai salah satu rezim paling korup dalam sejarah dunia modern. Menurut [[Transparency International]], estimasi kerugian negara adalah sekitar 15–35 miliar [[dolar Amerika Serikat]] selama pemerintahannya.<ref>{{cite news | url=http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/3567745.stm | title=Suharto tops corruption rankings | work=BBC News | date=25 March 2004 | accessdate=4 February 2006 | archive-date=2020-11-13 | archive-url=https://web.archive.org/web/20201113042444/http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/3567745.stm | dead-url=no }}</ref> Namun, hal ini tidak berhasil dibuktikan, bahkan [[Majalah Time|Majalah ''Time'']] kalah dalam gugatan <ref>{{Cite news|url=https://www.liputan6.com/news/read/4049227/12-tahun-lalu-soeharto-menang-lawan-majalah-time|title=12 Tahun Lalu, Soeharto Menang Lawan Majalah Time|date=2019-08-30|work=[[Liputan6.com]]|language=id|access-date=2019-12-16|archive-date=2019-12-23|archive-url=https://web.archive.org/web/20191223115012/https://m.liputan6.com/news/read/4049227/12-tahun-lalu-soeharto-menang-lawan-majalah-time|dead-url=no|last=Liputan6.com|editor-last2=Linawati|editor-first2=Mevi|editor-last=Salim|editor-first=Hanz Jimenez}}</ref> dan usaha lain untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di [[Jakarta]] pada tanggal 27 Januari 2008.
Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Perang Kemerdekaan]] berakhir, ia tetap menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram dengan pangkat letnan kolonel. Ia memimpin Brigade Garuda Mataram dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Azis di Sulawesi. Kemudian, ia ditunjuk sebagai Komadan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) Sektor Kota Makassar yang bertugas mengamankan kota dari gangguan eks KNIL/KL.


== Keluarga ==
Pada [[1 Maret]] [[1949]], ia ikut serta dalam [[Serangan Umum 1 Maret|serangan umum]] yangberhasil menduduki [[Yogyakarta|Kota Yogyakarta]] selama enam jam. Inisiatif itu muncul atas saran [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] kepada [[Soedirman|Panglima Besar Soedirman]] bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada.


=== Orang Tua ===
Pada usia sekitar 32 tahun, tugasnya dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infenteri 15 dengan pangkat letnan kolonel (1 Maret 1953). Pada [[3 Juni]] [[1956]], ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro di Semarang. Dari Kepala Staf, ia diangkat sebagai pejabat Panglima Tentara dan Teritorium IV Diponegoro. Pada 1 Januari 1957, pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel.
[[Berkas:Lukisan Ny Soekirah Ibunda Presiden Soeharto.jpg|jmpl|Lukisan Ny Sukirah, Ibu Kandung Soeharto.]]
{{utama|Keluarga Soeharto}}
Soeharto lahir pada tanggal 8 Juni 1921 dari seorang wanita yang merupakan ibunya, yang bernama Sukirah di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, [[Kabupaten Bantul|Bantul]], [[Yogyakarta]]. Kelahiran itu dibantu dukun beranak bernama Mbah Kromodiryo yang juga adalah adik kakek Sukirah, Mbah Kertoirono.<ref>{{cite web|url=https://blogs.unpad.ac.id/maharani/biografi-presiden-soeharto/|title=Biografi Soeharto|website=blogs.unpad.ac.id/maharani|access-date=01 Juni 2023|language=id}}</ref>


Dalam autobiografinya, ''Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya,'' yang disusun G. Dwipayana, Sukirah digambarkan oleh Soeharto sebagai ibu muda yang sedang sulit memikirkan masalah-masalah rumah tangga. Namun, banyak catatan di buku-buku sejarah Soeharto lain yang banyak menyebutkan Sukirah sedang mengalami masalah mental yang amat sulit.<ref name="soeharto">{{Cite web|url=http://vindictivesquad.blogspot.co.id/2012/06/secuil-kisah-tentang-mantan-presiden.html|title=secuil kisah tentang mantan presiden Soeharto|access-date=2015-10-24|archive-date=2016-05-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20160531163618/http://vindictivesquad.blogspot.co.id/2012/06/secuil-kisah-tentang-mantan-presiden.html|dead-url=yes}}</ref> Sebelum Soeharto (yang lahir 8 Juni 1921) berumur 40 hari, Sukirah harus menghadapi talak suaminya, Kertosudiro.<ref>{{Cite web|url=https://soeharto.co/akar-saya-dari-desa/|title=Akar Saya Dari Desa|date=2013-09-27|website=soeharto.co|language=id|access-date=2019-11-4|archive-date=2019-10-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20191011123024/https://soeharto.co/akar-saya-dari-desa/|dead-url=no}}</ref>
Lembaran hitam juga sempat mewarnai lembaran kemiliterannya. Ia dipecat oleh Jenderal [[Nasution]] sebagai Pangdam Diponegoro. Peristiwa pemecatan pada [[17 Oktober]] [[1959]] tersebut akibat ulahnya yang diketahui menggunakan institusi militernya untuk meminta uang dari perusahaan-perusahan di [[Jawa Tengah]]. Kasusnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel [[Ahmad Yani]]{{fact}}. Atas saran Jendral [[Gatot Subroto]] saat itu, dia dibebaskan dan dipindahkan ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat ([[SESKOAD]]) di [[Bandung]], [[Jawa Barat]]. Pada usia 38 tahun, ia mengikuti kursus C SSKAD (Sekolah Staf dan Komando AD) di Bandung dan pangkatnya dinaikkan menjadi brigadir jenderal pada [[1 Januari]] [[1960]]. Kemudian, dia diangkat sebagai Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat di usia 39 tahun.


Kertosudiro, seorang mantri ''ulu-ulu'' (pengatur irigasi) miskin yang kelak sebagai ayah Soeharto, tidak memainkan peran banyak dalam kehidupan Soeharto. Bahkan, banyak pengamat Soeharto, seperti R.E. Elson, beberapa biografer dan orang dekatnya, termasuk mantan Menteri Penerangan yang dekat dengan Soeharto, Mashuri, meyakini bahwa Kertosudiro bukanlah ayah kandung Soeharto.<ref name="soeharto" /> Pada tahun 1974, pernah muncul pemberitaan yang menghebohkan dari majalah gosip bernama ‘POP’ dengan liputan yang menurunkan kisah lama yang beredar bahwa Soeharto adalah anak dari Padmodipuro, seorang bangsawan dari trah Hamengkubowono II.<ref name="soeharto" /> Soeharto kecil yang berumur 6 tahun dibuang ke desa dan diasuh oleh Kertosudiro. Hal ini kemudian dibantah keras oleh Soeharto. Dengan separuh murka, Soeharto mengadakan konferensi pers di Bina Graha bahwa liputan mengenai asal usul dirinya yang anak bangsawan bisa saja merupakan tunggangan untuk melakukan subversif. Soeharto dengan caranya sendiri ingin mengesankan bahwa dia adalah anak desa.<ref name="soeharto" />
Pada [[1 Oktober]] [[1961]], jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan barunya sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD). Pada tahun 1961 tersebut, ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di [[Beograd]], [[Paris]] ([[Perancis]]), dan [[Bonn]] ([[Jerman]]). Di usia 41 tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor jenderal ([[1 Januari]] [[1962]]) dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dan merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar. Sekembalinya dari Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal [[A.H. Nasution]]. Di pertengahan tahun [[1962]], Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga [[1965]].


Ketidakjelasan asal-usul Soeharto secara genealogi sampai sekarang masih belum terpecahkan.<ref name="soeharto" /> Namun, dari semua itu, bayi Soeharto berada di dunia dengan kondisi keluarga yang kurang menguntungkan. Sukirah yang tertekan dan senang bertapa pernah ditemukan hampir mati di suatu tempat karena memaksa dirinya berpuasa ''ngebleng'' (tidak makan dan minum selama 40 hari) di suatu tempat yang tersembunyi, dan hilangnya sempat pernah membuat panik penduduk desa Kemusuk sehingga para penduduk mencarinya.<ref name="soeharto" /> Sadar dengan kondisi Sukirah yang kurang baik, keluarga Sukirah akhirnya memutuskan untuk menyerahkan pengurusan bayi Soeharto kepada kakak perempuan Kertosudiro.<ref name="soeharto" />
Sekitar setahun kemudian, tepatnya, [[2 Januari]] [[1962]], Brigadir Jenderal Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Mayor Jenderal Soeharto dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Setelah diangkat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada [[1 Mei]] [[1963]], ia membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk mengimbangi G-30-S yang berkecamuk pada [[1 Oktober]] [[1965]]. Dua hari kemudian, tepatnya [[3 Oktober]] [[1965]], Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib. Jabatan ini memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pelaku G-30-S/PKI.


Sukirah menikah lagi dengan Pramono dan dikaruniai tujuh anak, termasuk putra kedua, [[Probosutedjo]].
== Naik ke kekuasaan ==
{{taknetral}}
{{PemimpinIndonesia}}
{{utama|Gerakan 30 September}}
Pada pagi hari [[1 Oktober]] [[1965]], beberapa pasukan pengawal Kepresidenan, [[Cakrabirawa|Tjakrabirawa]] di bawah Letnan Kolonel [[Untung Syamsuri]] bersama pasukan lain menculik dan membunuh enam orang jendral. Pada peristiwa itu Jendral [[A.H. Nasution]] yang menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata berhasil lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target dari percobaan kudeta adalah Mayor Jendral Soeharto, meski menjadi sebuah pertanyaan apakah Soeharto ini terlibat atau tidak dalam peristiwa yang dikenal sebagai [[Gerakan 30 September|G-30-S]] itu. Beberapa sumber mengatakan, Pasukan Tjakrabirawa yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan kudeta militer yang didukung oleh [[CIA]] yang direncanakan untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada "Hari ABRI", 5 Oktober 1965 oleh badan militer yang lebih dikenal sebagai Dewan Jenderal.


=== Istri dan anak-anak ===
Peristiwa ini segera ditanggapi oleh Mayjen Soeharto untuk segera mengamankan [[Jakarta]], menurut versi resmi sejarah pada masa [[Orde Baru]], terutama setelah mendapatkan kabar bahwa Letjen Ahmad Yani, Menteri / Panglima Angkatan Darat tidak diketahui keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir, maka Panglima Kostrad yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat dengan turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret ([[Supersemar]]) dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah menteri yang diduga ''terlibat'' G-30-S (Gerakan 30 September). Tindakan ini menurut pengamat internasional dikatakan sebagai langkah menyingkirkan Angkatan Bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis yang justru dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia di mana jajaran pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara [[Omar Dhani]] yang dinilai pro Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan [[eksekutif]]. Tindakan pembersihan dari unsur-unsur [[komunis]] (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500 ribu "tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas [[Tionghoa Indonesia]]. Soeharto dikatakan menerima dukungan [[CIA]] dalam penumpasan komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar "operasi komunis" Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia. [[Been Huang]], bekas anggota kedutaan politik AS di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: "Itu merupakan suatu pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya di mana anda harus memukul keras pada saat yang tepat." Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di ''State Department's Bureau of Intelligence and Research'' di 1965: "Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya."<sup>1</sup> Dia mengakhiri konfrontasi dengan [[Malaysia]] dalam rangka membebaskan sumber daya di militer.
[[Berkas:Suharto family.jpg|jmpl|Foto keluarga Soeharto]]
{{utama|Keluarga Soeharto}}
Pada bulan Oktober 1947, Soeharto didatangi oleh keluarga Prawirowihardjo yang tidak lain merupakan paman sekaligus orang tua angkatnya. Mereka berencana menjodohkan Soeharto dengan [[Siti Hartinah|Raden Ayu Siti Hartinah]], anak KRMT Soemoharyomo. Soemoharyomo adalah seorang Wedana di [[Solo]]. Soeharto yang kala itu sudah berusia 26 tahun mengaku belum memiliki calon, bahkan ia juga belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun. Keluarganya khawatir jika Soeharto bakal menjadi bujang lapuk, mengingat mereka telah lama mengenal sifat Soeharto yang sangat pendiam, pasif dan cenderung pemalu. Akhirnya, rencana perjodohan keluarga Prawirodihardjo tersebut berjalan dengan lancar.<ref>{{Cite web|title=Disebut Pendiam dan Pemalu, Kehidupan Asmara Pak Harto Ternyata Tidak Semulus Kariernya|url=https://kaltim.tribunnews.com/2017/04/09/disebut-pendiam-dan-pemalu-kehidupan-asmara-pak-harto-ternyata-tidak-semulus-kariernya|website=Tribunkaltim.co|language=id-ID|access-date=2022-12-15|archive-date=2023-03-24|archive-url=https://web.archive.org/web/20230324032930/https://kaltim.tribunnews.com/2017/04/09/disebut-pendiam-dan-pemalu-kehidupan-asmara-pak-harto-ternyata-tidak-semulus-kariernya|dead-url=no}}</ref>


[[Berkas:Letkol Soeharto Pada Tahun 1949.jpg|jmpl|Soeharto muda yang sibuk memperjuangkan kemerdekaan, sehingga tak sempat mencari pasangan.]]
Setelah dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat pada [[14 Oktober]] [[1965]], ia segera membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Tepat [[11 Maret]] [[1966]], dia menerima [[Surat Perintah Sebelas Maret]] (Supersemar) dari Presiden Soekarno melalui tiga jenderal, yaitu Basuki Rachmat, Amir Machmud, dan M Yusuf. Isi Supersemar adalah memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Panglima Besar Revolusi agar mengambil tindakan yang dianggap perlu demi terjaminnya keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi. Sehari kemudian, 12 Maret 1996, Menpangad Letjen Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia.
Tanpa melalui proses pacaran, perkawinan antara Letnan Kolonel (Letkol) Soeharto dengan Siti Hartinah (yang kemudian dikenal dengan Tien Soeharto) segera dilangsungkan pada 26 Desember 1947 di Solo. Ketika itu, usia Soeharto 26 tahun, sedangkan [[Siti Hartinah]] berusia 24 tahun. Pasangan ini dikarunia enam putra-putri, yaitu [[Siti Hardijanti Rukmana|Siti Hardiyanti Hastuti]] (Tutut), [[Sigit Harjojudanto]], [[Bambang Trihatmodjo]], [[Siti Hediati Hariyadi|Siti Hediati Harijadi]] (Titiek), [[Hutomo Mandala Putra]] (Tommy), dan [[Siti Hutami Endang Adiningsih]] (Mamiek).<ref>{{Cite web|url=https://www.jawapos.com/nasional/pemilihan/21/07/2018/sah-anak-anak-pak-harto-berkumpul-di-partai-berkarya//|title=Sah Anak_Anak Pak Harti Berkumpul di Partai Berkarya|date=2018-07-21|website=jawapos.com|language=id|access-date=2019-11-4|archive-date=2019-11-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20191104042837/https://www.jawapos.com/nasional/pemilihan/21/07/2018/sah-anak-anak-pak-harto-berkumpul-di-partai-berkarya/|dead-url=no}}</ref>.


== Kehidupan awal ==
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS pada Maret 1967, Soeharto yang telah menerima kenaikan pangkat sebagai jenderal bintang empat pada [[1 Juli]] [[1966]] ditunjuk sebagai pejabat presiden berdasarkan Tap MPRS No XXXIII/1967 pada [[22 Februari]] [[1967]]. Selaku pemegang Ketetapan MPRS No XXX/1967, Soeharto kemudian menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno. Melalui Sidang Istimewa MPRS, pada [[7 Maret]] [[1967]], Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.


=== Masa kecil dan pendidikan ===
Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden pada [[12 Maret]] [[1967]] setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno ([[NAWAKSARA]]) ditolak MPRS. Kemudian, Soeharto menjadi presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada [[27 Maret]] [[1968]]. Selain sebagai presiden, ia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan/Keamanan. Pada [[1 Juni]] [[1968]] Lama. Mulai saat ini dikenal istilah ''[[Orde Baru]]''. Susunan kabinet yang diumumkan pada 10 Juni 1968 diberi nama Kabinet Pembangunan "Rencana Pembangunan Lima Tahun" I. Pada 15 Juni 1968, Presiden Soeharto membentuk Tim Ahli Ekonomi Presiden yang terdiri atas Prof Dr Widjojo Nitisastro, Prof Dr Ali Wardhana, Prof Dr Moh Sadli, Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo, Prof Dr Subroto, Dr Emil Salim, Drs Frans Seda, dan Drs Radius Prawiro.
[[Berkas:Tempat Presiden Soeharto Lahir di Dusun Kemusuk Yogyakarta By Dany Hilmi Amrullah.jpg|jmpl|Lokasi Soeharto dilahirkan, Dusun Kemusuk, [[Yogyakarta]] pada tahun 1921.]]
Soeharto tidak seperti anak desa lainnya yang harus bekerja di sawah. Dalam usia yang sangat muda, ia disekolahkan oleh Kertosudiro.<ref name="soeharto" /> Tidak ada berita-berita mengenai masa Soeharto di [[Sekolah Rakyat]] (setingkat SD). Kesan Soeharto pada masa SD itu hanya pada ingatannya tentang kerbau-kerbaunya. Dunia Soeharto hanya berkutat pada penggembalaan kerbau, jauh dari cerita-cerita anak yang didapat dari buku-buku yang kerap dibaca anak-anak SD. Hal ini berbeda misalnya dengan cerita Soekarno sewaktu dia masih di SD yang banyak berkisah tentang masa sekolahnya dan apa yang dibacanya, begitu juga dengan Hatta dan Sjahrir yang sejak kecil sudah akrab dengan [[Karl May]] atau cerita dari novel-novel [[Charles Dickens]].<ref name="soeharto" />


Masa kecil Soeharto begitu banyak menyimpan kenangan pahit. Bukan hanya pahit, tapi juga menyakitkan hatinya. Seperti yang dialaminya saat SD, Soeharto kerap menjadi korban perundungan dari kawan-kawannya. Kelak, walau sudah berpuluh-puluh tahun perundungan itu masih terekam dikepalanya. Seperti, ejekan ''"Den Bagus tahi mabul! Den Bagus tahi mabul"'' dan ''"Harto sirah gede!"''. Hal tersebut membuat Soeharto kecil dikenal sebagai siswa yang sangat pendiam dan tertutup, bahkan paling pendiam diantara kawan-kawan sekolahnya pada kala itu. Selain dengan kawan-kawannya, kenangan menyakitkan juga ia alami dengan buyutnya, Mbah Notosudiro yang memperlakukan Soeharto kecil berbeda dari saudara-saudaranya yang lain. Kenangan pahit dan menyakitkan yang dialami Soeharto kecil, membuatnya bertekad keras untuk menjadi orang yang kaya dan berkedudukan tinggi di masa depan.<ref name="Jejak Masa Kecil Soeharto Bocah Bertelanjang Dada Yang Sampai Ke Istana">{{Cite web |url=https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/06/08/jejak-masa-kecil-soeharto-bocah-bertelanjang-dada-yang-sampai-ke-istana |title=Salinan arsip |access-date=2022-04-30 |archive-date=2022-05-20 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220520070937/https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/06/08/jejak-masa-kecil-soeharto-bocah-bertelanjang-dada-yang-sampai-ke-istana |dead-url=no }}</ref>
Pada [[3 Juli]] [[1971]], presiden mengangkat 100 anggota DPR dari Angkatan Bersenjata dan memberikan 9 kursi wakil Provinsi Irian Barat untuk wakil dari Golkar. Setelah menggabungkan kekuatan-kekuatan partai politik, Soeharto dipilih kembali menjadi presiden oleh Sidang Umum MPR (Tap MPR No IX/MPR/1973) pada 23 Maret 1973 untuk jabatan yang kedua kali. Saat ini, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mendampinginya sebagai wakil presiden.


Ketika semakin besar, Soeharto tinggal bersama kakeknya, Mbah Atmosudiro, ayah dari ibunya. Soeharto sekolah ketika berusia delapan tahun, tetapi sering berpindah. Semula disekolahkan di Sekolah Dasar (SD) di Desa Puluhan, Godean. Lalu, pindah ke SD Pedes (Yogyakarta) lantaran ibu dan ayah tirinya, Pramono, pindah rumah ke Kemusuk Kidul. Kertosudiro kemudian memindahkan Soeharto ke [[Wuryantoro, Wonogiri]], Jawa Tengah. Soeharto dititipkan di rumah bibinya yang menikah dengan seorang mantri tani bernama Prawirowihardjo. Soeharto diterima sebagai putra paling tua dan diperlakukan sama dengan putra-putri Prawirowihardjo. Soeharto kemudian disekolahkan dan menekuni semua pelajaran, terutama berhitung. Dia juga mendapat pendidikan agama yang cukup kuat dari keluarga bibinya.
Pada usia 55 tahun, Soeharto memasuki masa pensiun dari dinas militer (Keprres No 58/ABRI/1974). Pencapaian puncak di dunia politik turut melengkapi kisahnya hidupnya sebagai seorang penguasa. Setelah mencapai posisi pucuk di republik, geliat kekuasaanya mulai menampakkan taringnya. Pada [[20 Januari]] [[1978]], Presiden Soeharto melarang terbit tujuh surat kabar, yaitu ''[[Kompas]]'', ''[[Sinar Harapan]]'', ''[[Merdeka]]'', ''[[Pelita]]'', ''[[The Indonesian Times]]'', ''[[Sinar Pagi]]'', dan ''[[Pos Sore]]''. Beberapa di antaranya kemudian meminta maaf kepada Soeharto.


Kegemaran bertani tumbuh selama Soeharto menetap di Wuryantoro. Di bawah bimbingan pamannya yang mantri tani, Soeharto menjadi paham dan menekuni pertanian. Sepulang sekolah, Soeharto belajar mengaji di langgar bersama teman-temannya, bahkan dilakukan sampai semalam suntuk. Ia juga aktif di kepanduan [[Hizbul Wathan]] dan mulai mengenal para pahlawan seperti [[Kartini|Raden Ajeng Kartini]] dan [[Diponegoro|Pangeran Diponegoro]] dari sebuah koran yang sampai ke desa.
Pada [[22 Maret]] [[1978]], Soeharto dilantik kembali presiden untuk periode ketiga kalinya dan Adam Malik sebagai wakil presiden. Sidang Umum MPR 1 Maret 1983 memutuskan memilih kembali Soeharto sebagai presiden dan Umar Wirahadikusumah sebagai wakil presiden. Melalui Tap MPR No V tahun 1983, MPR mengangkat Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Republik Indonesia.
Pada [[16 Maret]] [[1983]], Presiden Soeharto mengumumkan susunan Kabinet Pembangunan IV yang terdiri atas 21 menteri, tiga menteri koordinator, delapan menteri muda, dan tiga pejabat setingkat menteri. Pada [[1 Januari]] [[1984]], Presiden Soeharto mengisi formulir keanggotaan Golkar dan sejak itu ia resmi menjadi anggota Golkar.


Setamat Sekolah Rendah (SR) empat tahun, Soeharto disekolahkan oleh orang tuanya ke sekolah lanjutan rendah di Wonogiri. Setelah berusia 14 tahun, Soeharto tinggal di rumah Hardjowijono. Hardjowijono adalah teman ayahnya yang merupakan pensiunan pegawai kereta api. Hardjowijono juga seorang pengikut setia Kiai Darjatmo, tokoh agama terkemuka di Wonogiri waktu itu.
Beberapa pengamat politik baik dalam negeri maupun luar negeri mengatakan bahwa Soeharto membersihkan [[parlemen]] dari [[komunis]], menyingkirkan [[serikat buruh]] dan meningkatkan [[sensor]]. Dia juga memutuskan [[hubungan diplomatik]] dengan [[Republik Rakyat Cina]] dan menjalin hubungan dengan negara barat dan [[PBB]]. Dia menjadi penentu dalam semua keputusan politik.


Karena sering diajak, Soeharto sering membantu Kiai Darjatmo membuat resep obat tradisional untuk mengobati orang sakit. Pada tahun 1935 Soeharto kembali ke kampung asalnya, Kemusuk, untuk melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Yogyakarta. Hal tersebut dilakukannya karena di sekolah itu siswanya boleh mengenakan sarung dan tanpa memakai alas kaki (sepatu). Pada masa ini Soeharto yang ''kulino meneng'' (pendiam) hanya memiliki satu sahabat karib, yaitu Sulardi, adik sepupunya, saudara kandung [[Sudwikatmono]] dan teman sekelas Ibu [[Tien Soeharto]] saat bersekolah di Ongko Loro. Sulardi setia menemaninya bermain dan berpetualang seperti anak desa di waktu itu.
Jendral Soeharto dikatakan meningkatkan dana militer dan mendirikan dua badan intelijen - Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ([[Kopkamtib]]) dan Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin). Sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam [[pembersihan]] massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai terlibat dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut "[[musuh negara]]" dihukum mati (meskipun beberapa hukuman ditunda sampai [[1990]]).


=== Riwayat Pekerjaan ===
Diduga bahwa daftar tersangka komunis diberikan ke tangan Soeharto oleh [[CIA]]. Sebagai tambahan, [[CIA]] melacak nama dalam daftar ini ketika rezim Soeharto mulai mencari mereka. Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari [[Pemerintah Amerika Serikat]] untuk rezim Soeharto tetap diam sampai invasi [[Timor Timur]], dan terus berlangsung sampai akhir [[1990-an]]. Karena kekayaan sumber daya alamnya dan populasi [[konsumen]] yang besar, Indonesia dihargai sebagai [[rekan dagang]] [[Amerika Serikat]] dan begitu juga pengiriman senjata tetapi dipertahankan ke rezim Soeharto. Ketika Soeharto mengumjungi Washington pada 1995 pejabat administratif Clinton dikutip di [[New York Times]] mengatakan bahwa Soeharto adalah "orang seperti kita" atau "orang golongan kita".
Setamat SMP pada tahun 1938, Soeharto sebenarnya ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Apa daya, ayah dan keluarganya yang lain tidak mampu membiayai karena kondisi ekonomi. Soeharto pun berusaha mencari pekerjaan ke sana ke mari, tetapi gagal. Ia kembali ke rumah bibinya di Wuryantoro. Ia pun mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu klerek/ clerk (pegawai) pada sebuah Bank Desa (Volks Bank), Soeharto pun bekerja dengan mengikuti sang klerek berkeliling kampung menggunakan sepeda dan pakaian Jawa lengkap, kain blankon serta baju beskap. Karirnya sebagai pembantu klerek pun tamat dalam waktu singkat ketika kainnya sobek usai turun dari sepeda yang sudah reot. Kain itu tersangkut pada sadel yang menonjol keluar. Padahal itu adalah satu-satunya kain yang bisa dipakainya untuk bekerja. Saat itu dia dicela klerek dan dimarahi sang bibi, Ibu Prawirowihardjo. Sejak itu, Soeharto yang kelak memimpin Indonesia menjadi pengangguran lagi.<ref name="Kisah Soeharto Saat Jadi Pengangguran">{{Cite web |url=https://www.liputan6.com/news/read/2421905/kisah-soeharto-saat-jadi-pengangguran |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-13 |archive-date=2022-10-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013230533/https://www.liputan6.com/news/read/2421905/kisah-soeharto-saat-jadi-pengangguran |dead-url=no }}</ref>


Hari-harinya diisi dengan kegiatan gotong-royong, membantu keluarga dan sesekali bekerja serabutan. Ia terus mencoba untuk melamar berbagai pekerjaan, seperti melamar menjadi pegawai kereta api hingga melamar sebagai pegawai bank milik Belanda di [[Semarang]], namun hasilnya selalu gagal.<ref name="Soeharto Kemiskinan Masa Muda dan Momentum G30S">{{Cite web |url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210608111234-32-651650/soeharto-kemiskinan-masa-muda-dan-momentum-g30s |title=Salinan arsip |access-date=2022-04-27 |archive-date=2022-04-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220427093703/https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210608111234-32-651650/soeharto-kemiskinan-masa-muda-dan-momentum-g30s |dead-url=no }}</ref> Pada masa inilah Soeharto terus mengasah kemampuan spiritualnya dengan cara menjalani tirakat, seperti berpuasa sebagai wujud laku prihatin.
Pada [[12 Maret]] [[1967]] Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden Indonesia oleh MPR Sementara. Setahun kemudian, pada [[27 Maret]] [[1968]] dia resmi diangkat sebagai Presiden untuk masa jabatan lima tahun yang pertama. Dia secara langsung menunjuk 20% anggota MPR. Partai [[Golkar]] menjadi partai favorit dan satu-satunya yang diterima oleh pejabat pemerintah. [[Indonesia]] juga menjadi salah satu pendiri [[ASEAN]].


Setelah bertahun-tahun mencari pekerjaan, Soeharto di ajak seorang temannya dari Wonogiri untuk mendaftar pada Angkatan Laut Kerajaan Belanda dengan posisi sebagai juru masak kapal, ia tidak terlalu tertarik pada posisi tersebut, terlebih pada saat yang bersamaan, yaitu awal tahun [[1940]] ia mendengar kabar akan di buka lowongan pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) ''Koninklijk Nederlands Indisce Leger'' ([[KNIL]]) atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di [[Bandung]]. Ia mencoba mendaftar, tetapi gagal. Cita-citanya menjadi perwira kandas pada saat itu, Soeharto pun kembali menganggur.<ref name="Masa masa sulit Soeharto sebelum masuk militer">{{Cite web |url=https://nasional.okezone.com/read/2021/07/05/337/2436000/masa-masa-sulit-soeharto-sebelum-masuk-militer |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-13 |archive-date=2022-10-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013072303/https://nasional.okezone.com/read/2021/07/05/337/2436000/masa-masa-sulit-soeharto-sebelum-masuk-militer |dead-url=no }}</ref>
Ekonomi Indonesia benar-benar amburadul di pertengahan 1960-an. Soeharto pun kemudian meminta nasihat dari tim ekonom hasil didikan Barat yang banyak dikenal sebagai "[[mafia Berkeley]]". Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini adalah mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan mereka tidak bisa dipungkiri. Peran [[Sudjono Humardani]] sebagai asisten finansial besar artinya dalam pencapaian ini.


Soeharto tak putus asa, suatu hari pada pertengahan tahun 1940 ia membaca pengumuman penerimaan Bintara KNIL di [[Gombong]], [[Jawa Tengah]]. Ia mendaftarkan diri dan diterima, ia resmi menjadi tentara pada usia 21 tahun (1942). Waktu itu, ia hanya sempat bertugas tujuh hari dengan pangkat sersan karena Belanda menyerah kepada Jepang. Sersan Soeharto kemudian pulang ke Dusun Kemusuk. Justru di sinilah, karier militernya dimulai.
Di bidang sosial politik, Soeharto menyerahkannya kepada Ali Murtopo sebagai asisten untuk masalah-masalah politik. Menghilangkan oposisi dengan melemahkan kekuatan partai politik dilakukan melalui [[fusi dalam sistem kepartaian]].


