Indonesia: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 46: | Baris 46: | ||
|population_density_sq_mi = 365 |
|population_density_sq_mi = 365 |
||
|population_density_rank = 88 <!--UN World Population Prospects--> |
|population_density_rank = 88 <!--UN World Population Prospects--> |
||
|GDP_PPP = $3.328 |
|GDP_PPP = $3.328 trilliun |
||
|GDP_PPP_year = 2020 |
|GDP_PPP_year = 2020 |
||
|GDP_PPP_per_capita = $12.345 |
|GDP_PPP_per_capita = $12.345 |
||
|GDP_PPP_per_capita_rank = 7 |
|GDP_PPP_per_capita_rank = 7 |
||
|GDP_nominal = $1.119 |
|GDP_nominal = $1.119 trilliun (ke-16) |
||
|GDP_nominal_year = 2020 |
|GDP_nominal_year = 2020 |
||
|GDP_nominal_per_capita = $4.038 (ke-108) |
|GDP_nominal_per_capita = $4.038 (ke-108) |
Revisi per 29 Mei 2021 07.42
Indonesia, disebut juga dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI, pelafalan dalam bahasa Indonesia: [nəˈɡara kəsaˈt̪ua̯n reˈpublɪk in.ˈdo.nɛ.sja]); atau hanya Republik Indonesia (RI) adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara daratan benua Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau.[1] Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara.[2] Dengan populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020,[3] Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar keempat di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan penganut lebih dari 230 juta jiwa.[4][5]
Republik Indonesia Republic Of Indonesia | |
---|---|
Semboyan: Bhineka Tunggal Ika : 'Berbeda-beda tetapi tetap satu' English Motto : 'Is different but still one' | |
Ibu kota | Jakarta 6°12′N 106°50′E / 6.200°N 106.833°E |
Bahasa resmi | {{Bahasa Indonesia}} |
Kelompok etnik | Kurang lebih 300 Suku Bangsa |
Demonim | Orang Indonesia |
Pemerintahan | Republik Presindensial |
• Presiden | Joko Widodo |
Ma'ruf Amin | |
Bambang Soesatyo | |
Puan Maharani | |
La Nyalla Mattalitti | |
Muhammad Syarifuddin | |
Legislatif | Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) |
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) | |
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) | |
Pendirian | |
Abad ke-2 SM | |
Abad ke-13 M | |
20 Maret 1602 | |
1 Januari 1800 | |
9 Maret 1942 | |
27 Desember 1949 | |
• Federasi dibubarkan | 17 Agustus 1950 |
• Peristiwa Supersemar | 11 Maret 1966 |
12 Maret 1967 | |
21 Mei 1998 | |
Luas | |
- Total | 1.910.931 km2 (14) |
Penduduk | |
- Perkiraan 2020 | 270,203,917 (4) |
- Sensus Penduduk 2018 | 267,670,543 |
141/km2 (88) | |
PDB (KKB) | 2020 |
- Total | $3.328 trilliun |
$12.345 (7) | |
PDB (nominal) | 2020 |
- Total | $1.119 trilliun (ke-16) |
$4.038 (ke-108) | |
Gini (2018) | 1,0 rendah |
IPM (2019) | 0,918 sangat tinggi · 18 |
Mata uang | Rupiah |
Zona waktu | Beragam UTC+7-UTC+9 (UTC(+1)-(+9)) |
Lajur kemudi | kiri |
Kode telepon | +62 |
Ranah Internet | .id |
Bentuk negara Indonesia adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahan Indonesia adalah republik, dengan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Presiden yang dipilih secara langsung.
Ibu kota negara Indonesia adalah Jakarta. Indonesia berbatasan darat dengan Malaysia di Pulau Kalimantan dan Pulau Sebatik, dengan Papua Nugini di Pulau Papua dan dengan Timor Leste di Pulau Timor. Negara tetangga lainnya adalah Singapura, Filipina, Australia, dan wilayah persatuan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India.
Sejarah Indonesia banyak dipengaruhi oleh bangsa lainnya. Kepulauan Indonesia menjadi wilayah perdagangan penting sejak abad ke-7, yaitu sejak berdirinya Kerajaan Sriwijaya, sebuah kemaharajaan Hindu-Buddha yang berpusat di Palembang. Kerajaan Sriwijaya ini menjalin hubungan agama dan perdagangan dengan Tiongkok dan India, juga dengan bangsa Arab. Kerajaan-kerajaan beragama Hindu dan/atau Buddha mulai tumbuh pada awal abad ke-4 hingga abad ke-13 Masehi, diikuti para pedagang dan ulama dari jazirah Arab yang membawa agama Islam sekitar abad ke-8 hingga abad ke-16, serta kedatangan bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 yang saling bertempur untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Maluku semasa era penjelajahan samudra. Setelah berada di bawah penjajahan Belanda selama hampir 3 abad, Indonesia yang saat itu bernama Hindia Belanda menyatakan kemerdekaannya di akhir Perang Dunia II, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya, Indonesia mendapat berbagai tantangan dan persoalan berat, mulai dari seringnya terjadi bencana alam, praktik korupsi yang masif, konflik sosial, gerakan separatisme, proses demokratisasi, dan periode pembangunan, perubahan dan perkembangan sosial-ekonomi-politik, serta modernisasi yang pesat.
Dari Sabang di ujung Aceh sampai Merauke di tanah Papua, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun bangsa (ras), Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Mongoloid Selatan/Austronesia dan Melanesia di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami Indonesia bagian barat. Secara lebih spesifik, suku bangsa Jawa adalah suku bangsa terbesar dengan populasi mencapai 41,7% dari seluruh penduduk Indonesia.[6] Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda namun tetap satu"), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu kesatuan/negara. Selain memiliki populasi penduduk yang padat dan wilayah yang luas, Indonesia memiliki wilayah alam yang mendukung tingkat keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia.
Indonesia merupakan anggota dari PBB dan satu-satunya anggota yang pernah keluar dari PBB, yaitu pada tanggal 7 Januari 1965, dan bergabung kembali pada tanggal 28 September 1966. Indonesia tetap dinyatakan sebagai anggota yang ke-60, keanggotaan yang sama sejak bergabungnya Indonesia pada tanggal 28 September 1950. Selain PBB, Indonesia juga negara anggota dari organisasi ASEAN, KAA, APEC, OKI, G-20 dan sebentar lagi akan menjadi anggota OECD.
Etimologi
Kata "Indonesia" berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Indus yang merujuk kepada sungai Indus di India dan nesos yang berarti "pulau".[7] Jadi, kata Indonesia berarti wilayah "kepulauan India", atau kepulauan yang berada di wilayah Hindia, ini merujuk kepada persamaan antara dua bangsa tersebut (India dan Indonesia).[8] Pada tahun 1850, George Windsor Earl, seorang etnolog berkebangsaan Inggris, awalnya mengusulkan istilah Indunesia dan Malayunesia untuk penduduk "Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu".[9] Murid dari Earl, James Richardson Logan, menggunakan kata Indonesia sebagai sinonim dari Kepulauan India.[10] Namun, penulisan akademik Belanda di media Hindia Belanda tidak menggunakan kata Indonesia, tetapi istilah Kepulauan Melayu (Maleische Archipel); Hindia Timur Belanda (Nederlandsch Oost Indië), atau Hindia (Indië); Timur (de Oost); dan bahkan Insulinde (istilah ini diperkenalkan tahun 1860 dalam novel Max Havelaar (1859), ditulis oleh Multatuli, mengenai kritik terhadap kolonialisme Belanda).[2]
Sejak tahun 1900, nama Indonesia menjadi lebih umum pada lingkungan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakannya untuk ekspresi politik.[2] Adolf Bastian dari Universitas Berlin memasyarakatkan nama ini melalui buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels, 1884–1894. Pelajar Indonesia pertama yang menggunakannya ialah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), yaitu ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda yang bernama Indonesisch Pers Bureau pada tahun 1913.[8]
Sejarah
Sejarah Indonesia terdiri dari banyak tahapan/periode. Secara garis besar, sejarah Indonesia terdiri dari periode prasejarah, periode kuno/klasik, periode pertengahan, periode kolonialisme, periode awal kemerdekaan, dan periode modern.
Periode prasejarah
Fosil-fosil manusia purba seperti Homo erectus, yang oleh antropolog juga dijuluki "Manusia Jawa", menimbulkan dugaan bahwa kepulauan Indonesia telah mulai berpenghuni pada antara dua juta sampai 500.000 tahun yang lalu. Namun kebenaran tentang hal ini banyak diperdebatkan.[11]
Hingga tahun 75000 Sebelum Masehi, daratan Nusantara bagian barat (kira-kira kepulauan sebelah barat termasuk Sumatra, Jawa, dan Kalimantan sekarang) masih menyatu dengan daratan utama Asia. Pada abad ini pula terjadi erupsi Gunung Toba, yang disebut-sebut sebagai salah satu letusan gunung api terbesar sepanjang sejarah yang menyebabkan perubahan iklim yang dikatakan hampir memusnahkan populasi manusia modern saat itu. Umat manusia sendiri sebenarnya belum sampai ke Sumatra, gelombang migrasi dari Afrika ikut terhenti untuk sementara akibat erupsi ini. Gunung Toba kemudian tenggelam dan kalderanya membentuk sebuah danau besar dengan nama yang sama.
Sekitar 25000 SM, gelombang migrasi pertama manusia modern sampai di dataran Nusantara. Peradaban awal dan kebudayaan awal mulai terbentuk saat zaman Holosen (10000 tahun Sebelum Masehi) menandai berakhirnya zaman es dan dataran ini mulai terpisah dari daratan utama Asia lalu terpecah hingga membentuk kepulauan Nusantara seperti sekarang. Sejak saat itu, bangsa Melanesia yang merupakan bangsa manusia modern pertama di Nusantara membentuk kebudayaan-kebudayaan awal.
Kedatangan bangsa Austronesia dari daratan Taiwan yang mulai tiba di Nusantara sekitar 2000 tahun SM menyebabkan bangsa Melanesia yang telah ada lebih dahulu di sana terdesak ke wilayah-wilayah yang jauh di timur kepulauan, meskipun ada sebagian yang berasimilasi/akulturasi dengan pendatang tersebut.[12] Dengan kondisi tanah vulkanis yang subur, melimpahnya keanekaragaman hayati, ditambah dengan kemampuan bercocok tanam yang dimiliki manusia saat itu menyebabkan kegiatan pertanian dan pemukiman mulai terbentuk dan berkembang pesat.[13] Peradaban-peradaban maju seperti Proto-Melayu dan Deutro-Melayu mulai berkembang pada abad ini.
Periode klasik
Kerajaan-kerajaan kecil mulai bermunculan sejak awal abad Masehi. Kerajaan tertua yang diketahui berdasarkan penemuan terbaru adalah kerajaan Kandis, bukan kerajaan Kutai seperti anggapan kebanyakan orang selama ini. Berdasarkan penemuan-penemuan yang ada, kerajaan Kandis berada di pulau Sumatra, kira-kira di daerah Riau sekarang. Namun sayangnya, hanya sedikit yang diketahui dari kerajaan ini karena bukti-bukti dan catatan yang minim. Kerajaan-kerajaan penting lainnya di Sumatra adalah kerajaan Melayu Kuno atau kerajaan Jambi Kuno (berdiri sekitar abad ke-2 Masehi). Di Pulau Jawa, berdiri kerajaan Salakanegara, kerajaan Hindu pertama di Nusantara yang terletak di daerah sekitar Cianjur, Jawa Barat. Kerajaan Salakanegara mulai berdiri pada tahun 130 Masehi, kemudian berkembang menjadi kerajaan Tarumanegara pada tahun 358 Masehi. Kerajaan Kutai sendiri mulai berdiri di Kalimantan Timur pada tahun 350 Masehi, diikuti berdirinya dua kerajaan lain di Kalimantan Selatan, yaitu kerajaan Tanjungpuri dan kerajaan Nan Sarunai pada tahun 525 M. Di Sulawesi juga berdiri kerajaan-kerajaan kecil, di antaranya kerajaan Luwu di Sulawesi Tengah pada tahun 900 Masehi. Kerajaan-kerajaan awal lainnya adalah kerajaan Siang di Sulawesi Selatan dan kerajaan Suwawa di daerah Gorontalo.