== Sebagai presiden ==
=== Karier militer ===
[[Berkas:Mayor Soeharto Saat Menjadi Komandan Resimen Tahun 1946.Jpg|jmpl|Mayor Soeharto pada tahun 1946, ketika itu menjabat Komandan Resimen di [[Yogyakarta]].]]
[[Berkas:Ukbi 1993 50000rp plastik detail.jpg|thumb|left|200px|Gambar Presiden Soeharto pada uang pecahan 50.000]]
Roma, Italia, 14 November 1985. Musim dingin yang membekap Kota Roma ketika itu turut menggigit tubuh setiap peserta Konfrensi ke-23 Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Tidak kurang dari 165 negara anggota mengirimkan wakilnya ke perhelatan yang membetot perhatian mata dunia terhadap Indonesia kala itu. Presiden Soeharto yang sukses mengantarkan Indonesia dari pengimpor besar terbesar di dunia menjadi swasembada didapuk maju ke podium untuk memberikan pidatonya. Dia menyerahkan bantuan satu juta ton padi kering (gabah) dari para petani untuk diberikan kepada rakyat Afrika yang mengalami kelaparan.


Pada 1 Juni 1940, ia diterima sebagai siswa di sekolah militer di [[Gombong, Kebumen|Gombong]], [[Jawa Tengah]]. Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat [[kopral]]. Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong. Soeharto resmi bergabung dengan pasukan kolonial [[Belanda]], [[KNIL]] saat [[Perang Dunia II]] sedang berkecamuk. Ia dikirim ke [[Bandung]] untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu dengan pangkat sersan.<ref name="Masa masa sulit Soeharto sebelum masuk militer"/>
“Jika pembangunan di bidang pangan ini dinilai berhasil, itu merupakan kerja raksasa dari seluruh bangsa Indonesia,” kata Presiden Soeharto dalam pidatonya. Karena itu, FAO mengganjar keberhasilan itu dengan penghargaan khusus berbentuk medali emas pada 21 Juli 1986. Prestasi Soeharto di bidang pertanian memang fantastik atau dahsyat. Indonesia mengecap swasembada besar mulai 1984. Produksi besar pada tahun itu mencapai 25,8 juta ton. Padahal, data 1969 beras yang dihasilkan Indonesia hanya 12,2 juta ton. Hasil itu memaksa Indonesia mengimpor beras minimal 2 juta ton.


Nasib Soeharto kembali apes, tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang. Berakhir pulalah kiprahnya di KNIL. Soeharto pun kembali menumpang di rumah bibinya di Wuryantoro, ia kembali menganggur. Pada rentang waktu ini, Soeharto terserang penyakit malaria yang menyebabkan dirinya harus dirawat lama di rumah sakit. Setelah pulih, karena tak memiliki uang dan tidak enak hanya sekedar menumpang, Soeharto meminta bantuan sang paman, Prawirowihardjo yang berprofesi sebagai penyuluh (mantri) tani untuk mencarikannya pekerjaan. Namun, sang paman hanya dapat memberikannya pekerjaan sekedar untuk mendampingi dan mempersiapkan keperluan pekerjaan pamannya sebagai penyuluh pertanian. Soeharto menerima dan menjadikannya sebagai kesempatan untuk mempelajari Ilmu Pertanian dari sang paman, meski dalam waktu yang singkat.<ref name="Soeharto Pribadi Tangguh Pantang Mengeluh">{{Cite web |url=https://news.detik.com/berita/d-599748/soeharto-pribadi-tangguh-pantang-mengeluh |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-13 |archive-date=2022-10-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013083258/https://news.detik.com/berita/d-599748/soeharto-pribadi-tangguh-pantang-mengeluh |dead-url=no }}</ref>
Sebab itu, pada 10 Maret 1988, Soeharto kembali terpilih sebagai presiden oleh MPR yang kelima kalinya. Posisi wakil presiden diserahkan kepada Sudharmono. Sekali lagi, mata dunia tertuju lagi kepada seorang Soeharto. Karena sukses dalam pelaksanaan program kependudukan dan keluarga berencana, Presiden Soeharto mendapat piagam penghargaan perorangan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York pada 8 Juni 1989. “Kenaikan produksi pangan tidak banyak berarti jika pertambahan jumlah penduduk tidak terkendali,” tandas Soeharto.


Bosan menganggur, Soeharto mencoba mendaftar jadi Keibuho atau polisi Jepang pada November 1942. Ia mengaku sedikit takut jika identitasnya sebagai bekas tentara Belanda ketahuan. Tetapi akhirnya memberanikan diri mendaftar dan diterima. Dengan cerdik dan hati-hati ia berusaha keras untuk menyembunyikan identitasnya sebagai bekas tentara Belanda. Soeharto lulus pendidikan polisi sebagai salah satu lulusan terbaik. Jelas saja, ia sudah mahir karena pernah mengikuti pendidikan bintara KNIL Belanda.<ref name="Saat daftar tentara PETA, Soeharto takut rahasianya ketahuan">{{Cite web |url=https://www.merdeka.com/peristiwa/saat-daftar-tentara-peta-soeharto-takut-rahasianya-ketahuan.html |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-13 |archive-date=2022-10-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013084756/https://www.merdeka.com/peristiwa/saat-daftar-tentara-peta-soeharto-takut-rahasianya-ketahuan.html |dead-url=no }}</ref>
Dia dianugerahi UN Population Award, penghargaan tertinggi PBB di bidang kependudukan. Penghargaan itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal PBB, Javier de Cueller di Markas Besar PBB, New York bertepatan dengan ulang tahun Soeharto yang ke-68 pada 8 Juni 1989. Soeharto makin dilirik ketika berhasil menegakkan harkat bangsa Indonesia di latar ekonomi Asia. Di ASEAN, dia dianggap berjasa ikut mengembangkan organisasi regional ini sehingga diperhitungkan di dunia. “Tanpa kebaikan dan kehadiran Soeharto, kami akan menghabiskan banyak jatah produk domestic bruto di bidang pertahanan,” ujar Perdana Menteri Australia Paul Keating ketika itu. Paul Keating menyebut Soeharto sebagai “ayah”.


Saat itulah atasan Soeharto di kepolisian memberi tahu ada pendaftaran Tentara [[Pembela Tanah Air]] (PETA), pasukan militer yang disponsori [[Jepang]]. Perwira Jepang itu menyarankan Soeharto mendaftar masuk PETA, ia kemudian menjadi perwira magang/pembantu letnan yang berdinas di [[Karanganyar, Kebumen]]. Setelah masa percobaannya selesai dan dianggap layak, ia pun mengikuti pendidikan militer lanjutan di [[Bogor]], [[Jawa Barat]], ia diangkat menjadi Chudancho (komandan [[kompi]] ). Di asrama Peta Bogor ia tinggal bersama-sama dengan Shodancho Singgih, Putra Panji Singgih teman seperjuangan Soekarno. Berikutnya sebagai Chudanco di Seibu, markas besar PETA di [[Solo]], kemudian dimutasi ke Kaki [[Gunung Wilis]] di desa Brebeg Selatan Madiun untuk melatih prajurit PETA.<ref name="Kisah Soeharto yang Tidak Tahu Bung Karno Kumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia">{{Cite web |url=https://daerah.sindonews.com/read/858305/29/kisah-soeharto-yang-tidak-tahu-bung-karno-kumandangkan-proklamasi-kemerdekaan-indonesia-1660694893/10 |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-13 |archive-date=2022-10-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013083257/https://daerah.sindonews.com/read/858305/29/kisah-soeharto-yang-tidak-tahu-bung-karno-kumandangkan-proklamasi-kemerdekaan-indonesia-1660694893/10 |dead-url=no }}</ref>
Dalam bukunya, Soeharto; Political Biography, Robert Edward Elson menulis, “Soeharto adalah tokoh yang amat penting selama abad XX di Asia.” Dua Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon dan Ronald Reagan juga memuji gebrakan Soeharto. Tetapi, Soeharto mengklaim dirinya anak petani dengan nilai-nilai biasa yang tidak berambisi menguasai negeri Indonesia dan mendahului kepentingan bangsa. “Saya di rumah, di antara istri dan anak-anak merasa sebagai seorang biasa, hanya secara kebetulan diberi kepecayaan oleh rakyat untuk memimpin negara ini sebagai presiden,” tutur Soeharto dalam suatu temu wicara pada Peringatan Hari Ibu ke-67 di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur pada 22 Desember 1989.


Pada 17 Agustus 1945 Indonesia resmi mengumumkan kemerdekaan, Soeharto kemudian secara resmi diangkat menjadi anggota [[TNI]] per 5 Oktober [[1945]] dengan pangkat letnan. Tidak lama kemudian, berkat reputasi dan pengalamannya di [[PETA]], Ia kemudian ditunjuk sebagai komandan batalion dengan pangkat mayor. Pada tahun 1946, pangkatnya kembali naik menjadi komandan resimen yang berpangkat letnan kolonel atau overste.<ref name="Tokoh Soeharto">{{Cite web |url=https://tni.mil.id/tokoh-9-soeharto.html |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-13 |archive-date=2022-10-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013121459/https://tni.mil.id/tokoh-9-soeharto.html |dead-url=no }}</ref>
Sebab itu, pada 14 September 1991, Presiden Soeharto menolak permintaan Amerika Serikat untuk memperoleh pangkalan militer di Indonesia setelah pindah dari Filipina. Soeharto dipilih oleh MPR sebagai presiden untuk yang keenam kalinya pada 10 Maret 1993. Kali ini, Try Sutrisno sebagai wakil presiden. Setelah enam kali berturut-turut ditetapkan MPR sebagai presiden, Soeharto mulai menyatakan jika dirinya tidak berambisi menjadi presiden seumur hidup (12 Maret 1994). Pada kepemimpinannya periode ini, Presiden Soeharto memberhentikan Prof Dr Satrio Budiharjo Joedono selaku Menteri Perdagangan sebelum akhir masa jabatan (6 Desember 1995).


Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Perang Kemerdekaan]] berakhir, ia tetap menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram dengan pangkat [[letnan]] [[kolonel]]. Ia memimpin Brigade Garuda Mataram dalam operasi penumpasan pemberontakan [[Andi Azis]] di [[Sulawesi]]. Kemudian, ia ditunjuk sebagai Komadan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) Sektor [[Kota Makassar]] yang bertugas mengamankan kota dari gangguan eks KNIL/KL.
Soeharto yang mengawali kekuasaannya sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 dan menjadi presiden pada 27 Maret 1968 terus menggenggam jabatan itu selama 31 tahun. Semula ada yang memperkirakan bahwa Soeharto akan menolak pencalonannya kembali sebagai presiden untuk periode yang keenam pada tahun 1998 setelah istrinya meninggal dunia pada 28 April 1996. Perkiraan itu ternyata keliru. Ketika usianya mencapai 75 tahun, ia bukan saja bersedia untuk dicalonkan kembali tetapi menerima untuk diangkat kembali sebagai presiden untuk periode 1998-2003. Ia menerima penganugerahan Bintang Lima atau Pangkat Jenderal Besar saat berusia 76 tahun (39 September 1997).


Pada 1 Maret 1949, ia ikut serta dalam [[Serangan Umum 1 Maret|serangan umum]] yang berhasil menduduki [[Kota Yogyakarta]] selama enam jam. Inisiatif itu muncul atas saran [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] kepada [[Soedirman|Panglima Besar Soedirman]] bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di [[Yogyakarta]] dan menduduki kota itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa [[Republik Indonesia]] (RI) masih ada.
Pada 25 Juli 1996, Presiden Soeharto menerima PDI pimpinan Soerjadi dan menolak kepemimpinan Megawati Soekarnoputri untuk memimpin Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dua hari kemudian terjadi kerusuhan 27 Juli berdarah.


Pada usia sekitar 32 tahun, tugasnya dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infenteri 15 dengan pangkat letnan kolonel (1 Maret 1953). Pada 3 Juni 1956, ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro di Semarang. Dari Kepala Staf, ia diangkat sebagai pejabat Panglima Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro. Pada 1 Januari 1957, pangkatnya dinaikkan menjadi [[kolonel]].
== Upaya mengatasi krisis dan meredam oposisi ==
Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 menerpa juga ke Indonesia. Bahkan, krisis itu menerjang juga sektor krisis ekonomi. Pada 8 Oktober 1997, Presiden meminta bantuan IMF dan Bank Dunia untuk memperkuat sektor keuangan dan menyatakan badai pasti berlalu. Presiden minta seluruh rakyat tetap tabah dalam menghadapi gejolak krisis moneter (29 November 1997).


Lembaran hitam juga sempat mewarnai perjalanan militernya. Ia pernah dipecat oleh Jenderal [[Nasution]] sebagai Pangdam Diponegoro. Peristiwa pemecatan terjadi pada 17 Oktober 1959 tersebut akibat ulahnya yang diketahui menggunakan institusi militernya untuk meminta uang dari perusahaan-perusahan di [[Jawa Tengah]]. Kasusnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel [[Ahmad Yani]].<ref name="Persinggungan Soeharto dengan Para Pahlawan Revolusi">{{Cite web |url=https://tirto.id/persinggungan-soeharto-dengan-para-pahlawan-revolusi-bXsU |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-13 |archive-date=2022-10-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013114017/https://tirto.id/persinggungan-soeharto-dengan-para-pahlawan-revolusi-bXsU |dead-url=no }}</ref> Atas saran Jenderal [[Gatot Soebroto]] saat itu, dia dibebaskan dan dipindahkan ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat ([[Seskoad]]) di [[Bandung]], [[Jawa Barat]]. Pada usia 38 tahun, ia mengikuti kursus C SSKAD (Sekolah Staf dan Komando AD) di [[Bandung]]. Sebenarnya, secara kepangkatan Soeharto sudah terlambat untuk mengikuti kursus tersebut, pada saat itu Kursus SSKAD biasanya di ikuti oleh perwira yang berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) yang akan naik pangkat menjadi Kolonel.
Di tengah krisis ekonomi yang parah dan adanya penolakan yang cukup tajam, pada 10 Maret 1998, MPR mengesahkan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Kali ini, Prof Ing BJ Habibie sebagai wakil presiden. Pada 17 Maret 1998, ia menyumbangkan seluruh gaji dan tunjangannya sebagai presiden dan meminta kerelaan para pejabat tinggi lainnya untuk menyerahkan gaji pokoknya selama satu tahun dalam rangka krisis moneter.


Pangkat Soeharto dinaikkan menjadi brigadir jenderal pada 1 Januari 1960. Ia berhasil meraih bintang di pundaknya, meski sebelum lulus kursus di SSKAD hanya pernah mengenyam pendidikan militer setingkat bintara. Banyak para Jenderal kala itu meragukan kualitas intelektualnya untuk menjadi Jenderal. Namun, Soeharto juga dikenal sebagai seorang perwira lapangan yang handal selama masa perjuangan dengan kekuatannya, yaitu pengalaman, kecerdikan, intuisi, kepemimpinan, kecerdasan emosi hingga kejelian/keberuntungannya dalam membaca setiap kesempatan, meskipun Ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal/informal yang memadai atau kursus militer di luar negeri. Akhirnya, atas peran Letnan Jenderal Gatot Soebroto Ia diangkat sebagai Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat.<ref name="Bung Karno Sudah Meramal Pak Harto Sebagai Penggantinya">{{Cite web |url=https://www.bilikmisteri.web.id/4144/bung-karno-sudah-meramal-pak-harto-sebagai-penggantinya.html |title=Salinan arsip |access-date=2022-10-13 |archive-date=2022-10-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20221013114021/https://www.bilikmisteri.web.id/4144/bung-karno-sudah-meramal-pak-harto-sebagai-penggantinya.html |dead-url=no }}</ref>
Menghadapi tuntutan untuk mundur, pada 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa reformasi akan dipersiapkan mulai tahun 2003. Ketika di Mesir pada 13 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan bersedia mundur kalau memang rakyat menghendaki dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata. Sebelas menteri bidang ekonomi dan industri (ekuin) Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri (20 Mei 1998). Krisis moneter dan ekonomi benar-benar menggerogoti sistem kepemimpinannya. Dampaknya, Soeharto tidak bisa bertahan di pucuk kepemimpinan negeri.


Pada 1 Oktober 1961, jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan barunya sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD). Pada tahun 1961 tersebut, ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di [[Beograd]] ([[Yugoslavia]]), [[Paris]] ([[Perancis]]), dan [[Bonn]] ([[Jerman Barat]]). Di usia 41 tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor jenderal (1 Januari 1962) dan menjadi Panglima [[Komando Mandala]] [[Pembebasan Irian Barat]] dan merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar. Sepulang dari kawasan Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal [[Abdul Haris Nasution]].
Hanya berselang 70 hari setelah diangkat kembali menjadi presiden untuk periode yang ketujuh kalinya, Soeharto terpaksa mundur dari jabatannya sebagai presiden. Presiden Soeharto lengser tepat 21 Mei 1998. Tepat pukul 09.10 WIB (Waktu Indonesia Barat), Soeharto berhenti dari jabatannya sebagai presiden. Layar kaca televisi saat itu menyiarkan secara langsung detik per detik proses pengunduran dirinya.


Di pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965. Sekitar setahun kemudian, tepatnya, 2 Januari 1962, Brigadir Jenderal Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Kemudian ia diangkat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 1 Mei 1963. Mayor Jenderal Soeharto lalu dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Ia membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk mengimbangi [[Gerakan 30 September|G-30-S]] yang berkecamuk pada 1 Oktober 1965. Dua hari kemudian, tepatnya 3 Oktober 1965, Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib. Jabatan ini memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pelaku G-30-S/PKI.
Tanggal 12-20 Mei 1998 menjadi periode yang teramat panjang. Bagaimanapun, masa-masa itu kekuasaannya semakin tergerus oleh berbagai aksi dan peristiwa. Aksi mahasiswa menyebar ke seantero negeri. Ribuan mahasiswa menggelar aksi keprihatinan di berbagai tempat. Mahasiswa Trisaksi, Jakarta mengelar aksinya tidak jauh dari kampus mereka. Peserta aksi mulai keluar dari halaman kampus dan memasuki jalan artileri serta berniat datang ke Gedung MPR/DPR yang memang sangat stategis. Tanggal 12 Mei 1998 sore, terdengar siaran berita meninggalnya empat mahasiswa Trisakti.


[[Berkas:Panglima Mandala Mayjen Soeharto.jpg|jmpl|Mayor Jenderal Soeharto pada tahun 1962, ketika itu menjabat Panglima Komando Mandala.]]
Sehari kemudian, tanggal 13 Mei 1998, jenasah keempat mahasiswa yang tewas diberangkatkan ke kediaman masing-masing. Mahasiswa yang hadir menyanyikan lagu Gugur Bunga. Tewasnya para mahasiswa disiarkan secara luas melalui pemberitaan radio, televise, dan surat kabar. Tewasnya keempat mahasiswa seakan sebagai ledakan suatu peristiwa yang lebih besar. Kamis, 14 Mei 1998, ibukota negara (Jakarta) dilanda kerusuhan hebat. Tanggal 15 Mei 1998, pesawat yang membawa Presiden Soeharto dan rombongan mendarat menjelang pukul 05.00 WIB pagi di pangkalan udara utama TNI AU Halim Perdanakusuma dari kunjungan ke Kairo, Mesir untuk mengikuti Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15 (Group 15/G-15).


=== Riwayat pekerjaan ===
Tanggal 16 Mei 1998, Presiden mengadakan serangkaian pertemuan termasuk berkonsultasi dengan unsure pimpinan DPR. Tanggal 17 Mei 1998, Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Abdul Latief mengajukan surat pengunduran diri sebagai menteri. Tanggal 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa mendatangi Gedung MPR/DPR. Aksi tersebut berakhir seiring dengan mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.
* Pembantu Klerek Bank Desa (Volk-Bank) di Kemusuk, Yogyakarta (1938)
* Siswa Sekolah Bintara KNIL di Gombong (1940—1942)
* Tentara Cadangan Markas Besar Angkatan Darat KNIL (1942)
* Pembantu/asisten Mantri Tani di Wuryantoro, Wonogiri (1942)
* Siswa Keibuho (Polisi Jepang) Jepang (1942)
* Komandan Regu dan Pembantu Perwira PETA di Karanganyar, Kebumen (1942—1943)
* Siswa Pendidikan Militer Lanjutan PETA di Bogor (1943—1944)
* Komandan Pleton (Shudanco) PETA di Glagah, Wates (1944)
* Komandan Kompi (Chodanco) di Markas Besar PETA di Surakarta (1944)
* Komandan Kompi (Chodanco) Perwira pendidik PETA di Desa Brebeg, Jawa Timur (1944—1945)
* Letnan di Brigade Mataram, Yogyakarta (1945)
* Komandan Batalyon infanteri di Kebumen dengan pangkat Kapten - Mayor (1945—1946)
* Komandan Batalyon X di bawah Divisi IX di Yogyakarta dengan pangkat Mayor (1946—1948)
* Komandan Brigade Mataram - Wehrkreise III di Yogyakarta dengan pangkat Letnan Kolonel (1948—1950)
* Komandan Komando Resimen Salatiga dengan pangkat Letnan Kolonel (1950—1953)
* Komandan Resimen Infanteri 15 di Solo dengan pangkat Letnan Kolonel (1953—1956)
* Kepala Staf Teritorium IV/Diponegoro di Semarang dengan pangkat Letnan Kolonel (1956—1957)
* Panglima Teritorium IV/Diponegoro di Semarang dengan pangkat Kolonel (1957—1959)
* Siswa Sekolah Staf Komando Angkatan Darat/SSKAD (1959—1960)
* Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat dengan pangkat Brigadir Jenderal (1960—1961)
* Panglima Corps Tentara Cadangan Umum Angkatan Darat/CADUAD dengan pangkat Brigadir Jenderal (1961)
* Atase Militer/Hankam di Beograd, Yugoslavia (1961)
* Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan pangkat Mayor Jenderal (1962)
* Panglima Komando Strategis Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal (1962—1965)
* Menteri/Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal - Letnan Jenderal (1965—1968)
* Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Kopkamtib (1965—1969)
* Ketua Presidium Kabinet Ampera I (1966—1967)
* Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ABRI merangkap Menteri Pertahanan dengan pangkat Jenderal (1968—1973)
* Penjabat Presiden Republik Indonesia (1967—1968)
* Presiden Republik Indonesia (1968—1998)
* Sekertaris Jenderal Gerakan Non Blok (1992—1995)


== Presiden (1966-1998) ==
Mereka yang tewas adalah dua mahasiswa angkatan 1995 dan dua mahasiswa angkatan 1996. Angkatan 1995 terdiri dari Hery Hartanto (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin) dan Hafidhin Alifidin Royan (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin). Sedang, mahasiswa yang tewas angkatan 1996 adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur) dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen) .
{{Noref section}}
{{taknetral}}
{{PemimpinIndonesia}}
{{utama|Gerakan 30 September}}
[[Berkas:Jenderal TNI Soeharto.png|jmpl|Pasca terjadinya Peristiwa [[G30S]], Mayjen TNI Soeharto mulai masuk ke dalam kabinet. Pada 14 Oktober 1965, ia ditunjuk oleh [[Soekarno|Presiden Soekarno]] untuk menjabat sebagai [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat|Menteri Panglima Angkatan Darat]].]]


Pada pagi hari 1 Oktober 1965, beberapa pasukan pengawal Kepresidenan, [[Cakrabirawa|Tjakrabirawa]] di bawah Letnan Kolonel [[Untung Syamsuri]] bersama pasukan lain menculik dan membunuh enam orang jenderal. Pada peristiwa itu Jenderal [[A.H. Nasution]] yang menjabat sebagai [[Menteri]] Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata berhasil lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target dari percobaan kudeta adalah Mayor Jenderal Soeharto. Mayor Jenderal Soeharto tidak masuk target Gerakan 30 September 1965 atau [[Gerakan 30 September|G-30-S]] PKI karena dia bukan termasuk Jenderal yang secara terbuka menolak permintaan PKI untuk mempersenjatai angkatan ke-5, selain itu Soeharto adalah Jenderal yang tidak diperhitungkan baik oleh pimpinan PKI maupun rekannya di militer ia hanya dianggap sebagai pengikut Jenderal A.H. Nasution yang tidak memiliki potensi untuk memukul percobaan kudeta tersebut.<ref>{{Cite news|url=https://news.okezone.com/read/2016/06/01/337/1403718/ini-alasan-pki-tak-incar-soeharto-di-peristiwa-1965|title=Ini Alasan PKI Tak Incar Soeharto di Peristiwa 1965|last=Khoemaeni|work=[[Okezone.com]]|language=id-ID|access-date=2019-07-17|archive-date=2019-07-17|archive-url=https://web.archive.org/web/20190717030331/https://news.okezone.com/read/2016/06/01/337/1403718/ini-alasan-pki-tak-incar-soeharto-di-peristiwa-1965|dead-url=no|first=Syamsul Anwar}}</ref> Dalam pandangan [[DN Aidit]], Soeharto hanyalah seorang Jenderal pendiam, penganut kejawen, tidak mengerti politik, opportunis dan tidak punya banyak kawan maupun jaringan, terlebih taraf internasional. Pandangan tersebut beralasan, karena banyak orang memandang Soeharto sebagai Jenderal berpendidikan rendah dibanding Jenderal lainnya yang bahkan banyak di sekolahkan ke luar negeri oleh Soekarno atau A.H. Nasution. Presiden Soekarno pun awalnya memandang remeh Soeharto sebagai seorang Jenderal yang sekedar keras kepala, kaku, kuno, dan sangat pendiam. Hal tersebut di buktikan Soekarno yang sebenarnya memilih Mayjen [[Pranoto Reksosamudro]] sebagai pengganti Jenderal [[Ahmad Yani]], ketimbang Soeharto yang lebih senior dari Pranoto.
Soeharto membangun dan memperluas konsep "Jalan Tengah"-nya Jenderal Nasution menjadi konsep [[dwifungsi]] untuk memperoleh dukungan basis teoritis bagi militer untuk memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat pemerintahan, termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama dalam birokrasi sipil. Peran dwifungsi ini adalah peran militer di bidang politik yang permanen.


Beberapa sumber mengatakan, motif Pasukan Tjakrabirawa yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan kudeta militer yang didukung oleh [[CIA]] yang direncalanakan untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada "Hari ABRI", 5 Oktober 1965 oleh badan [[militer]] yang lebih dikenal sebagai Dewan Jenderal. Peristiwa ini segera ditanggapi oleh Mayjen Soeharto untuk segera mengamankan [[Jakarta]], menurut versi resmi sejarah pada masa [[Orde Baru]], terutama setelah mendapatkan kabar bahwa Letjen Ahmad Yani, Menteri / Panglima Angkatan Darat tidak diketahui keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir, maka Panglima [[Kostrad]] yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat dengan turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret ([[Supersemar]]) dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Keputusan yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah menteri yang diduga ''terlibat'' G-30-S (Gerakan 30 September). Tindakan ini menurut pengamat internasional dikatakan sebagai langkah menyingkirkan Angkatan Bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis yang justru dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia di mana jajaran pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara [[Omar Dhani]] yang dinilai pro-Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan [[eksekutif]]. Tindakan pembersihan dari unsur-unsur [[komunis]] (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai Komunis di [[Indonesia]] yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500 ribu "tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas [[Tionghoa Indonesia]]. Soeharto dikatakan menerima dukungan [[CIA]] dalam penumpasan komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar "operasi komunis" Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia. Been Huang, bekas anggota kedutaan politik AS di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: "Itu merupakan suatu pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya di mana anda harus memukul keras pada saat yang tepat." Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di ''State Department's Bureau of Intelligence and Research'' di 1965: "Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya."<sup>1</sup> Dia mengakhiri konfrontasi dengan [[Malaysia]] dalam rangka membebaskan sumber daya di militer.
Sepak terjang Ali Murtopo dengan badan inteligennya mulai mengancam Soeharto. Persaingan antara Ali Moertopo dan [[Sumitro]] dipergunakan untuk menyingkirkan Ali. Namun Sumitro pun segera ditarik dari jabatannya dan kendali [[Kopkamtib]] dipegang langsung oleh Soeharto karena dianggap potensial mengancam. Beberapa bulan setelah peristiwa Malari sebanyak 12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat Indonesia termasuk mahasiswa ditangkap dan dipenjarakan.


Setelah dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat pada 14 Oktober 1965, ia segera membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Tepat 11 Maret 1966, dia menerima [[Surat Perintah Sebelas Maret]] (Supersemar) dari Presiden Soekarno melalui tiga jenderal, yaitu Basuki Rachmat, Amir Machmud, dan M Jusuf. Isi Supersemar adalah memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Panglima Besar Revolusi agar mengambil tindakan yang dianggap perlu demi terjaminnya keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi. Sehari kemudian, 12 Maret 1966, Menpangad Letjen Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia.
Pada [[1978]] untuk mengeliminir [[gerakan mahasiswa]] maka segera diberlakukannya [[NKK/BKK]] (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa. Hubungan kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat.


Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS pada Maret 1967, Soeharto yang telah menerima kenaikan pangkat sebagai jenderal bintang empat pada 1 Juli 1966 ditunjuk sebagai pejabat presiden berdasarkan Tap MPRS No XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967. Selaku pemegang Ketetapan MPRS No XXX/1967, Soeharto kemudian menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno. Melalui Sidang Istimewa MPRS, pada 7 Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Mulut pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun 1982. UU ini mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi pemberitaan ataupun siaran. Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. Sehingga organisasi massa tak lebih dari wayang-wayang Orde Baru.


Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno ([[NAWAKSARA]]) ditolak MPRS. Kemudian, Soeharto menjadi presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968. Selain sebagai presiden, ia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan/Keamanan. Pada 1 Juni 1968 Lama. Mulai saat ini dikenal istilah ''[[Orde Baru]]''. Susunan kabinet yang diumumkan pada 10 Juni 1968 diberi nama Kabinet Pembangunan "Rencana Pembangunan Lima Tahun" I. Pada 15 Juni 1968, Presiden Soeharto membentuk Tim Ahli Ekonomi Presiden yang terdiri atas Prof Dr Widjojo Nitisastro, Prof Dr Ali Wardhana, Prof Dr Moh Sadli, Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo, Prof Dr Soebroto, Dr Emil Salim, Drs Frans Seda, dan Drs Radius Prawiro.
Kemudian pada tahun 1979-1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi angkatan bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang tergabung dalam [[Petisi 50]], mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan sikap politik pemerintah Orde Baru yang menjadikan Angkatan Darat sebagai pendukung kemenangan Golkar, serta menuntut adanya reformasi politik. Sebagai balasannya, pemerintah mencekal mereka. Kelompok ini pun gagal serta tak pernah mampu tampil lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap pemerintahan Orde Baru.