Pada abad ke-7 Masehi, berdiri Kerajaan Hindu-Buddha Sriwijaya di Sumatra Selatan yang kemudian berkembang menjadi kemaharajaan terbesar dengan masa berdiri terlama di Asia Tenggara hingga awal abad ke-11. Kerajaan ini menguasai sebagian besar Sumatra, Semenanjung Malaya, Jawa, hingga pantai barat dan barat daya Kalimantan.[14] Kerajaan ini juga mengendalikan aktivitas pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan maritim utama antara India dengan Tiongkok. Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia. Sejak saat itu, sejarah Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh bangsa-bangsa lain hingga masa-masa berikutnya.
Periode Pertengahan
Pada masa kerajaan Sriwijaya, Dinasti Hindu-Buddha Sanjaya dan Syailendra dari kerajaan Sriwijaya juga mendirikan kerajaan-kerajaan perintis di pulau Jawa bagian tengah. Kerajaan-kerajaan ini kemudian berkembang menjadi kerajaan-kerajaan besar, yang terdiri dari kerajaan Panjalu/Daha/Kediri (1045–1222), kerajaan Tumapel/Singosari (1222–1292), hingga kerajaan Majapahit (1293–1527). Kerajaan Majapahit selanjutnya berkembang menjadi kemaharajaan terbesar di Nusantara dengan wilayah kekuasaan yang luas meliputi Sumatra bagian tengah dan selatan, semenanjung Malaya, pesisir dan dataran rendah Kalimantan, ujung selatan dan timur Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, hingga ujung barat Papua. Setelah Majapahit runtuh, kerajaan-kerajaan Islam mulai berkembang pesat di Indonesia.[15]
Islam sebenarnya sudah memasuki Indonesia pada abad ke-7 Masehi, namun penyebarannya belum signifikan seperti hanya yang terjadi pada abad ke-15 hingga ke-16. Agama Islam memasuki Indonesia pertama kali melalui para pedagang dan ulama Arab, dan selanjutnya melalui pedagang Persia dan India (Gujarat). Para pedagang dan pelaut dari Tiongkok beragama muslim di bawah pimpinan Laksamana Cheng Ho juga ikut serta dalam menyebarkan Islam di Indonesia.[16] Kerajaan Islam pertama (atau disebut kesultanan) yang diketahui adalah Kerajaan Jeumpa yang berdiri di Aceh pada tahun 777 Masehi. Kesultanan ini terletak di daerah pantai utara di sebelah timur Banda Aceh sekarang. Kesultanan-kesultanan lain yang juga mulai berdiri di Aceh yaitu kesultanan Perlak (840–1292) dan kesultanan Lamuri (851–1514). Sejak saat itu, Islam mulai mempengaruhi kebudayaan Aceh dan daerah Nusantara lainnya pada masa-masa selanjutnya.[butuh rujukan] Di Semenanjung Malaya berdiri kesultanan Malaka pada tahun 1405 Masehi. Kesultanan ini kemudian memperluas wilayahnya hingga pesisir Riau. Kesultanan-kesultanan lain di Sumatra juga mulai berdiri dan berkembang seperti kesultanan Samudera Pasai (1267–1521), Kesultanan Pagaruyung (1347–1825), kesultanan Aceh (1507–1903), kesultanan Jambi (1615–1903), dan kesultanan Siak (1723–1945). Kesultanan Aceh adalah kesultanan terkuat di Sumatra. Kesultanan ini berdiri selama 4 abad dan sempat menguasai seluruh Sumatra bagian utara dan tengah (kecuali tanah Batak) dan semenanjung Malaya. Bahkan Penjajah Belanda sampai kewalahan menghadapi kesultanan ini.
Kesultanan pertama di pulau Jawa adalah kesultanan Demak yang berdiri tahun 1475 Masehi. Namun apakah benar bahwa kesultanan Demak adalah kesultanan pertama di Jawa sampai saat ini masih diperdebatkan. Ada yang menyebut bahwa kesultanan pertama di Jawa adalah kerajaan Lumajang, yang berdiri di daerah Lumajang, Jawa Timur pada tahun 1295 Masehi. Dikatakan pula bahwa kerajaan Lumajang waktu itu sudah mengadopsi Islam. Kerajaan Demak sendiri pada masanya meliputi wilayah seluruh Jawa (kecuali Banten selatan yang merupakan pusat kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu), Madura, Sumatra (Jambi, Bengkulu, Palembang, dan Bangka-Belitung), dan pesisir Kalimantan (kecuali pesisir utara yang dikuasai kesultanan Brunei). Setelah kesultanan Demak, beberapa kesultanan yang berdiri di pulau Jawa yaitu Kerajaan Djipang (1470–1554) kesultanan Banten (1526–1813), kerajaan Pajang (1560–1585), dan kesultanan Mataram (1588–1755).[17]
Di Kalimantan, terdapat dua kesultanan besar yang mulai berdiri pada abad ke-14 dan abad ke-16, yaitu kesultanan Banjar di pesisir selatan dan kesultanan Brunei di pesisir utara. Kesultanan Banjar sendiri sebelumnya menjadi bawahan kesultanan Demak, dan selama menjadi bawahan Demak pula, kesultanan ini memperluas wilayah pemerintahannya hingga mencakup seluruh pesisir Kalimantan, kecuali pesisir utara yang di bawah pemerintahan Brunei. Sekitar tahun 1569 hingga 1800-an, kesultanan Banjar terpecah menjadi beberapa kesultanan yang independen. Kesultanan-kesultanan tersebut di antaranya adalah kesultanan Sambas (1671–1950), kesultanan Kutai Kartanegara (1300 — sekarang), kesultanan Landak (1472 – Sekarang), dan kesultanan Bulungan (1731–1964).[17]
Di Sulawesi dan Maluku, terdapat tiga kesultanan besar, yaitu kesultanan Gowa di Sulawesi Selatan, serta kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku Utara. Wilayah kesultanan Gowa mencakup Sulawesi bagian selatan dan tengah, sedangkan Sulawesi bagian utara dan timur waktu itu di bawah kesultanan Ternate. Kesultanan Gowa juga meliputi wilayah pulau Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat. Kesultanan Ternate sempat memiliki wilayah yang luas meliputi kepulauan Maluku Selatan, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Akan tetapi, Maluku Selatan dan Nusa Tenggara Timur jatuh ke tangan pendatang Spanyol dan Portugis yang berdatangan pada awal abad ke-17. Sementara kesultanan Tidore meliputi Maluku Utara bagian timur hingga pesisir barat dan utara Papua. Sejak abad ke-15 hingga abad ke-19, satu-persatu kerajaan dan kesultanan yang tersisa di Nusantara mulai dikuasai oleh aliansi Uni-Iberia (Spanyol-Portugis), kemudian VOC, Inggris, dan selanjutnya dikuasai Hindia Belanda selama sekitar tiga abad.[butuh rujukan]
Kolonialisme
Indonesia juga merupakan negara yang dijajah oleh banyak negara Eropa dan juga Asia, karena sejak zaman dahulu Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil alamnya yang berlimpah, hingga membuat negara-negara Eropa tergiur untuk menjajah dan bermaksud menguasai sumber daya alam untuk pemasukan bagi negaranya, Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain:
- Portugis pada tahun 1509, hanya Maluku, lalu berhasil diusir pada pada tahun 1595.[butuh rujukan]
- Spanyol pada tahun 1521, hanya Sulawesi Utara, tetapi berhasil diusir pada tahun 1692.[butuh rujukan]
- Belanda pada tahun 1602, sebagian besar wilayah Indonesia.[butuh rujukan]
- Prancis (1795–1811). Prancis menaklukkan Republik Belanda pada 1795 dalam Perang Revolusi Prancis, dan Prancis mendirikan Republik Batavia (1795–1806) dan Kerajaan Hollandia (1806–1810) yang berstatus sebagai negara bawahan Prancis. Dengan demikian, secara tidak langsung Prancis adalah penguasa tertinggi Hindia Belanda. Pada 1810 Kerajaan Hollandia dileburkan dalam Kekaisaran Pertama Prancis, sehingga wilayah Hindia Belanda menjadi jajahan Prancis secara langsung. Meskipun demikian pemerintahan dan pertahanan tetap dipegang oleh warga Belanda (termasuk Herman Willem Daendels yang berkuasa 1908–1811 dan dikenal pro-Prancis) Kekuasaan Prancis berakhir pada tahun 1811 ketika Britania mengalahkan kekuatan Belanda-Prancis di pulau Jawa.[butuh rujukan]
- Britania Raya pada tahun 1811, sejak ditandatanganinya Kapitulasi Tuntang yang salah satunya berisi penyerahan Pulau Jawa dari Belanda kepada Britania, Pada tahun 1814 dilakukanlah Konvensi London yang isinya pemerintah Belanda berkuasa kembali atas wilayah jajahan Britania di Indonesia. Lalu baru pada tahun 1816, pemerintahan Britania di Indonesia secara resmi berakhir.[butuh rujukan]
- Jepang pada tahun 1942 dan berakhir pada tahun 1945, oleh karena kekalahan Jepang kepada pasukan Sekutu.[butuh rujukan]
Ketika orang-orang Eropa datang pada awal abad ke-16, mereka menemukan beberapa kerajaan yang dengan mudah dapat mereka kuasai demi mendominasi perdagangan rempah-rempah. Portugis pertama kali mendarat di dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Sunda Kelapa, tetapi dapat diusir dan bergerak ke arah timur dan menguasai Maluku. Pada abad ke-17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni mereka, Timor Portugis). Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai salah satu misi imperialisme lama yang dikenal sebagai 3G, yaitu Gold, Glory, and Gospel.[18] Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II, awalnya melalui VOC, dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19. Di bawah sistem Cultuurstelsel (Sistem Penanaman) pada abad ke-19, perkebunan besar dan penanaman paksa dilaksanakan di Jawa, akhirnya menghasilkan keuntungan bagi Belanda yang tidak dapat dihasilkan VOC. Pada masa pemerintahan kolonial yang lebih bebas setelah 1870, sistem ini dihapus. Setelah 1901 pihak Belanda memperkenalkan Kebijakan Beretika, yang termasuk reformasi politik yang terbatas dan investasi yang lebih besar di Hindia Belanda.[17]
Pada masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda dijajah oleh Jerman, Jepang menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur, dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.[butuh rujukan]
Kemerdekaan Indonesia
Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite untuk kemerdekaan Indonesia. Setelah Perang Pasifik berakhir pada tahun 1945, di bawah tekanan organisasi pemuda, Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang pada saat itu sedang bulan Ramadhan. Setelah kemerdekaan, tiga pendiri bangsa yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir masing-masing menjabat sebagai presiden, wakil presiden, dan perdana menteri. Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda mengirimkan pasukan mereka.
Usaha-usaha berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal oleh orang Belanda sebagai 'aksi kepolisian' (politionele actie), atau dikenal oleh orang Indonesia sebagai Agresi Militer.[19] Belanda akhirnya menerima hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember 1949 sebagai negara federal yang disebut Republik Indonesia Serikat setelah mendapat tekanan yang kuat dari kalangan internasional, terutama Amerika Serikat. Mosi Integral Natsir pada tanggal 17 Agustus 1950, menyerukan kembalinya negara kesatuan Republik Indonesia dan membubarkan Republik Indonesia Serikat. Soekarno kembali menjadi presiden dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden dan Mohammad Natsir sebagai perdana menteri.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti sekaligus merintis gerakan non-blok pada awalnya, kemudian menjadi lebih dekat dengan blok sosialis, misalnya Republik Rakyat Tiongkok dan Yugoslavia. Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia ("Konfrontasi"),[20] dan ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus kejadian G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah lainnya. Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru yang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional menjadi berdasarkan paham sosialis-komunis. Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.