Pada 3 Juli 1971, presiden mengangkat 100 anggota DPR dari Angkatan Bersenjata dan memberikan 9 kursi wakil Provinsi Irian Barat untuk wakil dari Golkar. Setelah menggabungkan kekuatan-kekuatan partai politik, Soeharto dipilih kembali menjadi presiden oleh Sidang Umum MPR (Tap MPR No IX/MPR/1973) pada 23 Maret 1973 untuk jabatan yang kedua kali. Saat ini, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mendampinginya sebagai wakil presiden.
== Puncak Orde Baru ==
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat sosialis. Teknokrat-teknokrat yang umumnya berpendidikan barat dan liberal ([[Amerika Serikat]]) diangkat adalah lulusan [[Berkeley]] sehingga mereka lebih dikenal di dalam klik ekonomi sebagai ''[[Mafia Berkeley]]'' di kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Pada masanya, Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara-negara donor (negara-negara maju) yang tergabung dalan [[IGGI]] yang diseponsori oleh pemerintah [[Belanda]]. Namun pada tahun [[1992]], IGGI dihentikan oleh pemerintah Indonesia karena dianggap turut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia, khususnya dalam kasus [[Timor Timur]] pasca [[Insiden Dili]]. Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga donor [[CGI]] yang disponsori [[Perancis]]. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga internasional lainnya yang berada dibawah [[PBB]] seperti [[UNICEF]], [[UNESCO]] dan [[WHO]]. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem ''trickle down effect'' (menetes ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional terutama paska [[Krisis 1997]]. Dalam bidang ekonomi juga, tercatat Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun [[1984]]. Namun prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan pada tahun-tahun berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap sangat signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam negara yang mendekati negara-negara [[Industri]] Baru bersama dengan [[Malaysia]], [[Filipina]] dan [[Thailand]], selain [[Singapura]], [[Republik Cina]], dan [[Korea Selatan]].


Pada usia 55 tahun, Soeharto memasuki masa pensiun dari dinas militer (Keprres No 58/ABRI/1974). Pencapaian puncak di dunia politik turut melengkapi kisahnya hidupnya sebagai seorang penguasa. Setelah mencapai posisi pucuk di republik, geliat kekuasaanya mulai metampakkan taringnya. Pada 20 Januari 1978, Presiden Soeharto melarang terbit tujuh surat kabar, yaitu [[Kompas]], [[Sinar Harapan]], [[Merdeka]], [[Pelita]], The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore. Beberapa di antaranya kemudian meminta maaf kepada Soeharto.
Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan [[partai politik|partai-partai politik]] sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP), [[Golongan Karya]] (Golkar) dan [[Partai Demokrasi Indonesia]] (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik di mana muncullah istilah "mayoritas tunggal" di mana GOLKAR dijadikan partai utama dan mengebirikan dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan PEMILU. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem pada masa itu.


Pada 22 Maret 1978, Soeharto dilantik kembali presiden untuk periode ketiga kalinya dan Adam Malik sebagai wakil presiden. Sidang Umum MPR 1 Maret 1983 memutuskan memilih kembali Soeharto sebagai presiden dan Umar Wirahadikusumah sebagai wakil presiden. Melalui Tap MPR No V tahun 1983, MPR mengangkat Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Republik Indonesia.
Seiring dengan naiknya taraf pendidikan pada masa pemerintahannya karena pertumbuhan ekonomi, muncullah berbagai kritik dan ketidakpuasan atas ketimpangan ketimpangan dalam pembangunan. Kesenjangan ekonomi, sosial dan politik memunculkan kalangan yang tidak puas dan menuntut perbaikan. Kemudian pada masa pemerintahannya, tercatat muncul peristiwa kekerasan di masyarakat yang umumnya sarat kepentingan politik, selain memang karena ketidakpuasan dari masyarakat.
Pada 16 Maret 1983, Presiden Soeharto mengumumkan susunan Kabinet Pembangunan IV yang terdiri atas 21 menteri, tiga menteri koordinator, delapan menteri muda, dan tiga pejabat setingkat menteri. Pada 1 Januari 1984, Presiden Soeharto mengisi formulir keanggotaan Golkar dan sejak itu ia resmi menjadi anggota Golkar.


Beberapa pengamat politik baik dalam negeri maupun luar negeri mengatakan bahwa Soeharto membersihkan [[parlemen]] dari [[komunis]], menyingkirkan [[serikat buruh]] dan meningkatkan [[sensor]]. Dia juga memutuskan [[hubungan diplomatik]] dengan [[Republik Rakyat Tiongkok]] dan menjalin hubungan dengan negara barat dan [[PBB]]. Dia menjadi penentu dalam semua keputusan politik.
== Beberapa catatan atas tindakan represif Orde Baru ==
Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku [[Tionghoa]], melarang penggunaan [[tulisan Tionghoa tertulis]] di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Walaupun begitu, Soeharto terlibat persahabatan yang akrab dengan [[Lee Kuan Yew]] yang pernah manjadi Perdana Menteri [[Singapura]] yang beretnis Tionghoa.


Jenderal Soeharto dikatakan meningkatkan dana militer dan mendirikan dua badan intelijen: Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ([[Kopkamtib]]) dan Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin). Sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam pembersihan massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai terlibat dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut "[[musuh negara]]" dihukum mati (meskipun beberapa hukuman ditunda sampai 1990).
Pada [[1970]] Soeharto melarang [[protes]] pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan [[korupsi]]. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik.


Diduga bahwa daftar tersangka komunis diberikan ke tangan Soeharto oleh [[CIA]]. Sebagai tambahan, [[CIA]] melacak nama dalam daftar ini ketika [[rezim]] Soeharto mulai mencari mereka. Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari [[Pemerintah Amerika Serikat]] untuk rezim Soeharto tetap diam sampai invasi [[Timor Timur]], dan terus berlangsung sampai akhir 1990-an. Karena kekayaan sumber daya alamnya dan populasi [[konsumen]] yang besar, Indonesia dihargai sebagai rekan dagang [[Amerika Serikat]] dan begitu juga pengiriman senjata tetapi dipertahankan ke rezim Soeharto. Ketika Soeharto mengunjungi Washington pada 1995 pejabat administratif Clinton dikutip di [[New York Times]] mengatakan bahwa Soeharto adalah "orang seperti kita" atau "orang golongan kita".
Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran [[media massa|media]]. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan [[monopoli]] kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur [[Islam]].


Pada 12 Maret 1967 Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden Indonesia oleh MPR Sementara. Setahun kemudian, pada 27 Maret 1968 dia resmi diangkat sebagai Presiden untuk masa jabatan lima tahun yang pertama. Dia secara langsung menunjuk 20% anggota MPR. Partai [[Golkar]] menjadi partai favorit dan satu-satunya yang diterima oleh pejabat pemerintah. [[Indonesia]] juga menjadi salah satu pendiri [[ASEAN]].
Pada [[1973]] dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan "''electoral college''". dan juga terpilih kembali pada [[1978]], [[1983]], [[1988]], [[1993]], dan [[1998]]. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, [[Golkar]]. Oleh karena itu semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi [[Partai Persatuan Pembangunan]], sementara partai-partai non-Islam (Katolik dan Protestan) serta partai-partai nasionalis digabungkan menjadi [[Partai Demokrasi Indonesia]].


Ekonomi Indonesia benar-benar amburadul di pertengahan 1960-an. Soeharto pun kemudian meminta nasihat dari tim ekonom hasil didikan Barat yang banyak dikenal sebagai "[[mafia Berkeley]]". Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini adalah mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan mereka tidak bisa dimungkiri. Peran [[Soedjono Hoemardani]] sebagai asisten finansial besar artinya dalam pencapaian ini.
Pada [[1975]], dengan persetujuan bahkan permintaan [[Amerika Serikat]] dan [[Australia]], ia memerintahkan pasukan Indonesia untuk memasuki bekas koloni [[Portugal]] [[Timor Timur]] setelah Portugal mundur dan gerakan [[Fretilin]] memegang kuasa yang menimbulkan kekacauan di masyarakat Timor Timur Sendiri, serta kekhawatiran Amerika Serikat atas tidakan Fretilin yang menurutnya mengundang campur tangan Uni Soviet. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia. Pada [[15 Juli]] [[1976]] Timor Timur menjadi provinsi Timor Timur sampai wilayah tersebut dialihkan ke administrasi [[PBB]] pada [[1999]].


Di bidang sosial politik, Soeharto menyerahkannya kepada [[Ali Moertopo]] sebagai asisten untuk masalah-masalah politik. Menghilangkan oposisi dengan melemahkan kekuatan partai politik dilakukan melalui fusi dalam sistem kepartaian.
[[Berkas:william_cohen_with_suharto.jpg|thumb|Soeharto dengan [[Menteri Pertahanan Amerika Serikat]] [[William Cohen]] pada tahun 1998.]]


[[Berkas:Indonesia 1993 p50000r o.jpg|jmpl|kiri|200px|Gambar Presiden Soeharto pada uang pecahan 50.000, salah satu dari sedikit uang yang menampilkan tokoh yang masih hidup]]
Korupsi menjadi beban berat pada [[1980-an]]. Pada [[5 Mei]] [[1980]] sebuah kelompok yang kemudian lebih dikenal dengan nama [[Petisi 50]] menuntut kebebasan politik yang lebih besar. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, dan mahasiswa. Media Indonesia menekan beritanya dan pemerintah mecekal penandatangannya. Setelah pada [[1984]] kelompok ini menuduh bahwa Soeharto menciptakan [[negara satu partai]], beberapa pemimpinnya dipenjarakan.
Roma, Italia, 14 November 1985. Musim dingin yang membekap Kota Roma ketika itu turut menggigit tubuh setiap peserta Konfrensi ke-23 Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Tidak kurang dari 165 negara anggota mengirimkan wakilnya ke perhelatan yang membetot perhatian mata dunia terhadap Indonesia kala itu. Presiden Soeharto yang sukses mengantarkan Indonesia dari pengimpor beras terbesar di dunia menjadi swasembada didapuk maju ke podium untuk memberikan pidatonya. Dia menyerahkan bantuan satu juta ton padi kering (gabah) dari para petani untuk diberikan kepada rakyat Afrika yang mengalami kelaparan.<ref>{{Cite web|url=https://indonesiainside.id/khazanah/2018/12/21/soeharto-mati-matian-bangun-sektor-pertanian|title=Soeharto Mati-matian Bangun Sektor Pertanian|date=2018-12-21|website=Indonesia Inside|language=id-ID|access-date=2020-01-20|archive-date=2020-06-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20200610215930/https://indonesiainside.id/khazanah/2018/12/21/soeharto-mati-matian-bangun-sektor-pertanian|dead-url=no}}</ref>


[[Berkas:President Suharto, 1973 (full).jpg|jmpl|kiri|200px|Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1973–1978]]
Catatan [[hak asasi manusia]] Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke tahun. Pada [[1993]] [[Komisi HAM PBB]] membuat resolusi yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur. Presiden AS [[Bill Clinton]] mendukungnya.
“Jika pembangunan di bidang pangan ini dinilai berhasil, itu merupakan kerja raksasa dari seluruh bangsa Indonesia,” kata Presiden Soeharto dalam pidatonya. Karena itu, FAO mengganjar keberhasilan itu dengan penghargaan khusus berbentuk medali emas pada 21 Juli 1986. Prestasi Soeharto di bidang pertanian memang fantastik atau dahsyat. Indonesia mengecap swasembada besar mulai 1984. Produksi besar pada tahun itu mencapai 25,8 juta ton. Padahal, data 1969 beras yang dihasilkan Indonesia hanya 12,2 juta ton. Hasil itu memaksa Indonesia mengimpor beras minimal 2 juta ton.<ref>{{Cite web|url=https://indonesiainside.id/news/humaniora/2019/01/28/berkaca-pada-revolusi-hijau-strategi-swasembada-pangan-pak-harto/|title=Berkaca pada Revolusi Hijau, Strategi Swasembada Pangan Pak Harto|date=2019-01-28|website=Indonesia Inside|language=en-US|access-date=2019-10-03|archive-date=2019-06-21|archive-url=https://web.archive.org/web/20190621032910/https://indonesiainside.id/news/humaniora/2019/01/28/berkaca-pada-revolusi-hijau-strategi-swasembada-pangan-pak-harto/|dead-url=no}}</ref>


[[Berkas:Suharto 1978.jpg|jmpl|200px|Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1978–1983]]
Pada [[1996]] Soeharto berusaha menyingkirkan [[Megawati Soekarnoputri]] dari kepemimpinan [[Partai Demokrasi Indonesia]] (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di [[Jakarta]] pada tanggal [[27 Juli]] [[1996]] (peristiwa [[peristiwa 27 Juli|Sabtu Kelabu]]) yang dikenal sebagai "''Peristiwa Kudatuli''" (Kerusuhan Dua Tujuh Juli).
Sebab itu, pada 10 Maret 1988, Soeharto kembali terpilih sebagai presiden oleh MPR yang kelima kalinya. Posisi wakil presiden diserahkan kepada [[Sudharmono]] setelah bersaing dengan DR H [[Djaelani Naro|Jaelani Naro]] SH Ketua Umum DPP PPP Sekali lagi, mata dunia tertuju lagi kepada seorang Soeharto. Karena sukses dalam pelaksanaan program kependudukan dan keluarga berencana, Presiden Soeharto mendapat piagam penghargaan perorangan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York pada 8 Juni 1989. “Kenaikan produksi pangan tidak banyak berarti jika pertambahan jumlah penduduk tidak terkendali,” tandas Soeharto.


Dia dianugerahi UN Population Award, penghargaan tertinggi PBB di bidang kependudukan. Penghargaan itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal PBB, Javier de Cueller di Markas Besar PBB, New York bertepatan dengan ulang tahun Soeharto yang ke-68 pada 8 Juni 1989. Soeharto makin dilirik ketika berhasil menegakkan harkat bangsa Indonesia di latar ekonomi Asia. Di ASEAN, dia dianggap berjasa ikut mengembangkan organisasi regional ini sehingga diperhitungkan di dunia. “Tanpa kebaikan dan kehadiran Soeharto, kami akan menghabiskan banyak jatah produk domestic bruto di bidang pertahanan,” ujar Perdana Menteri Australia Paul Keating ketika itu. Paul Keating menyebut Soeharto sebagai “ayah”.
== Kejatuhan Presiden Soeharto ==
{{utama|Kejatuhan Soeharto}}
[[Berkas:Suharto_resigns.jpg|thumb|223px|Pada 21 Mei 1998, setelah tekanan politik besar dan beberapa demonstrasi, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya di televisi.]]
{{wikisource|Pernyataan Berhenti Sebagai Presiden Republik Indonesia, 21 Mei 1998}}
Pada [[1997]], menurut [[Bank Dunia]], 20 sampai 30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. [[Krisis finansial Asia]] di tahun yang sama tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari [[Dana Moneter Internasional|IMF]].


[[Berkas:President Suharto, 1983.jpg|jmpl|kiri|200px|Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1983–1988]]
Meskipun sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode [[1998]]-[[2003]], terutama pada acara Golongan Karya, Soeharto tetap memastikan ia terpilih kembali oleh [[parlemen]] untuk ketujuh kalinya di [[Maret]] [[1998]]. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada [[pendudukan gedung DPR/MPR]] RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada [[21 Mei]] [[1998]] untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, [[B.J. Habibie]].
Dalam bukunya, Soeharto; Political Biography, Robert Edward Elson menulis, "Soeharto adalah tokoh yang amat penting selama abad XX di Asia." Dua Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon dan Ronald Reagan juga memuji gebrakan Soeharto. Tetapi, Soeharto mengklaim dirinya anak petani dengan nilai-nilai biasa yang tidak berambisi menguasai negeri Indonesia dan mendahului kepentingan bangsa. “Saya di rumah, di antara istri dan anak-anak merasa sebagai seorang biasa, hanya secara kebetulan diberi kepecayaan oleh rakyat untuk memimpin negara ini sebagai presiden,” tutur Soeharto dalam suatu temu wicara pada Peringatan Hari Ibu ke-67 di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur pada 22 Desember 1989.


[[Berkas:President Suharto, 1988.jpg|jmpl|200px|Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1988–1993]]
Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran [[HAM]]. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya era Soeharto.
[[File:President Suharto portrait 1988.jpg|thumb|upright|Foto resmi Presiden Soeharto yang terpampang di Istana Negara 1988-1998]]
Sebab itu, pada 14 September 1991, Presiden Soeharto menolak permintaan Amerika Serikat untuk memperoleh pangkalan militer di Indonesia setelah pindah dari Filipina. Soeharto dipilih oleh MPR sebagai presiden untuk yang keenam kalinya pada 10 Maret 1993. Kali ini, Try Sutrisno sebagai wakil presiden. Setelah enam kali berturut-turut ditetapkan MPR sebagai presiden, Soeharto mulai menyatakan jika dirinya tidak berambisi menjadi presiden seumur hidup (12 Maret 1994). Pada kepemimpinannya periode ini, Presiden Soeharto memberhentikan Prof Dr Satrio Budiharjo Joedono selaku Menteri Perdagangan sebelum akhir masa jabatan (6 Desember 1995).


Soeharto yang mengawali kekuasaannya sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 dan menjadi presiden pada 27 Maret 1968 terus menggenggam jabatan itu selama 31 tahun. Semula ada yang memperkirakan bahwa Soeharto akan menolak pencalonannya kembali sebagai presiden untuk periode yang keenam pada tahun 1998 setelah istrinya meninggal dunia pada 28 April 1996. Perkiraan itu ternyata keliru. Ketika usianya mencapai 75 tahun, ia bukan saja bersedia untuk dicalonkan kembali tetapi menerima untuk diangkat kembali sebagai presiden untuk periode 1998–2003. Ia menerima penganugerahan Bintang Lima atau Pangkat Jenderal Besar saat berusia 76 tahun (29 September 1997).
Di Credentials Room, Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Presiden Soeharto membacakan pidato yang terakhir kali, demikian:


Pada 25 Juli 1996, Presiden Soeharto menerima PDI pimpinan Soerjadi dan menolak kepemimpinan Megawati Soekarnoputri untuk memimpin Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dua hari kemudian terjadi [[Peristiwa 27 Juli]].
''Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai, dan konstitusional.''


== Upaya mengatasi krisis dan meredam oposisi ==
''Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun demikian, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.''
Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 menerpa juga ke Indonesia. Bahkan, krisis itu menerjang juga sektor krisis ekonomi. Pada 8 Oktober 1997, Presiden meminta bantuan IMF dan Bank Dunia untuk memperkuat sektor keuangan dan menyatakan badai pasti berlalu. Presiden minta seluruh rakyat tetap tabah dalam menghadapi gejolak krisis moneter (29 November 1997).<ref>{{Cite journal|last=Surapati|first=Putri Jasmine|last2=Maulidina|first2=Nada Nur|last3=Agustono|first3=Fayza Maritza Putri|last4=Pohan|first4=Hilda Ferira|date=2021-04-30|title=Comparative Analysis of President Soeharto and Kim Dae Jung's Policies in Overcoming the 1997 Economic Crisis based on Small Theory and Idiosyncratic Theory|url=https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/ks/article/view/11503|journal=Khazanah Sosial|volume=3|issue=2|pages=74–83|doi=10.15575/ks.v3i2.11503|issn=2715-8071|access-date=2023-01-07|archive-date=2023-01-07|archive-url=https://web.archive.org/web/20230107020302/https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/ks/article/view/11503|dead-url=no}}</ref>


Di tengah krisis ekonomi yang parah dan adanya penolakan yang cukup tajam, pada 10 Maret 1998, MPR mengesahkan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Kali ini, Prof Ing BJ Habibie sebagai wakil presiden. Pada 17 Maret 1998, ia menyumbangkan seluruh gaji dan tunjangannya sebagai presiden dan meminta kerelaan para pejabat tinggi lainnya untuk menyerahkan gaji pokoknya selama satu tahun dalam rangka krisis moneter.
''Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.''


Menghadapi tuntutan untuk mundur, pada 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa reformasi akan dipersiapkan mulai tahun 2003. Ketika di Mesir pada 13 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan bersedia mundur kalau memang rakyat menghendaki dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata. Sebelas menteri bidang ekonomi dan industri (ekuin) Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri (20 Mei 1998). Krisis moneter dan ekonomi benar-benar menggerogoti sistem kepemimpinannya. Dampaknya, Soeharto tidak bisa bertahan di pucuk kepemimpinan negeri.
''Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.''


Hanya berselang 70 hari setelah diangkat kembali menjadi presiden untuk periode yang ketujuh kalinya, Soeharto terpaksa mundur dari jabatannya sebagai presiden. Presiden Soeharto lengser tepat 21 Mei 1998. Tepat pukul 09.00 WIB (Waktu Indonesia Barat), Soeharto berhenti dari jabatannya sebagai presiden. Layar kaca televisi saat itu menyiarkan secara langsung detik per detik proses pengunduran dirinya.
''Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan DPR dan juga adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998-2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.''


Tanggal 12-20 Mei 1998 menjadi periode yang teramat panjang. Bagaimanapun, masa-masa itu kekuasaannya semakin tergerus oleh berbagai aksi dan peristiwa. Aksi mahasiswa menyebar ke seantero negeri. Ribuan mahasiswa menggelar aksi keprihatinan di berbagai tempat. Mahasiswa Trisakti, Jakarta menggelar aksinya tidak jauh dari kampus mereka. Peserta aksi mulai keluar dari halaman kampus dan memasuki jalan arteri serta berniat datang ke Gedung MPR/DPR yang memang sangat stategis. Tanggal 12 Mei 1998 sore, terdengar siaran berita meninggalnya empat mahasiswa Trisakti.
''Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VI demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI.''


Sehari kemudian, tanggal 13 Mei 1998, jenasah keempat mahasiswa yang tewas diberangkatkan ke kediaman masing-masing. Mahasiswa yang hadir menyanyikan lagu [[Gugur Bunga]]. Tewasnya para mahasiswa disiarkan secara luas melalui pemberitaan radio, televisi, dan surat kabar. Tewasnya keempat mahasiswa seakan sebagai ledakan suatu peristiwa yang lebih besar. Kamis, 14 Mei 1998, ibu kota negara (Jakarta) dilanda kerusuhan hebat. Tanggal 15 Mei 1998, pesawat yang membawa Presiden Soeharto dan rombongan mendarat menjelang pukul 05.00 WIB pagi di pangkalan udara utama TNI AU Halim Perdanakusuma dari kunjungan ke Kairo, Mesir untuk mengikuti Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15 (Group 15/G-15).
Sesaat kemudian, Presiden Soeharto menyerahkan pucuk pimpinan negeri kepada Prof. Dr. Ing. BJ Habibie. Setelah melaksanakan sumpah jabatan, akhirnya BJ Habibie resmi memangku jabatan presiden ke-3 RI. Ucapan selamat datang mulai dari mantan Presiden Soeharto, pimpinan dan wakil-wakil pimpinan MPR/DPR, para menteri serta siapa saja yang turut dalam pengucapan sumpah jabatan presiden ketika itu.


Tanggal 16 Mei 1998, Presiden mengadakan serangkaian pertemuan termasuk berkonsultasi dengan unsur pimpinan DPR. Tanggal 17 Mei 1998, Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Abdul Latief mengajukan surat pengunduran diri sebagai menteri. Tanggal 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa mendatangi Gedung MPR/DPR. Aksi tersebut berakhir seiring dengan mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.
Tak berselang terlalu lama, Menteri Pertahanan Keamanan merangkap Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto membacakan pernyataan sikap, demikian: pertama, memahami situasi yang berkembang dan aspirasi masyarakat, ABRI mendukung dan menyambut baik permintaan berhenti Bapak Soeharto sebagai Presiden RI serta berdasarkan konstutusi mendukung Wakil Presiden Bapak BJ Habibie sebagai Presiden RI.


Mereka yang tewas adalah dua mahasiswa angkatan 1995 dan dua mahasiswa angkatan 1996. Angkatan 1995 terdiri dari Hery Hartanto (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin) dan Hafidhin Alifidin Royan (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin). Sedang, mahasiswa yang tewas angkatan 1996 adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur) dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen) .
Kedua, ABRI yang tetap kompak dan satu berharap dan mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menerima kehendak pribadi Presiden Soeharto tersebut yang telah sesuai dengan konstitusi, yakni Pasal 8 UUD 1945. Ketiga, dalam hal ini, ABRI akan tetap berperan aktif guna mencegah penyimpangan dan hal-hal lain yang dapat mengancam keutuhan bangsa.


Soeharto membangun dan memperluas konsep "Jalan Tengah"-nya Jenderal Nasution menjadi konsep [[dwifungsi]] untuk memperoleh dukungan basis teoretis bagi militer untuk memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat pemerintahan, termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama dalam birokrasi sipil. Peran dwifungsi ini adalah peran militer di bidang politik yang permanen.
Keempat, menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa, ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan Presiden/Mandataris MPR termasuk Bapak Soeharto beserta keluarganya. Kelima, ABRI mengajak semua pihak agar bersikap tenang, mencegah terjadinya kerusuhan dan tindak kekerasan yang akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri.


Sepak terjang Ali Murtopo dengan badan inteligennya mulai mengancam Soeharto. Persaingan antara Ali Moertopo dan [[Sumitro]] dipergunakan untuk menyingkirkan Ali. Namun Sumitro pun segera ditarik dari jabatannya dan kendali [[Kopkamtib]] dipegang langsung oleh Soeharto karena dianggap potensial mengancam. Beberapa bulan setelah peristiwa Malari sebanyak 12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat Indonesia termasuk mahasiswa ditangkap dan dipenjarakan.
== Kasus dugaan korupsi ==
:''Artikel utama: [[Kasus dugaan korupsi Soeharto]]''
Setelah Soeharto resmi mundur dari jabatannya sebagai presiden, berbagai elemen masyarakat mulai menuntut agar digelar pengusutan dan pengadilan atas mantan presiden yang bekuasa paling lama di Indonesia itu. Pada [[1 September]] 1998, tim Kejaksaan Agung mengumumkan adanya indikasi penggunaan uang yayasan di bawah pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Melalui Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada [[6 September]] 1998, Soeharto muncul dan menyatakan bahwa dia tidak mempunyai kekayaan di luar negeri.


Pada 1978 untuk mengeliminir [[gerakan mahasiswa]] maka segera diberlakukannya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa. Hubungan kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat.
Jaksa Agung AM Ghalib dan Menko Wasbang/PAN Hartarto menemuinya di Jalan Cendana (Jakarta) untuk mengklarifikasi penyataan tersebut ([[21 September]] 1998). Pada [[21 November]] 1998, Fraksi Karya Pembangunan (FKP) mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan mantan Presiden Soeharto sebagai tahanan kota. Ini merupakan tindak awal pengusutan harta dan kekayaan Soeharto yang diduga berasal dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).


Mulut pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun 1982. UU ini mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi pemberitaan ataupun siaran. Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. Sehingga organisasi massa tak lebih dari wayang-wayang Orde Baru.
Pada [[3 Desember]] 1998, Presiden BJ Habibie menginstruksikan Jaksa Agung AM Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa mantan Presiden Soeharto. Pada [[9 Desember]] 1998, Soeharto diperiksa tim Kejaksaan Agung di Kejaksaan Tinggi Jakarta sehubungan dengan dana yayasan, program mobil nasional, kekayaan Soeharto di luar negeri, dan kasus Tapos. Majalah Time melansir berita tentang kekayaan Soeharto di luar negeri yang mencapai [[US$]]15 miliar ([[22 Mei]] 1999). Pada [[27 Mei]] 1999, Soeharto menyerahkan surat kuasa khusus kepada Jaksa Agung AM Ghalib untuk menelisik kekayaannya di Swiss dan Austria, seperti diberitakan Majalah Time. Pada [[2 Juni]] 1999, Soeharto mengadukan Majalah Time ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia atas tuduhan memfitnah pada pemberitaannya. Soeharto menuntut ganti rugi sekitar 27 miliar dollar AS.


Kemudian pada tahun 1979–1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi angkatan bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang tergabung dalam [[Petisi 50]], mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan sikap politik pemerintah Orde Baru yang menjadikan Angkatan Darat sebagai pendukung kemenangan Golkar, serta menuntut adanya reformasi politik. Sebagai balasannya, pemerintah mencekal mereka. Kelompok ini pun gagal serta tak pernah mampu tampil lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap pemerintahan Orde Baru.
Soeharto memiliki dan mengetuai tujuh buah yayasan, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.


== Puncak Orde Baru ==
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk [[Kejaksaan Agung]], sejak tahun [[1999]].
[[Berkas:Pelantikan Presiden Soeharto.jpg|jmpl|Pelantikan Presiden Soeharto.]]
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat sosialis. Teknokrat-teknokrat yang umumnya berpendidikan barat dan liberal ([[Amerika Serikat]]) diangkat adalah lulusan [[Berkeley]] sehingga mereka lebih dikenal di dalam klik ekonomi sebagai ''[[Mafia Berkeley]]'' di kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Pada masanya, Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara-negara donor (negara-negara maju) yang tergabung dalan [[IGGI]] yang diseponsori oleh pemerintah [[Belanda]]. Namun pada tahun 1992, IGGI dihentikan oleh pemerintah Indonesia karena dianggap turut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia, khususnya dalam kasus [[Timor Timur]] pasca [[Insiden Dili]]. Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga donor [[CGI]] yang disponsori [[Prancis]]. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga internasional lainnya yang berada di bawah [[PBB]] seperti [[UNICEF]], [[UNESCO]] dan [[WHO]]. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem ''trickle down effect'' (menetes ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional terutama paska [[Krisis 1997]]. Dalam bidang ekonomi juga, tercatat Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun 1984. Namun prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan pada tahun-tahun berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap sangat signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam negara yang mendekati negara-negara [[Industri]] Baru bersama dengan [[Malaysia]], [[Filipina]] dan [[Thailand]], selain [[Singapura]], [[Republik Tiongkok]], dan [[Korea Selatan]].


Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan [[partai politik|partai-partai politik]] sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni [[Partai Persatuan Pembangunan]] (PPP), [[Golongan Karya]] (Golkar) dan [[Partai Demokrasi Indonesia]] (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik di mana muncullah istilah "mayoritas tunggal" di mana Golkar dijadikan partai utama dan "mengebiri" dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem pada masa itu.
Menurut [[Transparency International]], Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar dolar A.S. selama 32 tahun masa pemerintahannya.<ref>{{cite news | author = | year = 2004 | url = http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/3567745.stm | title = Suharto tops corruption rankings | format = | work = | publisher = news.bbc.co.uk | date = 2004-03-25 | accessdate= 2009-02-05}}</ref>


Seiring dengan naiknya taraf pendidikan pada masa pemerintahannya karena pertumbuhan ekonomi, muncullah berbagai kritik dan ketidakpuasan atas ketimpangan ketimpangan dalam pembangunan. Kesenjangan ekonomi, sosial dan politik memunculkan kalangan yang tidak puas dan menuntut perbaikan. Kemudian pada masa pemerintahannya, tercatat muncul peristiwa kekerasan di masyarakat yang umumnya sarat kepentingan politik, selain memang karena ketidakpuasan dari masyarakat.
Pada [[12 Mei]] [[2006]], bertepatan dengan peringatan sewindu [[Tragedi Trisakti]], [[Jaksa Agung]] [[Abdul Rahman Saleh]] mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan [[Surat Keputusan Penghentian Penuntutan]] (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada [[tujuh yayasan Soeharto|tujuh yayasan]] yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan [[Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan]] pada [[11 Mei]] [[2006]], namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada [[12 Juni]] [[2006]].
== Mundur dari jabatan presiden ==
{{utama|Kejatuhan Soeharto}}
[[File:Suharto 1998.jpg|jmpl|200px|Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1998–2003]]
[[Berkas:Suharto resigns.jpg|jmpl|224x224px|Pada 21 Mei 1998, setelah tekanan politik besar dan beberapa demonstrasi, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya di televisi.]]
{{listen|title=Kejatuhan Presiden Soeharto|filename=Pidato Singkat Soeharto mengundurkan diri.ogg|description=Potongan pidato pengunduran diri Soeharto, Kamis 21 Mei 1998. |pos=right}}


Pada 1997, menurut [[Bank Dunia]], 20 sampai 30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. [[Krisis finansial Asia 1997|Krisis finansial Asia]] pada tahun yang sama tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari [[Dana Moneter Internasional|IMF]]. Foto Direktur Pelaksana IMF [[Michel Camdessus]] bersedekap di samping Soeharto yang menandatangani ''Letter of Intent'' pinjaman [[Dolar Amerika Serikat|USD]] 43 miliar dari IMF menjadi viral karena menunjukkan keangkuhan yang seakan memberi makna kalau Indonesia tak berdaya dan telah jatuh ke tangan IMF.<ref>{{cite news |author=Muhammad Fakhriansyah |title=Kisah Indonesia 'Masuk Neraka' Usai Daftar Jadi Pasien IMF |url=https://www.cnbcindonesia.com/news/20230508134851-4-435431/kisah-indonesia-masuk-neraka-usai-daftar-jadi-pasien-imf |access-date=27 Mei 2023 |work=CNBC Indonesia |date=8 Mei 2023}}</ref>
=== Kasus perdata ===
{{sect-stub}} tidak tahu


Meskipun sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998–2003, terutama pada acara Golongan Karya, Soeharto tetap dipilih kembali oleh [[Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia|MPR]] dalam Sidang Umum pada bulan Maret 1998. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan dan pembantaian rakyat, tekanan politik dan militer, dan berpuncak pada [[Pendudukan Gedung DPR/MPR|pendudukan gedung DPR/MPR]], Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden [[B. J. Habibie]], yang menjadi presiden.
== Peninggalan ==
=== Bidang politik ===
Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Soeharto telah banyak memengaruhi sejarah Indonesia. Dengan pengambil alihan kekuasaan dari Soekarno, Soeharto dengan dukungan dari [[Amerika Serikat]] memberantas paham [[komunisme]] dan melarang pembentukan partai [[komunis]]. Dijadikannya [[Timor Timur]] sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga dilakukannya karena kekhawatirannya bahwa partai [[Fretilin]] (''Frente Revolucinaria De Timor Leste Independente'' /partai yang berhaluan sosialis-komunis) akan berkuasa di sana bila dibiarkan merdeka.{{fact|Mei 2008}} Hal ini telah mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil.{{fact|Mei 2008}} Sistem [[otoriter]] yang dijalankan Soeharto dalam masa pemerintahannya membuatnya populer dengan sebutan "'''[[Bapak]]'''", yang pada jangka panjangnya menyebabkan pengambilan keputusan-keputusan di [[DPR]] kala itu disebut secara konotatif oleh masyarakat Indonesia sebagai sistem "ABS" atau "''Asal Bapak Senang''".


Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran [[Hak asasi manusia|HAM]]. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya era Soeharto.
=== Bidang kesehatan ===
Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia, Soeharto memulai kampanye [[Keluarga Berencana]] yang menganjurkan setiap pasangan untuk memiliki secukupnya 2 anak. Hal ini dilakukan untuk menghindari ledakan penduduk yang nantinya dapat mengakibatkan berbagai masalah, mulai dari kelaparan, penyakit sampai kerusakan lingkungan hidup.


Di Credentials Room [[Istana Merdeka]], Jakarta, Presiden Soeharto membacakan pidato yang terakhir kali sebagai berikut:
=== Bidang pendidikan ===
{{cquote|Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai, dan konstitusional.<br />
Dalam bidang [[pendidikan]] Soeharto mempelopori proyek [[Wajib Belajar]] yang bertujuan meningkatkan rata-rata taraf tamatan sekolah anak Indonesia. Pada awalnya, proyek ini membebaskan murid pendidikan dasar dari uang sekolah ([[Sumbangan Pembiayaan Pendidikan]]) sehingga anak-anak dari keluarga miskin juga dapat bersekolah. Hal ini kemudian dikembangkan menjadi Wajib Belajar 9 tahun.
Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.<br />
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.<br />
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.<br />
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan DPR dan juga adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998–2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.<br />
Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI.}}


[[Berkas:Soeharto leaves the palace, The DPR-RI Stance on the Reform Process and the Resignation of President Soeharto, p56.jpg|jmpl|Mantan Presiden kedua [[Soeharto|H.M. Soeharto]] didampingi putrinya [[Siti Hardiyanti Rukmana]] meninggalkan [[Istana Merdeka]] beberapa saat setelah ia [[Kejatuhan Soeharto|mengundurkan diri]] sebagai Presiden pada 21 Mei 1998.]]
=== Bidang perekonomian ===


Sesaat kemudian, Presiden Soeharto menyerahkan pucuk pimpinan negeri kepada Prof. Dr. Ing. BJ Habibie. Setelah melaksanakan sumpah jabatan, akhirnya BJ Habibie resmi memangku jabatan presiden ke-3 RI. Ucapan selamat datang mulai dari mantan Presiden Soeharto, pimpinan dan wakil-wakil pimpinan MPR/DPR, para menteri serta siapa saja yang turut dalam pengucapan sumpah jabatan presiden ketika itu.
=== Meninggal dan pemakaman ===
[[Berkas:Suharto.jpg|thumb|right|Soeharto di sebuah media massa [[Malaysia]].]]
Di tengah upaya membela diri berkaitan dengan kasus penyalahgunaan kekuasaan, Soeharto terkena serangan stroke ringan dan dirawat selama sepuluh hari di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta pada 20 Juni 1999. Pada 14 Agustus 1999, Soeharto dirawat untuk kedua kalinya di RSPP selama lima hari, karena pendarahan pasa usus. Pada 7 Mei 2006, Soeharto kembali masuk RSPP dan menjalani operasi pembedahan untuk menghentikan pendarahan pada saluran cerna oleh tim dokter terpadu. Soeharto kembali dirawat di RSPP karena kadar hemoglobin rendah, tekanan darah turun, dan ada penimbunan cairan sehingga tubuhnya membengkak. Setelah dirawat 245 hari sejak 4 Januari 2008, Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008 akibat kegagalan multi-organ.


Tak berselang terlalu lama, Menteri Pertahanan Keamanan merangkap Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto membacakan pernyataan sikap, demikian: pertama, memahami situasi yang berkembang dan aspirasi masyarakat, ABRI mendukung dan menyambut baik permintaan berhenti Bapak Soeharto sebagai Presiden RI serta berdasarkan konstutusi mendukung Wakil Presiden Bapak BJ Habibie sebagai Presiden RI.
Minggu, 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB, [[27 Januari]] [[2008]]<ref name="beritawafat">{{cite news | author = | year = 2008 | url = http://www.detiknews.com/read/2008/01/27/132018/884655/10/pak-harto-wafat-pukul-1310-wib | title = Pak Harto Wafat Pukul 13.10 WIB | format = | work = | publisher = detik.com | date = 2008-01-27 | accessdate= 2009-02-05}}</ref> di hari ke-24 dirawat di [[Rumah Sakit Pusat Pertamina|RSPP]] ([[Jakarta]]), mantan Presiden Soeharto dipanggil Sang Khalik. Kepastian kabar wafatnya Soeharto bukan disampaikan oleh keluarga, pengacara, dokter, atau pejabat negara. Kabar itu disampaikan langsung dan pertama kali kepada wartawan oleh Kepala Kepolisian Sektor Kebayoran Baru Komisaris Dicky Sondani<ref name="beritawafat"></ref> di depan lobi utama RSPP sepuluh menit setelah Soeharto wafat.


Kedua, ABRI yang tetap kompak dan satu berharap dan mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menerima kehendak pribadi Presiden Soeharto tersebut yang telah sesuai dengan konstitusi, yakni Pasal 8 UUD 1945.
Keterangan resmi Soeharto meninggal baru disampaikan Siti Hardiyanti Hastuti Indra Rukmana (Tutut) bersama dua adiknya dan [[Tim Dokter Kepresidenan]] pada pukul 13.45 WIB pada hari Minggu tanggal [[27 Januari]] [[2008]]. Suasana di RSPP pada akhir pecan itu sepi. Wartawan yang meliput berita tentang mantan orang kuat di Indonesia itu pun tidak banyak. Sejak dinyatakan Soeharto dalam keadaan kritis, wartawan mulai berdatangan. Di sekitar lobi utama RSPP suasana berubah tegang ketika lima tentara lewat di antara tempat parkir mobil. Semua kameramen televise langsung bergerak ke depan rumah sakit.


Ketiga, dalam hal ini, ABRI akan tetap berperan aktif guna mencegah penyimpangan dan hal-hal lain yang dapat mengancam keutuhan bangsa.
Komisaris Dicky Sondani yang datang ke RSPP sekitar pukul 12.30 WIB terlihat mondar-mandir. Sebentar masuk ke dalam rumah sakit, kemudian keluar lagi. Awalnya, puluhan wartawan yang berjaga tidak menghiraukan kehadiran Kapolres Kebayoran Baru, Jakarta tersebut. Para wartawan menganggap bahwa Dicky sedang berjaga-jaga untuk menanti kehadiran pejabat negara. Rasa penasaran wartawan memuncak saat polisi dan tentara semakin banyak yang datang dan Dicky masih mondar-mandir. Ketika Dicky keluar lobi utama, dia berdiri pas di depan pintu, wartawan sepakat bertanya ada apa dengan pengamanan yang ketat itu. Dicky berada di tengah kerumunan wartawan dan kamera televise mengarah ke wajahnya.


Keempat, menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa, ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan Presiden/Mandataris MPR termasuk Bapak Soeharto beserta keluarganya.
Tepat pukul 13.20 WIB, Dicky mengatakan,” Telah berpulang ke Rahmatullah, Haji Muhammad Soeharto pukul 13.10 WIB. Rencanya akan dibawa ke Cendana, tetapi belum tahu pukul berapa.” Berulang kali Dicky harus mengulang kalimat itu karena banyak kameramen dan reporter radio yang belum merekam suaranya. Bahkan, ada yang meminta Dicky bersuara hanya untuk mengatakan jam berapa Soeharto meninggal. Semua orang membutuhkan suara Dicky yang menjadi pemberi informasi pertama untuk publik.


Kelima, ABRI mengajak semua pihak agar bersikap tenang, mencegah terjadinya kerusuhan dan tindak kekerasan yang akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri.
Warga yang ingin berbelasungkawa diizinkan memasuki kediaman keluarga Soeharto pada malamnya. Warga boleh masuk secara berombongan, sekitar 20 orang untuk setiap rombongan. Warga pun memanfaatkan kesempatan itu. Soeharto meninggalkan wasiat kepada keluarga agar dimakamkan di sisi almarhumah Ny Tien Soeharto di Kompleks Astana Giribangun, Solo, Jawa Tengah, sebelum dzuhur, sekitar pukul 12.00 WIB. Jenasah Soeharto diserahkan oleh pihak keluarga yang diwakili Tutut kepada pemerintah pada Senin, 28 Januari 2008 pagi untuk selanjutnya diberangkatkan ke Solo, Jawa Tengah.


==Kontroversi==
Nun di ketinggian 666 meter di atas permukaan laut, Soeharto mendirikan istana terakhirnya. Istana itu bernama Astana Giribangun. Inilah sebuah kompleks makam termuda leluhur dinasti Mataram Imogiri, Yogyakarta. Astana Giribangun terletak di lereng barat Gunung Lawu, persisnya di Kelurahan Karangbangun, Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kira-kiranya jaraknya 40 kilometer dari Kota Solo. Giribangun berdampingan dengan Gunung Mangadeg yang memiliki ketinggian 750 meter di atas permukaan laut.
=== Kasus dugaan korupsi ===
[[Berkas:Rumah Cendana Kediaman Presiden Soeharto By Dany Hilmi Amrullah.jpg|jmpl|Rumah Cendana yang menjadi simbol kekuasaan Soeharto.]]
:''Artikel utama: [[Kasus dugaan korupsi Soeharto]]''
Setelah Soeharto resmi mundur dari jabatannya sebagai presiden, berbagai elemen masyarakat mulai menuntut agar digelar pengusutan dan pengadilan atas mantan presiden yang bekuasa paling lama di Indonesia itu. Pada 1 September 1998, tim Kejaksaan Agung mengumumkan adanya indikasi penggunaan uang yayasan di bawah pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Melalui Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada 6 September 1998, Soeharto muncul dan menyatakan bahwa dia tidak mempunyai kekayaan di luar negeri.


Jaksa Agung AM Ghalib dan Menko Wasbang/PAN Hartarto menemuinya di Jalan Cendana (Jakarta) untuk mengklarifikasi penyataan tersebut (21 September 1998). Pada 21 November 1998, Fraksi Karya Pembangunan (FKP) mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan mantan Presiden Soeharto sebagai tahanan kota. Ini merupakan tindak awal pengusutan harta dan kekayaan Soeharto yang diduga berasal dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).
Mengutip buku Panduan Berziarah Astana Giribangun koleksi Perpustakaan Rekso Pustoko Puro Mangkunegaran (Solo), usia Astana Giribangun sebagai salah satu makam leluhur keluarga besar Mangkunegaran adalah kompleks makam termuda dibandingkan kompleks makam lain. Urutannya adalah Makam Mangkunegaran Kartasura di Imogiri Bantul (Yogyakarta), Astana Mangadeg Astana Girilayu, Astana Oetara, Astana Giri, Astana Kablokan, Pesarean Mantenan, Pesarean Karangtengah, Pesarean Randusongo, Pesarean Temuireng, Pesarean Ngendo Kerten, dan Astana Giribangun.


Pada 3 Desember 1998, Presiden BJ Habibie menginstruksikan Jaksa Agung AM Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa mantan Presiden Soeharto. Pada 9 Desember 1998, Soeharto diperiksa tim Kejaksaan Agung di Kejaksaan Tinggi Jakarta sehubungan dengan dana yayasan, program mobil nasional, kekayaan Soeharto di luar negeri, dan kasus Tapos. Majalah Time melansir berita tentang kekayaan Soeharto di luar negeri yang mencapai US$15 miliar (22 Mei 1999). Pada 27 Mei 1999, Soeharto menyerahkan surat kuasa khusus kepada Jaksa Agung AM Ghalib untuk menelisik kekayaannya di Swiss dan Austria, seperti diberitakan Majalah Time. Pada 2 Juni 1999, Soeharto mengadukan Majalah Time ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia atas tuduhan memfitnah pada pemberitaannya. Soeharto menuntut ganti rugi sekitar 27 miliar dollar AS.
Di belakang atau di sebelah setalan bukit Giribangun mengalir Kali Samin. Di depan pintu kompleks Makam Giribangun yang selalu tertutup terdapat dua pohon jambu mawar yang masing-masing berada di kanan-kiri pintu. Ini memang sebuah tempat yang teduh dan nyaman. Fasilitas kompleks makam juga lengkap, seperti pelereman atau bangunan khusus untuk menginap keluarga Soeharto dan masjid. Pengurus dan pegawai Astana Giribangun juga secara berdedikasi memeliharanya. Kayu jati masih tampak mengkilap, sesekali dipelitur. Makam rajin dipoles, bunga peziarah selalu dibersihkan setiap pagi, dan karpet pun dicuci setiap minggu. Semua siap di makam yang dibangun oleh 700 pekerja tanpa penggunakan traktor dan alat berat lainnya itu. Makam yang terletak sekitar 35 kilometer dari Solo itu dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu jam karena jalan menuju kompleks makam dari Matesih sangat lancar.


Dalam persidangan gugatan akhirnya [[Mahkamah Agung]] (MA) memenangkan gugatan mantan Presiden Soeharto terhadap Majalah TIME Asia. Dalam putusan majelis hakim agung yang diketuai Ketua Muda Militer MA, Mayor Jenderal TNI Purnawirawan German Hoediarto dan beranggotakan Bahauddin Qoudry serta M. Taufik, tanggal 31 Agustus 2007 itu, Majalah TIME Asia diperintahkan membayar ganti rugi immateriil senilai Rp 1 triliun kepada HM Soeharto.[https://www.liputan6.com/news/read/183090/ma-menangkan-soeharto-lawan-majalah-time-asia MA Menangkan Soeharto Lawan Majalah TIME Asia]
Astana Giribangun dibangun oleh Yayasan Mangadeg, sebuah yayasan yang bertujuan membangun dan memperbaiki makam-makam leluhur seperti makam Pangeran Sambernyawa. Soeharto dan Hartinah (Tien Soeharto) masuk sebagai pendiri yayasan yang berdiri pada 28 Oktober 1969 tersebut.


Soeharto memiliki dan mengetuai tujuh buah yayasan, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.
Makam yang dibangun di atas bukit Giribangun diresmikan pada Jumat Wage, 23 Juli 1976. Acara tersebut ditandai dengan dipindahkannya kerangka jenazah ayah dan ibu Hartinah, KRMTH Soemoharjomo dan KRA Soeharjomo. Karena kompleks makam Astana Mangadeg semakin penuh, pada 27 November 1974, pembangunan Astana Giribangun dimulai. Waktu itu, Gunung Bangun dipotong sekitar 22 meter agar ketinggiannya tidak melebihi Astana Mangadeg. Upacara peresmiannya dilakukan pada 23 Juli 1976.


Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk [[Kejaksaan Agung]], sejak tahun 1999.
Bangunan utama makam terdiri atas bagian yang ditandai dengan trap-trap. Bagian pelataran bawah disebut Cungkup Argotuwuh. Siapa pun yang masuk ke area ini harus melepaskan alas kaki. Anggota keluarga Yayasan Mangadeg dapat dimakamkan di area seluas 700 meter persegi ini. Trap selanjutnya adalah Argokembang dengan luas 600 meter persegi. Yang paling puncak adalah Argosari seluar 300 meter persegi.


Menurut [[Transparency International]], Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar dolar A.S. selama 32 tahun masa pemerintahannya.<ref>{{cite news|author = |year = 2004|url = http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/3567745.stm|title = Suharto tops corruption rankings|format = |work = |publisher = news.bbc.co.uk|date = 2004-03-25|accessdate = 2009-02-05|archive-date = 2020-11-13|archive-url = https://web.archive.org/web/20201113042444/http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/3567745.stm|dead-url = no}}</ref>
Di Argosari inilah terletak makam utama keluarga Soeharto, yaitu di ruangan 80 meter persegi dikelilingi gebyok ukiran. Terletak di tingkat teratas dari makam dengan kapasitas 65 badan. Terdiri dari Cungkup Argosari dalam dinding gebyok lima badan, emper Cungkup Argosasi 12 badan, dan selasar Cungkup Argosari 45 badan. Karpet empuk cokelat muda terhampar di rungan ini. Seluruh bangunan didominasi kayu jati; dari kayu untuk atap hingga tiang penyangga.


Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan peringatan sewindu [[Tragedi Trisakti]], [[Jaksa Agung]] [[Abdul Rahman Saleh]] mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada [[11 Mei]] 2006, namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni 2006.
Pada bangunan utama terdapat empat makam yang sudah lama terisi dan satu petak yang sengaja dikosongkan. Berurutan dari ujung timur terdapat makam kakak tertua Hartinah, Siti Hartini Oudang, kemudian ayah dan ibu Harinah. Di ujung paling barat ada makam Hartinah. Di antara makam itulah, makam Soeharto berada.
=== Beberapa catatan atas tindakan represif Orde Baru ===
Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku [[Tionghoa]], melarang penggunaan [[tulisan Tionghoa tertulis]] di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Selain itu hak-hak politik etnis Tionghoa dibatasi dan agama Kong Hu Cu tidak diakui keberadaannya.


Pada 1970 Soeharto melarang [[protes]] pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan [[korupsi]]. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik.
Emper Cungkup Argosari direncanakan dipergunakan bagi putra-putri dan menantu, yakni enam pasang badan atau 12 badan. Selasar Cungkup Argosari dicadangkan untuk pengurus Yayasan Mangadeg, yaitu penasihat 10 badan, pengurus harian 14 badan, anggota pengurus/komisaris 14 badan, direksi, dan komisaris 10 badan.


Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran [[media massa|media]]. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan [[monopoli]] kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur [[Islam]].
Untuk makam tingkat kedua, yakni Argokembang diperuntukkan bagi para anggota pengurus pleno dan seksi Yayasan Mangadeg dan bukan anggota Yayasan Mangadeg yang oleh pengurus yayasan dianggap banyak memberikan jasa-jasa kepada yayasan. Argokembang berkapasitas 58 pasang atau 116 badan.
Tingkat terakhir adalah Argotuwuh. Tingkat ini diperuntukkan bagi para pengurus pleno dan anggota seksi yayasan. Di samping itu, untuk keluarga besar Yayasan Mangadeg, bukan anggota pengurus yayasan yang dianggap banyak memberikan jasa-jasa kepada yayasan. Akomodasi ini berkapasitas 78 pasang atau 156 calon badan.


[[File:Suharto greeting Ford (cropped).jpg|thumb|left|Presiden [[Gerald Ford]] dan [[Suharto]] berjabat tangan pada 6 Desember 1975, sehari sebelum invasi ke Timor-Timur yang didukung Amerika Serikat dalam era [[Perang Dingin]].]]
== Kematian Soeharto ==
Pada 1973 dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan "''electoral college''". dan juga terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, [[Golkar]]. Oleh karena itu semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi [[Partai Persatuan Pembangunan]], sementara partai-partai non-Islam (Katolik dan Protestan) serta partai-partai nasionalis digabungkan menjadi [[Partai Demokrasi Indonesia]].
Kemudian sekitar pukul 14.35, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, [[Menteng]], Jakarta<ref>{{cite news | author = | year = 2008 | url = http://www.detiknews.com/read/2008/01/27/144027/884695/10/jenazah-pak-harto-dibawa-ke-cendana | title = Jenazah Pak Harto Dibawa ke Cendana | format = | work = | publisher = detik.com | date = 2008-01-27 | accessdate= 2009-02-05}}</ref>. Ambulan yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.

Pada 1975, dengan persetujuan bahkan permintaan [[Amerika Serikat]] dan [[Australia]], ia memerintahkan pasukan Indonesia untuk memasuki bekas koloni [[Portugal]] [[Timor Timur]] setelah Portugal mundur dan gerakan pro-komunis [[Fretilin]] memegang kuasa yang menimbulkan kekacauan di masyarakat Timor Timur sendiri, serta kekhawatiran Amerika Serikat atas tindakan Fretilin yang mendapat dukungan politik Uni Soviet dalam perebutan pengaruh dua negara adikuasa di periode [[Perang Dingin]] yang juga memanas di sekitar [[Perang Vietnam|kawasan Vietnam]]. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia, dengan bantuan presiden [[Gerald Ford]], yang meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia untuk menghindari berkembangnya pengaruh komunis di Asia Tenggara.<ref>Simons, p. 189</ref><ref name="auto">{{cite book|title=Gerald R. Ford: The American Presidents Series: The 38th President|first=Douglas|last=Brinkley|date=2007|page=132|url=https://books.google.com/books?id=ANVyLKKIp9wC&pg=PA132|isbn=978-1429933414|access-date=2021-01-08|archive-date=2020-08-03|archive-url=https://web.archive.org/web/20200803132941/https://books.google.com/books?id=ANVyLKKIp9wC&pg=PA132|dead-url=no}}</ref> Pada 15 Juli 1976, Timor Timur secara menjadi salah satu provinsi di NKRI sampai wilayah tersebut dialihkan ke administrasi [[PBB]] pada 1999.

Korupsi menjadi beban berat pada 1980-an. Pada 5 Mei 1980 sebuah kelompok yang kemudian lebih dikenal dengan nama [[Petisi 50]] menuntut kebebasan politik yang lebih besar. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, dan mahasiswa. Media Indonesia menekan beritanya dan pemerintah mecekal penandatangannya. Setelah pada 1984 kelompok ini menuduh bahwa Soeharto menciptakan [[negara satu partai]], beberapa pemimpinnya dipenjarakan.

Catatan [[hak asasi manusia]] Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke tahun. Pada 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur. Presiden AS [[Bill Clinton]] mendukungnya.

Pada 1996 Soeharto berusaha menyingkirkan [[Megawati Soekarnoputri]] dari kepemimpinan [[Partai Demokrasi Indonesia]] (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di [[Jakarta]] pada tanggal 27 Juli 1996 (peristiwa [[peristiwa 27 Juli|Sabtu Kelabu]]) yang dikenal sebagai "''Peristiwa Kudatuli''" (Kerusuhan Dua Tujuh Juli).

== Peninggalan ==
=== Bidang politik ===
Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Soeharto telah banyak memengaruhi sejarah Indonesia. Dengan pengambil alihan kekuasaan dari Soekarno, Soeharto dengan dukungan dari [[Amerika Serikat]] memberantas paham [[komunisme]] dan melarang pembentukan partai [[komunis]]. Dijadikannya [[Timor Timur]] sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga dilakukannya karena kekhawatirannya bahwa partai [[Fretilin]] (''Frente Revolucionaria De Timor Leste Independente'' / Front Revolusi untuk Kemerdekaan Timor Timur) akan berkuasa di sana bila dibiarkan merdeka.{{fact|Mei 2008}} Hal ini telah mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil.{{fact|Mei 2008}} Sistem [[otoriter]] yang dijalankan Soeharto dalam masa pemerintahannya membuatnya populer dengan sebutan "'''[[Bapak]]'''", yang pada jangka panjangnya menyebabkan pengambilan keputusan-keputusan di [[DPR]] kala itu disebut secara konotatif oleh masyarakat Indonesia sebagai sistem "ABS" atau "''Asal Bapak Senang''".

=== Bidang kesehatan ===
Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia, Soeharto memulai kampanye [[Keluarga Berencana]] yang menganjurkan setiap pasangan untuk memiliki secukupnya 2 anak. Hal ini dilakukan untuk menghindari ledakan penduduk yang nantinya dapat mengakibatkan berbagai masalah, mulai dari kelaparan, penyakit sampai kerusakan lingkungan hidup.

== Kematian ==
Pada tanggal 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB, Soeharto meninggal dunia di [[Rumah Sakit Pusat Pertamina]], [[Kota Administrasi Jakarta Selatan|Jakarta Selatan]]. Kemudian sekitar pukul 14.35, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, [[Menteng]], Jakarta.<ref>{{cite news|author = |year = 2008|url = http://www.detiknews.com/read/2008/01/27/144027/884695/10/jenazah-pak-harto-dibawa-ke-cendana|title = Jenazah Pak Harto Dibawa ke Cendana|format = |work = |publisher = detik.com|date = 2008-01-27|accessdate = 2009-02-05|archive-date = 2021-05-19|archive-url = https://web.archive.org/web/20210519162612/https://news.detik.com/|dead-url = no}}</ref> Ambulans yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.


Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekitar pukul 14.55, Minggu (27/1).
Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekitar pukul 14.55, Minggu (27/1).


Presiden RI [[Susilo Bambang Yudhoyono]] didampingi Wakil Presiden [[Jusuf Kalla]] dan beberapa menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang [[ketahanan pangan]], menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas wafatnya mantan Presiden RI Kedua Haji Muhammad Soeharto.
Presiden RI [[Susilo Bambang Yudhoyono]] didampingi Wakil Presiden [[Jusuf Kalla]] dan beberapa menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang [[ketahanan pangan]], menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas kematian Soeharto.


Minggu Sore pukul 16.00 WIB, [[Presiden]] [[Soesilo Bambang Yudhoyono]] dan [[Wakil Presiden]] [[Jusuf Kalla]], lebih dulu melayat ke [[Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat|Cendana]].
Minggu sore pukul 16.00 WIB, [[Presiden]] [[Soesilo Bambang Yudhoyono|Susilo Bambang Yudhoyono]] dan [[Wakil Presiden]] [[Jusuf Kalla]], lebih dulu melayat ke [[Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat|Cendana]].


=== Pemakaman ===
=== Pemakaman ===
Jenazah mantan presiden Soeharto diberangkatkan dari rumah duka di Jalan Cendana, Jakarta, Senin, 28 Januari 2008, pukul 07.30 WIB<ref>{{cite news | author = | year = 2008 | url = http://www.detiknews.com/read/2008/01/28/073112/885055/10/pukul-0730-wib-jenazah-soeharto-tinggalkan-cendana | title = Pukul 07.30 WIB, Jenazah Soeharto Tinggalkan Cendana | format = | work = | publisher = detik.com | date = 2008-01-27 | accessdate= 2009-02-05}}</ref> menuju Bandara [[Halim Perdanakusuma]]. Selanjutnya jenazah akan diterbangkan dari Bandara Halim Perdanakusuma ke [[Solo]] pukul 10.00 WIB untuk kemudian dimakamkan di [[Astana Giri Bangun]], [[Solo]], Senin (28/1). Jenazah tiba di Astana Giri Bangun siang itu sebelum pukul 12.00 WIB. Almarhum diturunkan ke liang lahat pada pukul 12.15 WIB<ref>{{cite news | author = | year = 2008 | url = http://www.detiknews.com/read/2008/01/28/121750/885366/10/jenazah-pak-harto-dimasukkan-ke-liang-lahat | title = Jenazah Pak Harto Dimasukkan ke Liang Lahat | format = | work = | publisher = detik.com | date = 2008-01-27 | accessdate= 2009-02-05}}</ref> bersamaan dengan berkumandangnya adzan dzuhur. Almarhum sudah berada di liang lahat siang itu pukul 12.17 WIB. Upacara pemakaman Soeharto tersebut dipimpin oleh inspektur upacara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Jenazah Soeharto diberangkatkan dari rumah duka di Jalan Cendana, Jakarta, Senin, 28 Januari 2008, pukul 07.30 WIB<ref>{{cite news|author = |year = 2008|url = http://www.detiknews.com/read/2008/01/28/073112/885055/10/pukul-0730-wib-jenazah-soeharto-tinggalkan-cendana|title = Pukul 07.30 WIB, Jenazah Soeharto Tinggalkan Cendana|format = |work = |publisher = detik.com|date = 2008-01-27|accessdate = 2009-02-05|archive-date = 2021-05-19|archive-url = https://web.archive.org/web/20210519162638/https://news.detik.com/|dead-url = no}}</ref> menuju Bandara [[Halim Perdanakusuma]]. Selanjutnya jenazah Soeharto akan diterbangkan dari Bandara Halim Perdanakusuma ke [[Solo]] pukul 10.00 WIB untuk kemudian dimakamkan di [[Astana Giri Bangun]], [[Kabupaten Karanganyar|Karanganyar]], Senin (28/1). Jenazah Soeharto tiba di Astana Giri Bangun siang itu sebelum pukul 12.00 WIB.<ref>{{cite news|author = |year = 2008|url = http://www.detiknews.com/read/2008/01/28/121750/885366/10/jenazah-pak-harto-dimasukkan-ke-liang-lahat|title = Jenazah Pak Harto Dimasukkan ke Liang Lahat|format = |work = |publisher = detik.com|date = 2008-01-27|accessdate = 2009-02-05|archive-date = 2021-05-19|archive-url = https://web.archive.org/web/20210519162638/https://news.detik.com/|dead-url = no}}</ref> Upacara pemakaman Soeharto tersebut dipimpin oleh inspektur upacara [[Susilo Bambang Yudhoyono]].

==Warisan==
Rumah masa kecil Soeharto di Kemusuk, Bantul saat ini dijadikan museum ''[[Memorial Jenderal Besar Soeharto|Memorial Jenderal Besar HM Soeharto]]''. Sebuah patung dirinya berdiri di depan museum. Museum tersebut dibangun oleh Probosutedjo dan diresmikan pada tahun 2013.<ref>{{Cite news |date=7 Juni 2016 |title=Tempat Kelahiran Soeharto Kini Lebih Hidup |url=https://news.okezone.com/read/2015/06/07/510/1161394/tempat-kelahiran-soeharto-kini-lebih-hidup |work=[[Okezone.com]] |access-date=12 Oktober 2021 |last=Prabowo |archive-date=2021-10-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211027181459/https://news.okezone.com/read/2015/06/07/510/1161394/tempat-kelahiran-soeharto-kini-lebih-hidup |dead-url=no }}</ref>

[[FELDA Soeharto]], sebuah kampung di [[Selangor]], Malaysia, dinamakan menurut Soeharto pada tahun 1977 – sebelumnya ia berkunjung ke kampung tersebut pada tahun 1970 sebagai bagian dari kunjungan bersejarah untuk menormalkan hubungan Indonesia-Malaysia.<ref>{{cite web |last1=Sutikno |first1=Husin |title=KAMPONG SOEHARTO DI NEGERI JIRAN |url=https://soeharto.co/kampong-soeharto-di-negeri-jiran/ |website=HM Soeharto |access-date=12 Oktober 2021 |archive-date=2021-10-27 |archive-url=https://web.archive.org/web/20211027215922/https://soeharto.co/kampong-soeharto-di-negeri-jiran/ |dead-url=yes }}</ref>

Pada tahun 2013, muncul slogan bahasa Jawa ''[[Isih penak jamanku to]]'' ({{lang-id|Masih enak zaman saya kan}}) atau ''Piye kabare, isih penak jamanku to'' ({{lang-id|Bagaimana kabarnya, masih enak zaman saya kan}}) di stiker, kaos, dan internet yang menyatakan bahwa zaman pemerintahan Soeharto lebih baik ketimbang zaman sekarang.<ref>{{Cite web|date=2013-11-25|title=Mengapa 'merindukan' sosok Suharto?|url=https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2013/11/131125_lapsus_suharto_baju_dan_museum|last=Nugroho|first=Andreas|website=BBC News Indonesia|language=id|access-date=2021-11-13|archive-date=2022-01-22|archive-url=https://web.archive.org/web/20220122045810/https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2013/11/131125_lapsus_suharto_baju_dan_museum|dead-url=no}}</ref><ref name="Pontororing">{{cite journal |last1=Pontororing |first1=Angela |title=Sebuah Upaya Pembacaan Poskolonial dengan Metode Dialog Imajinatif Antara Foto Soeharto “Piye Kabare, Penak Jamanku To?” dan Teks Keluaran 14:10-12; 16:1-3; 17:3 |journal=Indonesian Journal of Theology |date=Juli 2016 |volume=4/1 |pages=1-44 |url=https://media.neliti.com/media/publications/318086-sebuah-upaya-pembacaan-poskolonial-denga-f187bae4.pdf |access-date=7 Februari 2022 |archive-date=2022-02-07 |archive-url=https://web.archive.org/web/20220207170158/https://media.neliti.com/media/publications/318086-sebuah-upaya-pembacaan-poskolonial-denga-f187bae4.pdf |dead-url=no }}</ref>

Mantan [[Perdana Menteri Malaysia]] [[Mahathir Mohamad]] berkata:<ref name="Mahathir">{{Cite web|last=Samosir|first=Hanna Azarya|date=2016-04-25|title=Mahathir Mohammad dan Memori Indah tentang Soeharto|url=https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160423130713-106-126012/mahathir-mohammad-dan-memori-indah-tentang-soeharto|website=internasional|language=id-ID|access-date=|archive-date=2023-01-31|archive-url=https://web.archive.org/web/20230131164016/https://www.cnnindonesia.com/internasional/20160423130713-106-126012/mahathir-mohammad-dan-memori-indah-tentang-soeharto|dead-url=no}}</ref>{{cquote|Sebelum saya bertemu langsung dengan Presiden Soeharto, saya selalu mengikuti perkembangan dari berbagai kebijakan yang dijalankan oleh pemerintahan beliau. Saya merencanakan apabila nanti diangkat menjadi Perdana Menteri, maka kunjungan luar negeri saya yang pertama kali adalah kepada Presiden Soeharto.}}{{cquote|Saya melihat setiap ucapan dan tindakan yang dilakukan Pak Harto benar-benar menunjukkan kualitasnya sebagai seorang pemimpin. Walaupun Pak Harto memiliki latar belakang sebagai tentara, ia tidak menunjukkan sikap yang sombong dan kalimat-kalimat yang keras. Bahasanya juga baik sekali.}}{{cquote|Saya biasa dengan dia. Setelah menjadi Perdana Menteri, saya beberapa kali bertemu dengannya. Kita ada perbincangan antara sahabat. Dekat.}}{{cquote|Saya menghormati Bapak Soeharto karena dia mengubah Indonesia dari negara yang mempunyai banyak masalah di zaman Soekarno. Dia dapat menguatkan perpaduan di kalangan banyak suku di Indonesia. Ini bukan suatu negara yang mudah diperintah, tapi setelah Soeharto mengambil alih, Indonesia tidak terpecah.}}{{cquote|Ada masalah sedikit di [[Aceh]], tapi umumnya dia berhasil mengganti citra Indonesia menjadi lebih maju. Ya, memang ada hal yang tak benar dilakukan. Di mana-mana pemimpin juga begitu.<ref name="Mahathir"/>|Mahathir<ref name="Mahathir"/>}}

== Penghargaan ==
Selama menjadi Presiden Republik Indonesia dan perwira militer, beliau menerima berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri, diantaranya;<ref>{{Cite web|url=https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=list&hlm=2&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=2&presiden=suharto|title=Penghargaan Presiden Soeharto|access-date=2021-10-30|website=Kepustakaan Presiden-Presiden RI|publisher=[[Perpustakaan Nasional Republik Indonesia]]|archive-date=2021-10-30|archive-url=https://web.archive.org/web/20211030044922/https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=list&hlm=2&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=2&presiden=suharto|dead-url=yes}}</ref><ref>{{Citation |author=Indonesian Army Bureau of History |date=1981 |title=Sejarah TNI-AD 1945–1973: Riwayat Hidup Singkat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat |volume=XIII |at=[https://books.google.com/books?id=l7maivDM07kC&pg=PA291 pp. 291-2]}}</ref><ref>{{Cite web|title=Soeharto ODM|url=https://gmic.co.uk/topic/50166-soeharto-odm/|website=Gentleman's Military Interest Club|language=en-GB|access-date=2023-04-13}}</ref>
=== Dalam Negeri ===
{| style="margin:1em auto; text-align:center;"
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Republik Indonesia Adipurna.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Mahaputera Adipurna.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Bintang Jasa Utama Ribbon.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Budaya Parama Dharma.png|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Gerilya.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Sakti.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Dharma.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Bintang Yudha Dharma Utama.gif|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Kartika Eka Paksi Utama.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Jalasena Utama.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Bhayangkara Utama.png|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Kartika Eka Paksi Pratama.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Kartika Eka Paksi Nararya.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Indonesian Armed Forces "8 Years" Service Star (1945-1953).gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Bintang Garuda.png|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Satyalencana Teladan.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana Kesetiaan XVI.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalancana Perang Kemerdekaan I.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satya Lencana Perang Kemerderkaan II.gif|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satya Lencana GOM I.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana G.O.M. II.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana G.O.M. III.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana G.O.M. IV.gif|width=100}}
|-
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana Satya Dharma.png|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satyalencana Wira Dharma (1963).gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Satya Lencana Penegak.gif|width=100}}
|{{Ribbon devices|number=0|type=award-star|ribbon=Pita (Ribbon) Medali Veteran Perdamaian.png|width=100}}
|}

{| class="wikitable" width="70%" style="margin:1em auto; text-align:center;"
|-
!Baris ke-1
| colspan="1"|[[Bintang Republik Indonesia Adipurna]] (27 Mei 1988)<ref>{{Cite web|date=7 Januari 2020|title=Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Republik Indonesia Tahun 1959–sekarang|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/3822wni_penerima_tanda_kehormatan_bintang_republik_indonesia_1959_sekarang.pdf|publisher=Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia|access-date=12 Agustus 2021|archive-date=2021-07-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20210729004106/https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20200107/3822wni_penerima_tanda_kehormatan_bintang_republik_indonesia_1959_sekarang.pdf|dead-url=no}}</ref>
| colspan="1"|[[Bintang Mahaputera Adipurna]] (27 Mei 1988)<ref>{{cite book |title=Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003 |url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20180910/41462-Bintang_Mahaputera_tahun_1959-2003.pdf |access-date=4 Oktober 2021}}</ref>
| colspan="1"|[[Bintang Jasa Utama]] (27 Mei 1988)<ref>{{cite book |title=Daftar WNI yang Menerima Anugerah Bintang Jasa Tahun 1964 - 2003 |url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20180910/44364-Bintang_Jasa_tahun_1964-2003.pdf |access-date=4 Oktober 2021}}</ref>
| colspan="1"|[[Bintang Budaya Parama Dharma]] (27 Mei 1988)<ref>{{Cite web|date=30 Januari 2017|title=Daftar WNI yang Memperoleh Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma Tahun 2004–sekarang|url=https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20171030/270827088._Bintang_Budaya_Parama_Dharma_tahun_2004-sekarang.pdf|publisher=Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia|access-date=12 Agustus 2021|archive-date=2021-05-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20210513140716/https://cdn.setneg.go.id/_multimedia/document/20171030/270827088._Bintang_Budaya_Parama_Dharma_tahun_2004-sekarang.pdf|dead-url=no}}</ref>
|-
!Baris ke-2
| colspan="1"|[[Bintang Gerilya]]
| colspan="1"|[[Bintang Sakti]]
| colspan="1"|[[Bintang Dharma]]
| colspan="1"|[[Bintang Yudha Dharma|Bintang Yudha Dharma Utama]]
|-
!Baris ke-3
| colspan="1"|[[Bintang Kartika Eka Paksi|Bintang Kartika Eka Paksi Utama]]
| colspan="1"|[[Bintang Jalasena|Bintang Jalasena Utama]]
| colspan="1"|[[Bintang Swa Bhuwana Paksa|Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama]]
| colspan="1"|[[Bintang Bhayangkara|Bintang Bhayangkara Utama]]
|-
!Baris ke-4
| colspan="1"|[[Bintang Kartika Eka Paksi|Bintang Kartika Eka Paksi Pratama]]
| colspan="1"|[[Bintang Kartika Eka Paksi|Bintang Kartika Eka Paksi Nararya]]
| colspan="1"|[[Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia]]
| colspan="1"|[[Bintang Garuda]]
|-
!Baris ke-5
| colspan="1"|[[Daftar tanda kehormatan di Indonesia#Satyalancana|Satyalancana Teladan]]
| colspan="1"|[[Satyalancana Kesetiaan]] 16 Tahun
| colspan="1"|[[Satyalancana Perang Kemerdekaan I]]
| colspan="1"|[[Satyalancana Perang Kemerdekaan II]]
|-
!Baris ke-6
| colspan="1"|[[Satyalancana G.O.M I]]
| colspan="1"|[[Satyalancana G.O.M II]]
| colspan="1"|[[Satyalancana G.O.M III]]
| colspan="1"|[[Satyalancana G.O.M IV]]
|-
!Baris ke-7
| colspan="1"|[[Daftar tanda kehormatan di Indonesia#Bekas|Satyalancana Satya Dharma]]
| colspan="1"|[[Satyalancana Wira Dharma]]
| colspan="1"|[[Satyalancana Penegak]]
| colspan="1"|Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia (1989)<ref>{{Cite web|last=Tempomedia|title=Penghargaan bintang LVRI|url=https://majalah.tempo.co/read/album/22261/penghargaan-bintang-lvri|website=majalah.tempo.co|language=en|access-date=2023-04-18}}</ref>
|}


=== Luar Negeri ===
{{sect-stub}}
* {{flag|Afrika Selatan}} :
** [[File:Ord.GoodHope-ribbon.gif|70px]] Grand Cross of the [[:en:Order of Good Hope|Order of Good Hope]] (1997)<ref>{{Cite web|date=2023-12-03|title=Indonesian President Mohamed Suharto and South African President...|url=https://www.gettyimages.com/detail/news-photo/indonesian-president-mohamed-suharto-and-south-african-news-photo/1819260926|website=Getty Images|language=en-us|access-date=2024-07-21}}</ref>
* {{flag|Arab Saudi}} :
** [[File:Decoration without ribbon - en.svg|70px]] Collar of the [[:en:Orders, decorations, and medals of Saudi Arabia|Order of Badr Chain]] (1977)
* {{flag|Austria}} :
** [[File:AUT Honour for Services to the Republic of Austria - 1st Class BAR.png|70px]] Grand Star of the [[:en:Decoration of Honour for Services to the Republic of Austria|Decoration of Honour for Services to the Republic of Austria]] (1972)<ref>{{Citation|title=SYND 17-11-72 PRESIDENT SUHARTO ARRIVES IN AUSTRIA|url=https://www.youtube.com/watch?v=QMcwlfgc65U|accessdate=2024-03-06|language=id-ID}}</ref>
* {{flag|Belanda}} :
** [[File:NLD Order of the Dutch Lion - Grand Cross BAR.png|70px]] Knight Grand Cross of the [[:en:Order of the Netherlands Lion|Order of the Netherlands Lion]] (1970)
**[[File:Order of the Golden Ark.png|70px]] Commander of the Most Excellent [[:en:Order of the Golden Ark|Order of the Golden Ark]]<ref>{{Cite book|last=Galangpress Group|first=Indonesia|date=2008|url=https://books.google.co.id/books?id=0YXf3zA8gsUC&pg=PA34&dq=bintang+republik+indonesia+adipurna&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&sa=X&ved=2ahUKEwinqujwvoqEAxW82DgGHavcAy0Q6AF6BAgGEAI#v=onepage&q=bintang%20republik%20indonesia%20adipurna&f=false|title=Mereka mengkhianati saya: sikap anak-anak emas Soeharto di penghujung Orde Baru|location=Indonesia|publisher=Femi Adi Soempeno|pages=35|url-status=live}}</ref>
* {{flag|Belgia}} :
**[[File:Grand Crest Ordre de Leopold.png|70px]] Grand Cordon of the [[:en:Order of Leopold (Belgium)|Order of Leopold]] (1973)
* {{Flag|Britania Raya}} :
** [[File:Order of the Bath UK ribbon.svg|70px]] Honorary Knight Grand Cross ''(Military Division)'' of the Most Honourable [[:en:Order of the Bath|Order of the Bath]] (GCB) (1974)<ref>{{Cite book|last=Kedutaan Besar (U.S.)|first=Indonesia|date=1974|url=https://www.google.co.id/books/edition/Indonesian_News_and_Views/YF_GjjP8o0UC?hl=id&gbpv=1&dq=air+chief+marshal+indonesian+grand+cross&pg=PA21&printsec=frontcover|title=Indonesian News and Views|location=Indonesia|publisher=Embassy of Indonesia, Information Division.|url-status=live}}</ref>
* {{flag|Brunei}} :
** [[Berkas:BRU Royal Family Order of the Crown of Brunei.svg|nirbing|70x70px]] [[Darjah Kerabat Mahkota Brunei]] (DKMB) (1988)<ref>{{Cite web|title=PRESIDEN SOEHARTO TERIMA UTUSAN KHUSUS SULTAN BRUNEI DARUSSALAM {{!}} ANTARA Foto|url=https://www.antarafoto.com/id/view/1975653/presiden-soeharto-terima-utusan-khusus-sultan-brunei-darussalam|website=antarafoto.com|language=id|access-date=2024-02-06}}</ref><ref>{{cite news|url=https://eresources.nlb.gov.sg/newspapers/digitised/article/straitstimes19880924-1.2.18.2|title=Suharto gets Brunei's highest state award|work=[[The Straits Times]]|date=24 September 1988 1988|language=en|pages=8}}</ref>
** [[File:Family Order of Laila Utama of Brunei ribbon bar.png|70px]] [[Darjah Kerabat Laila Utama|Darjah Kerabat Laila Utama Yang Amat Dihormati]] (DK) (1988)
* {{Negara|Kekaisaran Etiopia}} [[Kekaisaran Etiopia]] :
** [[File:Order of The Queen of Sheba (Ethiopia) ribbon.gif|70px]] Grand Cordon with Collar of the [[:en:Order of the Queen of Sheba|Order of the Queen of Sheba]] (1968)
* {{flag|Filipina}} :
** [[File:PHI Order of Sikatuna 2003 Grand Collar BAR.svg|70px]] Grand Collar of the [[Order of Sikatuna]], Rank of Raja (GCS) (1968)
** [[File:PHI Order of the Golden Heart var2 Grand Collar BAR.svg|70px]] Grand Collar of the [[:en:Order of the Golden Heart (Philippines)|Order of the Golden Heart]] (GCGH) (1968)
* {{flagicon|Iran|1964}} [[Dinasti Pahlavi|Kekaisaran Iran]] :
** [[File:Order of Pahlavi Ribbon Bar - Imperial Iran.svg|70px]] 1st Class of the [[:en:Order of Pahlavi|Order of Pahlavi]]
** [[File:Medal of the 25th Century of the Monarchy.gif|70px]] [[:en:2,500 year celebration of the Persian Empire|Commemorative Medal of the 2,500 year Celebration of the Persian Empire]] (1971)
* {{flag|Italia}} :
** [[File:Cordone di gran Croce di Gran Cordone OMRI BAR.svg|70px]] Knight Grand Cross with Collar of the [[:en:Order of Merit of the Italian Republic|Order of Merit of the Italian Republic]] (OMRI) (1972)<ref>[http://www.quirinale.it/elementi/DettaglioOnorificenze.aspx?decorato=34742 Sito web del Quirinale: dettaglio decorato.]</ref>
* {{flag|Jepang}} :
** [[File:JPN Daikun'i kikkasho BAR.svg|70px]] Grand Cordon of the [[:en:Order of the Chrysanthemum|Supreme Order of the Chrysanthemum]] (1968)
* {{flag|Jerman Barat}} :
** [[File:GER Bundesverdienstkreuz 9 Sond des Grosskreuzes.svg|70px]] Grand Cross Special Class of the [[:en:Order of Merit of the Federal Republic of Germany|Order of Merit of the Federal Republic of Germany]] (1970)
* {{flag|Kamboja}} :
** [[File:KHM National Independence Medal.png|70px]] Grand Collar of the National [[:en:Orders, decorations, and medals of Cambodia|Order of Independence]] (April 1968)<ref>{{Cite web|title=Indochina Medals - Cambodia - CM02 National Order of Independence|url=http://indochinamedals.com/cambodia/cm02_national_order_of_independence.html|website=indochinamedals.com|access-date=2024-05-17}}</ref>
* {{flag|Kuwait}} :
** [[File:Order of Mubarak the Great (Kuwait) - ribbon bar.gif|70px]] Collar of the [[:en:Order of Mubarak the Great|Order of Mubarak the Great]] (1977)
* {{flag|Korea Selatan}} :
** [[File:Grand Order of Mugunghwa (South Korea) - ribbon bar.svg|70px]] [[:en:Grand Order of Mugunghwa|Grand Order of Mugunghwa]] (1981)
* {{flag|Malaysia}} :
** [[File:Order of the Crown of the Realm ribbon bar.png|70px]] [[Darjah Utama Seri Mahkota Negara]] (DMN) (1988)
** {{flag|Johor}} :
*** [[File:Most Esteemed Royal Family Order of Johor - ribbon bar.svg|70px]] [[:en:Royal Family Order of Johor|Darjah Kerabat Johor Yang Amat Dihormati]] (DK I) (1987)<ref>{{cite news|url=https://eresources.nlb.gov.sg/newspapers/digitised/article/straitstimes19870206-1.2.20.1|title=King confers highest award on Suharto|work=[[The Straits Times]]|language=en|date=6 Februari 1987|pages=8}}</ref>
** {{flag|Perak}} :
*** [[File:MY-PERA Royal Family Order of Perak - DK (before 2001).svg|70px]] [[:en:Orders, decorations, and medals of Perak|Darjah Kerabat Diraja Yang Amat Dihormati]] (DK) (1988)
* {{flag|Mesir}} :
** [[File:EGY Order of the Nile - Grand Cordon BAR.png|70px]] Grand Collar of the [[:en:Order of the Nile|Order of the Nile]] (1977)
* {{flag|Pakistan}} :
** [[File:Order of Pakistan.png|70px]] [[:en:Nishan-e-Pakistan|Nishan-e-Pakistan]] (NPk) (1982)
* {{flag|Perancis}} :
** [[File:Legion Honneur GC ribbon.svg|70px]] Grand Cross of the National [[:en:Legion of Honour|Order of the Legion of Honour]] (1972)<ref>{{Citation|title=SYND 14-11-72 PRESIDENT SUHARTO OF INDONESIA VISIT TO PARIS|url=https://www.youtube.com/watch?v=7rXP414gRLw|accessdate=2024-03-06|language=id-ID}}</ref>
* {{flag|Qatar}} :
** [[File:Order of Independence (Qatar) - ribbon bar.gif|70px]] Collar of the Order of the Independence (1977)<ref>{{Cite web|date=2022-07-13|title=Penghargaan - Situs Web Kepustakaan Presiden-Presiden Republik Indonesia|url=https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=79&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=2&presiden=suharto|website=web.archive.org|access-date=2023-04-13|archive-date=2022-07-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20220713115318/https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=79&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=2&presiden=suharto|dead-url=unfit}}</ref>
* {{flag|Romania|1965}} :
** [[File:Order of the Star of Romania - Ribbon bar.svg|70px]] First Class of the [[:en:Order of the Star of the Romanian Socialist Republic|Order of the Star of the Romanian Socialist Republic]] (1982)
* {{flag|Singapura}} :
** [[File:Darjah Utama Temasek ribbon (1962–1996) ribbon.png|70px]] [[:en:Darjah Utama Temasek|Darjah Utama Temasek]] (DUT) (1974)<ref>{{Cite web|last=Author|first=Author|date=1974-08-30|title=Pingat 'Darjah Utama Temasik' untuk Suharto dari Sheares|url=https://eresources.nlb.gov.sg/newspapers/digitised/article/beritaharian19740830-1.2.33?qt=bintang,%20indonesia&q=Bintang%20Indonesia|website=NewspaperSG|access-date=2024-07-20}}</ref>
* {{flag|Spanyol}} :
** [[File:Order of Isabella the Catholic - Sash of Collar.svg|70px]] Knight Grand Cross with Collar of the [[:en:Order of Isabella the Catholic|Order of Isabella the Catholic]] (CoYC) (1980)<ref>{{cite web|url=https://www.boe.es/boe/dias/1981/06/15/pdfs/A13615-13615.pdf|title=Bollettino Ufficiale di Stato}}</ref>
* {{flag|Syria}} :
** [[File:Order Of Ummayad (Syria) - ribbon bar.gif|70px]] Member 1st Class of the [[:en:Order of the Umayyads|Order of the Umayyads]] (1977)
* {{flag|Thailand}} :
** [[File:Order of the Rajamitrabhorn (Thailand) ribbon.svg|70px]] Knight of the Most Auspicious [[:en:Order of the Rajamitrabhorn|Order of the Rajamitrabhorn]] (KRM) (1970)
* {{flag|Ukraina}} :
** [[File:Order of Prince Yaroslav the Wise 1st 2nd and 3rd Class of Ukraine.png|70px]] 1st Class of the [[:en:Order of Prince Yaroslav the Wise|Order of Prince Yaroslav the Wise]] (1997)
* {{flag|Uni Emirat Arab}} :
**[[File:Order of Union Sash.gif|70px]] Grand Cordon with Collar of the Order of Unity (1990)
* {{flag|Venezuela}} :
** [[File:VEN Order of the Liberator - Grand Cordon BAR.png|70px]] Grand Cordon with Collar of the [[:en:Order of the Liberator|Order of the Liberator]] (1988)
* {{flag|Yaman}} :
** [[File:Pasador Emblema de la República.svg|70px]] Collar of the Order of the Republic<ref>{{Cite web|date=2022-07-13|title=Penghargaan - Situs Web Kepustakaan Presiden-Presiden Republik Indonesia|url=https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=89&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=2&presiden=suharto|website=web.archive.org|access-date=2023-04-13|archive-date=2022-07-13|archive-url=https://web.archive.org/web/20220713115431/https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/award/?box=detail&id=89&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&activation_status=&presiden_id=2&presiden=suharto|dead-url=unfit}}</ref>
* {{flag|Yordania}} :
** [[File:JOR Al-Hussein ibn Ali Order BAR.svg|70px]] Grand Cordon with Collar of the [[:en:Order of Al-Hussein bin Ali|Order of Al-Hussein bin Ali]] (1986)
* {{flag|Yugoslavia}} :
** [[File:Order of the Yugoslavian Great Star Rib.png|70px]] Yugoslav Great Star of the [[:en:Order of the Yugoslav Star|Order of the Yugoslav Star]] (1975)


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
* [[Kasus dugaan korupsi Soeharto]]
* [[Butir-Butir Budaya Jawa]]
* [[Daftar Presiden Indonesia]]
* [[Genosida Timor Timur]]

== Daftar pustaka ==
<div class="references-small">
{{Col-begin}}
{{Col-2}}
* {{cite news
|url=http://www.antara.co.id/en/seenws/?id=9296
|title=Two former strongmen, Soeharto-Lee Kuan Yew meet again
|publisher=ANTARA
|date=22 February 2006
|accessdate=22 February 2006
|archive-date=2007-03-25
|archive-url=https://web.archive.org/web/20070325054315/http://www.antara.co.id/en/seenws/?id=9296
|dead-url=yes
}}
* {{cite news
|title=Army in Jakarta Imposes a Ban on Communists
|work=The New York Times
|date=19 October 1965}}
* Benedict R. Anderson en Ruth T.McVey, A Preliminary Analysis of the 1 October 1965 Coup in Indonesia (Cornell University, 1971).
* {{cite news
|last=Aspinall
|first=Ed
|title=What happened before the riots?
|date=October–December 1996
|publisher=Inside Indonesia
|url=http://www.insideindonesia.org/edit48/ed.htm
|access-date=2013-04-14
|archive-date=2005-05-05
|archive-url=https://web.archive.org/web/20050505222646/http://www.insideindonesia.org/edit48/ed.htm
|dead-url=yes
}}
* {{cite news
|title=Attorney general doubts Soeharto can be prosecuted
|work=The Jakarta Post
|date=27 May 2005}}
* {{cite book
|first = William
|last = Blum
|year = 1995
|title = Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II
|publisher = Common Courage Press
|location = Monroe, Me.
|isbn =1-56751-052-3}}
* ''[http://www.imf.org/external/np/sec/nb/1997/nb9722.htm Camdessus Commends Indonesian Actions]''. Press Release. [[International Monetary Fund]]. (31 October 1997)
* {{cite web
|title=CIA Stalling State Department Histories |work=The National Security Archive
|url=http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB52/
|accessdate=23 May 2005}}
* {{cite news
|last=Colmey
|first=John
|title=The Family Firm
|date=24 May 1999
|publisher=TIME Asia
|url=http://www.time.com/time/asia/asia/magazine/1999/990524/cover1.html
|archiveurl=https://web.archive.org/web/20010208155758/http://www.time.com/time/asia/asia/magazine/1999/990524/cover1.html
|archivedate=2001-02-08
|access-date=2007-02-13
|dead-url=no
}}
* Robert Cribb, "Genocide in Indonesia,1965–1966". Journal of Genocide Research no.2:219–239, 2001.
* {{cite book
|first = Robert E.
|last = Elson
|year = 2001
|title = Suharto: A Political Biography
|publisher = Cambridge University Press
|location = Cambridge, United Kingdom
|isbn =0-521-77326-1}}
* {{cite book|last =Friend|first =Theodore|title =Indonesian Destinies|publisher =The Belknap Press of Harvard University Press|year =2003|url =https://archive.org/details/indonesiandestin00theo|isbn =0-674-01834-6}}
* {{cite web |title=H.AMDT.647 (A003): An amendment to prohibit any funds appropriated in the bill to be used for military education and training assistance to Indonesia |url=http://thomas.loc.gov/cgi-bin/bdquery/z?d102:HZ00647: |publisher=THOMAS (Library of Congress) |accessdate=4 February 2006 |archive-date=2016-01-13 |archive-url=https://web.archive.org/web/20160113050730/http://thomas.loc.gov/cgi-bin/bdquery/z?d102:HZ00647: |dead-url=yes }}
* {{cite news|title=Indonesia: Arrests, torture and intimidation: The Government's response to its critics|date=27 November 1996|publisher=Amnesty International|url=http://web.amnesty.org/library/eng-idn/index&start=391|archiveurl=https://web.archive.org/web/20060313112044/http://web.amnesty.org/library/eng-idn/index%26start%3D391|archivedate=2006-03-13|access-date=2021-03-08|dead-url=yes}}
* {{cite web
|title=Indonesia Economic |work=Commanding Heights |url=http://www.pbs.org/wgbh/commandingheights/lo/countries/id/id_economic.html |accessdate=23 May 2005}}
* {{cite news
|title=Jakarta Cabinet Faces Challenge
|work=The New York Times
|date=16 December 1965}}
{{Col-2}}
* "Jakarta Leftist Out As Army Chief" [[New York Times]] 15 October 1965
* {{cite news
|first=Brendan
|last=Koerner
|url=http://www.slate.com/id/2097858
|title=How Did Suharto Steal $35 Billion? Cronyism 101
|work=Slate
|date=26 March 2004
|accessdate=4 February 2006}}
* {{cite news
|title=Jakarta Cabinet Faces Challenge
|work=The New York Times
|date=16 December 1965}}
* {{cite news
|author=Lashmar, Paul and Oliver, James
|title=MI6 Spread Lies to Put Killer in Power
|url=https://archive.org/details/killme0000jame
|work=The Independent|location=UK
|date=16 April 2000}}
* {{cite book
|author=Lashmar, Paul; Oliver, James
|title=Britain's Secret Propaganda War
|publisher=Sutton Pub Ltd
|year=1999
|isbn=0-7509-1668-0}}
* McDonald, H., ''Suharto's Indonesia'', Fontana Books, 1980, Blackburn, Australia, ISBN 0-00-635721-0
* {{cite news
|title=Public Expenditures, Prices and the Poor
|year=1993
|publisher=World Bank
|url=http://wbln0018.worldbank.org/dg/povertys.nsf/0/2f56edbf2ef22ff185256b2100754284?OpenDocument
|access-date=2013-04-14
|archive-date=2007-03-23
|archive-url=https://web.archive.org/web/20070323210822/http://wbln0018.worldbank.org/dg/povertys.nsf/0/2f56edbf2ef22ff185256b2100754284?OpenDocument
|dead-url=yes
}}
* Ricklefs, M.C. 1991. ''A History of Modern Indonesia since c.1300. 2nd Edition'', Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-333-57690-X
* John Roosa, Pretext for Mass Murder, The 30 September Movement & Suharto's Coup D'état. The University of Wisconson Press, 2006. ISBN 978-0-299-22034-1.
* {{cite news
|last=Simpson
|first=Brad
|title=Indonesia's 1969 Takeover of West Papua Not by "Free Choice"
|date= 9 July 2004
|publisher=National Security Archive
|url=http://www.gwu.edu/~nsarchiv/NSAEBB/NSAEBB128/index.htm}}
* {{cite book|last=Schwarz|first=A.|year=1994|title=A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s|url=https://archive.org/details/nationinwaitingi00schw|publisher=Westview Press|isbn=1-86373-635-2}}
* {{cite news
|url=http://news.bbc.co.uk/2/hi/business/3567745.stm
|title=Suharto tops corruption rankings
|publisher=BBC News
|date= 25 March 2004
|accessdate=4 February 2006}}
* "Sukarno Removes His Defense Chief" [[New York Times]] 22 February 1966
* {{cite news
|title=Tapol Troubles: When Will They End?
|date=April–June 1999
|publisher=Inside Indonesia
|url=http://insideindonesia.org/index.php/component/content/693?task=view
|access-date=2013-04-14
|archive-date=2012-03-05
|archive-url=https://web.archive.org/web/20120305190845/http://insideindonesia.org/index.php/component/content/693?task=view
|dead-url=yes
}}
* {{cite book
|author=Toer, Pramoedya Ananta
|title=The Mute's Soliloquy: A Memoir
|url=https://archive.org/details/mutessoliloquyme0000toer
|publisher=Penguin
|year=2000
|isbn=0-14-028904-6}}
* {{cite web
|title= United Nations High Commission on Human Rights resolution 1993/97: Situation in East Timor
|url=http://www.unhchr.ch/Huridocda/Huridoca.nsf/0/81427c9bacaf9847c1256c6800603ff2?Opendocument
|publisher=United Nations
|accessdate=4 February 2006}}
* [[Legacy of Ashes: The History of the CIA]], Tim Weiner. Doubleday, New York 2007 (ISBN 978-3-596-17865-0), chapter 15, CIA and Indonesia.
* Whose Plot?-New light on the 1965 Events, Journal of Contemporary Asia 9, no.2 (1979):197–215.
{{Col-end}}
</div>