Jenderal Soeharto menjadi Pejabat Presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme. Sementara itu kondisi fisik Soekarno sendiri semakin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut kewarganegaraannya. Tiga puluh dua tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru, sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.
Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekonomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom lulusan Departemen Ekonomi Universitas California, Berkeley, yang dipanggil "Mafia Berkeley".[21] Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.
Masa Peralihan Orde Reformasi atau Era Reformasi berlangsung dari tahun 1998 hingga 2001, ketika terdapat tiga masa presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri. Pada tahun 2004, diselenggarakan Pemilihan Umum satu hari terbesar di dunia[22] yang dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai presiden terpilih secara langsung oleh rakyat, yang menjabat selama dua periode (2004–2009 dan 2009–2014).
Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah berusaha untuk melepaskan diri dari naungan NKRI, terutama Papua.[butuh rujukan] Timor Timur secara resmi memisahkan diri pada tahun 1999 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB menjadi negara Timor Leste.
Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias dilanda dua gempa bumi besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa. (Lihat Gempa bumi Samudra Hindia 2004 dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005.) Kejadian ini disusul oleh gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami yang menghantam Pantai Pangandaran dan sekitarnya, serta banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.
Geografi
Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara[23] yang memiliki 17.504 pulau besar dan kecil,[1] sekitar 6.000 di antaranya tidak berpenghuni[24], yang menyebar di sekitar khatulistiwa, yang memberikan cuaca tropis. Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU – 11°08'LS dan dari 95°'BT – 141°45'BT serta terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia/Oseania.
Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km² dan luas perairannya 3.257.483 km². Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana setengah populasi Indonesia bermukim. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatra dengan luas 473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas 189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Batas wilayah Indonesia diukur dari kepulauan dengan menggunakan teritorial laut: 12 mil laut serta zona ekonomi eksklusif: 200 mil laut,[25] searah penjuru mata angin, yaitu:
Utara | Negara Malaysia dengan perbatasan sepanjang 1.782 km[24], Singapura, Filipina, dan Laut Tiongkok Selatan |
Timur | Negara Papua Nugini dengan perbatasan sepanjang 820 km[24], Timor Leste, dan Samudra Pasifik |
Selatan | Negara Australia, Timor Leste, dan Samudra Indonesia |
Barat | Samudra Indonesia |
Sumber daya alam
Sumber daya alam Indonesia berupa minyak bumi, timah, gas alam, nikel, kayu, bauksit, tanah subur, batu bara, emas, dan perak dengan pembagian lahan terdiri dari tanah pertanian sebesar 10%, perkebunan sebesar 7%, padang rumput sebesar 7%, hutan dan daerah berhutan sebesar 62%, dan lainnya sebesar 14% dengan lahan irigasi seluas 45.970 km.[26]
Lingkungan hidup
Wilayah Indonesia memiliki keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi sehingga oleh beberapa pihak wilayah ekologi Indonesia disebut dengan istilah "Mega biodiversity" atau "keanekaragaman makhluk hidup yang tinggi"[27][28] umumnya dikenal sebagai Indomalaya atau Malesia berdasarkan penelitian bahwa 10 persen tumbuhan, 12 persen mamalia, 16 persen reptil, 17 persen burung, 25 persen ikan yang ada di dunia hidup di Indonesia, padahal luas Indonesia hanya 1,3 % dari luas Bumi. Kekayaan makhluk hidup Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo.[29]
Meskipun demikian, Guinness World Records pada 2008 pernah mencatat rekor Indonesia sebagai negara yang paling kencang laju kerusakan hutannya di dunia. Setiap tahun Indonesia kehilangan hutan seluas 1,8 juta hektare. Kerusakan yang terjadi di daerah hulu (hutan) juga turut merusak kawasan di daerah hilir (pesisir).[30] Menurut catatan Down The Earth, proyek Asian Development Bank (ADB) di sektor kelautan Indonesia telah memicu terjadinya alih fungsi secara besar-besaran hutan bakau menjadi kawasan pertambakan. Padahal hutan bakau, selain berfungsi melindungi pantai dari abrasi, merupakan habitat yang baik bagi berbagai jenis ikan. Kehancuran hutan bakau tersebut mengakibatkan nelayan harus mencari ikan dengan jarak semakin jauh dan menambah biaya operasional mereka dalam mencari ikan. Selain itu, hancurnya hutan bakau juga mengakibatkan semakin rentannya kawasan pesisir Indonesia terhadap terjangan air pasang laut dan banjir, terlebih di musim hujan.[31]
Politik
Sistem pemerintahan
Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
MPR pernah menjadi lembaga tertinggi negara unikameral, namun setelah amendemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi, dan komposisi keanggotaannya juga berubah. Setelah amendemen UUD 1945 pada tahun 2004, MPR berubah menjadi lembaga bikameral yang terdiri dari 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berasal dari Partai Politik, ditambah dengan 132 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan wakil provinsi dari jalur independen.[32] Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dengan masa jabatan lima tahun. Sebelumnya, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan dan TNI/Polri. MPR saat ini diketuai oleh Bambang Bambang Soesatyo. DPR saat ini diketuai oleh Puan Maharani, DPD saat ini diketuai oleh La Nyalla Mattalitti.
Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, presiden saat ini yakni Joko Widodo yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan juga menunjuk sejumlah pemimpin partai politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategis umumnya diisi oleh menteri tanpa portofolio partai (berasal dari seseorang yang dianggap ahli dalam bidangnya).
Lembaga Yudikatif setelah amendemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.
Hubungan luar negeri dan militer
Berlawanan dengan Sukarno yang anti-Imperialisme, antipati terhadap kekuatan barat, dan bersitegang dengan Malaysia, hubungan luar negeri sejak "Orde baru"-nya Suharto didasarkan pada ekonomi dan kerja sama politik dengan negara-negara barat.[34] Indonesia menjaga hubungan baik dengan tetangga-tetangganya di Asia, dan Indonesia adalah pendiri ASEAN dan East Asia Summit.
Indonesia menjalin hubungan kembali dengan Republik Rakyat Tiongkok pada tahun 1990, padahal sebelumnya melakukan pembekuan hubungan sehubungan dengan gejolak anti-komunis di awal kepemerintahan Suharto. Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-bangsa sejak tahun 1950,[35] dan pendiri Gerakan Non Blok dan Organisasi Kelompok Islam yang sekarang telah menjadi Organisasi Kerjasama Islam. Indonesia telah menandatangani perjanjian ASEAN Free Trade Area, Cairns Group, dan World Trade Organization, dan pernah menjadi anggota OPEC, meskipun Indonesia menarik diri pada tahun 2008 sehubungan Indonesia bukan lagi pengekspor minyak mentah bersih. Indonesia telah menerima bantuan kemanusiaan dan pembangunan sejak tahun 1966, terutama dari Amerika Serikat, negara-negara Eropa Barat, Australia, dan Jepang.
Pemerintah Indonesia telah bekerja sama dengan dunia internasional sehubungan dengan pengeboman yang dilakukan oleh militan Islam dan Al-Qaeda.[36] Pemboman besar menimbulkan korban 202 orang tewas (termasuk 164 turis mancanegara) di Kuta, Bali pada tahun 2012.[37] Serangan tersebut dan peringatan perjalanan (travel warnings) yang dikeluarkan oleh negara-negara lain, menimbulkan dampak yang berat bagi industri jasa perjalanan/turis dan juga prospek investasi asing.[38] Tetapi beruntung ekonomi Indonesia secara keseluruhan tidak terlalu dipengaruhi oleh hal-hal tersebut di atas, karena Indonesia adalah negara yang ekonomi domestiknya cukup kuat dan dominan.
Tentara Nasional Indonesia terdiri dari TNI–AD, TNI-AL (termasuk Marinir) dan TNI-AU.[39] Berkekuatan 400.000 prajurit aktif, memiliki anggaran 4% dari GDP pada tahun 2006, tetapi terdapat kontroversi bahwa ada sumber-sumber dana dari kepentingan-kepentingan komersial dan yayasan-yayasan yang dilindungi oleh militer.[40] Satu hal baik dari reformasi sejalan dengan mundurnya Suharto adalah mundurnya TNI dari parlemen setelah bubarnya Dwi Fungsi ABRI, walaupun pengaruh militer dalam bernegara masih tetap kuat.[41] Gerakan separatis di sebagian daerah Aceh dan Papua telah menimbulkan konflik bersenjata, dan terjadi pelanggaran HAM serta kebrutalan yang dilakukan oleh kedua belah pihak.[42][43] Setelah 30 tahun perseteruan sporadis antara Gerakan Aceh Merdeka dan militer Indonesia, maka persetujuan gencatan senjata terjadi pada tahun 2005.[44] Di Papua, telah terjadi kemajuan yang mencolok, walaupun masih terjadi kekurangan-kekurangan, dengan diterapkannya otonomi, dengan akibat berkurangnya pelanggaran HAM.[45]
Pembagian administratif
Indonesia saat ini secara de facto terdiri dari 34 provinsi, lima di antaranya memiliki status yang berbeda (Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua Barat, Papua, dan DKI Jakarta). Provinsi dibagi menjadi 416 kabupaten dan 98 kota atau 7.024 daerah setingkat kecamatan[46] atau 81.626 daerah setingkat desa.[47] Terdapat berbagai istilah lokal untuk suatu daerah di Indonesia misal: kelurahan, desa, gampong, kampung, nagari, pekon, atau istilah lain yang diakomodasi oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tiap provinsi memiliki DPRD Provinsi dan gubernur; sementara kabupaten memiliki DPRD Kabupaten dan bupati; kemudian kota memiliki DPRD Kota dan wali kota; semuanya dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu dan Pilkada. Bagaimanapun di Jakarta tidak terdapat DPR Kabupaten atau Kota, karena Kabupaten Administrasi dan Kota Administrasi di Jakarta bukanlah daerah otonom.
Provinsi Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua Barat, dan Papua memiliki hak istimewa legislatur yang lebih besar dan tingkat otonomi yang lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya. Contohnya, Aceh berhak membentuk sistem legal sendiri; pada tahun 2003, Aceh mulai menetapkan hukum Syariah.[48] Yogyakarta mendapatkan status Daerah Istimewa sebagai pengakuan terhadap peran penting Yogyakarta dalam mendukung Indonesia selama Revolusi.[49] Provinsi Papua, sebelumnya disebut Irian Jaya, mendapat status otonomi khusus tahun 2001.[50] DKI Jakarta, adalah daerah khusus ibu kota negara. Timor Portugis digabungkan ke dalam wilayah Indonesia dan menjadi provinsi Timor Timur pada 1976–1999, yang kemudian memisahkan diri melalui referendum menjadi Negara Timor Leste.[51]
- Provinsi di Indonesia dan ibu kotanya
Ekonomi
Lebih dari Rp100 juta Rp50–100 juta Rp40–50 juta Rp30–40 juta | Rp20–30 juta Rp10–20 juta Rp5–10 juta Kurang dari Rp5 juta |
Sistem ekonomi Indonesia awalnya didukung dengan diluncurkannya Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) pada tanggal 30 Oktober 1946 yang menjadi mata uang pertama Republik Indonesia, yang selanjutnya berganti menjadi Rupiah.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, Indonesia tidak seutuhnya mengadaptasi sistem ekonomi kapitalis, namun juga memadukannya dengan nasionalisme ekonomi. Pemerintah yang belum berpengalaman, masih ikut campur tangan ke dalam beberapa kegiatan produksi yang berpengaruh bagi masyarakat banyak. Hal tersebut, ditambah pula kemelut politik, mengakibatkan terjadinya ketidakstabilan pada ekonomi negara.[53]
Pemerintahan Orde Baru segera menerapkan disiplin ekonomi yang bertujuan menekan inflasi, menstabilkan mata uang, penjadwalan ulang hutang luar negeri, dan berusaha menarik bantuan dan investasi asing.[53] Pada era tahun 1970-an harga minyak bumi yang meningkat menyebabkan melonjaknya nilai ekspor, dan memicu tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata yang tinggi sebesar 7% antara tahun 1968 sampai 1981.[53] Reformasi ekonomi lebih lanjut menjelang akhir tahun 1980-an, antara lain berupa deregulasi sektor keuangan dan pelemahan nilai rupiah yang terkendali,[53] selanjutnya mengalirkan investasi asing ke Indonesia khususnya pada industri-industri berorientasi ekspor pada antara tahun 1989 sampai 1997[54] Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran pada akhir tahun 1990-an akibat krisis ekonomi yang melanda sebagian besar Asia pada saat itu,[55] yang disertai pula berakhirnya masa Orde Baru dengan pengunduran diri Presiden Soeharto tanggal 21 Mei 1998.
Saat ini ekonomi Indonesia telah cukup stabil. Pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2004 dan 2005 melebihi 5% dan diperkirakan akan terus berlanjut.[56] Namun, dampak pertumbuhan itu belum cukup besar dalam memengaruhi tingkat pengangguran, yaitu sebesar 9,75%.[57][58] Perkiraan tahun 2006, sebanyak 17,8% masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan, dan terdapat 49,0% masyarakat yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$ 2 per hari.[59]
Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa, termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga, dan emas. Indonesia pengekspor gas alam terbesar kelima[60] di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk beras, teh, kopi, rempah-rempah, dan karet.[butuh rujukan] Sektor jasa adalah penyumbang terbesar PDB, yang mencapai 45,3% untuk PDB 2005. Sedangkan sektor industri menyumbang 40,7%, dan sektor pertanian menyumbang 14,0%.[61] Meskipun demikian, sektor pertanian mempekerjakan lebih banyak orang daripada sektor-sektor lainnya, yaitu 44,3% dari 95 juta orang tenaga kerja. Sektor jasa mempekerjakan 36,9%, dan sisanya sektor industri sebesar 18,8%.[62]
Rekan perdagangan terbesar Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara jirannya yaitu Malaysia, Singapura dan Australia.
Meski kaya akan sumber daya alam dan manusia, Indonesia masih menghadapi masalah besar dalam bidang kemiskinan yang sebagian besar disebabkan oleh korupsi yang merajalela dalam pemerintahan. Lembaga Transparency International menempatkan Indonesia sebagai peringkat ke-143 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi, yang dikeluarkannya pada tahun 2007.[63]
Peringkat internasional
Organisasi | Nama Survei | Peringkat |
---|---|---|
Heritage Foundation/The Wall Street Journal | Indeks Kebebasan Ekonomi | 69 dari 180[64] |
The Economist | Indeks Kualitas Hidup | 71 dari 111[65] |
Reporters Without Borders | Indeks Kebebasan Pers | 103 dari 168[66] |
Transparency International | Indeks Persepsi Korupsi | 98 dari 180[67] |
United Nations Development Programme | Indeks Pembangunan Manusia | 111 dari 189[68] |
Forum Ekonomi Dunia | Laporan Daya Saing Global | 45 dari 140[69] |
Central Connecticut State University | Peringkat Literasi Membaca | 60 dari 61[70] |
Demografi
Penduduk
Menurut Sensus Penduduk Indonesia 2020, Indonesia memiliki populasi sekitar 270,20 juta, 151,59 juta penduduk (56,1% penduduk Indonesia) tinggal di Pulau Jawa yang merupakan pulau berpenduduk terbanyak sekaligus pulau di mana ibu kota Jakarta berada.[3][71] Sebagian besar (95%) penduduk Indonesia adalah Bangsa Austronesia, dan terdapat juga kelompok-kelompok suku Melanesia, Polinesia, dan Mikronesia terutama di Indonesia bagian Timur.[butuh rujukan] Banyak penduduk Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai bagian dari kelompok suku yang lebih spesifik, yang dibagi menurut bahasa dan asal daerah, misalnya Jawa, Sunda, Madura, Batak, dan Minangkabau.
Selain itu juga ada penduduk pendatang yang jumlahnya minoritas di antaranya adalah etnis Tionghoa, India, dan Arab. Mereka sudah lama datang ke Nusantara melalui perdagangan sejak abad ke-8 M dan menetap menjadi bagian dari Nusantara. Di Indonesia terdapat sekitar 4 juta populasi etnis Tionghoa.[72] Angka ini berbeda-beda karena hanya pada tahun 1930 dan 2000 pemerintah melakukan sensus dengan menggolong-golongkan masyarakat Indonesia ke dalam suku bangsa dan keturunannya.[73][butuh rujukan]
Agama
Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 87% penduduk Indonesia, yang menjadikan Indonesia negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.[5] Sisanya beragama Protestan (7%), Katolik (3%), Hindu (1,7%), Buddha (0,7%), Konghucu dan lain-lain (0,5%).[4]
Bahasa
Mayoritas penduduk Indonesia bertutur dalam bahasa daerah sebagai bahasa ibu dan bahasa sehari-hari, sedangkan bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia, diajarkan di sekolah-sekolah di negara ini.
Kota | Provinsi | Populasi | Kota | Provinsi | Populasi | |||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Jakarta | Daerah Khusus Ibukota Jakarta | 11.135.191 | Indonesia |
7 | Makassar | Sulawesi Selatan | 1.477.861 | ||
2 | Surabaya | Jawa Timur | 3.017.382 | 8 | Batam | Kepulauan Riau | 1.294.548 | |||
3 | Bandung | Jawa Barat | 2.579.837 | 9 | Pekanbaru | Riau | 1.138.530 | |||
4 | Medan | Sumatera Utara | 2.539.829 | 10 | Bandar Lampung | Lampung | 1.073.451 | |||
5 | Palembang | Sumatera Selatan | 1.781.672 | 11 | Padang | Sumatera Barat | 939.851 | |||
6 | Semarang | Jawa Tengah | 1.699.585 | 12 | Malang | Jawa Timur | 885.271 | |||
Sumber: Data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (per 30 Juni 2024). Catatan: Tidak termasuk kota satelit. |
Indonesia hanya memiliki satu bahasa nasional atau bahasa negara, yakni Bahasa Indonesia.[74] Campur tangan negara terhadap bahasa nasional diselenggarakan melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.[75]
Indonesia memiliki lebih dari 721 bahasa daerah[76]. Di antara ratusan bahasa daerah tersebut, yang paling banyak sebarannya adalah di Papua dan Kalimantan, sedangkan yang paling sedikit adalah di pulau Jawa. Menurut jumlah penuturnya, bahasa daerah yang paling banyak digunakan di Indonesia berturut-turut adalah: Jawa (80 juta penutur), Melayu-Indonesia, Sunda, Madura, Batak, Minangkabau, Bugis, Aceh, Bali, Banjar.
Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional telah diperkenalkan oleh pemerintah Indonesia kepada para pelajar mulai jenjang pendidikan dasar.[77] Meski demikian, dengan berbagai alasan terdapat upaya untuk menghapus pelajaran bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar.[78][79]
Bagi penganut agama Islam yang menjadi kaum mayoritas di Indonesia,[80] bahasa Arab adalah bahasa asing yang memiliki kedudukan khusus, karena harus dipraktikkan dalam ibadah harian tertentu, misalnya 'shalat'[81]. Meskipun demikian, bahasa Arab tidak menjadi bahasa pergaulan umum sejak periode awal keberadaannya di Indonesia.[82]
Pendidikan
Sesuai dengan konstitusi yang berlaku, yaitu berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat 4 dan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, bahwa pemerintah Indonesia baik pusat maupun daerah mesti mengalokasikan anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD di luar gaji pendidik dan biaya kedinasan. Namun pada tahun 2007, alokasi yang disediakan tersebut baru sekitar 17.2%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara Malaysia, Thailand, dan Filipina yang telah mengalokasikan anggaran untuk pendidikan lebih dari 28%.[83]
Indeks Pembangunan Manusia
Menurut UNDP, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia mencapai angka 0,707[68] pada Laporan Pembangunan Manusia 2019 untuk perkiraan IPM tahun 2018 dan menempati status tinggi, sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Indonesia tahun 2020 telah mencapai angka 71,94 (0,719)[84] dan menempati status tinggi pada tahun 2016.
Perbedaan IPM yang dilaporkan UNDP melalui Human Development Report (HDR) dengan BPS terletak pada besarnya angka IPM dan perincian. Selama ini, memang perbedaan angka IPM sudah dianggap lazim. Namun, sejak sekitar tahun 2011, perbedaan angka IPM UNDP dan BPS meningkat secara signifikan. Dalam perihal perincian, karena UNDP melaporkan dalam tingkat internasional, laporan IPM Indonesia tidak dilaporkan hingga tingkat yang lebih rendah. Sebaliknya, karena BPS hanya melaporkan di tingkat nasional, BPS lebih memerinci, bahkan hingga IPM di tingkat kota/kabupaten dalam laporan beberapa tahun (laporan IPM hingga tingkat kota/kabupaten jarang). Namun, yang selalu dilaporkan di bawah tingkat nasional tentunya adalah laporan IPM di tingkat provinsi/daerah.