== Referensi ==
== Referensi ==
# Blum, William. ''Killing Hope: US Military and CIA Interventions Since World War II'', Black Rose, 1998, pp. 193-198
{{reflist}}
{{reflist}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
{{Commons category|Suharto}}
* {{id}} [http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/speeches_clipping/idx.asp?presiden=suharto Kepustakaan Presiden-presiden Republik Indonesia - Naskah pidato - Soeharto]
{{Wikisource|Pernyataan Berhenti Sebagai Presiden Republik Indonesia, 21 Mei 1998}}
* {{en}} [http://www.time.com/time/asia/asia/magazine/1999/990524/cover1.html Artikel di situs web majalah TIME]
* [http://www.soehartocenter.com/ Soeharto Center] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20201223185247/http://www.soehartocenter.com/ |date=2020-12-23 }}
* {{id}} [http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/soeharto/biografi/index.shtml Dikhianati Pembantu Dekatnya]
* [http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/biography/?box=detail&presiden_id=2&presiden=suharto Soeharto] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120729085106/http://kepustakaan-presiden.pnri.go.id/biography/?box=detail&presiden=suharto&presiden_id=2 |date=2012-07-29 }} di Kepustakaan Presiden Republik Indonesia
* {{id}} [http://www.soehartocenter.com/biografi/index.shtml Soeharto Media Center]
* [http://news.bbc.co.uk/2/hi/in_pictures/4528925.stm Life in pictures: Indonesia's Suharto] di [[BBC]]
* {{en}} [http://www.vvipvideo.com/Soeharto Galeri video Soeharto]
* [http://www.ft.com/cms/s/0/0d243cf4-ccac-11dc-8df7-000077b07658.html ''Financial Times'' obituary] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20081121095817/http://www.ft.com/cms/s/0/0d243cf4-ccac-11dc-8df7-000077b07658.html |date=2008-11-21 }}
* [http://www.guardian.co.uk/world/2008/jan/27/obituaries.johngittings ''The Guardian'' obituary]
* [http://www.timesonline.co.uk/tol/comment/obituaries/article3260665.ece Obituary in ''The Times'', 28 January 2008]


{{clr}}
{{clr}}
{{kotak mulai}}
{{kotak mulai}}
{{s-mil}}
{{Kotak_suksesi | jabatan = [[Panglima Komando Strategi dan Cadangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|Pangkostrad]] | tahun = [[1 Mei]] [[1963]] - [[2 Desember]] [[1965]] | pendahulu = tidak pernah ada | pengganti = [[Umar Wirahadikusumah]]}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]]|pendahulu=[[Ahmad Yani]]|pengganti=[[Maraden Panggabean]]|tahun=1965-1967}}
{{s-off}}
{{s-off}}
{{Kotak_suksesi | jabatan = [[Presiden Republik Indonesia]] | tahun = 1967 - 1998 | pendahulu = [[Soekarno]] | pengganti = [[BJ Habibie]]}}
{{Kotak suksesi |jabatan = [[Presiden Indonesia]] |tahun = 1967–1998 |pendahulu = [[Soekarno]] |pengganti = [[BJ Habibie]]}}
{{Kotak suksesi |jabatan = [[Daftar Menteri Pertahanan Indonesia|Menteri Pertahanan Indonesia]] |tahun = 1966–1971 |pendahulu =[[M. Sarbini]] |pengganti =[[Maraden Panggabean]]}}
{{Kotak_selesai}}
{{S-bef|before=[[Soekarno]]|as=Perdana Menteri}}

{{S-ttl|title= [[Daftar Perdana Menteri Indonesia|Ketua Presidium Kabinet Indonesia]]|years=1966–1967}}
{{S-non|reason=Jabatan dihapuskan}}
{{s-mil}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Panglima ABRI]]|pendahulu=[[Soedirman]]|pengganti=[[Maraden Panggabean]]|tahun=1968–1973}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Kepala Staf TNI Angkatan Darat]]|pendahulu=[[Ahmad Yani]]|pengganti=[[Maraden Panggabean]]|tahun=1966–1968}}
{{S-new}}
{{S-ttl|title=[[Panglima Komando Strategi dan Cadangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat|Pangkostrad]]|years=1963–1965}}
{{s-aft |after = [[Umar Wirahadikusumah]]}}
{{s-gov}}
{{kotak suksesi|jabatan=[[Badan Intelijen Negara|Kepala Badan Pusat Intelijen]]|pendahulu=[[Soebandrio]]|pengganti=[[Yoga Soegomo]]|tahun=1965–1966}}
{{s-dip}}
|-
{{s-bef|before=[[Dobrica Ćosić]]}}
{{s-ttl|title=Sekretaris Jenderal [[Gerakan Non-Blok]]|years=1992–1995}}
{{s-aft|after=[[Ernesto Samper Pizano]]}}
|-
{{s-bef|before=[[Bill Clinton]]}}
{{s-ttl|title=Ketua [[Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik]]|years=1994}}
{{s-aft|after=[[Tomiichi Murayama]]}}
{{kotak selesai}}
{{Kelompok templat
|list1 =
{{Soeharto}}
{{Soeharto}}
{{Presiden Indonesia}}
{{Presiden Indonesia}}
{{Kabinet Pembangunan VII}}
{{Kabinet Pembangunan VI}}
{{Kabinet Pembangunan V}}
{{Kabinet Pembangunan IV}}
{{Kabinet Pembangunan III}}
{{Kabinet Pembangunan II}}
{{Kabinet Pembangunan I}}
{{Kabinet Ampera II}}
{{Kabinet Ampera I}}
{{Perdana Menteri Indonesia}}
{{Wakil Perdana Menteri Indonesia (1960-1966)}}
{{Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok}}
{{Panglima TNI}}
{{Kepala Staf TNI Angkatan Darat}}
{{Pangkostrad}}
{{Perang Dingin}}
{{Partai Golongan Karya}}
}}

{{Authority control}}


{{DEFAULTSORT:Soeharto}}
{{lifetime|1921|2008|Soeharto}}
{{lifetime|1921|2008|Soeharto}}


{{DEFAULTSORT:Soeharto}}
[[Kategori:Tokoh militer Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh TNI]]
[[Kategori:Tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat]]
[[Kategori:Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat| ]]
[[Kategori:Panglima Tentara Nasional Indonesia]]
[[Kategori:Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat]]
[[Kategori:Panglima Komando Daerah Militer IV/Diponegoro]]
[[Kategori:Panglima Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Yogyakarta]]
[[Kategori:Tokoh Bantul]]
[[Kategori:Tokoh dari Kapanewon Sedayu]]
[[Kategori:Tokoh Angkatan 45]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh Orde Baru]]
[[Kategori:Politikus Partai Golongan Karya]]
[[Kategori:Presiden Indonesia]]
[[Kategori:Penerima Bintang Republik Indonesia Adipurna]]
[[Kategori:Penerima Bintang Jasa Utama]]
[[Kategori:Soeharto| ]]
[[Kategori:Soeharto| ]]
[[Kategori:Tokoh dari Bantul]]
[[Kategori:Kesatria Salib Agung Orde Singa Belanda]]
[[Kategori:Penerima Bintang Sewindu APRI]]

[[ar:سوهارتو]]
[[az:Məhəmməd Suxarto]]
[[bcl:Suharto]]
[[be:Мухамед Сухарта]]
[[be-x-old:Мухамад Сухарта]]
[[bg:Сухарто]]
[[ca:Suharto]]
[[cs:Suharto]]
[[cy:Suharto]]
[[da:Suharto]]
[[de:Suharto]]
[[el:Σουχάρτο]]
[[en:Suharto]]
[[eo:Suharto]]
[[es:Suharto]]
[[et:Suharto]]
[[eu:Suharto]]
[[fa:محمد سوهارتو]]
[[fi:Suharto]]
[[fr:Soeharto]]
[[gl:Suharto]]
[[he:סוהארטו]]
[[hi:सुहार्तो]]
[[hr:Suharto]]
[[hu:Suharto]]
[[io:Suharto]]
[[it:Suharto]]
[[ja:スハルト]]
[[jv:Soeharto]]
[[ka:სუჰარტო]]
[[ko:수하르토]]
[[la:Suharto]]
[[lb:Suharto]]
[[lt:Suharto]]
[[lv:Suharto]]
[[map-bms:Soeharto]]
[[mr:सुहार्तो]]
[[ms:Suharto]]
[[my:ဆူဟာတို]]
[[nds:Suharto]]
[[nl:Soeharto]]
[[no:Suharto]]
[[pl:Suharto]]
[[pt:Suharto]]
[[qu:Haji Mohamed Suharto]]
[[ro:Suharto]]
[[ru:Сухарто, Мухаммед]]
[[sa:सुहार्तो]]
[[simple:Suharto]]
[[sk:Suharto]]
[[sl:Suharto]]
[[sr:Сухарто]]
[[sv:Suharto]]
[[ta:சுகார்ட்டோ]]
[[te:సుహార్తో]]
[[th:ซูฮาร์โต]]
[[tl:Suharto]]
[[tr:Suharto]]
[[uk:Сухарто]]
[[ur:سہارتو]]
[[vi:Suharto]]
[[war:Suharto]]
[[yo:Suharto]]
[[zh:蘇哈托]]

Revisi terkini sejak 15 November 2024 00.55

Soeharto
Foto resmi Soeharto pada masa jabatan 1993 - 1998
Potret resmi, 1993
Presiden Indonesia ke-2
Masa jabatan
27 Maret 1968 – 21 Mei 1998
Wakil Presiden
Daftar
Sebelum
Pendahulu
Soekarno
Pengganti
B. J. Habibie
Sebelum
Penjabat Presiden Indonesia
Masa jabatan
12 Maret 1967 – 27 Maret 1968
Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok ke-16
Masa jabatan
7 September 1992 – 20 Oktober 1995
Menteri Pertahanan Keamanan Republik Indonesia ke-13
Masa jabatan
28 Maret 1966 – 28 Maret 1973
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ke-5
Masa jabatan
6 Juni 1968 – 28 Maret 1973
Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ke-1 dan ke-5
Masa jabatan
5 Oktober 1965 – 19 November 1969
Masa jabatan
2 Maret 1974 – 5 April 1978
Panglima Angkatan Darat ke-7
Masa jabatan
16 Oktober 1965 – 1 Mei 1968
PanglimaAbdul Haris Nasution
Kepala Badan Intelijen Negara ke-3
Masa jabatan
1965 – 22 Agustus 1966
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Soebandrio
Pengganti
Yoga Sugama
Sebelum
Ketua Presidium Kabinet Indonesia
Masa jabatan
25 Juli 1966 – 17 Oktober 1967
Sebelum
Pendahulu
Soekarno (sebagai Perdana Menteri)
Pengganti
Tidak ada
Sebelum
Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat ke-1
Masa jabatan
6 Maret 1961 – 2 Desember 1965
Informasi pribadi
Lahir(1921-06-08)8 Juni 1921
Bantul, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Hindia Belanda
Meninggal27 Januari 2008(2008-01-27) (umur 86)[1]
Jakarta, Indonesia
MakamAstana Giribangun, Matesih, Karanganyar
KewarganegaraanIndonesia
Partai politikGolkar
Suami/istri
(m. 1947; meninggal 1996)
Anak
KerabatKeluarga Soeharto
Almamater
  • Schakel Muhammadiyah Yogyakarta (1935—1938)
  • Sekolah Bintara KNIL di Gombong (1940)
Profesi
  • Tentara
  • Politikus
Tanda tangan
Karier militer
Pihak
Dinas/cabang
Masa dinas1940–1974
Pangkat Jenderal Besar TNI
NRP10684[2]
SatuanInfanteri
Pertempuran/perangPerang Kemerdekaan Indonesia
Find a Grave: 24203290 Modifica els identificadors a Wikidata
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Jenderal Besar TNI (Purn.) Soeharto (8 Juni 1921 – 27 Januari 2008) adalah Presiden Indonesia kedua yang menjabat sejak tahun 1968 sampai 1998. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai penjabat presiden sebelum akhirnya diangkat menjadi presiden. Secara luas ia dianggap sebagai diktator militer oleh pengamat internasional. Soeharto memimpin Indonesia sebagai rezim otoriter sejak kejatuhan pendahulunya Soekarno pada tahun 1967 hingga pengunduran dirinya pada tahun 1998 menyusul kerusuhan nasional.[3][4] Kediktatorannya selama 32 tahun dianggap sebagai salah satu kediktatoran paling brutal dan korup di abad ke-20.[5][6]

Sebelum menjadi presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa Hindia Belanda dan Kekaisaran Jepang, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 September 1965, Soeharto kemudian melakukan operasi penertiban dan pengamanan atas perintah dari Presiden Soekarno, salah satu yang dilakukannya adalah dengan menumpas Gerakan 30 September dan menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi terlarang. Berbagai kontroversi menyebut operasi ini menewaskan sekitar 100.000 hingga 2 juta jiwa.[7][8]

Soeharto kemudian diberi mandat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai Presiden pada 26 Maret 1968[9] menggantikan Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia merupakan orang terlama yang menjabat sebagai presiden Indonesia. Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.

Soeharto juga merupakan sosok yang kontroversial karena membatasi kebebasan warga negara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, pemaksaan asas tunggal Pancasila di berbagai bidang, dan disebut sebagai salah satu rezim paling korup dalam sejarah dunia modern. Menurut Transparency International, estimasi kerugian negara adalah sekitar 15–35 miliar dolar Amerika Serikat selama pemerintahannya.[10] Namun, hal ini tidak berhasil dibuktikan, bahkan Majalah Time kalah dalam gugatan [11] dan usaha lain untuk mengadili Soeharto gagal karena kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008.

Keluarga

Orang Tua

Lukisan Ny Sukirah, Ibu Kandung Soeharto.

Soeharto lahir pada tanggal 8 Juni 1921 dari seorang wanita yang merupakan ibunya, yang bernama Sukirah di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta. Kelahiran itu dibantu dukun beranak bernama Mbah Kromodiryo yang juga adalah adik kakek Sukirah, Mbah Kertoirono.[12]

Dalam autobiografinya, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, yang disusun G. Dwipayana, Sukirah digambarkan oleh Soeharto sebagai ibu muda yang sedang sulit memikirkan masalah-masalah rumah tangga. Namun, banyak catatan di buku-buku sejarah Soeharto lain yang banyak menyebutkan Sukirah sedang mengalami masalah mental yang amat sulit.[13] Sebelum Soeharto (yang lahir 8 Juni 1921) berumur 40 hari, Sukirah harus menghadapi talak suaminya, Kertosudiro.[14]

Kertosudiro, seorang mantri ulu-ulu (pengatur irigasi) miskin yang kelak sebagai ayah Soeharto, tidak memainkan peran banyak dalam kehidupan Soeharto. Bahkan, banyak pengamat Soeharto, seperti R.E. Elson, beberapa biografer dan orang dekatnya, termasuk mantan Menteri Penerangan yang dekat dengan Soeharto, Mashuri, meyakini bahwa Kertosudiro bukanlah ayah kandung Soeharto.[13] Pada tahun 1974, pernah muncul pemberitaan yang menghebohkan dari majalah gosip bernama ‘POP’ dengan liputan yang menurunkan kisah lama yang beredar bahwa Soeharto adalah anak dari Padmodipuro, seorang bangsawan dari trah Hamengkubowono II.[13] Soeharto kecil yang berumur 6 tahun dibuang ke desa dan diasuh oleh Kertosudiro. Hal ini kemudian dibantah keras oleh Soeharto. Dengan separuh murka, Soeharto mengadakan konferensi pers di Bina Graha bahwa liputan mengenai asal usul dirinya yang anak bangsawan bisa saja merupakan tunggangan untuk melakukan subversif. Soeharto dengan caranya sendiri ingin mengesankan bahwa dia adalah anak desa.[13]

Ketidakjelasan asal-usul Soeharto secara genealogi sampai sekarang masih belum terpecahkan.[13] Namun, dari semua itu, bayi Soeharto berada di dunia dengan kondisi keluarga yang kurang menguntungkan. Sukirah yang tertekan dan senang bertapa pernah ditemukan hampir mati di suatu tempat karena memaksa dirinya berpuasa ngebleng (tidak makan dan minum selama 40 hari) di suatu tempat yang tersembunyi, dan hilangnya sempat pernah membuat panik penduduk desa Kemusuk sehingga para penduduk mencarinya.[13] Sadar dengan kondisi Sukirah yang kurang baik, keluarga Sukirah akhirnya memutuskan untuk menyerahkan pengurusan bayi Soeharto kepada kakak perempuan Kertosudiro.[13]

Sukirah menikah lagi dengan Pramono dan dikaruniai tujuh anak, termasuk putra kedua, Probosutedjo.

Istri dan anak-anak

Foto keluarga Soeharto

Pada bulan Oktober 1947, Soeharto didatangi oleh keluarga Prawirowihardjo yang tidak lain merupakan paman sekaligus orang tua angkatnya. Mereka berencana menjodohkan Soeharto dengan Raden Ayu Siti Hartinah, anak KRMT Soemoharyomo. Soemoharyomo adalah seorang Wedana di Solo. Soeharto yang kala itu sudah berusia 26 tahun mengaku belum memiliki calon, bahkan ia juga belum pernah menjalin hubungan asmara dengan wanita manapun. Keluarganya khawatir jika Soeharto bakal menjadi bujang lapuk, mengingat mereka telah lama mengenal sifat Soeharto yang sangat pendiam, pasif dan cenderung pemalu. Akhirnya, rencana perjodohan keluarga Prawirodihardjo tersebut berjalan dengan lancar.[15]

Soeharto muda yang sibuk memperjuangkan kemerdekaan, sehingga tak sempat mencari pasangan.

Tanpa melalui proses pacaran, perkawinan antara Letnan Kolonel (Letkol) Soeharto dengan Siti Hartinah (yang kemudian dikenal dengan Tien Soeharto) segera dilangsungkan pada 26 Desember 1947 di Solo. Ketika itu, usia Soeharto 26 tahun, sedangkan Siti Hartinah berusia 24 tahun. Pasangan ini dikarunia enam putra-putri, yaitu Siti Hardiyanti Hastuti (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Harijadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).[16].

Kehidupan awal

Masa kecil dan pendidikan

Lokasi Soeharto dilahirkan, Dusun Kemusuk, Yogyakarta pada tahun 1921.

Soeharto tidak seperti anak desa lainnya yang harus bekerja di sawah. Dalam usia yang sangat muda, ia disekolahkan oleh Kertosudiro.[13] Tidak ada berita-berita mengenai masa Soeharto di Sekolah Rakyat (setingkat SD). Kesan Soeharto pada masa SD itu hanya pada ingatannya tentang kerbau-kerbaunya. Dunia Soeharto hanya berkutat pada penggembalaan kerbau, jauh dari cerita-cerita anak yang didapat dari buku-buku yang kerap dibaca anak-anak SD. Hal ini berbeda misalnya dengan cerita Soekarno sewaktu dia masih di SD yang banyak berkisah tentang masa sekolahnya dan apa yang dibacanya, begitu juga dengan Hatta dan Sjahrir yang sejak kecil sudah akrab dengan Karl May atau cerita dari novel-novel Charles Dickens.[13]

Masa kecil Soeharto begitu banyak menyimpan kenangan pahit. Bukan hanya pahit, tapi juga menyakitkan hatinya. Seperti yang dialaminya saat SD, Soeharto kerap menjadi korban perundungan dari kawan-kawannya. Kelak, walau sudah berpuluh-puluh tahun perundungan itu masih terekam dikepalanya. Seperti, ejekan "Den Bagus tahi mabul! Den Bagus tahi mabul" dan "Harto sirah gede!". Hal tersebut membuat Soeharto kecil dikenal sebagai siswa yang sangat pendiam dan tertutup, bahkan paling pendiam diantara kawan-kawan sekolahnya pada kala itu. Selain dengan kawan-kawannya, kenangan menyakitkan juga ia alami dengan buyutnya, Mbah Notosudiro yang memperlakukan Soeharto kecil berbeda dari saudara-saudaranya yang lain. Kenangan pahit dan menyakitkan yang dialami Soeharto kecil, membuatnya bertekad keras untuk menjadi orang yang kaya dan berkedudukan tinggi di masa depan.[17]

Ketika semakin besar, Soeharto tinggal bersama kakeknya, Mbah Atmosudiro, ayah dari ibunya. Soeharto sekolah ketika berusia delapan tahun, tetapi sering berpindah. Semula disekolahkan di Sekolah Dasar (SD) di Desa Puluhan, Godean. Lalu, pindah ke SD Pedes (Yogyakarta) lantaran ibu dan ayah tirinya, Pramono, pindah rumah ke Kemusuk Kidul. Kertosudiro kemudian memindahkan Soeharto ke Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah. Soeharto dititipkan di rumah bibinya yang menikah dengan seorang mantri tani bernama Prawirowihardjo. Soeharto diterima sebagai putra paling tua dan diperlakukan sama dengan putra-putri Prawirowihardjo. Soeharto kemudian disekolahkan dan menekuni semua pelajaran, terutama berhitung. Dia juga mendapat pendidikan agama yang cukup kuat dari keluarga bibinya.

Kegemaran bertani tumbuh selama Soeharto menetap di Wuryantoro. Di bawah bimbingan pamannya yang mantri tani, Soeharto menjadi paham dan menekuni pertanian. Sepulang sekolah, Soeharto belajar mengaji di langgar bersama teman-temannya, bahkan dilakukan sampai semalam suntuk. Ia juga aktif di kepanduan Hizbul Wathan dan mulai mengenal para pahlawan seperti Raden Ajeng Kartini dan Pangeran Diponegoro dari sebuah koran yang sampai ke desa.

Setamat Sekolah Rendah (SR) empat tahun, Soeharto disekolahkan oleh orang tuanya ke sekolah lanjutan rendah di Wonogiri. Setelah berusia 14 tahun, Soeharto tinggal di rumah Hardjowijono. Hardjowijono adalah teman ayahnya yang merupakan pensiunan pegawai kereta api. Hardjowijono juga seorang pengikut setia Kiai Darjatmo, tokoh agama terkemuka di Wonogiri waktu itu.

Karena sering diajak, Soeharto sering membantu Kiai Darjatmo membuat resep obat tradisional untuk mengobati orang sakit. Pada tahun 1935 Soeharto kembali ke kampung asalnya, Kemusuk, untuk melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Yogyakarta. Hal tersebut dilakukannya karena di sekolah itu siswanya boleh mengenakan sarung dan tanpa memakai alas kaki (sepatu). Pada masa ini Soeharto yang kulino meneng (pendiam) hanya memiliki satu sahabat karib, yaitu Sulardi, adik sepupunya, saudara kandung Sudwikatmono dan teman sekelas Ibu Tien Soeharto saat bersekolah di Ongko Loro. Sulardi setia menemaninya bermain dan berpetualang seperti anak desa di waktu itu.

Riwayat Pekerjaan

Setamat SMP pada tahun 1938, Soeharto sebenarnya ingin melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Apa daya, ayah dan keluarganya yang lain tidak mampu membiayai karena kondisi ekonomi. Soeharto pun berusaha mencari pekerjaan ke sana ke mari, tetapi gagal. Ia kembali ke rumah bibinya di Wuryantoro. Ia pun mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu klerek/ clerk (pegawai) pada sebuah Bank Desa (Volks Bank), Soeharto pun bekerja dengan mengikuti sang klerek berkeliling kampung menggunakan sepeda dan pakaian Jawa lengkap, kain blankon serta baju beskap. Karirnya sebagai pembantu klerek pun tamat dalam waktu singkat ketika kainnya sobek usai turun dari sepeda yang sudah reot. Kain itu tersangkut pada sadel yang menonjol keluar. Padahal itu adalah satu-satunya kain yang bisa dipakainya untuk bekerja. Saat itu dia dicela klerek dan dimarahi sang bibi, Ibu Prawirowihardjo. Sejak itu, Soeharto yang kelak memimpin Indonesia menjadi pengangguran lagi.[18]

Hari-harinya diisi dengan kegiatan gotong-royong, membantu keluarga dan sesekali bekerja serabutan. Ia terus mencoba untuk melamar berbagai pekerjaan, seperti melamar menjadi pegawai kereta api hingga melamar sebagai pegawai bank milik Belanda di Semarang, namun hasilnya selalu gagal.[19] Pada masa inilah Soeharto terus mengasah kemampuan spiritualnya dengan cara menjalani tirakat, seperti berpuasa sebagai wujud laku prihatin.

Setelah bertahun-tahun mencari pekerjaan, Soeharto di ajak seorang temannya dari Wonogiri untuk mendaftar pada Angkatan Laut Kerajaan Belanda dengan posisi sebagai juru masak kapal, ia tidak terlalu tertarik pada posisi tersebut, terlebih pada saat yang bersamaan, yaitu awal tahun 1940 ia mendengar kabar akan di buka lowongan pendidikan Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) Koninklijk Nederlands Indisce Leger (KNIL) atau Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung. Ia mencoba mendaftar, tetapi gagal. Cita-citanya menjadi perwira kandas pada saat itu, Soeharto pun kembali menganggur.[20]

Soeharto tak putus asa, suatu hari pada pertengahan tahun 1940 ia membaca pengumuman penerimaan Bintara KNIL di Gombong, Jawa Tengah. Ia mendaftarkan diri dan diterima, ia resmi menjadi tentara pada usia 21 tahun (1942). Waktu itu, ia hanya sempat bertugas tujuh hari dengan pangkat sersan karena Belanda menyerah kepada Jepang. Sersan Soeharto kemudian pulang ke Dusun Kemusuk. Justru di sinilah, karier militernya dimulai.

Karier militer

Mayor Soeharto pada tahun 1946, ketika itu menjabat Komandan Resimen di Yogyakarta.

Pada 1 Juni 1940, ia diterima sebagai siswa di sekolah militer di Gombong, Jawa Tengah. Setelah enam bulan menjalani latihan dasar, ia tamat sebagai lulusan terbaik dan menerima pangkat kopral. Ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong. Soeharto resmi bergabung dengan pasukan kolonial Belanda, KNIL saat Perang Dunia II sedang berkecamuk. Ia dikirim ke Bandung untuk menjadi tentara cadangan di Markas Besar Angkatan Darat selama seminggu dengan pangkat sersan.[20]

Nasib Soeharto kembali apes, tanggal 8 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang. Berakhir pulalah kiprahnya di KNIL. Soeharto pun kembali menumpang di rumah bibinya di Wuryantoro, ia kembali menganggur. Pada rentang waktu ini, Soeharto terserang penyakit malaria yang menyebabkan dirinya harus dirawat lama di rumah sakit. Setelah pulih, karena tak memiliki uang dan tidak enak hanya sekedar menumpang, Soeharto meminta bantuan sang paman, Prawirowihardjo yang berprofesi sebagai penyuluh (mantri) tani untuk mencarikannya pekerjaan. Namun, sang paman hanya dapat memberikannya pekerjaan sekedar untuk mendampingi dan mempersiapkan keperluan pekerjaan pamannya sebagai penyuluh pertanian. Soeharto menerima dan menjadikannya sebagai kesempatan untuk mempelajari Ilmu Pertanian dari sang paman, meski dalam waktu yang singkat.[21]

Bosan menganggur, Soeharto mencoba mendaftar jadi Keibuho atau polisi Jepang pada November 1942. Ia mengaku sedikit takut jika identitasnya sebagai bekas tentara Belanda ketahuan. Tetapi akhirnya memberanikan diri mendaftar dan diterima. Dengan cerdik dan hati-hati ia berusaha keras untuk menyembunyikan identitasnya sebagai bekas tentara Belanda. Soeharto lulus pendidikan polisi sebagai salah satu lulusan terbaik. Jelas saja, ia sudah mahir karena pernah mengikuti pendidikan bintara KNIL Belanda.[22]

Saat itulah atasan Soeharto di kepolisian memberi tahu ada pendaftaran Tentara Pembela Tanah Air (PETA), pasukan militer yang disponsori Jepang. Perwira Jepang itu menyarankan Soeharto mendaftar masuk PETA, ia kemudian menjadi perwira magang/pembantu letnan yang berdinas di Karanganyar, Kebumen. Setelah masa percobaannya selesai dan dianggap layak, ia pun mengikuti pendidikan militer lanjutan di Bogor, Jawa Barat, ia diangkat menjadi Chudancho (komandan kompi ). Di asrama Peta Bogor ia tinggal bersama-sama dengan Shodancho Singgih, Putra Panji Singgih teman seperjuangan Soekarno. Berikutnya sebagai Chudanco di Seibu, markas besar PETA di Solo, kemudian dimutasi ke Kaki Gunung Wilis di desa Brebeg Selatan Madiun untuk melatih prajurit PETA.[23]

Pada 17 Agustus 1945 Indonesia resmi mengumumkan kemerdekaan, Soeharto kemudian secara resmi diangkat menjadi anggota TNI per 5 Oktober 1945 dengan pangkat letnan. Tidak lama kemudian, berkat reputasi dan pengalamannya di PETA, Ia kemudian ditunjuk sebagai komandan batalion dengan pangkat mayor. Pada tahun 1946, pangkatnya kembali naik menjadi komandan resimen yang berpangkat letnan kolonel atau overste.[24]

Setelah Perang Kemerdekaan berakhir, ia tetap menjadi Komandan Brigade Garuda Mataram dengan pangkat letnan kolonel. Ia memimpin Brigade Garuda Mataram dalam operasi penumpasan pemberontakan Andi Azis di Sulawesi. Kemudian, ia ditunjuk sebagai Komadan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) Sektor Kota Makassar yang bertugas mengamankan kota dari gangguan eks KNIL/KL.