Berikut ini adalah daftar provinsi Indonesia menurut IPM tahun 2020 dibandingkan tahun 2019 menurut BPS.[84]
Peringkat | Provinsi | IPM | Perubahan (%) |
---|---|---|---|
Pembangunan Manusia Sangat Tinggi | |||
1 | Daerah Khusus Ibukota Jakarta | 80,77 (0,808) | 0,01 (0,01%) |
Pembangunan Manusia Tinggi | |||
2 | Daerah Istimewa Yogyakarta | 79,97 (0,800) | -0,02 (-0,03%) |
3 | Kalimantan Timur | 76,24 (0,762) | -0,37 (-0,48%) |
4 | Kepulauan Riau | 75,59 (0,756) | 0,11 (0,15%) |
5 | Bali | 75,5 (0,755) | 0,12 (0,16%) |
6 (1) | Sulawesi Utara | 72,93 (0,729) | -0,06 (-0,08%) |
7 (1) | Riau | 72,71 (0,727) | -0,29 (-0,40%) |
8 | Banten | 72,45 (0,725) | 0,01 (0,01%) |
9 | Sumatera Barat | 72,38 (0,724) | -0,01 (-0,01%) |
10 | Jawa Barat | 72,09 (0,721) | 0,06 (0,08%) |
11 | Aceh | 71,99 (0,720) | 0,09 (0,13%) |
Indonesia | 71,94 (0,719) | 0,02 (0,03%) | |
12 (2) | Sulawesi Selatan | 71,93 (0,719) | 0,27 (0,38%) |
13 | Jawa Tengah | 71,87 (0,719) | 0,14 (0,20%) |
14 (2) | Sumatera Utara | 71,77 (0,718) | 0,03 (0,04%) |
15 | Jawa Timur | 71,71 (0,717) | 0,21 (0,29%) |
16 | Kepulauan Bangka Belitung | 71,47 (0,715) | 0,17 (0,24%) |
17 (2) | Sulawesi Tenggara | 71,45 (0,715) | 0,25 (0,35%) |
18 | Bengkulu | 71,4 (0,714) | 0,19 (0,27%) |
19 (2) | Jambi | 71,29 (0,713) | 0,03 (0,04%) |
20 (1) | Kalimantan Tengah | 71,05 (0,711) | 0,14 (0,20%) |
21 (1) | Kalimantan Selatan | 70,91 (0,709) | 0,19 (0,27%) |
22 (2) | Kalimantan Utara | 70,63 (0,706) | -0,52 (-0,73%) |
23 | Sumatera Selatan | 70,01 (0,700) | -0,01 (-0,01%) |
Pembangunan Manusia Sedang | |||
24 | Lampung | 69,69 (0,697) | 0,12 (0,17%) |
25 | Sulawesi Tengah | 69,55 (0,696) | 0,05 (0,07%) |
26 | Maluku | 69,49 (0,695) | 0,04 (0,06%) |
27 (1) | Gorontalo | 68,68 (0,687) | 0,19 (0,28%) |
28 (1) | Maluku Utara | 68,49 (0,685) | -0,21 (-0,31%) |
29 | Nusa Tenggara Barat | 68,25 (0,683) | 0,11 (0,16%) |
30 | Kalimantan Barat | 67,66 (0,677) | 0,01 (0,01%) |
31 | Sulawesi Barat | 66,11 (0,661) | 0,38 (0,58%) |
32 | Nusa Tenggara Timur | 65,19 (0,652) | -0,04 (-0,06%) |
33 | Papua Barat | 65,09 (0,651) | 0,39 (0,60%) |
34 | Papua | 60,44 (0,604) | -0,40 (-0,66%) |
Budaya
Pertunjukan
Indonesia memiliki sekitar 300 kelompok etnis, tiap etnis memiliki warisan budaya yang berkembang selama berabad-abad, dipengaruhi oleh kebudayaan India, Arab, Tiongkok, Eropa, dan termasuk kebudayaan sendiri yaitu Melayu. Contohnya tarian Jawa dan Bali tradisional memiliki aspek budaya dan mitologi Hindu, seperti Wayang Kulit yang menampilkan kisah-kisah tentang kejadian mitologis Hindu Ramayana dan Baratayuda. Banyak juga seni tari yang berisikan nilai-nilai Islam. Beberapa di antaranya dapat ditemukan di daerah Sumatra seperti tari Ratéb Meuseukat, Tari Saman, dan tari Seudati dari Aceh.
Seni pantun, gurindam, dan sebagainya dari pelbagai daerah seperti pantun Melayu, dan pantun-pantun lainnya acapkali dipergunakan dalam acara-acara tertentu yaitu perhelatan, pentas seni, dan lain-lain.
Busana
Di bidang busana warisan budaya yang terkenal di seluruh dunia adalah kerajinan Batik. Beberapa daerah yang terkenal akan industri Batik meliputi Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Pandeglang, Garut, Tasikmalaya dan juga Pekalongan. Kerajinan Batik ini pun diklaim oleh negara lain dengan industri Batiknya.[85] Busana asli Indonesia dari Sabang sampai Merauke lainnya dapat dikenali dari ciri-cirinya yang dikenakan di setiap daerah antara lain baju Kurung dengan Songketnya dari Sumatra Barat (Minangkabau), kain Ulos dari Sumatra Utara (Batak), busana Kebaya, busana khas Dayak di Kalimantan, baju Bodo dari Sulawesi Selatan, busana Koteka dari Papua dan sebagainya.
Arsitektur
Arsitektur Indonesia mencerminkan keanekaragaman budaya, sejarah, dan geografi yang membentuk Indonesia seutuhnya. Kaum penyerang, penjajah, penyebar agama, pedagang, dan saudagar membawa perubahan budaya dengan memberi dampak pada gaya dan teknik bangunan. Tradisionalnya, pengaruh arsitektur asing yang paling kuat adalah dari India. Tetapi, Tiongkok, Arab, dan sejak abad ke-19 pengaruh Eropa menjadi cukup dominan.
Ciri khas arsitektur Indonesia kuno masih dapat dilihat melalui rumah-rumah adat dan/atau istana-istana kerajaan dari tiap-tiap provinsi. Taman Mini Indonesia Indah, salah satu objek wisata di Jakarta yang menjadi miniatur Indonesia, menampilkan keanekaragaman arsitektur Indonesia itu. Beberapa bangunan khas Indonesia misalnya Rumah Gadang, Monumen Nasional, dan Bangunan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan di Institut Teknologi Bandung.
Olahraga
Olahraga yang paling populer di Indonesia adalah sepak bola dan bulu tangkis.[butuh rujukan] Gojek Traveloka Liga 1 adalah liga klub sepak bola utama di Indonesia.[butuh rujukan] Olahraga tradisional Indonesia termasuk sepak takraw dan karapan sapi. Di wilayah dengan sejarah perang antar suku, kontes pertarungan diadakan, seperti caci di Flores, dan pasola di Sumba. Pencak silat adalah seni bela diri yang unik yang berasal dari wilayah Indonesia. Seni bela diri ini kadang-kadang ditampilkan pada acara-acara pertunjukkan yang biasanya diikuti dengan musik tradisional Indonesia berupa Gamelan dan seni musik tradisional lainnya sesuai dengan daerah asalnya. Olahraga di Indonesia biasanya berorientasi pada pria dan olahraga spektator sering berhubungan dengan judi yang ilegal di Indonesia.[86]
Di ajang kompetisi multi cabang, prestasi atlet-atlet Indonesia tidak terlalu mengesankan. Di Olimpiade, prestasi terbaik Indonesia diraih pada saat Olimpiade 1992, di mana Indonesia menduduki peringkat 24 dengan meraih 2 emas 2 perak dan 1 perunggu, kelima medali tersebut diraih melalui cabang bulu tangkis. Pada era 1960 hingga 2000, Indonesia merajai bulu tangkis. Atlet-atlet putra Indonesia seperti Rudi Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Alan Budikusuma, Ricky Subagja, dan Rexy Mainaky merajai kejuaraan-kejuaraan dunia. Rudi Hartono yang dianggap sebagai maestro bulu tangkis dunia, menjadi juara All England terbanyak sepanjang sejarah perbulu tangkisan Indonesia. Ia meraih 8 gelar juara, dengan 7 gelar diraihnya secara berturut-turut. Selain bulu tangkis, atlet-atlet tinju Indonesia juga mampu meraih gelar juara dunia, seperti Elyas Pical, Nico Thomas[87], dan Chris John.[88] dalam ajang sepak bola internasional, Timnas Indonesia (Hindia Belanda) merupakan tim Asia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia pada tahun 1938 di Prancis.[89]
Seni musik
Seni musik di Indonesia, baik tradisional maupun modern sangat banyak terbentang dari Sabang hingga Merauke. Setiap provinsi di Indonesia memiliki musik tradisional dengan ciri khasnya tersendiri. Musik tradisional termasuk juga Keroncong yang berasal dari keturunan Portugis di daerah Tugu, Jakarta,[90] yang dikenal oleh semua rakyat Indonesia bahkan hingga ke mancanegara. Ada juga musik yang merakyat di Indonesia yang dikenal dengan nama dangdut yaitu musik beraliran Melayu modern yang dipengaruhi oleh musik India sehingga musik dangdut ini sangat berbeda dengan musik tradisional Melayu yang sebenarnya, seperti musik Melayu Deli, Melayu Riau, dan sebagainya.
Alat musik tradisional yang merupakan alat musik khas Indonesia memiliki banyak ragam dari pelbagai daerah di Indonesia, namun banyak pula alat musik tradisional Indonesia yang diklaim oleh negara lain[91] untuk kepentingan penambahan budaya dan seni musiknya sendiri dengan mematenkan hak cipta seni dan warisan budaya Indonesia ke lembaga Internasional UNESCO. Alat musik tradisional Indonesia antara lain meliputi:
|
|
Sebagai negara yang beragam, Indonesia juga memiliki lagu daerah yang terdapat di masing-masing provinsi.
Provinsi | Lagu Daerah |
---|---|
Aceh | Sepakat Segenap, Lembah Alas, Tawar Sedenge, Aceh Lon Sayang, Bungong Jeumpa, Saleum, Bungong Seulanga, Doda idi, Mie Gureng, dan Aneuk Yatim |
Sumatra Utara | Butet, Sengko Sengko, Anju Ahu, Dago Inang Sarge, Lisoi, Madekdek Magambiri, Mariam Tomong, Nasonang Do Hita Nadua, Ramba Dia, A Sing Sing So, Sinanggar Tullo, Cikala Le Pangpong, Alusi Au, Aek Sarulla, Opio, Piso Surit, Porompompom, Say Selamat Masinegar, Sigulempong, Sik Sik Sibatumanikam, Sori Ya Katulla, Ketabo, Leleng Ma Hupaima, O, Doli, Dirondang Bulani, Rura Silindung, Si Raya Katumba, Tarambe Tangan Simangindo, Tillo-Tillo, dan Botol Marupat Suhi |
Sumatra Barat | Ayam Den Lapeh, Kampuang Nan Jauh di Mato, Bareh Solok, Kambanglah Bungo, Kaparak Tingga, Malam Bainai, Rang Talu, Dayuang Palinggam, Anak Dara, Badindin Sansaro, Tak Tontong, Seringgit Dua Kupang, Tari Payuang, Mak Inang, Paku Gelang, Cubo Ranungkan, Denai Sansai, Jikok Bapisah, Kato Rang Sisuak, Kok Takana, Kok Upiak Lah Gadang, Lompong Sagu, Mamendam Raso, Oh Kampuang, Pincuruan Tujuh, Sempaya, Tari Piring, Titian Nak Lapuak, Tudung Periuk, dan Dendang Harau |
Riau dan Kepulauan Riau | Soleram, Agar Terbang Bawa Bersuluh, Anak Igat, Lancang Kuning, Pantai Solop, Kutang Barendo, Ocu Maantau, Laksamana Raja di Laut, Kebangkitan Melayu, Pulau Bintan, Segantang Lada, Tambelan, Hang Tuah, Kampung Halaman, Kasih dan Budi, dan Pak Ngah Balek |
Sumatra Selatan | Dek Sangke, Tari Tanggai, Kabile-Bile, Cuk Mak Ilang, Pangkalan Umbak, Gending Sriwijaya, Pempek Lenjer, Bujang Alap, Ya Saman, Dirut, Petang-Petang, Melati Karangan, Palembang Bari, Ribu-Ribu, Dang Lupa Ko Komering, Diunggak Ijan, Umbai-Umbai, Bumi Oku Timur, Dendam Balipat, Halimah Gadis Kule, Jawaban Surat, Mantai Petang, Pantauan, Rasan Dek Jadi, Ribng Kemambang, Miang Hebung, Ibung-Ibung, Bujang Tue, Cerite, Salah Tungguan, Sawe Malile, Sayang Selayak, Semele, Talang Beniu/Amu Hindu, Ghindu Nga Dusun, Sukat Malang, Seluang Negok Tapah, Anak Lanang, Bujang Penyemang, Jale Kerap, Tandang Bejalan, Ringke Nian, dan Ombai Akas |
Kepulauan Bangka Belitung | Yok Miak, Alam Wisata Pulau Bangka, Men Sahang Lah Mirah, Nasib Si Bujang Saro, Ngurat, Icak-Icak Dek Tau, dan Miakku Sayang |
Jambi | Selendang Mayang, Pinang Muda, Injit-Injit Semut, Batanghari, Dodoi Si Dodoi, Timang-Timang Anakku Sayang, Angso Duo, Selendang Mak Inang, Orang Kayo Hitam, Putri Muaro Jambi, Sarolangun, Nelayan, Gadis Rimbo Bujang, Dagang Manumpang, Ketimun Bungkuk, dan Tanjung Bajure |
Bengkulu | Lalan Belek, Bedindang, Anak Kunang, Be Inai Curi, Iboi, Pagi Berayak, Pantai Panjang, Taneak Tanai, Jibeak Weo, Semulen Keme, Pantai Malabero, Kota Cu'up, Sungai Suci, Ikan Pais, Ya Botoi-Botoi, dan Sekundang Setunggan |
Lampung | Lipang-Lipang Dang, Adi-Adi Laun Lambar, Cangget Agung, Peyandangan, Sang Bumi Ruwa Jurai, Tanoh Lado, Bumi Lampung, Seminung, Muloh Tungga, Anak Tupai, Teluk Lampung, Putra Saburai, Puncak Sai Indah, dan Sakai Sambayan Jak Ujung Danau Ranau Kulintang Lampung |
Banten | Dayung Sampan, Jareh Bu Guru, Tong Sarakah, dan Ibu |
Daerah Khusus Ibukota Jakarta | Jali-Jali, Surilang, Keroncong Kemayoran, Kicir-Kicir, Lenggang Kangkung, Ondel-Ondel, Ronggeng Jakarta, Sirih Kuning, Pepaya Mangga Pisang Jambu, Wak Wak Agung, Gambang Semarang, Cik Abang, Dayung Sampan, Kelap-Kelip, Hujan Gerimis, Sang Bango, dan Abang Pulang |
Jawa Barat | Manuk Dadali, Bubuy Bulan, Cing Cangkeling, Panon Hideung, Pileuleuyan, Tokecang, Sintren, Bajing Luncat, Es Lilin, Neng Geulis, Pepeling, Peuyeum Bandung, Mojang Priangan, Anjeun, Sapu Nyere Pegat Simpai, Warung Pojok, Kembang Jahe Laos, Badminton, Bandung, Ka Huma, Karatagan Pahlawan, Sabilutungan, Sorban Palid, Borondong Garing, Tongtolang Nangka, Gobang Kalima Gobang, Renggong Ramsijan, Larkili, Cing Ciripit, Ding-Ding Kiripik, Tilil, Trang-Trang Kolentrang, Pacici-Cici Putri, Ja Leuleu Ja, Slep Dur, Pupujian, Ucang Angge, Sur Ser, Oray-Orayan, Kacang Buncis, Hihid Aing, Paciwit-Ciwit Lutung, Ayam-Ayam Gung, dan Eundeuk-Eundeukkan |
Jawa Tengah | Lir Ilir, Jenang Gulo, Jangkrik Genggong, Stasiun Balapan, Yen Ing Tawang Ono Lintang, Turi-Turi Putih, Padang Wulan, Andhe-Andhe Lumut, Bapak Pucung, Jamuran, Sekolah, Jaranan, Gek Kepriye, Gambang Suling, Gundhul Pacul, dan Dhondong Apa Salak |
Daerah Istimewa Yogyakarta | Pitik Tukang, Sinom, Suwe Ora Jamu, Kidang Talun, Te Kate Dipanah, Kupu Kuwi, Caping Gunung, Walang Kekek, dan Gethuk |
Jawa Timur | Keraban Sape, Tanduk Majeng, Rek Ayo Rek, Cublak-Cublak Suweng, Gai Bintang, Kembeng Malate, Lindri, Grimis-Grimis, Bapak Tane, Tanjung Perak, Pa' Kopa' Eling, Cung-Kuncung Konce, Re-Sere Penang, Ker-Tanoker, Dhe’ Nong Dhe’ Ne’ Nang, Set-Seset Maloko', Lir Saalir, Jan Anjin, Daddalian, Din Dindi, Aeng Lema', Lar-Olar Kolarjang, Ko’ Tongko’an Calelet, Ke’ Rangke’ Kakonengan, Ko Saka Bibir, Po’-Kopo’ Ame-Ame, La Illa Haillallah, Mon-Temmon Buko, Lelle Nareyo, Ba Baba Bulan, Dipadhi Cemplo Lo’ling, Cing Kincing Kere’, dan Bing Ana' |
Kalimantan Barat | Cik Cik Periuk, Aek Kapuas, Masjid Jami', Alon-Alon, Kapal Belon, Sungai Kapuas, Antare Kapuas-Ladak, Alok Galing, Bantelan, Bujang Nadi, Ca' Ucang, Dare Sibang, Darileh Saing, Di Mane Kucare, Kaing Lunggi, Passan Dollo, Ruwai, Salah Pengambean, Salo, Simbe Rapian, Leleng Ma Hupaima, Simirante, Sungai Sambas Kebanjiran, Tamasya Ke Danau Sebedang, Tamlalai, Tamasya Ke Danau Sebedang, Ting Kededai, dan Tandak Sambas |
Kalimantan Tengah | Naluya, Tumpi Wayu, Kalayar, Ka Danau, Isen Mulang, Lewungku Utusku, Malauk Manjala, Manasai, Oh Indang Oh Apang, Bajai Penda Batang, Andri Arai Atei, Pesen Itak Kakah, dan Mambesei |
Kalimantan Selatan | Ampar-Ampar Pisang, Anak Pipit, Paris Barantai, Saputangan Babuncu Ampat, Ayun Apan, Japin Rantauan, Musik Panting, Tirik Lalan, Halin, Mandung-Mandung, Tirik, Ta'ingat Kakasih, Siti Zubaidah, Kurihing Balu, Bajanji Hati, Guna Guna Nikitak, Hincang Hincang, Talanjur Batunangan, Batawak Pantun, Badindang Ria, Alahai Sayang, Paris Tangkawang, Mamuai Wanyi, Ampat Lima, Kakamban Habang, Curiak, Baras Kuning, Si Jantung Hati, Jangan Manangis, Kampung Barikin, Kambang Goyang, Dindang, Lancang Kuning, Tari Bagandang, Karana Janji, Tirik Anak Lapan, Syair Radap Rahayu, Amas Mirah, dan Syair Japin Hadrah |
Kalimantan Timur | Indung-Indung, Bulan Haji, Lancang Kuning, Buah Bolok, Burung Enggang Marista, Oh Adingkoh, dan Lamin Talungsur |
Kalimantan Utara | Bebilin, Pinang Sendawar, dan Tuyang |
Sulawesi Utara | Esa Mokan, O Ina Ni Keke, Si Patokaan, Sitara Tillo, Gadis Taruna, Tan Mahurang, Tahanusangkara, Poco-Poco, Nani Wartabone, Niko Mokan, Micoman, Sayang Sayang Si Lili, Wo Mangura-Ngur, Miara Si Luri, Unggenang, Miara Si Luri, Ungkuanu Aku Rawoy, Jam Pukul Lima, Saa’aku Ikagenang, Manesel, Sumikolah, Lautan Mabiru-Biru, Oh Minahasa Tempat Lahirku, dan Luri Wisako |
Gorontalo | Dana-Dana, Ati Olo Ati Mama, Binde Biluhuta, Moholunga, Tahuli Li Mama, Dabu-Dabu, Molipu Ti? Opo, dan Tumundulo |
Sulawesi Tengah | Tondok Kadadianku, Tope Gugu, Palu Nataku, dan Tananggu Kaili |
Sulawesi Selatan | Anging Mamiri, Pakarena, Ma Rencong, Ammac Ciang, Anak Kukang, Ati Raja, dan Batti Batti Selayar |
Sulawesi Tenggara | Tana Wolio, Wulele Sanggula, dan Simfoni Bahteramas |
Bali | Macepet-cepetan, Meong-Meong, Ngusak Asik, Putri Cening Ayu, Ratu Anom, Tari Bali, Jangi Janger, Dadong Dauh, Juru Pencar, Bibi Rangda, Batu Cina, Janger, dan Adi Sayang |
Nusa Tenggara Barat | Tutu Koda, Atte, Bilin, dan Orlen-Orlen |
Nusa Tenggara Timur | Desaku, Anak Kambing Saya, Potong Bebek Angsa, Flobamora, Pai Mura Rame, Lerang Wutun, O Nina Noi, Bolelebo, Helele Ala De Teang, More Jie, Loro Malirin, Ele Moto, Bole Jaru, Ofa Langga, Ina Noi, Tanjung Kurung, Mai Fali, Tebe O Nana, Mana Lolo Banda, Kebiononda, Bale Nagi, Fali Nusa Lote, Peki Lewo, Lewo Ro Piring Sina, Kalabahi, Kilangba, Muna Buki, Sinji Tena, Giyayo, Singkorena, Sadiapede, Manu Lae Rewo, Bapa Tang Hamap, Bengure Le Kaju, Karana Janji, dan O Ine Mora Ate |
Maluku dan Maluku Utara | Burung Tantina, Burung Kakak Tua, Goro-Gorone, Huhate, Kole-Kole, Mande-Mande, Ayo Mama, Gunung Salahutu, Hela-hela Rotane, Ole Sioh, Saule, Rasa Sayange, Sarinande, E Tanase, Ouw Ulate, Ambon Manise, Buka Pintu, Lembe-Lembe, Naik Naik ke Puncak Gunung, Nona Manis Siapa yang Punya, Sayang Kane, Sudah Berlayar, Toki Tifa, Waktu Hujan Sore-Sore, Sio Mama, Balenggang Patah Tanjung, Batu Badaong, Hura-Hura Cincin, Nusaniwe, Putra-Putri Ambon, Sayang Dilale, Tarik Layar, dan Tujuh Tambah Tujuh |
Papua dan Papua Barat | Yamko Rambe Yamko, Apuse, E Mambo Simbo, Sajojo, Wesupe, Rasine Ma Rasine, dan Diru-Diru Nina |
Kuliner
Masakan Indonesia bervariasi bergantung pada wilayahnya.[92] Nasi adalah makanan pokok dan dihidangkan dengan lauk daging dan sayur. Bumbu (terutama cabai), santan, ikan, dan ayam adalah bahan yang penting.[93]
Sepanjang sejarah, Indonesia telah menjadi tempat perdagangan antara dua benua. Ini menyebabkan terbawanya banyak bumbu, bahan makanan dan teknik memasak dari bangsa Melayu sendiri, India, Timur tengah, Tionghoa, dan Eropa. Semua ini bercampur dengan ciri khas makanan Indonesia tradisional, menghasilkan banyak keanekaragaman yang tidak ditemukan di daerah lain. Bahkan bangsa Spanyol dan Portugis, telah mendahului bangsa Belanda dengan membawa banyak produk dari dunia baru ke Indonesia.[butuh rujukan]
Sambal, sate, bakso, soto, dan nasi goreng merupakan beberapa contoh makanan yang biasa dimakan masyarakat Indonesia setiap hari.[94] Selain disajikan di warung atau restoran, terdapat pula aneka makanan khas Indonesia yang dijual oleh para pedagang keliling menggunakan gerobak atau pikulan. Pedagang ini menyajikan bubur ayam, mie ayam, mi bakso, mi goreng, nasi goreng, aneka macam soto, siomay, sate, nasi uduk, dan lain-lain.
Rumah makan Padang yang menyajikan nasi Padang, yaitu nasi disajikan bersama aneka lauk-pauk Masakan Padang, mudah ditemui di berbagai kota di Indonesia.[butuh rujukan] Selain itu Warung Tegal yang menyajikan masakan Jawa khas Tegal dengan harga yang terjangkau juga tersebar luas.[butuh rujukan] Nasi rames atau nasi campur yang berisi nasi beserta lauk atau sayur pilihan dijual di warung nasi di tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta api, pasar, dan terminal bus. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dikenal nasi kucing sebagai nasi rames yang berukuran kecil dengan harga murah, nasi kucing sering dijual di atas angkringan, sejenis warung kaki lima. Penganan kecil semisal kue-kue banyak dijual di pasar tradisional. Kue-kue tersebut biasanya berbahan dasar beras, ketan, ubi kayu, ubi jalar, terigu, atau sagu.