Pada 1 Maret 1949, ia ikut serta dalam serangan umum yang berhasil menduduki Kota Yogyakarta selama enam jam. Inisiatif itu muncul atas saran Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada Panglima Besar Soedirman bahwa Brigade X pimpinan Letkol Soeharto segera melakukan serangan umum di Yogyakarta dan menduduki kota itu selama enam jam untuk membuktikan bahwa Republik Indonesia (RI) masih ada.

Pada usia sekitar 32 tahun, tugasnya dipindahkan ke Markas Divisi dan diangkat menjadi Komandan Resimen Infenteri 15 dengan pangkat letnan kolonel (1 Maret 1953). Pada 3 Juni 1956, ia diangkat menjadi Kepala Staf Panglima Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro di Semarang. Dari Kepala Staf, ia diangkat sebagai pejabat Panglima Tentara dan Teritorium IV/Diponegoro. Pada 1 Januari 1957, pangkatnya dinaikkan menjadi kolonel.

Lembaran hitam juga sempat mewarnai perjalanan militernya. Ia pernah dipecat oleh Jenderal Nasution sebagai Pangdam Diponegoro. Peristiwa pemecatan terjadi pada 17 Oktober 1959 tersebut akibat ulahnya yang diketahui menggunakan institusi militernya untuk meminta uang dari perusahaan-perusahan di Jawa Tengah. Kasusnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel Ahmad Yani.[25] Atas saran Jenderal Gatot Soebroto saat itu, dia dibebaskan dan dipindahkan ke Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) di Bandung, Jawa Barat. Pada usia 38 tahun, ia mengikuti kursus C SSKAD (Sekolah Staf dan Komando AD) di Bandung. Sebenarnya, secara kepangkatan Soeharto sudah terlambat untuk mengikuti kursus tersebut, pada saat itu Kursus SSKAD biasanya di ikuti oleh perwira yang berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) yang akan naik pangkat menjadi Kolonel.

Pangkat Soeharto dinaikkan menjadi brigadir jenderal pada 1 Januari 1960. Ia berhasil meraih bintang di pundaknya, meski sebelum lulus kursus di SSKAD hanya pernah mengenyam pendidikan militer setingkat bintara. Banyak para Jenderal kala itu meragukan kualitas intelektualnya untuk menjadi Jenderal. Namun, Soeharto juga dikenal sebagai seorang perwira lapangan yang handal selama masa perjuangan dengan kekuatannya, yaitu pengalaman, kecerdikan, intuisi, kepemimpinan, kecerdasan emosi hingga kejelian/keberuntungannya dalam membaca setiap kesempatan, meskipun Ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal/informal yang memadai atau kursus militer di luar negeri. Akhirnya, atas peran Letnan Jenderal Gatot Soebroto Ia diangkat sebagai Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat.[26]

Pada 1 Oktober 1961, jabatan rangkap sebagai Panglima Korps Tentara I Caduad (Cadangan Umum AD) yang telah diembannya ketika berusia 40 tahun bertambah dengan jabatan barunya sebagai Panglima Kohanudad (Komando Pertahanan AD). Pada tahun 1961 tersebut, ia juga mendapatkan tugas sebagai Atase Militer Republik Indonesia di Beograd (Yugoslavia), Paris (Perancis), dan Bonn (Jerman Barat). Di usia 41 tahun, pangkatnya dinaikkan menjadi mayor jenderal (1 Januari 1962) dan menjadi Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dan merangkap sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur di Makassar. Sepulang dari kawasan Indonesia Timur, Soeharto yang telah naik pangkat menjadi mayor jenderal, ditarik ke markas besar ABRI oleh Jenderal Abdul Haris Nasution.

Di pertengahan tahun 1962, Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) hingga 1965. Sekitar setahun kemudian, tepatnya, 2 Januari 1962, Brigadir Jenderal Soeharto diangkat sebagai Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat. Kemudian ia diangkat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) pada 1 Mei 1963. Mayor Jenderal Soeharto lalu dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat dan segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ormas-ormasnya. Ia membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk mengimbangi G-30-S yang berkecamuk pada 1 Oktober 1965. Dua hari kemudian, tepatnya 3 Oktober 1965, Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib. Jabatan ini memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai pelaku G-30-S/PKI.

Mayor Jenderal Soeharto pada tahun 1962, ketika itu menjabat Panglima Komando Mandala.

Riwayat pekerjaan

  • Pembantu Klerek Bank Desa (Volk-Bank) di Kemusuk, Yogyakarta (1938)
  • Siswa Sekolah Bintara KNIL di Gombong (1940—1942)
  • Tentara Cadangan Markas Besar Angkatan Darat KNIL (1942)
  • Pembantu/asisten Mantri Tani di Wuryantoro, Wonogiri (1942)
  • Siswa Keibuho (Polisi Jepang) Jepang (1942)
  • Komandan Regu dan Pembantu Perwira PETA di Karanganyar, Kebumen (1942—1943)
  • Siswa Pendidikan Militer Lanjutan PETA di Bogor (1943—1944)
  • Komandan Pleton (Shudanco) PETA di Glagah, Wates (1944)
  • Komandan Kompi (Chodanco) di Markas Besar PETA di Surakarta (1944)
  • Komandan Kompi (Chodanco) Perwira pendidik PETA di Desa Brebeg, Jawa Timur (1944—1945)
  • Letnan di Brigade Mataram, Yogyakarta (1945)
  • Komandan Batalyon infanteri di Kebumen dengan pangkat Kapten - Mayor (1945—1946)
  • Komandan Batalyon X di bawah Divisi IX di Yogyakarta dengan pangkat Mayor (1946—1948)
  • Komandan Brigade Mataram - Wehrkreise III di Yogyakarta dengan pangkat Letnan Kolonel (1948—1950)
  • Komandan Komando Resimen Salatiga dengan pangkat Letnan Kolonel (1950—1953)
  • Komandan Resimen Infanteri 15 di Solo dengan pangkat Letnan Kolonel (1953—1956)
  • Kepala Staf Teritorium IV/Diponegoro di Semarang dengan pangkat Letnan Kolonel (1956—1957)
  • Panglima Teritorium IV/Diponegoro di Semarang dengan pangkat Kolonel (1957—1959)
  • Siswa Sekolah Staf Komando Angkatan Darat/SSKAD (1959—1960)
  • Deputi I Kepala Staf Angkatan Darat dengan pangkat Brigadir Jenderal (1960—1961)
  • Panglima Corps Tentara Cadangan Umum Angkatan Darat/CADUAD dengan pangkat Brigadir Jenderal (1961)
  • Atase Militer/Hankam di Beograd, Yugoslavia (1961)
  • Panglima Komando Mandala Pembebasan Irian Barat dengan pangkat Mayor Jenderal (1962)
  • Panglima Komando Strategis Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal (1962—1965)
  • Menteri/Panglima Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Jenderal - Letnan Jenderal (1965—1968)
  • Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban/Kopkamtib (1965—1969)
  • Ketua Presidium Kabinet Ampera I (1966—1967)
  • Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/ABRI merangkap Menteri Pertahanan dengan pangkat Jenderal (1968—1973)
  • Penjabat Presiden Republik Indonesia (1967—1968)
  • Presiden Republik Indonesia (1968—1998)
  • Sekertaris Jenderal Gerakan Non Blok (1992—1995)

Presiden (1966-1998)

Joko WidodoSusilo Bambang YudhoyonoMegawati SoekarnoputriAbdurrahman WahidBaharuddin Jusuf HabibieSoehartoSoekarno

Pergantian tampuk pimpinan
pemerintahan Indonesia.

Pasca terjadinya Peristiwa G30S, Mayjen TNI Soeharto mulai masuk ke dalam kabinet. Pada 14 Oktober 1965, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat.

Pada pagi hari 1 Oktober 1965, beberapa pasukan pengawal Kepresidenan, Tjakrabirawa di bawah Letnan Kolonel Untung Syamsuri bersama pasukan lain menculik dan membunuh enam orang jenderal. Pada peristiwa itu Jenderal A.H. Nasution yang menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata berhasil lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target dari percobaan kudeta adalah Mayor Jenderal Soeharto. Mayor Jenderal Soeharto tidak masuk target Gerakan 30 September 1965 atau G-30-S PKI karena dia bukan termasuk Jenderal yang secara terbuka menolak permintaan PKI untuk mempersenjatai angkatan ke-5, selain itu Soeharto adalah Jenderal yang tidak diperhitungkan baik oleh pimpinan PKI maupun rekannya di militer ia hanya dianggap sebagai pengikut Jenderal A.H. Nasution yang tidak memiliki potensi untuk memukul percobaan kudeta tersebut.[27] Dalam pandangan DN Aidit, Soeharto hanyalah seorang Jenderal pendiam, penganut kejawen, tidak mengerti politik, opportunis dan tidak punya banyak kawan maupun jaringan, terlebih taraf internasional. Pandangan tersebut beralasan, karena banyak orang memandang Soeharto sebagai Jenderal berpendidikan rendah dibanding Jenderal lainnya yang bahkan banyak di sekolahkan ke luar negeri oleh Soekarno atau A.H. Nasution. Presiden Soekarno pun awalnya memandang remeh Soeharto sebagai seorang Jenderal yang sekedar keras kepala, kaku, kuno, dan sangat pendiam. Hal tersebut di buktikan Soekarno yang sebenarnya memilih Mayjen Pranoto Reksosamudro sebagai pengganti Jenderal Ahmad Yani, ketimbang Soeharto yang lebih senior dari Pranoto.

Beberapa sumber mengatakan, motif Pasukan Tjakrabirawa yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan kudeta militer yang didukung oleh CIA yang direncalanakan untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada "Hari ABRI", 5 Oktober 1965 oleh badan militer yang lebih dikenal sebagai Dewan Jenderal. Peristiwa ini segera ditanggapi oleh Mayjen Soeharto untuk segera mengamankan Jakarta, menurut versi resmi sejarah pada masa Orde Baru, terutama setelah mendapatkan kabar bahwa Letjen Ahmad Yani, Menteri / Panglima Angkatan Darat tidak diketahui keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir, maka Panglima Kostrad yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat dengan turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Keputusan yang diambil Soeharto adalah segera membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah menteri yang diduga terlibat G-30-S (Gerakan 30 September). Tindakan ini menurut pengamat internasional dikatakan sebagai langkah menyingkirkan Angkatan Bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis yang justru dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia di mana jajaran pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara Omar Dhani yang dinilai pro-Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno untuk menyerahkan kekuasaan eksekutif. Tindakan pembersihan dari unsur-unsur komunis (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500 ribu "tersangka komunis", kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoritas Tionghoa Indonesia. Soeharto dikatakan menerima dukungan CIA dalam penumpasan komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar "operasi komunis" Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada militer Indonesia. Been Huang, bekas anggota kedutaan politik AS di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: "Itu merupakan suatu pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya di mana anda harus memukul keras pada saat yang tepat." Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di State Department's Bureau of Intelligence and Research di 1965: "Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya."1 Dia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia dalam rangka membebaskan sumber daya di militer.

Setelah dilantik sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat pada 14 Oktober 1965, ia segera membubarkan PKI dan ormas-ormasnya. Tepat 11 Maret 1966, dia menerima Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno melalui tiga jenderal, yaitu Basuki Rachmat, Amir Machmud, dan M Jusuf. Isi Supersemar adalah memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk dan atas nama Presiden/Panglima Tertinggi/Panglima Besar Revolusi agar mengambil tindakan yang dianggap perlu demi terjaminnya keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi. Sehari kemudian, 12 Maret 1966, Menpangad Letjen Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia.

Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS pada Maret 1967, Soeharto yang telah menerima kenaikan pangkat sebagai jenderal bintang empat pada 1 Juli 1966 ditunjuk sebagai pejabat presiden berdasarkan Tap MPRS No XXXIII/1967 pada 22 Februari 1967. Selaku pemegang Ketetapan MPRS No XXX/1967, Soeharto kemudian menerima penyerahan kekuasaan pemerintahan dari Presiden Soekarno. Melalui Sidang Istimewa MPRS, pada 7 Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

Jenderal Soeharto ditetapkan sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 setelah pertanggungjawaban Presiden Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS. Kemudian, Soeharto menjadi presiden sesuai hasil Sidang Umum MPRS (Tap MPRS No XLIV/MPRS/1968) pada 27 Maret 1968. Selain sebagai presiden, ia juga merangkap jabatan sebagai Menteri Pertahanan/Keamanan. Pada 1 Juni 1968 Lama. Mulai saat ini dikenal istilah Orde Baru. Susunan kabinet yang diumumkan pada 10 Juni 1968 diberi nama Kabinet Pembangunan "Rencana Pembangunan Lima Tahun" I. Pada 15 Juni 1968, Presiden Soeharto membentuk Tim Ahli Ekonomi Presiden yang terdiri atas Prof Dr Widjojo Nitisastro, Prof Dr Ali Wardhana, Prof Dr Moh Sadli, Prof Dr Soemitro Djojohadikusumo, Prof Dr Soebroto, Dr Emil Salim, Drs Frans Seda, dan Drs Radius Prawiro.

Pada 3 Juli 1971, presiden mengangkat 100 anggota DPR dari Angkatan Bersenjata dan memberikan 9 kursi wakil Provinsi Irian Barat untuk wakil dari Golkar. Setelah menggabungkan kekuatan-kekuatan partai politik, Soeharto dipilih kembali menjadi presiden oleh Sidang Umum MPR (Tap MPR No IX/MPR/1973) pada 23 Maret 1973 untuk jabatan yang kedua kali. Saat ini, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mendampinginya sebagai wakil presiden.

Pada usia 55 tahun, Soeharto memasuki masa pensiun dari dinas militer (Keprres No 58/ABRI/1974). Pencapaian puncak di dunia politik turut melengkapi kisahnya hidupnya sebagai seorang penguasa. Setelah mencapai posisi pucuk di republik, geliat kekuasaanya mulai metampakkan taringnya. Pada 20 Januari 1978, Presiden Soeharto melarang terbit tujuh surat kabar, yaitu Kompas, Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesian Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore. Beberapa di antaranya kemudian meminta maaf kepada Soeharto.

Pada 22 Maret 1978, Soeharto dilantik kembali presiden untuk periode ketiga kalinya dan Adam Malik sebagai wakil presiden. Sidang Umum MPR 1 Maret 1983 memutuskan memilih kembali Soeharto sebagai presiden dan Umar Wirahadikusumah sebagai wakil presiden. Melalui Tap MPR No V tahun 1983, MPR mengangkat Soeharto sebagai Bapak Pembangunan Republik Indonesia. Pada 16 Maret 1983, Presiden Soeharto mengumumkan susunan Kabinet Pembangunan IV yang terdiri atas 21 menteri, tiga menteri koordinator, delapan menteri muda, dan tiga pejabat setingkat menteri. Pada 1 Januari 1984, Presiden Soeharto mengisi formulir keanggotaan Golkar dan sejak itu ia resmi menjadi anggota Golkar.

Beberapa pengamat politik baik dalam negeri maupun luar negeri mengatakan bahwa Soeharto membersihkan parlemen dari komunis, menyingkirkan serikat buruh dan meningkatkan sensor. Dia juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Tiongkok dan menjalin hubungan dengan negara barat dan PBB. Dia menjadi penentu dalam semua keputusan politik.

Jenderal Soeharto dikatakan meningkatkan dana militer dan mendirikan dua badan intelijen: Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dan Badan Koordinasi Intelijen Nasional (Bakin). Sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam pembersihan massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai terlibat dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut "musuh negara" dihukum mati (meskipun beberapa hukuman ditunda sampai 1990).

Diduga bahwa daftar tersangka komunis diberikan ke tangan Soeharto oleh CIA. Sebagai tambahan, CIA melacak nama dalam daftar ini ketika rezim Soeharto mulai mencari mereka. Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari Pemerintah Amerika Serikat untuk rezim Soeharto tetap diam sampai invasi Timor Timur, dan terus berlangsung sampai akhir 1990-an. Karena kekayaan sumber daya alamnya dan populasi konsumen yang besar, Indonesia dihargai sebagai rekan dagang Amerika Serikat dan begitu juga pengiriman senjata tetapi dipertahankan ke rezim Soeharto. Ketika Soeharto mengunjungi Washington pada 1995 pejabat administratif Clinton dikutip di New York Times mengatakan bahwa Soeharto adalah "orang seperti kita" atau "orang golongan kita".

Pada 12 Maret 1967 Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden Indonesia oleh MPR Sementara. Setahun kemudian, pada 27 Maret 1968 dia resmi diangkat sebagai Presiden untuk masa jabatan lima tahun yang pertama. Dia secara langsung menunjuk 20% anggota MPR. Partai Golkar menjadi partai favorit dan satu-satunya yang diterima oleh pejabat pemerintah. Indonesia juga menjadi salah satu pendiri ASEAN.

Ekonomi Indonesia benar-benar amburadul di pertengahan 1960-an. Soeharto pun kemudian meminta nasihat dari tim ekonom hasil didikan Barat yang banyak dikenal sebagai "mafia Berkeley". Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini adalah mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan mereka tidak bisa dimungkiri. Peran Soedjono Hoemardani sebagai asisten finansial besar artinya dalam pencapaian ini.

Di bidang sosial politik, Soeharto menyerahkannya kepada Ali Moertopo sebagai asisten untuk masalah-masalah politik. Menghilangkan oposisi dengan melemahkan kekuatan partai politik dilakukan melalui fusi dalam sistem kepartaian.

Gambar Presiden Soeharto pada uang pecahan 50.000, salah satu dari sedikit uang yang menampilkan tokoh yang masih hidup

Roma, Italia, 14 November 1985. Musim dingin yang membekap Kota Roma ketika itu turut menggigit tubuh setiap peserta Konfrensi ke-23 Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Tidak kurang dari 165 negara anggota mengirimkan wakilnya ke perhelatan yang membetot perhatian mata dunia terhadap Indonesia kala itu. Presiden Soeharto yang sukses mengantarkan Indonesia dari pengimpor beras terbesar di dunia menjadi swasembada didapuk maju ke podium untuk memberikan pidatonya. Dia menyerahkan bantuan satu juta ton padi kering (gabah) dari para petani untuk diberikan kepada rakyat Afrika yang mengalami kelaparan.[28]

Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1973–1978

“Jika pembangunan di bidang pangan ini dinilai berhasil, itu merupakan kerja raksasa dari seluruh bangsa Indonesia,” kata Presiden Soeharto dalam pidatonya. Karena itu, FAO mengganjar keberhasilan itu dengan penghargaan khusus berbentuk medali emas pada 21 Juli 1986. Prestasi Soeharto di bidang pertanian memang fantastik atau dahsyat. Indonesia mengecap swasembada besar mulai 1984. Produksi besar pada tahun itu mencapai 25,8 juta ton. Padahal, data 1969 beras yang dihasilkan Indonesia hanya 12,2 juta ton. Hasil itu memaksa Indonesia mengimpor beras minimal 2 juta ton.[29]

Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1978–1983

Sebab itu, pada 10 Maret 1988, Soeharto kembali terpilih sebagai presiden oleh MPR yang kelima kalinya. Posisi wakil presiden diserahkan kepada Sudharmono setelah bersaing dengan DR H Jaelani Naro SH Ketua Umum DPP PPP Sekali lagi, mata dunia tertuju lagi kepada seorang Soeharto. Karena sukses dalam pelaksanaan program kependudukan dan keluarga berencana, Presiden Soeharto mendapat piagam penghargaan perorangan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York pada 8 Juni 1989. “Kenaikan produksi pangan tidak banyak berarti jika pertambahan jumlah penduduk tidak terkendali,” tandas Soeharto.

Dia dianugerahi UN Population Award, penghargaan tertinggi PBB di bidang kependudukan. Penghargaan itu disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal PBB, Javier de Cueller di Markas Besar PBB, New York bertepatan dengan ulang tahun Soeharto yang ke-68 pada 8 Juni 1989. Soeharto makin dilirik ketika berhasil menegakkan harkat bangsa Indonesia di latar ekonomi Asia. Di ASEAN, dia dianggap berjasa ikut mengembangkan organisasi regional ini sehingga diperhitungkan di dunia. “Tanpa kebaikan dan kehadiran Soeharto, kami akan menghabiskan banyak jatah produk domestic bruto di bidang pertahanan,” ujar Perdana Menteri Australia Paul Keating ketika itu. Paul Keating menyebut Soeharto sebagai “ayah”.

Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1983–1988

Dalam bukunya, Soeharto; Political Biography, Robert Edward Elson menulis, "Soeharto adalah tokoh yang amat penting selama abad XX di Asia." Dua Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon dan Ronald Reagan juga memuji gebrakan Soeharto. Tetapi, Soeharto mengklaim dirinya anak petani dengan nilai-nilai biasa yang tidak berambisi menguasai negeri Indonesia dan mendahului kepentingan bangsa. “Saya di rumah, di antara istri dan anak-anak merasa sebagai seorang biasa, hanya secara kebetulan diberi kepecayaan oleh rakyat untuk memimpin negara ini sebagai presiden,” tutur Soeharto dalam suatu temu wicara pada Peringatan Hari Ibu ke-67 di Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur pada 22 Desember 1989.

Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1988–1993
Foto resmi Presiden Soeharto yang terpampang di Istana Negara 1988-1998

Sebab itu, pada 14 September 1991, Presiden Soeharto menolak permintaan Amerika Serikat untuk memperoleh pangkalan militer di Indonesia setelah pindah dari Filipina. Soeharto dipilih oleh MPR sebagai presiden untuk yang keenam kalinya pada 10 Maret 1993. Kali ini, Try Sutrisno sebagai wakil presiden. Setelah enam kali berturut-turut ditetapkan MPR sebagai presiden, Soeharto mulai menyatakan jika dirinya tidak berambisi menjadi presiden seumur hidup (12 Maret 1994). Pada kepemimpinannya periode ini, Presiden Soeharto memberhentikan Prof Dr Satrio Budiharjo Joedono selaku Menteri Perdagangan sebelum akhir masa jabatan (6 Desember 1995).

Soeharto yang mengawali kekuasaannya sebagai pejabat presiden pada 12 Maret 1967 dan menjadi presiden pada 27 Maret 1968 terus menggenggam jabatan itu selama 31 tahun. Semula ada yang memperkirakan bahwa Soeharto akan menolak pencalonannya kembali sebagai presiden untuk periode yang keenam pada tahun 1998 setelah istrinya meninggal dunia pada 28 April 1996. Perkiraan itu ternyata keliru. Ketika usianya mencapai 75 tahun, ia bukan saja bersedia untuk dicalonkan kembali tetapi menerima untuk diangkat kembali sebagai presiden untuk periode 1998–2003. Ia menerima penganugerahan Bintang Lima atau Pangkat Jenderal Besar saat berusia 76 tahun (29 September 1997).

Pada 25 Juli 1996, Presiden Soeharto menerima PDI pimpinan Soerjadi dan menolak kepemimpinan Megawati Soekarnoputri untuk memimpin Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dua hari kemudian terjadi Peristiwa 27 Juli.

Upaya mengatasi krisis dan meredam oposisi

Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997 menerpa juga ke Indonesia. Bahkan, krisis itu menerjang juga sektor krisis ekonomi. Pada 8 Oktober 1997, Presiden meminta bantuan IMF dan Bank Dunia untuk memperkuat sektor keuangan dan menyatakan badai pasti berlalu. Presiden minta seluruh rakyat tetap tabah dalam menghadapi gejolak krisis moneter (29 November 1997).[30]

Di tengah krisis ekonomi yang parah dan adanya penolakan yang cukup tajam, pada 10 Maret 1998, MPR mengesahkan Soeharto sebagai presiden untuk ketujuh kalinya. Kali ini, Prof Ing BJ Habibie sebagai wakil presiden. Pada 17 Maret 1998, ia menyumbangkan seluruh gaji dan tunjangannya sebagai presiden dan meminta kerelaan para pejabat tinggi lainnya untuk menyerahkan gaji pokoknya selama satu tahun dalam rangka krisis moneter.

Menghadapi tuntutan untuk mundur, pada 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa reformasi akan dipersiapkan mulai tahun 2003. Ketika di Mesir pada 13 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan bersedia mundur kalau memang rakyat menghendaki dan tidak akan mempertahankan kedudukannya dengan kekuatan senjata. Sebelas menteri bidang ekonomi dan industri (ekuin) Kabinet Pembangunan VII mengundurkan diri (20 Mei 1998). Krisis moneter dan ekonomi benar-benar menggerogoti sistem kepemimpinannya. Dampaknya, Soeharto tidak bisa bertahan di pucuk kepemimpinan negeri.

Hanya berselang 70 hari setelah diangkat kembali menjadi presiden untuk periode yang ketujuh kalinya, Soeharto terpaksa mundur dari jabatannya sebagai presiden. Presiden Soeharto lengser tepat 21 Mei 1998. Tepat pukul 09.00 WIB (Waktu Indonesia Barat), Soeharto berhenti dari jabatannya sebagai presiden. Layar kaca televisi saat itu menyiarkan secara langsung detik per detik proses pengunduran dirinya.

Tanggal 12-20 Mei 1998 menjadi periode yang teramat panjang. Bagaimanapun, masa-masa itu kekuasaannya semakin tergerus oleh berbagai aksi dan peristiwa. Aksi mahasiswa menyebar ke seantero negeri. Ribuan mahasiswa menggelar aksi keprihatinan di berbagai tempat. Mahasiswa Trisakti, Jakarta menggelar aksinya tidak jauh dari kampus mereka. Peserta aksi mulai keluar dari halaman kampus dan memasuki jalan arteri serta berniat datang ke Gedung MPR/DPR yang memang sangat stategis. Tanggal 12 Mei 1998 sore, terdengar siaran berita meninggalnya empat mahasiswa Trisakti.

Sehari kemudian, tanggal 13 Mei 1998, jenasah keempat mahasiswa yang tewas diberangkatkan ke kediaman masing-masing. Mahasiswa yang hadir menyanyikan lagu Gugur Bunga. Tewasnya para mahasiswa disiarkan secara luas melalui pemberitaan radio, televisi, dan surat kabar. Tewasnya keempat mahasiswa seakan sebagai ledakan suatu peristiwa yang lebih besar. Kamis, 14 Mei 1998, ibu kota negara (Jakarta) dilanda kerusuhan hebat. Tanggal 15 Mei 1998, pesawat yang membawa Presiden Soeharto dan rombongan mendarat menjelang pukul 05.00 WIB pagi di pangkalan udara utama TNI AU Halim Perdanakusuma dari kunjungan ke Kairo, Mesir untuk mengikuti Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15 (Group 15/G-15).

Tanggal 16 Mei 1998, Presiden mengadakan serangkaian pertemuan termasuk berkonsultasi dengan unsur pimpinan DPR. Tanggal 17 Mei 1998, Menteri Pariwisata, Seni, dan Budaya Abdul Latief mengajukan surat pengunduran diri sebagai menteri. Tanggal 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa mendatangi Gedung MPR/DPR. Aksi tersebut berakhir seiring dengan mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998.

Mereka yang tewas adalah dua mahasiswa angkatan 1995 dan dua mahasiswa angkatan 1996. Angkatan 1995 terdiri dari Hery Hartanto (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin) dan Hafidhin Alifidin Royan (Fakultas Teknik Industri Jurusan Mesin). Sedang, mahasiswa yang tewas angkatan 1996 adalah Elang Mulia Lesmana (Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur) dan Hendriawan Sie (Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen) .

Soeharto membangun dan memperluas konsep "Jalan Tengah"-nya Jenderal Nasution menjadi konsep dwifungsi untuk memperoleh dukungan basis teoretis bagi militer untuk memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat pemerintahan, termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama dalam birokrasi sipil. Peran dwifungsi ini adalah peran militer di bidang politik yang permanen.

Sepak terjang Ali Murtopo dengan badan inteligennya mulai mengancam Soeharto. Persaingan antara Ali Moertopo dan Sumitro dipergunakan untuk menyingkirkan Ali. Namun Sumitro pun segera ditarik dari jabatannya dan kendali Kopkamtib dipegang langsung oleh Soeharto karena dianggap potensial mengancam. Beberapa bulan setelah peristiwa Malari sebanyak 12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat Indonesia termasuk mahasiswa ditangkap dan dipenjarakan.

Pada 1978 untuk mengeliminir gerakan mahasiswa maka segera diberlakukannya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan). Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa. Hubungan kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat.

Mulut pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 tahun 1982. UU ini mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi pemberitaan ataupun siaran. Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh izin pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatan pemerintah yang diperbolehkan berdiri. Sehingga organisasi massa tak lebih dari wayang-wayang Orde Baru.

Kemudian pada tahun 1979–1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi angkatan bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang tergabung dalam Petisi 50, mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan sikap politik pemerintah Orde Baru yang menjadikan Angkatan Darat sebagai pendukung kemenangan Golkar, serta menuntut adanya reformasi politik. Sebagai balasannya, pemerintah mencekal mereka. Kelompok ini pun gagal serta tak pernah mampu tampil lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap pemerintahan Orde Baru.

Puncak Orde Baru

Pelantikan Presiden Soeharto.

Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat sosialis. Teknokrat-teknokrat yang umumnya berpendidikan barat dan liberal (Amerika Serikat) diangkat adalah lulusan Berkeley sehingga mereka lebih dikenal di dalam klik ekonomi sebagai Mafia Berkeley di kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Pada masanya, Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara-negara donor (negara-negara maju) yang tergabung dalan IGGI yang diseponsori oleh pemerintah Belanda. Namun pada tahun 1992, IGGI dihentikan oleh pemerintah Indonesia karena dianggap turut campur dalam urusan dalam negeri Indonesia, khususnya dalam kasus Timor Timur pasca Insiden Dili. Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga donor CGI yang disponsori Prancis. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga internasional lainnya yang berada di bawah PBB seperti UNICEF, UNESCO dan WHO. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam sistem trickle down effect (menetes ke bawah) yang mementingkan pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor Internasional terutama paska Krisis 1997. Dalam bidang ekonomi juga, tercatat Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun 1984. Namun prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan pada tahun-tahun berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap sangat signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam negara yang mendekati negara-negara Industri Baru bersama dengan Malaysia, Filipina dan Thailand, selain Singapura, Republik Tiongkok, dan Korea Selatan.

Di bidang politik, Presiden Soeharto melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik di mana muncullah istilah "mayoritas tunggal" di mana Golkar dijadikan partai utama dan "mengebiri" dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem pada masa itu.

Seiring dengan naiknya taraf pendidikan pada masa pemerintahannya karena pertumbuhan ekonomi, muncullah berbagai kritik dan ketidakpuasan atas ketimpangan ketimpangan dalam pembangunan. Kesenjangan ekonomi, sosial dan politik memunculkan kalangan yang tidak puas dan menuntut perbaikan. Kemudian pada masa pemerintahannya, tercatat muncul peristiwa kekerasan di masyarakat yang umumnya sarat kepentingan politik, selain memang karena ketidakpuasan dari masyarakat.

Mundur dari jabatan presiden

Foto resmi Presiden Soeharto untuk masa jabatan 1998–2003
Pada 21 Mei 1998, setelah tekanan politik besar dan beberapa demonstrasi, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya di televisi.

Pada 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai 30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama bertahun-tahun. Krisis finansial Asia pada tahun yang sama tidak membawa hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF. Foto Direktur Pelaksana IMF Michel Camdessus bersedekap di samping Soeharto yang menandatangani Letter of Intent pinjaman USD 43 miliar dari IMF menjadi viral karena menunjukkan keangkuhan yang seakan memberi makna kalau Indonesia tak berdaya dan telah jatuh ke tangan IMF.[31]

Meskipun sempat menyatakan untuk tidak dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998–2003, terutama pada acara Golongan Karya, Soeharto tetap dipilih kembali oleh MPR dalam Sidang Umum pada bulan Maret 1998. Setelah beberapa demonstrasi, kerusuhan dan pembantaian rakyat, tekanan politik dan militer, dan berpuncak pada pendudukan gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil Presiden B. J. Habibie, yang menjadi presiden.

Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya era Soeharto.

Di Credentials Room Istana Merdeka, Jakarta, Presiden Soeharto membacakan pidato yang terakhir kali sebagai berikut:

Sejak beberapa waktu terakhir, saya mengikuti dengan cermat perkembangan situasi nasional kita, terutama aspirasi rakyat untuk mengadakan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Atas dasar pemahaman saya yang mendalam terhadap aspirasi tersebut dan terdorong oleh keyakinan bahwa reformasi perlu dilaksanakan secara tertib, damai, dan konstitusional.

Demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut.
Dalam keinginan untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi.
Dengan memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari Kamis, 21 Mei 1998.
Pernyataan saya berhenti dari jabatan sebagai Presiden RI saya sampaikan di hadapan saudara-saudara pimpinan DPR dan juga adalah pimpinan MPR pada kesempatan silaturahmi. Sesuai Pasal 8 UUD 1945, maka Wakil Presiden RI, Prof. Dr. Ing. BJ Habibie yang akan melanjutkan sisa waktu jabatan Presiden/Mandataris MPR 1998–2003. Atas bantuan dan dukungan rakyat selama saya memimpin negara dan bangsa Indonesia ini saya ucapkan terima kasih dan minta maaf bila ada kesalahan dan kekurangan-kekurangannya semoga bangsa Indonesia tetap jaya dengan Pancasila dan UUD 1945.

Mulai hari ini pula Kabinet Pembangunan VII demisioner dan kepada para menteri saya ucapkan terima kasih. Oleh karena keadaan tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pengucapan sumpah di hadapan DPR, maka untuk menghindari kekosongan pimpinan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kiranya saudara wakil presiden sekarang juga akan melaksanakan sumpah jabatan presiden di hadapan Mahkamah Agung RI.

Mantan Presiden kedua H.M. Soeharto didampingi putrinya Siti Hardiyanti Rukmana meninggalkan Istana Merdeka beberapa saat setelah ia mengundurkan diri sebagai Presiden pada 21 Mei 1998.

Sesaat kemudian, Presiden Soeharto menyerahkan pucuk pimpinan negeri kepada Prof. Dr. Ing. BJ Habibie. Setelah melaksanakan sumpah jabatan, akhirnya BJ Habibie resmi memangku jabatan presiden ke-3 RI. Ucapan selamat datang mulai dari mantan Presiden Soeharto, pimpinan dan wakil-wakil pimpinan MPR/DPR, para menteri serta siapa saja yang turut dalam pengucapan sumpah jabatan presiden ketika itu.

Tak berselang terlalu lama, Menteri Pertahanan Keamanan merangkap Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto membacakan pernyataan sikap, demikian: pertama, memahami situasi yang berkembang dan aspirasi masyarakat, ABRI mendukung dan menyambut baik permintaan berhenti Bapak Soeharto sebagai Presiden RI serta berdasarkan konstutusi mendukung Wakil Presiden Bapak BJ Habibie sebagai Presiden RI.

Kedua, ABRI yang tetap kompak dan satu berharap dan mengajak kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menerima kehendak pribadi Presiden Soeharto tersebut yang telah sesuai dengan konstitusi, yakni Pasal 8 UUD 1945.

Ketiga, dalam hal ini, ABRI akan tetap berperan aktif guna mencegah penyimpangan dan hal-hal lain yang dapat mengancam keutuhan bangsa.

Keempat, menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa, ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan para mantan Presiden/Mandataris MPR termasuk Bapak Soeharto beserta keluarganya.

Kelima, ABRI mengajak semua pihak agar bersikap tenang, mencegah terjadinya kerusuhan dan tindak kekerasan yang akhirnya akan merugikan masyarakat sendiri.

Kontroversi

Kasus dugaan korupsi

Rumah Cendana yang menjadi simbol kekuasaan Soeharto.
Artikel utama: Kasus dugaan korupsi Soeharto

Setelah Soeharto resmi mundur dari jabatannya sebagai presiden, berbagai elemen masyarakat mulai menuntut agar digelar pengusutan dan pengadilan atas mantan presiden yang bekuasa paling lama di Indonesia itu. Pada 1 September 1998, tim Kejaksaan Agung mengumumkan adanya indikasi penggunaan uang yayasan di bawah pemerintahan mantan Presiden Soeharto. Melalui Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada 6 September 1998, Soeharto muncul dan menyatakan bahwa dia tidak mempunyai kekayaan di luar negeri.

Jaksa Agung AM Ghalib dan Menko Wasbang/PAN Hartarto menemuinya di Jalan Cendana (Jakarta) untuk mengklarifikasi penyataan tersebut (21 September 1998). Pada 21 November 1998, Fraksi Karya Pembangunan (FKP) mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan mantan Presiden Soeharto sebagai tahanan kota. Ini merupakan tindak awal pengusutan harta dan kekayaan Soeharto yang diduga berasal dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Pada 3 Desember 1998, Presiden BJ Habibie menginstruksikan Jaksa Agung AM Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa mantan Presiden Soeharto. Pada 9 Desember 1998, Soeharto diperiksa tim Kejaksaan Agung di Kejaksaan Tinggi Jakarta sehubungan dengan dana yayasan, program mobil nasional, kekayaan Soeharto di luar negeri, dan kasus Tapos. Majalah Time melansir berita tentang kekayaan Soeharto di luar negeri yang mencapai US$15 miliar (22 Mei 1999). Pada 27 Mei 1999, Soeharto menyerahkan surat kuasa khusus kepada Jaksa Agung AM Ghalib untuk menelisik kekayaannya di Swiss dan Austria, seperti diberitakan Majalah Time. Pada 2 Juni 1999, Soeharto mengadukan Majalah Time ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia atas tuduhan memfitnah pada pemberitaannya. Soeharto menuntut ganti rugi sekitar 27 miliar dollar AS.

Dalam persidangan gugatan akhirnya Mahkamah Agung (MA) memenangkan gugatan mantan Presiden Soeharto terhadap Majalah TIME Asia. Dalam putusan majelis hakim agung yang diketuai Ketua Muda Militer MA, Mayor Jenderal TNI Purnawirawan German Hoediarto dan beranggotakan Bahauddin Qoudry serta M. Taufik, tanggal 31 Agustus 2007 itu, Majalah TIME Asia diperintahkan membayar ganti rugi immateriil senilai Rp 1 triliun kepada HM Soeharto.MA Menangkan Soeharto Lawan Majalah TIME Asia

Soeharto memiliki dan mengetuai tujuh buah yayasan, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.

Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan Agung, sejak tahun 1999.

Menurut Transparency International, Soeharto menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar dolar A.S. selama 32 tahun masa pemerintahannya.[32]

Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada 11 Mei 2006, namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni 2006.

Beberapa catatan atas tindakan represif Orde Baru

Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang penggunaan tulisan Tionghoa tertulis di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Selain itu hak-hak politik etnis Tionghoa dibatasi dan agama Kong Hu Cu tidak diakui keberadaannya.

Pada 1970 Soeharto melarang protes pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah komisi menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah endemik.

Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur Islam.

Presiden Gerald Ford dan Suharto berjabat tangan pada 6 Desember 1975, sehari sebelum invasi ke Timor-Timur yang didukung Amerika Serikat dalam era Perang Dingin.

Pada 1973 dia memenangkan jangka lima-tahun berikutnya melalui pemilihan "electoral college". dan juga terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Soeharto mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar. Oleh karena itu semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, sementara partai-partai non-Islam (Katolik dan Protestan) serta partai-partai nasionalis digabungkan menjadi Partai Demokrasi Indonesia.

Pada 1975, dengan persetujuan bahkan permintaan Amerika Serikat dan Australia, ia memerintahkan pasukan Indonesia untuk memasuki bekas koloni Portugal Timor Timur setelah Portugal mundur dan gerakan pro-komunis Fretilin memegang kuasa yang menimbulkan kekacauan di masyarakat Timor Timur sendiri, serta kekhawatiran Amerika Serikat atas tindakan Fretilin yang mendapat dukungan politik Uni Soviet dalam perebutan pengaruh dua negara adikuasa di periode Perang Dingin yang juga memanas di sekitar kawasan Vietnam. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia, dengan bantuan presiden Gerald Ford, yang meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia untuk menghindari berkembangnya pengaruh komunis di Asia Tenggara.[33][34] Pada 15 Juli 1976, Timor Timur secara menjadi salah satu provinsi di NKRI sampai wilayah tersebut dialihkan ke administrasi PBB pada 1999.

Korupsi menjadi beban berat pada 1980-an. Pada 5 Mei 1980 sebuah kelompok yang kemudian lebih dikenal dengan nama Petisi 50 menuntut kebebasan politik yang lebih besar. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, dan mahasiswa. Media Indonesia menekan beritanya dan pemerintah mecekal penandatangannya. Setelah pada 1984 kelompok ini menuduh bahwa Soeharto menciptakan negara satu partai, beberapa pemimpinnya dipenjarakan.

Catatan hak asasi manusia Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke tahun. Pada 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur. Presiden AS Bill Clinton mendukungnya.

Pada 1996 Soeharto berusaha menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang dikenal sebagai "Peristiwa Kudatuli" (Kerusuhan Dua Tujuh Juli).

Peninggalan

Bidang politik

Sebagai presiden Indonesia selama lebih dari 30 tahun, Soeharto telah banyak memengaruhi sejarah Indonesia. Dengan pengambil alihan kekuasaan dari Soekarno, Soeharto dengan dukungan dari Amerika Serikat memberantas paham komunisme dan melarang pembentukan partai komunis. Dijadikannya Timor Timur sebagai provinsi ke-27 (saat itu) juga dilakukannya karena kekhawatirannya bahwa partai Fretilin (Frente Revolucionaria De Timor Leste Independente / Front Revolusi untuk Kemerdekaan Timor Timur) akan berkuasa di sana bila dibiarkan merdeka.[Mei 2008] Hal ini telah mengakibatkan menelan ratusan ribu korban jiwa sipil.[Mei 2008] Sistem otoriter yang dijalankan Soeharto dalam masa pemerintahannya membuatnya populer dengan sebutan "Bapak", yang pada jangka panjangnya menyebabkan pengambilan keputusan-keputusan di DPR kala itu disebut secara konotatif oleh masyarakat Indonesia sebagai sistem "ABS" atau "Asal Bapak Senang".

Bidang kesehatan

Untuk mengendalikan jumlah penduduk Indonesia, Soeharto memulai kampanye Keluarga Berencana yang menganjurkan setiap pasangan untuk memiliki secukupnya 2 anak. Hal ini dilakukan untuk menghindari ledakan penduduk yang nantinya dapat mengakibatkan berbagai masalah, mulai dari kelaparan, penyakit sampai kerusakan lingkungan hidup.

Kematian

Pada tanggal 27 Januari 2008 pukul 13.10 WIB, Soeharto meninggal dunia di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan. Kemudian sekitar pukul 14.35, jenazah mantan Presiden Soeharto diberangkatkan dari RSPP menuju kediaman di Jalan Cendana nomor 8, Menteng, Jakarta.[35] Ambulans yang mengusung jenazah Pak Harto diiringi sejumlah kendaraan keluarga dan kerabat serta pengawal. Sejumlah wartawan merangsek mendekat ketika iring-iringan kendaraan itu bergerak menuju Jalan Cendana, mengakibatkan seorang wartawati televisi tertabrak.

Di sepanjang jalan Tanjung dan Jalan Cendana ribuan masyarakat menyambut kedatangan iringan kendaraan yang membawa jenazah Pak Harto. Rangkaian kendaraan yang membawa jenazah mantan Presiden Soeharto memasuki Jalan Cendana, sekitar pukul 14.55, Minggu (27/1).

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan beberapa menteri yang tengah mengikuti rapat kabinet terbatas tentang ketahanan pangan, menyempatkan mengadakan jumpa pers selama 3 menit dan 28 detik di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu (27/1). Presiden menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas kematian Soeharto.

Minggu sore pukul 16.00 WIB, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, lebih dulu melayat ke Cendana.

Pemakaman

Jenazah Soeharto diberangkatkan dari rumah duka di Jalan Cendana, Jakarta, Senin, 28 Januari 2008, pukul 07.30 WIB[36] menuju Bandara Halim Perdanakusuma. Selanjutnya jenazah Soeharto akan diterbangkan dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Solo pukul 10.00 WIB untuk kemudian dimakamkan di Astana Giri Bangun, Karanganyar, Senin (28/1). Jenazah Soeharto tiba di Astana Giri Bangun siang itu sebelum pukul 12.00 WIB.[37] Upacara pemakaman Soeharto tersebut dipimpin oleh inspektur upacara Susilo Bambang Yudhoyono.

Warisan

Rumah masa kecil Soeharto di Kemusuk, Bantul saat ini dijadikan museum Memorial Jenderal Besar HM Soeharto. Sebuah patung dirinya berdiri di depan museum. Museum tersebut dibangun oleh Probosutedjo dan diresmikan pada tahun 2013.[38]

FELDA Soeharto, sebuah kampung di Selangor, Malaysia, dinamakan menurut Soeharto pada tahun 1977 – sebelumnya ia berkunjung ke kampung tersebut pada tahun 1970 sebagai bagian dari kunjungan bersejarah untuk menormalkan hubungan Indonesia-Malaysia.[39]

Pada tahun 2013, muncul slogan bahasa Jawa Isih penak jamanku to (bahasa Indonesia: Masih enak zaman saya kan) atau Piye kabare, isih penak jamanku to (bahasa Indonesia: Bagaimana kabarnya, masih enak zaman saya kan) di stiker, kaos, dan internet yang menyatakan bahwa zaman pemerintahan Soeharto lebih baik ketimbang zaman sekarang.[40][41]

Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad berkata:[42]

Sebelum saya bertemu langsung dengan Presiden Soeharto, saya selalu mengikuti perkembangan dari berbagai kebijakan yang dijalankan oleh pemerintahan beliau. Saya merencanakan apabila nanti diangkat menjadi Perdana Menteri, maka kunjungan luar negeri saya yang pertama kali adalah kepada Presiden Soeharto.

Saya melihat setiap ucapan dan tindakan yang dilakukan Pak Harto benar-benar menunjukkan kualitasnya sebagai seorang pemimpin. Walaupun Pak Harto memiliki latar belakang sebagai tentara, ia tidak menunjukkan sikap yang sombong dan kalimat-kalimat yang keras. Bahasanya juga baik sekali.

Saya biasa dengan dia. Setelah menjadi Perdana Menteri, saya beberapa kali bertemu dengannya. Kita ada perbincangan antara sahabat. Dekat.

Saya menghormati Bapak Soeharto karena dia mengubah Indonesia dari negara yang mempunyai banyak masalah di zaman Soekarno. Dia dapat menguatkan perpaduan di kalangan banyak suku di Indonesia. Ini bukan suatu negara yang mudah diperintah, tapi setelah Soeharto mengambil alih, Indonesia tidak terpecah.

Ada masalah sedikit di Aceh, tapi umumnya dia berhasil mengganti citra Indonesia menjadi lebih maju. Ya, memang ada hal yang tak benar dilakukan. Di mana-mana pemimpin juga begitu.[42]

Penghargaan

Selama menjadi Presiden Republik Indonesia dan perwira militer, beliau menerima berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri, diantaranya;[43][44][45]

Dalam Negeri

Baris ke-1 Bintang Republik Indonesia Adipurna (27 Mei 1988)[46] Bintang Mahaputera Adipurna (27 Mei 1988)[47] Bintang Jasa Utama (27 Mei 1988)[48] Bintang Budaya Parama Dharma (27 Mei 1988)[49]
Baris ke-2 Bintang Gerilya Bintang Sakti Bintang Dharma Bintang Yudha Dharma Utama
Baris ke-3 Bintang Kartika Eka Paksi Utama Bintang Jalasena Utama Bintang Swa Bhuwana Paksa Utama Bintang Bhayangkara Utama
Baris ke-4 Bintang Kartika Eka Paksi Pratama Bintang Kartika Eka Paksi Nararya Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia Bintang Garuda
Baris ke-5 Satyalancana Teladan Satyalancana Kesetiaan 16 Tahun Satyalancana Perang Kemerdekaan I Satyalancana Perang Kemerdekaan II
Baris ke-6 Satyalancana G.O.M I Satyalancana G.O.M II Satyalancana G.O.M III Satyalancana G.O.M IV
Baris ke-7 Satyalancana Satya Dharma Satyalancana Wira Dharma Satyalancana Penegak Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia (1989)[50]

Luar Negeri

Lihat pula

Daftar pustaka

Referensi

  1. ^ Berger, Marilyn (28 Januari 2008). "Suharto Dies at 86; Indonesian Dictator Brought Order and Bloodshed". The New York Times (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-02. Diakses tanggal 2018-12-14. 
  2. ^ Mappapa, Pasti Liberti (30 September 2019). "Sekondan Soeharto di Pusaran G30S/PKI". detikNews. Diakses tanggal 16 Juni 2023. Latief sendiri mengaku anak buah langsung Soeharto sejak bertugas di Yogyakarta. Nomor Registrasi Pokok (NRP) keduanya berurutan. "NRP saya 10685, sedangkan NRP Pak Harto 10684, jadi saya selalu menempel di belakangnya. 
  3. ^ Gittings, John (28 January 2008). "Obituary: Suharto, former Indonesian dictator: 1921–2008". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 December 2018. Diakses tanggal 17 December 2016. 
  4. ^ Hutton, Jeffrey (19 May 2018). "Is Indonesia's Reformasi a success, 20 years after Suharto?". South China Morning Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 April 2022. Diakses tanggal 14 December 2018. ...would topple the dictator Suharto. 
  5. ^ Berger, Marilyn (28 January 2008). "Suharto Dies at 86; Indonesian Dictator Brought Order and Bloodshed". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 December 2018. 
  6. ^ Wiranto (2011), hlm. 24.
    Forrester, Geoff; May, R.J. (1998). The Fall of Soeharto. Bathurst, Australia: C. Hurst and Co. ISBN 1-86333-168-9. 
  7. ^ Cribb, Robert (2002). "Unresolved Problems in the Indonesian Killings of 1965–1966". Asian Survey. 42 (4): 550–563. doi:10.1525/as.2002.42.4.550. 
  8. ^ Friend (2003), pages 107–109; Chris Hilton (writer and director) (2001). Shadowplay (Television documentary). Vagabond Films and Hilton Cordell Productions. ; Ricklefs (1991), pages 280–283, 284, 287–290
  9. ^ Prattama, Aswab Nanda. Galih, Bayu, ed. "26 Maret 1968, Saat Soeharto Ditunjuk Gantikan Soekarno Jadi Presiden". Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-06-19. Diakses tanggal 2019-06-19. 
  10. ^ "Suharto tops corruption rankings". BBC News. 25 March 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-13. Diakses tanggal 4 February 2006. 
  11. ^ Liputan6.com (2019-08-30). Salim, Hanz Jimenez; Linawati, Mevi, ed. "12 Tahun Lalu, Soeharto Menang Lawan Majalah Time". Liputan6.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-23. Diakses tanggal 2019-12-16. 
  12. ^ "Biografi Soeharto". blogs.unpad.ac.id/maharani. Diakses tanggal 01 Juni 2023. 
  13. ^ a b c d e f g h i "secuil kisah tentang mantan presiden Soeharto". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-31. Diakses tanggal 2015-10-24. 
  14. ^ "Akar Saya Dari Desa". soeharto.co. 2013-09-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-11. Diakses tanggal 2019-11-4. 
  15. ^ "Disebut Pendiam dan Pemalu, Kehidupan Asmara Pak Harto Ternyata Tidak Semulus Kariernya". Tribunkaltim.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-24. Diakses tanggal 2022-12-15. 
  16. ^ "Sah Anak_Anak Pak Harti Berkumpul di Partai Berkarya". jawapos.com. 2018-07-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-04. Diakses tanggal 2019-11-4. 
  17. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-05-20. Diakses tanggal 2022-04-30. 
  18. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  19. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-04-27. Diakses tanggal 2022-04-27. 
  20. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  21. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  22. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  23. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  24. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  25. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  26. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-13. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  27. ^ Khoemaeni, Syamsul Anwar. "Ini Alasan PKI Tak Incar Soeharto di Peristiwa 1965". Okezone.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-17. Diakses tanggal 2019-07-17. 
  28. ^ "Soeharto Mati-matian Bangun Sektor Pertanian". Indonesia Inside. 2018-12-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-10. Diakses tanggal 2020-01-20. 
  29. ^ "Berkaca pada Revolusi Hijau, Strategi Swasembada Pangan Pak Harto". Indonesia Inside (dalam bahasa Inggris). 2019-01-28. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-06-21. Diakses tanggal 2019-10-03. 
  30. ^ Surapati, Putri Jasmine; Maulidina, Nada Nur; Agustono, Fayza Maritza Putri; Pohan, Hilda Ferira (2021-04-30). "Comparative Analysis of President Soeharto and Kim Dae Jung's Policies in Overcoming the 1997 Economic Crisis based on Small Theory and Idiosyncratic Theory". Khazanah Sosial. 3 (2): 74–83. doi:10.15575/ks.v3i2.11503. ISSN 2715-8071. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-07. Diakses tanggal 2023-01-07. 
  31. ^ Muhammad Fakhriansyah (8 Mei 2023). "Kisah Indonesia 'Masuk Neraka' Usai Daftar Jadi Pasien IMF". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 27 Mei 2023. 
  32. ^ "Suharto tops corruption rankings". news.bbc.co.uk. 2004-03-25. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-13. Diakses tanggal 2009-02-05. 
  33. ^ Simons, p. 189
  34. ^ Brinkley, Douglas (2007). Gerald R. Ford: The American Presidents Series: The 38th President. hlm. 132. ISBN 978-1429933414. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-03. Diakses tanggal 2021-01-08. 
  35. ^ "Jenazah Pak Harto Dibawa ke Cendana". detik.com. 2008-01-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-19. Diakses tanggal 2009-02-05. 
  36. ^ "Pukul 07.30 WIB, Jenazah Soeharto Tinggalkan Cendana". detik.com. 2008-01-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-19. Diakses tanggal 2009-02-05. 
  37. ^ "Jenazah Pak Harto Dimasukkan ke Liang Lahat". detik.com. 2008-01-27. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-05-19. Diakses tanggal 2009-02-05. 
  38. ^ Prabowo (7 Juni 2016). "Tempat Kelahiran Soeharto Kini Lebih Hidup". Okezone.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-27. Diakses tanggal 12 Oktober 2021. 
  39. ^ Sutikno, Husin. "KAMPONG SOEHARTO DI NEGERI JIRAN". HM Soeharto. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-27. Diakses tanggal 12 Oktober 2021. 
  40. ^ Nugroho, Andreas (2013-11-25). "Mengapa 'merindukan' sosok Suharto?". BBC News Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-22. Diakses tanggal 2021-11-13. 
  41. ^ Pontororing, Angela (Juli 2016). "Sebuah Upaya Pembacaan Poskolonial dengan Metode Dialog Imajinatif Antara Foto Soeharto "Piye Kabare, Penak Jamanku To?" dan Teks Keluaran 14:10-12; 16:1-3; 17:3" (PDF). Indonesian Journal of Theology. 4/1: 1–44. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2022-02-07. Diakses tanggal 7 Februari 2022. 
  42. ^ a b Samosir, Hanna Azarya (2016-04-25). "Mahathir Mohammad dan Memori Indah tentang Soeharto". internasional. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-31. 
  43. ^ "Penghargaan Presiden Soeharto". Kepustakaan Presiden-Presiden RI. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-10-30. Diakses tanggal 2021-10-30. 
  44. ^ Indonesian Army Bureau of History (1981), Sejarah TNI-AD 1945–1973: Riwayat Hidup Singkat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, XIII, pp. 291-2 
  45. ^ "Soeharto ODM". Gentleman's Military Interest Club (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-13. 
  46. ^ "Daftar WNI yang Menerima Tanda Kehormatan Republik Indonesia Tahun 1959–sekarang" (PDF). Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 7 Januari 2020. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-07-29. Diakses tanggal 12 Agustus 2021. 
  47. ^ Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003 (PDF). Diakses tanggal 4 Oktober 2021. 
  48. ^ Daftar WNI yang Menerima Anugerah Bintang Jasa Tahun 1964 - 2003 (PDF). Diakses tanggal 4 Oktober 2021. 
  49. ^ "Daftar WNI yang Memperoleh Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma Tahun 2004–sekarang" (PDF). Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 30 Januari 2017. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-05-13. Diakses tanggal 12 Agustus 2021. 
  50. ^ Tempomedia. "Penghargaan bintang LVRI". majalah.tempo.co (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-04-18. 
  51. ^ "Indonesian President Mohamed Suharto and South African President..." Getty Images (dalam bahasa Inggris). 2023-12-03. Diakses tanggal 2024-07-21. 
  52. ^ SYND 17-11-72 PRESIDENT SUHARTO ARRIVES IN AUSTRIA, diakses tanggal 2024-03-06 
  53. ^ Galangpress Group, Indonesia (2008). Mereka mengkhianati saya: sikap anak-anak emas Soeharto di penghujung Orde Baru. Indonesia: Femi Adi Soempeno. hlm. 35. 
  54. ^ Kedutaan Besar (U.S.), Indonesia (1974). Indonesian News and Views. Indonesia: Embassy of Indonesia, Information Division. 
  55. ^ "PRESIDEN SOEHARTO TERIMA UTUSAN KHUSUS SULTAN BRUNEI DARUSSALAM | ANTARA Foto". antarafoto.com. Diakses tanggal 2024-02-06. 
  56. ^ "Suharto gets Brunei's highest state award". The Straits Times (dalam bahasa Inggris). 24 September 1988 1988. hlm. 8. 
  57. ^ Sito web del Quirinale: dettaglio decorato.
  58. ^ "Indochina Medals - Cambodia - CM02 National Order of Independence". indochinamedals.com. Diakses tanggal 2024-05-17. 
  59. ^ "King confers highest award on Suharto". The Straits Times (dalam bahasa Inggris). 6 Februari 1987. hlm. 8. 
  60. ^ SYND 14-11-72 PRESIDENT SUHARTO OF INDONESIA VISIT TO PARIS, diakses tanggal 2024-03-06 
  61. ^ "Penghargaan - Situs Web Kepustakaan Presiden-Presiden Republik Indonesia". web.archive.org. 2022-07-13. Archived from the original on 2022-07-13. Diakses tanggal 2023-04-13. 
  62. ^ Author, Author (1974-08-30). "Pingat 'Darjah Utama Temasik' untuk Suharto dari Sheares". NewspaperSG. Diakses tanggal 2024-07-20. 
  63. ^ "Bollettino Ufficiale di Stato" (PDF). 
  64. ^ "Penghargaan - Situs Web Kepustakaan Presiden-Presiden Republik Indonesia". web.archive.org. 2022-07-13. Archived from the original on 2022-07-13. Diakses tanggal 2023-04-13. 

Pranala luar

Jabatan politik
Didahului oleh:
Soekarno
Presiden Indonesia
1967–1998
Diteruskan oleh:
BJ Habibie
Didahului oleh:
M. Sarbini
Menteri Pertahanan Indonesia
1966–1971
Diteruskan oleh:
Maraden Panggabean
Didahului oleh:
Soekarno
sebagai Perdana Menteri
Ketua Presidium Kabinet Indonesia
1966–1967
Jabatan dihapuskan
Jabatan militer
Didahului oleh:
Soedirman
Panglima ABRI
1968–1973
Diteruskan oleh:
Maraden Panggabean
Didahului oleh:
Ahmad Yani
Kepala Staf TNI Angkatan Darat
1966–1968
Diteruskan oleh:
Maraden Panggabean
Jabatan baru Pangkostrad
1963–1965
Diteruskan oleh:
Umar Wirahadikusumah
Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:
Soebandrio
Kepala Badan Pusat Intelijen
1965–1966
Diteruskan oleh:
Yoga Soegomo
Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Dobrica Ćosić
Sekretaris Jenderal Gerakan Non-Blok
1992–1995
Diteruskan oleh:
Ernesto Samper Pizano
Didahului oleh:
Bill Clinton
Ketua Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik
1994
Diteruskan oleh:
Tomiichi Murayama