Perfilman
Film pertama yang diproduksi pertama kalinya di nusantara adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroeng dan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp pada zaman Hindia Belanda.[butuh rujukan] Film ini dibuat dengan aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung. Setelah itu, lebih dari 2.200 film diproduksi. Pada masa awal kemerdekaan, sineas-sineas Indonesia belum banyak bermunculan. Di antara sineas yang ada, Usmar Ismail merupakan salah satu sutradara paling produktif, dengan film pertamanya Harta Karun (1949).[butuh rujukan] Namun kemudian film pertama yang secara resmi diakui sebagai film pertama Indonesia sebagai negara berkedaulatan adalah film Darah dan Doa (1950) yang disutradarai Usmar Ismail. Dekade 1970 hingga 2000-an, Arizal muncul sebagai sutradara film paling produktif. Tak kurang dari 52 buah film dan 8 judul sinetron dengan 1.196 episode telah dihasilkannya.[butuh rujukan]
Popularitas industri film Indonesia memuncak pada tahun 1980-an dan mendominasi bioskop di Indonesia,[95] meskipun kepopulerannya berkurang pada awal tahun 1990-an. Antara tahun 2000 hingga 2005, jumlah film Indonesia yang dirilis setiap tahun meningkat.[95] Film Laskar Pelangi (2008) yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata menjadi film dengan pendapatan tertinggi sepanjang sejarah perfilman Indonesia saat ini.[butuh rujukan]
Kesusastraan
Bukti tulisan tertua di Indonesia adalah berbagai prasasti berbahasa Sanskerta pada abad ke-5 Masehi.[butuh rujukan] Figur penting dalam sastra modern Indonesia termasuk: pengarang Belanda Multatuli yang mengkritik perlakuan Belanda terhadap Indonesia selama zaman penjajahan Belanda; Muhammad Yamin dan Hamka yang merupakan penulis dan politikus pra-kemerdekaan;[96] dan Pramoedya Ananta Toer, pembuat novel Indonesia yang paling terkenal.[97] Selain novel, sastra tulis Indonesia juga berupa puisi, pantun, dan sajak. Chairil Anwar merupakan penulis puisi Indonesia yang paling ternama. Banyak orang Indonesia memiliki tradisi lisan yang kuat, yang membantu mendefinisikan dan memelihara identitas budaya mereka.[98]
Kebebasan pers dan media publik
Kebebasan pers di Indonesia meningkat setelah berakhirnya kekuasaan Presiden Soeharto. Stasiun televisi termasuk 14 stasiun televisi swasta nasional, dan jaringan daerah yang bersaing dengan stasiun televisi negeri TVRI. Stasiun radio swasta menyiarkan berita mereka dan program penyiaran asing. Dilaporkan terdapat 20 juta pengguna internet di Indonesia pada tahun 2007.[99] Hingga tahun 2014, Jumlah pengguna internet bertambah pesat menjadi 83,7 juta orang atau terbanyak keenam di dunia.[100]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b Dari 17.504 Pulau di Indonesia, 16.056 telah diverifikasi PBB Diarsipkan 2017-08-19 di Wayback Machine. — Eko Prasetya — Merdeka — 19 Agustus 2017.
- ^ a b c Justus M. van der Kroef (1951). "The Term Indonesia: Its Origin and Usage". Journal of the American Oriental Society. 71 (3): 166–171. doi:10.2307/595186. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-10. Diakses tanggal 2008-08-02.
- ^ a b "Hasil Sensus Penduduk 2020". www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik. 21-01-2021. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-21. Diakses tanggal 22-01-2021.
- ^ a b "Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut". Jakarta: Badan Pusat Statistik. 15 Mei 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-03. Diakses tanggal 28-02-2019.
- ^ a b Ricklefs 2001, hlm. 379.
- ^ Leo Suryadinata, Evi Nurvidya Arifin, Aris Ananta; Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape; Institute of Southeast Asian Studies, 2003
- ^ Tomascik, T (1996). The Ecology of the Indonesian Seas – Part One. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. ISBN 962-593-078-7.
- ^ a b Anshory, Irfan (16 Agustus 2004). "Asal Usul Nama Indonesia". Pikiran Rakyat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-12-15. Diakses tanggal 5 Oktober 2006.
- ^ Earl, George S. W. (1850). "On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 119.
- ^ Logan, James Richardson (1850). "The Ethnology of the Indian Archipelago: Embracing Enquiries into the Continental Relations of the Indo-Pacific Islanders". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 4, 252–347.; Earl, George S. W. (1850). "On The Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations". Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA): 254, 277–278.
- ^ Pope (1988). "Recent advances in far eastern paleoanthropology". Annual Review of Anthropology. 17: 43–77. doi:10.1146/annurev.an.17.100188.000355. cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309–312. ; Pope, G (15 Agustus, 1983). "Evidence on the Age of the Asian Hominidae". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 80 (16): 4,988–4992. doi:10.1073/pnas.80.16.4988. PMID 6410399. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-11-21. cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309. ; de Vos, J.P. (9 Desember 1994). "Dating hominid sites in Indonesia" (PDF). Science Magazine. 266 (16): 4, 988–4992. doi:10.1126/science.7992059. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2009-09-29. cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309.
- ^ Taylor (2003), pp. 5–7
- ^ Taylor (2003), pp. 8-9
- ^ Taylor (2003), pp. 22–26; Ricklefs (1991), pp. 3
- ^ Peter Lewis (1982). "The next great empire". Futures. 14 (1): 47–61. doi:10.1016/0016-3287(82)90071-4.
- ^ *Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho, Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Diarsipkan 2008-12-07 di Wayback Machine. Penyunting: HM. Hembing Wijayakusuma. Pustaka Populer Obor, Oktober 2000, xliv + 299 halaman
- ^ a b c Ricklefs 2001.
- ^ Wright, Louis B. (1970). Gold, Glory, and the Gospel: The Adventurous Lives and Times of the Renaissance Explorers. New York: Atheneum.
- ^ ZWEERS, L. (1995). Agressi II: Operatie Kraai. De vergeten beelden van de tweede politionele actie. Den Haag: SDU uitgevers.
- ^ van der Bijl, Nick. Confrontation, The War with Indonesia 1962–1966, (London, 2007) ISBN 978-1-84415-595-8
- ^ Wibowo, Sigit, Sjarifuddin. Ekonomi Indonesia Gagal karena Mafia Berkeley Diarsipkan 2008-06-16 di Wayback Machine., Harian Umum Sore Sinar Harapan. Copyright © Sinar Harapan 2003. Diakses: Selasa, 6 Agustus 2008.
- ^ "The Carter Center 2004 Indonesia Election Report" (PDF) (Siaran pers). Laporan dari Carter Center. 2004. hlm. 30. Diakses tanggal 29 Juli 2008. Diarsipkan 2007-06-14 di Wayback Machine.
- ^ Dotinga, Harm (2000). International organizations and the law of the sea: documentary yearbook, Vol 14. Martinus Nijhoff Publishers. hlm. 960. ISBN 9041113452, 9789041113450 Periksa nilai: invalid character
|isbn=
(bantuan). - ^ a b c Estimate "World Economic Outlook Database" Periksa nilai
|url=
(bantuan) (Siaran pers). International Monetary Fund. 2006. Diakses tanggal 5 Oktober 2006. Diarsipkan 2018-05-01 di Wayback Machine.; "Indonesia Regions". Indonesia Business Directory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-12-28. Diakses tanggal 2007-04-24. - ^ Article 55 Diarsipkan 2008-03-16 di Wayback Machine., 1982 UN Convention on the Law of The Sea.
- ^ World Bank (1994). A World Bank country study Country Studies: Indonesia: environment and development. World Bank Publications. ISBN 0-8213-2950-2, 9780821329504 Periksa nilai: invalid character
|isbn=
(bantuan). - ^ http://www.detiknews.com/read/2009/03/08/144934/1096302/10/pemerintah-siap-dukung-dana-pengembangan-obat-herbal-aids-kanker Diarsipkan 2009-03-11 di Wayback Machine. http://www.detiknews.com/read/2009/03/08/144934/1096302/10/pemerintah-siap-dukung-dana-pengembangan-obat-herbal-aids-kanker Diarsipkan 2009-03-11 di Wayback Machine.
- ^ http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2009/03/08/4070.html Diarsipkan 2009-03-11 di Wayback Machine. Dunia Sebut Indonesia Mega Biodiversity
- ^ "Report on the CITES workshop on mega-biodiversity exporters (with the assistance of the European Commission)" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2010-10-07. Diakses tanggal 2009-03-08.
- ^ http://www.sinarharapan.co.id/berita/0712/29/kesra01.html Diarsipkan 2008-03-28 di Wayback Machine. Sulung Prasetyo. Ekologi Indonesia Masuki Masa Genting, Paragraf 1. Sinar Harapan Online. Diakses pada 13 November 2009
- ^ http://www.satudunia.net/?q=content/utang-ekologis-adb-di-indonesia Diarsipkan 2017-02-09 di Wayback Machine. Firdaus Cahyadi Utang Ekologis ADB di Indonesia, Tulisan pernah dimuat di Koran Tempo, 2 Mei 2009
- ^ "Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945" (dalam bahasa Indonesia, Inggris, Melayu, and dan China). Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2012-01-18. Diakses tanggal 2011-05-24.
- ^ Wong, Kristina (23 July 2009). "abc NEWS Poll: Obama's Popularity Lifts U.S. Global Image". USA: ABC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-13. Diakses tanggal 23 October 2011.
- ^ "Indonesia – Foreign Policy". U.S. Library of Congress. U.S. Library of Congress. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-27. Diakses tanggal 5 May 2007.
- ^ Indonesia temporarily withdrew from the UN on 20 January 1965 in response to the fact that Malaysia was elected as a non-permanent member of the Security Council. It announced its intention to "resume full cooperation with the United Nations and to resume participation in its activities" on 19 September 1966, and was invited to re-join the UN on 28 September 1966.
- ^ Chris Wilson (11 October 2001). "Indonesia and Transnational Terrorism". Foreign Affairs, Defense and Trade Group. Parliament of Australia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-06. Diakses tanggal 15 October 2006.; Reyko Huang (23 May 2002). "Priority Dilemmas: U.S. – Indonesia Military Relations in the Anti Terror War". Terrorism Project. Center for Defense Information. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-10-12. Diakses tanggal 2015-02-14.
- ^ "Commemoration of 3rd anniversary of bombings". Melbourne: The Age Newspaper. AAP. 10 December 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-01. Diakses tanggal 2015-02-14.
- ^ "Travel Warning: Indonesia" (Siaran pers). US Embassy, Jakarta. 10 May 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 11 November 2006. Diakses tanggal 26 December 2006. Diarsipkan 2006-11-11 di Wayback Machine.
- ^ Chew, Amy (7 July 2002). "Indonesia military regains ground". CNN Asia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-14. Diakses tanggal 24 April 2007.
- ^ Witular, Rendi A. (19 May 2005). "Susilo Approves Additional Military Funding". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-14. Diakses tanggal 24 April 2007.
- ^ Friend (2003), pp. 473–475, 484
- ^ Friend (2003), pp. 270–273, 477–480
- ^ "Indonesia flashpoints: Aceh". BBC News. BBC. 29 December 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-02. Diakses tanggal 20 May 2007.
- ^ "Indonesia agrees Aceh peace deal". BBC News. BBC. 17 July 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-14. Diakses tanggal 20 May 2007.; Harvey, Rachel (18 September 2005). "Indonesia starts Aceh withdrawal". BBC News. BBC. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-02. Diakses tanggal 20 May 2007.
- ^ Lateline TV Current Affairs (20 April 2006). "Sidney Jones on South East Asian conflicts" (PDF). TV Program transcript, Interview with South East Asia director of the International Crisis Group. Australian Broadcasting Commission (ABC). Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 September 2006.; International Crisis Group (5 September 2006). "Papua: Answer to Frequently Asked Questions" (PDF). Update Briefing. International Crisis Group (53): 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 18 September 2006. Diakses tanggal 17 September 2006.
- ^ "2014BPS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-13. Diakses tanggal 2015-10-04.
- ^ "BPS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-11-13. Diakses tanggal 2015-10-04.
- ^ Michelle Ann Miller (2004). "The Aceh law: a serious response to Acehnese separatism?". Asian Ethnicity. 5 (3): 333–351. doi:10.1080/1463136042000259789. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-01. Diakses tanggal 2008-08-02.
- ^ Dewan Perwakilan Rakyat (1999). Bab XIV Other Provisions, Pasal 122; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di DaerahPDF (146 ). Presiden Indonesia (1974). Bab VII Aturan Peralihan, Pasal 91
- ^ Dursin, Richel (18 November 2004). "Another Fine Mess in Papua". Editorial. The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-01-15. Diakses tanggal 5 Oktober 2006. ; "Papua Chronology Confusing Signals from Jakarta". The Jakarta Post. 18 November 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-01-15. Diakses tanggal 5 Oktober 2006.
- ^ Burr, W. (2001-12-06). "Ford and Kissinger Gave Green Light to Indonesia's Invasion of East Timor, 1975: New Documents Detail Conversations with Suharto". National Security Archive Electronic Briefing Book No. 62. National Security Archieve, Universitas George Washington, Washington, D.C. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-21. Diakses tanggal 2006-09-17.
- ^ "USD". www.usd.ac.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-29. Diakses tanggal 26-06-2017.
- ^ a b c d Schwarz, A. (1994). A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s. Westview Press. ISBN 1-86373-635-2, pp. 52–57.
- ^ "Indonesia: Country Brief". Indonesia:Key Development Data & Statistics. Bank Dunia. 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-01.
- ^ "Poverty in Indonesia: Always with them". The Economist. 2006-09-14. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-11-28. Diakses tanggal 2006-12-26.
- ^ "Indonesia: Forecast". Country Briefings. The Economist. 2006-10-03. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-08-04.
- ^ "Beberapa Indikator Penting Mengenai Indonesia" (PDF) (Siaran pers) (dalam bahasa Bahasa Indonesia). Badan Pusat Statistik Indonesia. 2008-12-02. Diakses tanggal 2008-03-18. Diarsipkan 2008-04-01 di Wayback Machine.
- ^ Ridwan Max Sijabat (23 Maret 2007). "Unemployment still blighting the Indonesian landscape". The Jakarta Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-05-01. Diakses tanggal 2008-08-07.
- ^ "Making the New Indonesia Work for the Poor – Overview" (PDF) (Siaran pers). Bank Dunia. 2006. Diakses tanggal 26 Desember 2006. Diarsipkan 2008-08-17 di Wayback Machine.
- ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2016-04-22. Diakses tanggal 2016-03-01.
- ^ "Official Statistics and its Development in Indonesia" (PDF). Sub Committee on Statistics: First Session 18–20 February, 2004. Economic and Social Commission for Asia & the Pacific. hlm. 19. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2009-09-29. Diakses tanggal 2008-08-07.
- ^ "Indonesia at a Glance" (PDF). Indonesia Development Indicators and Data. Bank Dunia. 2006-08-13. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-12-23. Diakses tanggal 2008-08-07.
- ^ "[[Indeks Persepsi Korupsi]]". Transparency International. 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-28. Diakses tanggal 2007-09-28. Konflik URL–wikilink (bantuan)
- ^ "Index of Economic Freedom". The Heritage Foundation & The Wall Street Journal. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-08. Diakses tanggal 2018-12-08.
- ^ "The Economist Intelligence Unit's Quality-of-Life Index" (PDF). The Economist. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2012-07-23. Diakses tanggal 2007-09-12.
- ^ "Worldwide Press Freedom Index 2006" (PDF). Reporters Without Borders. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2008-06-24. Diakses tanggal 2008-06-31.
- ^ "cpi 2017 table". Transparency International. 2018-02-21. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-12-23. Diakses tanggal 2008-06-31.
- ^ a b "Human Development Reports: Indonesia". United Nations Development Programme. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-01. Diakses tanggal 2019-12-09.
- ^ "Global Competitiveness Index rankings 2018" (PDF). World Economic Forum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-08. Diakses tanggal 2018-12-08.
- ^ "Most Literred Nation in the World 2016" (PDF). Central Connecticut State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-11. Diakses tanggal 2016-01-29.
- ^ Calder, Joshua (2006-05-03). "Most Populous Islands". World Island Information. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-21. Diakses tanggal 2006-09-26.
- ^ (16 Mei 2008). "Country Profile 2008: Indonesia" (pdf). Economist Intelligence Unit. Diakses pada 31 Juli 2008. Diarsipkan 2021-01-29 di Wayback Machine.
- ^ Kautsar, Medcom (2019-10-15). "Menguak Asal Usul Orang Indonesia Melalui Tes DNA". Medcom.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-15. Diakses tanggal 2020-07-14.
- ^ "UUD 1945, Bab XV, Pasal 36: "Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia."". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-02. Diakses tanggal 2013-01-01.
- ^ "Laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-09. Diakses tanggal 2013-01-01.
- ^ "ASIAN LINGUISTIC MAPS: Indonesia & Brunei". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-30. Diakses tanggal 2012-12-23.
- ^ Pendidikan bahasa Inggris bagi pelajar SD. Diarsipkan 2013-02-02 di Wayback Machine. Pascasarjana Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Ahmad Dahlan. Terbit pada 20 September 2012. Diakses pada 2 Januari 2013.
- ^ Rencana penghapusan pelajaran bahasa Inggris bagi pelajar SD belum final. Diarsipkan 2013-01-28 di Wayback Machine. POSKOTANEWS.com. Terbit pada 11 Oktober 2012. Diakses pada 2 Januari 2013.
- ^ DPR minta tunda penerapan kurikulum baru. Diarsipkan 2013-05-03 di Wayback Machine. SINDONEWS.com. Terbit pada 15 Desember 2012. Diakses pada 2 Januari 2013.
- ^ 2010 World Muslim Population. Diarsipkan 2011-03-29 di WebCite pp. 3-5. Houssain Kettani. Department of Electrical and Computer Engineering and Computer Science, Polytechnic University of Puerto Rico. Terbit pada Januari 2010. Diakses pada 2 Januari 2013.
- ^ Salat harus menggunakan bahasa Arab. Diarsipkan 2013-03-09 di Wayback Machine. Islampedia.info. Terbit pada 2006. Diakses pada 2 Januari 2013.
- ^ Pembelajaran Bahasa Arab Sepanjang Sejarah. Diarsipkan 2013-03-03 di Wayback Machine. stainsalatiga.ac.id. Terbit pada 1 Juni 2012. Diakses pada 2 Januari 2013.
- ^ World Bank, (2008), Spending for development: making the most of Indonesia's new opportunities: Indonesia public expenditure review, World Bank Publications, ISBN 978-0-8213-7320-0
- ^ a b Badan Pusat Statistik (15 Desember 2020). "Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2020". Berita Resmi Statistik (No.97/12/Th.XXIII). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-29. Diakses tanggal 2021-01-22.
- ^ "PENGERAJIN BATIK TAK PERLU RESAH". Majalah Hukum & HAM Online. 30 September 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-26. Diakses tanggal 14 Agustus 2008.
- ^ Witton, Patrick (2003). Indonesia. Melbourne: Lonely Planet. hlm. 103. ISBN 1-74059-154-2.
- ^ Elyas Pical Dapat Penghargaan[pranala nonaktif permanen]. Surya, 27 Maret 2009. Diakses pada 10 September 2010.
- ^ Afriatni, Ami. Petinju Chris John Sukses Pertahankan Gelar Juara Dunia Diarsipkan 2008-12-10 di Wayback Machine.. Tempo, 19 Agustus 2007. Diakses pada 10 September 2010.
- ^ "Jejak Bersejarah Hindia Belanda di Piala Dunia 1938". CNN Indonesia. 23 April 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-16. Diakses tanggal 21 Februari 2020.
- ^ "Kampung Tugu, Menyimpan Kenangan Sejarah". Kompas. Rabu, 28 April 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-11. Diakses tanggal 14 Agustus 2008.
- ^ Radhar Panca Dahana (Kamis, 6 Desember 2007). "Perspektif: Mencuri Klaim, Itu Biasa". Gatra.Com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-08. Diakses tanggal 14 Agustus 2008.
- ^ Witton, Patrick (2002). World Food: Indonesia. Melbourne: Lonely Planet. ISBN 1-74059-009-0.
- ^ Brissendon, Rosemary (2003). South East Asian Food. Melbourne: Hardie Grant Books. ISBN 1-74066-013-7.
- ^ http://www.cnngo.com/explorations/eat/40-foods-indonesians-cant-live-without-327106 Diarsipkan 2011-10-25 di Wayback Machine. 40 of Indonesia's best dishes. Diakses pada 5 Desember 2011.
- ^ a b Kristianto, JB (2 Juli 2005). "Sepuluh Tahun Terakhir Perfilman Indonesia". Kompas. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-01-13. Diakses tanggal 5 Oktober 2006.
- ^ Taylor (2003), pp. 299–301
- ^ Vickers (2005) pp. 3-7; Friend (2003), pp. 74, 180
- ^ Czermak, Karen. ""Preserving Intangible Cultural Heritage in Indonesia"" (PDF). SIL International. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2007-07-09. Diakses tanggal 2007-07-04.
- ^ "Internet World Stats". Asia Internet Usage, Population Statistics and Information. Miniwatts Marketing Group. 2006. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-30. Diakses tanggal 2007-08-13.
- ^ Suprapto (November 24, 2014). "Inilah Data Peringkat Negara Pengguna Internet". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-07-19. Diakses tanggal 2015-08-21.
Kepustakaan
- Frederick, William H.; Worden, Robert L., ed. (2011). Indonesia: A Country Study (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-6). Washington, D.C.: Library of Congress, Federal Research Division. ISBN 978-0-8444-0790-6.
- Friend, T. (2003). Indonesian Destinies (dalam bahasa Inggris). Harvard University Press. ISBN 0-674-01137-6.
- Ricklefs, Merle Calvin (2001). A history of modern Indonesia since c. 1200 (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-3). Basingstoke; Stanford, CA: Palgrave; Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-4480-5.
- Schwarz, A. (1994). A Nation in Waiting: Indonesia in the 1990s (dalam bahasa Inggris). Westview Press. ISBN 1-86373-635-2.
- Taylor, Jean Gelman (2003). Indonesia: Peoples and Histories (dalam bahasa Inggris). New Haven and London: Yale University Press. ISBN 0-300-10518-5.
- Vickers, Adrian (2005). A History of Modern Indonesia (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 0-521-54262-6.
Pranala luar
Cari tahu mengenai Indonesia pada proyek-proyek Wikimedia lainnya: | |
Definisi dan terjemahan dari Wiktionary | |
Gambar dan media dari Commons | |
Berita dari Wikinews | |
Kutipan dari Wikiquote | |
Teks sumber dari Wikisource | |
Buku dari Wikibuku |
- Peta Indonesia di Wikimedia Atlas
- Data geografis Indonesia di OpenStreetMap
- (Indonesia) Situs web resmi pemerintah Republik Indonesia
- (Indonesia) Kantor Berita Antara
- (Indonesia) Pemilu Indonesia Diarsipkan 2016-02-05 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Peringatan Kebangkitan Nasional Indonesia Diarsipkan 2015-06-24 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Data Kependudukan Resmi Indonesia
- (Inggris) Pariwisata Indonesia
- (Inggris) Indonesia di Encyclopædia Britannica
- (Inggris) Indonesia: Country Studies 1993
- (Inggris) Presentasi tentang Indonesia Diarsipkan 2013-01-18 di Wayback Machine.